PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sarkoma kaposi pada awalnya dikenal sebagai penyakit yang mempengaruhi lakilaki usia lanjut dari daerah Eropa Timur dan Laut Tengah. Sarkoma kaposi juga
terjadi pada laki-laki Afrika dan orang dengan system kekebalan tubuh yang
lemah. Penyakit ini paling banyak terdapat pada orang-orang kulit hitam dari
Afrika Tengah, tetapi dalam beberapa tahun belakang ini penyakit ini dilaporkan
sebagai bagian dari AIDS dan sebagai komplikasi pada terapi imunosupresif. Di
Amerika Serikat ada delapan kali lebih banyak laki-laki dengan sarkoma kaposisi
dibandingkn dengan perempuan.
Dalam beberapa penelitian, terjadi kira-kira ada 20% pasien AIDS, prevalensinya
30% pada pria homo seksual yang terinfeksi HIV. Penyebaran AIDS dimasyarakat
homoseksual dengan cepat menimbulkan dugaan terhadap zat yang menyebabkan
infeksi yang dikatakan seperti virus.
Namun sarkoma kaposi tidak hanya terdapat pada mulut, tapi juga dapat dilihat
pada kulit, hidung, mata bahkan dapat menyebar ke organ dalam tubuh lain. Pada
perut dan usus sarkoma kaposi menyebabkan pendarahan dalam. Pada paru-paru
dapat menyebabkan batuk parah atau sesak nafas. Jika mengenai kelenjer getah
bening, ini dapat menyebabkan bengkak yang parah pada lengan, kaki, wajah, dan
kantong kemaluan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
BAB II
PEMBAHASAN
bening, ini dapat menyebabkan bengkak yang parah pada lengan, kaki, wajah, dan
kantong kemaluan.
2.3 Gambaran Klinis Sarkoma Kaposi
Orang dengan HIV-AIDS yang memiliki sarkoma kaposi ditandai oleh 3 tahap.
Pada awalnya keganasan tersebut merupakan macula merah tanpa gejala.
Selanjutnya membesar menjadi plak merah-biru. Lesi-lesi yang lanjut tampak
sebagai nodula-nodula biru-ungu, berlobus, berulserasi dan menyebabkan sakit.
Besarnya (pada palatum) beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter.
Memiliki bentuk tidak teratur, bisa tunggal atau multiple dan asimptomatik dan
seringnya baru disadari oleh sipenderita jika lesi agak besar.
Palatum adalah tempat yang paling sering dan tumor terlihat berupa area
keunguan atau nodula yang mudah berdarah. Lokasi sarkoma kaposi
berkemungkinan dimana saja di rongga mulut. Palatum keras menempati
kedudukan yang paling utama. Lesi ini juga dapat terjadi pada palatum lunak,
gusi, lidah, bibir, mukosa pipi dan oropharing. Jika lesi tersebut meliputi ginggiva
maka lesi bisa menjadi hyperplastik dan tumbuh melampaui mahkota gigi.
Kemungkinan lain, lesi sarkoma kaposi yang terlihat tulang bisa menimbulkan
bengkak dilapisan atas mukosa normal.
Seringkali lesi tersebut multifokal, tidak nyaman dan memprihatinkan secara
estetika. Pada lapisan mulut, sarkoma kaposi dapat menyebabkan kesulitan untuk
makan atau menelan.
Adanya klinis atau para professional yang terlibat seperti dokter gigi mengetahui
diagnosa awal dari manifestasi HIV-AIDS di rongga mulut (terutama sarkoma
kaposi) yang berhubungan dengan oportunistik atau keganasan maka penyebaran
infeksi dari penderita kepada operator atau dari penderita ke penderita lainnya
dapat ditanggulangi dan dikendalikan. Hal ini karena tidak dapat dipungkiri
bahwa penderita HIV-AIDS semakin meningkat dan berada di lingkungan sekitar
kita.
dari
human
herpevirus
(HHV-8)
secara
positif
immunosupresi
memegang
peran
penting
dalam
10
epidemic sarkoma kaposi terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa
dan sedikit pada anak-anak.
Sarkoma kaposi sering terjadi pada laki-laki dengan latar belakang homoseksual.
Penderita berumur antara 40-70 tahun dengan terinfeksi HIV-AIDS. Pemeriksaan
biopsi jaringan yang terinfeksi diperlukan untuk mempertegas diagnosa. Apabila
lesi besar, maka cukup dilakukan biopsi irisan. Jaringan tersebut kekentalannya
sering menyerupai daging ikan.
b. Diagnosa Banding
Diagnosa sarkoma kaposi mempunyai bentuk-bentuk klinis yang mirip dengan
lesi pigmentasi lain seperti haemangioma dan purpura. Namun, untuk purpura
terlihat lebih awal dan bisa dibedakan dengan pengujian haematologis.
Lesi sarkoma kaposi yang lebih agresif bisa terjadi jika tumor melibatkan
gingival, lesi bisa menjadi hyperplasia dan melebihi mahkota gigi. Secara
alternative, lesi tulang dari sarkoma kaposi bisa menghasilkan pembengkakan
diatas mukosa normal, sehingga bentuk klinisnya membinggungkan dengan abses
periapikal.
