Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sarkoma kaposi pada awalnya dikenal sebagai penyakit yang mempengaruhi lakilaki usia lanjut dari daerah Eropa Timur dan Laut Tengah. Sarkoma kaposi juga
terjadi pada laki-laki Afrika dan orang dengan system kekebalan tubuh yang
lemah. Penyakit ini paling banyak terdapat pada orang-orang kulit hitam dari
Afrika Tengah, tetapi dalam beberapa tahun belakang ini penyakit ini dilaporkan
sebagai bagian dari AIDS dan sebagai komplikasi pada terapi imunosupresif. Di
Amerika Serikat ada delapan kali lebih banyak laki-laki dengan sarkoma kaposisi
dibandingkn dengan perempuan.
Dalam beberapa penelitian, terjadi kira-kira ada 20% pasien AIDS, prevalensinya
30% pada pria homo seksual yang terinfeksi HIV. Penyebaran AIDS dimasyarakat
homoseksual dengan cepat menimbulkan dugaan terhadap zat yang menyebabkan
infeksi yang dikatakan seperti virus.
Namun sarkoma kaposi tidak hanya terdapat pada mulut, tapi juga dapat dilihat
pada kulit, hidung, mata bahkan dapat menyebar ke organ dalam tubuh lain. Pada
perut dan usus sarkoma kaposi menyebabkan pendarahan dalam. Pada paru-paru
dapat menyebabkan batuk parah atau sesak nafas. Jika mengenai kelenjer getah
bening, ini dapat menyebabkan bengkak yang parah pada lengan, kaki, wajah, dan
kantong kemaluan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Definisi sarkoma kaposi ?


Etiologi dan epidemiologi sarkoma kaposi ?
Gambaran klinis sarkoma kaposi ?
Histopatologi sarkoma kaposi ?
Klasifikasi sarkoma kaposi ?
Diagnosis dan Diagnosis Banding Sarkoma Kaposi ?
Pencegahan sarkoma kaposi ?
Perawatan sarkoma kaposi ?

9. Komplikasi sarkoma kaposi ?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Agas mahasiswa dapat memahami berbagai pembahasan tentang sarkoma
kaposi.
2. Agar mahasiswa dapat mengetahui berbagai macam cara mendiagnosis
sarkoma kaposi serta pencegahannya.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui dan menerapkan perawatan sarkoma
kaposi sebagai dokter gigi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Sarkoma Kaposi


Sarkoma Kaposi adalah tumor yang disebabkan oleh Human herpesvirus 8
( HHV8 ) yang dikenal dengan istilah sarkoma kaposi - dikaitkan dengan
herpesvirus ( KSHV ). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1872 oleh
dermatologist Hongaria bernama Moriz Kaposi yang menjelaskan tentang 5
pasien dengan agresif idiopatik multiple pigmen sarcoma pada kulitnya. Dan
seorang pasien meninggal dengan perdarahan gastrointestinal 15 bulan setelah
ditemukannya lesi pada kulit. Dan pada autopsy tampak lesi visceral di paru
paru dan traktus pencernaannya.
Virus penyebab tumor ini ditemukan pada tahun 1994. HHV8 dapat ditularkan
melalui kontak seksual sehingga risiko untuk tertular juga ada. Bahkan, penyakit
ini telah diidentifikasi pada pasien transplantasi organ dengan HIV negative yang
menerima terapi immunosupresif. Sejak tahun 1990-an sarkoma kaposi semakin
diteliti hingga didapatkan 4 jenis sarkoma kaposi dengan manifestasi klinis yang
berbeda namun patofisiologinya sama, diantaranya : SK klasik, SK endemik pada
orang Afrika, SK pada pasien dengan terapi immunosupresan, dan SK terkait
AIDS. Sarkoma kaposi ini mengakibatkan beberapa gejala klinik mulai dari
gangguan kulit ringan sampai mempengaruhi organ tubuh.
Sarkoma Kaposi tipe klasik biasanya menyerang orang tua dari wilayah Laut
Tengah atau keturunan Eropa Timur. SK endemik pada orang Afrika yang masih
muda terutama dari daerah Afrika Sub-Sahara sebagai penyakit yang lebih agresif
menyerang kulit terutama anggota badan bagian bawah dengan prevalensi pria
dan wanita 3:1. 10% laki-laki yang menderita kanker di Afrika penyebabnya
adalah Sarkoma Kaposi. Sarkoma Kaposi pada pasien dengan terapi
immunosupresan termasuk didalamnya pasien post transplantasi organ dan
terbanyak pada pasien dengan penyakit autoimun. Lebih dari 20 % penderita
AIDS di Eropa menderita Sarkoma Kaposi dan Sarkoma Kaposi ini didapat pada
pasangan muda homoseksual.