11
memulai terapi untuk lesi yang mengenai gingival. Terapi plak lokal dan kalkulus
juga dapat meningkatkan respon terapi yang dilakukan.
Sarkoma kaposi bisa dirawat secara bedah atau dengan kemotherapi lesi intra
yang terbatas. Pengangkatan bedah dilakukan untuk luka kecil seperti pada
gingival atau lidah. Bedah ini dilakukan dengan anastesi local menggunakan pisau
atau laser karbondioksida.
Infliltrasi
lesi
lokal
dengan
vinblastine,
kemotherapi
agen
alkaloid
HIV-AIDS (ODHA)
dirongga mulut dapat membantu klinisi pelayanan kesehatan gigi dan mulut
terhadap penderita HIV (Human Immunodefiency Virus) dan AIDS (Acquired
Immuno Deficiency Syndrome).
Pengobatan lain yang telah diteliti untuk sarkoma kaposi
Pendekatan antisitokin : Ada banyak penelitian terhadap sitokin, protein yang
dipakai oleh sistem kekebalan untuk merangsang sel agar tumbuh. Para peneliti
menganggap bahwa zat yang menghambat faktor pertumbuhan ini juga dapat
melambatkan pertumbuhan sarkoma kaposi.
Antibodi monoklonal : Obat ini dibuat melalui rekayasa genetis. Nama obat ini
mempunyai -mab di belakang, misalnya bevacizumab.
12
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyebab Sarkoma Kaposi (SK) ialah human herpes virus 8 ( HHHV8 ) yang
transmisinya bisa melalui in vivo dan in vitro ke pejamu. Untuk itu kita harus
lebih waspada khususnya pekerjaan kita di bidang medis karena virus ini bisa
melalui kontak darah dan saliva.
Klasifikasi yang ada untuk sarkoma kaposi diantaranya : sarkoma kaposi tipe
klasik, sarkoma kaposi terkait dengan AIDS, sarkoma kaposi terkait dengan
pasien terapi immunosupresan dan sarkoma kaposi di daerah endemik. Tipe yang
progresif yaitu tipe sarkoma kaposi terkait dengan AIDS serta yang lambat tipe
klasik dan biasanya pasien sarkoma kaposi tipe klasik bukan meninggal karena
tumornya namun karena penyakit yang lain.
Pengobatan bisa terapi lokal dan sistemik. Terapi lokal ini bermacam macam
seperti eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen laser, terapi
sinar/photodynamic dan terapi topical dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi
juga bisa diberikan pada lesi yang sulit dijangkau seperti lesi pada mukosa. Terapi
sistemik diberikan pada pasien yang dicurigai memiliki lesi di organ viseralnya.
Terapi sistemik ini tergantung pada variannya. Misalnya kemoterapi pada pasien
tipe klasik, penurunan dosis immunosupressan, sampai pemberian HAART pada
pasien AIDS.
Komplikasi dari sarkoma kaposi ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem
pencernaannya, gangguan fungsi paru, gangguan berbicara dan makan serta yang
paling akhir adalah kematian. Untuk itu kita harus melakukan skrining dengan tes
darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi,
menentukan apakah pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner
14
seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining terhadap sebuah organ yang akan
digunakan untuk transplantasi.
3.2 Saran
Setelah membahas tentang Sarkoma Kaposi, kita sebagai tenaga kerja medis dapat
mencegah, mendiagnosa, serta mengobati sarkoma kaposi ini. Dan meningkatkan
safety pada saat mengerjakan pasien agar terhindar dari berbagai infeksi termasuk
Sarkoma Kaposi yang terdapat pada ODHA ini.
15
DAFTAR PUSTAKA
Arma, Utmi. 2009. Ilmu Penyakit Mulut. Universitas Baiturrahmah: 2009. Hlm
127-135
Yayasan Spiritia. 30 Desember 2014. Sarkoma Kaposi (KS). Available at
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=508
Rose
LJ.
30
Desember
2014.
Sarkoma
Kaposi.
Available
at
http://www.medscape.com/sarkoma-kaposi.
James WD, Berger TG, Elston DM. Kaposi Sarcoma. In : Andrews Disease of
The Skin Clinical Dermatology. Tenth Edition. Philadelphia : WB Saunders
Company ; 2006. Pg. 418 419, 599 601.
National Cancer Institute. 30 Desember 2014. Kaposi Sarcoma Treatment.
Available at http://www.usa.gov/kaposi-sarcoma.
Antman K, Chang Y. Kaposis Sarcoma. The New England Journal of Medicine.
2000. 14. 1027 1038.
Katz MH, Zolopa AR, Hollander H. HIV Infection. In : Current Medical
Diagnosis & Treatment. 45th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2006. Pg. 1318,
1320 1321.
Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and Related
Disorders. In : Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition McGrawHill ; 2005. Pg. 1098.
16