2.2 Etiologi dan Epidemiologi Sarkoma Kaposi


Etiologi dari sarkoma kaposi tidak jelas. Neoplasma endothelial ganas sering
berhubungan dengan AIDS dan mungkin juga dengan infeksi sitomegalovirus
(CMV). Terkadang sarkoma kaposi adalah bentuk pertama dari infeksi HIV.
Human Herpes Virus 8 (HHV-8) DNA bisa ditemukan dalam sel-sel sarkoma, dan
pasien dengan infeksi HIV dan HHV-8 mempunyai resiko tinggi mengembangkan
sarkoma kaposi.
Adanya peranan faktor-faktor virus (mungkin CMV) yang berkaitan dengan
angiogenesis juga diduga sebagai penyebab sarkoma kaposi. Dalam suatu
penelitian baru lelaki dengan virus herpes manusia 8 (HHV-8) hampir 12 kali lipat
lebih mungkin didiagnosa sarkoma kaposi dibandingkan lelaki yang tidak
terinfeksi HHV-8.
Sarkoma kaposi pada awalnya dikenal sebagai penyakit yang mempengaruhi lakilaki usia lanjut dari daerah Eropa Timur dan Laut Tengah. Sarkoma kaposi juga
terjadi pada laki-laki Afrika dan orang dengan system kekebalan tubuh yang
lemah. Penyakit ini paling banyak terdapat pada orang-orang kulit hitam dari
Afrika Tengah, tetapi dalam beberapa tahun belakang ini penyakit ini dilaporkan
sebagai bagian dari AIDS dan sebagai komplikasi pada terapi imunosupresif. Di
Amerika Serikat ada delapan kali lebih banyak laki-laki dengan sarkoma kaposisi
dibandingkan dengan perempuan.
Dalam beberapa penelitian, terjadi kira-kira ada 20% pasien AIDS, prevalensinya
30% pada pria homo seksual yang terinfeksi HIV. Penyebaran AIDS dimasyarakat
homoseksual dengan cepat menimbulkan dugaan terhadap zat yang menyebabkan
infeksi yang dikatakan seperti virus.
Namun sarkoma kaposi tidak hanya terdapat pada mulut, tapi juga dapat dilihat
pada kulit, hidung, mata bahkan dapat menyebar ke organ dalam tubuh lain. Pada
perut dan usus sarkoma kaposi menyebabkan pendarahan dalam. Pada paru-paru
dapat menyebabkan batuk parah atau sesak nafas. Jika mengenai kelenjer getah

bening, ini dapat menyebabkan bengkak yang parah pada lengan, kaki, wajah, dan
kantong kemaluan.
2.3 Gambaran Klinis Sarkoma Kaposi
Orang dengan HIV-AIDS yang memiliki sarkoma kaposi ditandai oleh 3 tahap.
Pada awalnya keganasan tersebut merupakan macula merah tanpa gejala.
Selanjutnya membesar menjadi plak merah-biru. Lesi-lesi yang lanjut tampak
sebagai nodula-nodula biru-ungu, berlobus, berulserasi dan menyebabkan sakit.
Besarnya (pada palatum) beberapa millimeter sampai beberapa sentimeter.
Memiliki bentuk tidak teratur, bisa tunggal atau multiple dan asimptomatik dan
seringnya baru disadari oleh sipenderita jika lesi agak besar.
Palatum adalah tempat yang paling sering dan tumor terlihat berupa area
keunguan atau nodula yang mudah berdarah. Lokasi sarkoma kaposi
berkemungkinan dimana saja di rongga mulut. Palatum keras menempati
kedudukan yang paling utama. Lesi ini juga dapat terjadi pada palatum lunak,
gusi, lidah, bibir, mukosa pipi dan oropharing. Jika lesi tersebut meliputi ginggiva
maka lesi bisa menjadi hyperplastik dan tumbuh melampaui mahkota gigi.
Kemungkinan lain, lesi sarkoma kaposi yang terlihat tulang bisa menimbulkan
bengkak dilapisan atas mukosa normal.
Seringkali lesi tersebut multifokal, tidak nyaman dan memprihatinkan secara
estetika. Pada lapisan mulut, sarkoma kaposi dapat menyebabkan kesulitan untuk
makan atau menelan.
Adanya klinis atau para professional yang terlibat seperti dokter gigi mengetahui
diagnosa awal dari manifestasi HIV-AIDS di rongga mulut (terutama sarkoma
kaposi) yang berhubungan dengan oportunistik atau keganasan maka penyebaran
infeksi dari penderita kepada operator atau dari penderita ke penderita lainnya
dapat ditanggulangi dan dikendalikan. Hal ini karena tidak dapat dipungkiri
bahwa penderita HIV-AIDS semakin meningkat dan berada di lingkungan sekitar
kita.

2.4 Histopatologi Sarkoma Kaposi


Histopatologi tergantung pada stadium dari sarkoma kaposi. Terdapat perubahan
histopatologi dan peningkatan pada dermal dari pembuluh darah yang terlihat
pada sel endothelial. Pada beberapa pembuluh darah, lokasi di lapisan dermis
superfisialisnya yang berhubungan dengan kulit luar sehingga tampak ireguler.
Pada lesi di dapatkan hemosiderin, deposit dan ekstravasasi dari eritrosit yang
biasa ditemukan pada infiltrat dari radang yang sedang. Patologi drai plak
sarkoma kaposi yaitu proliferasi pembuluh darah pada setiap tingkat dermis atau
kulit dengan dilatasi multiple dan angulasi pembuluh darah yang menyebabkan
kekenyalan pada jaringan kolagen.
Papul dari jaringan keras dan fascicles dari sel spindel, nodul dari sel spindel yang
berkelompok, ireguler pada garis endothelial. Pada semua stadium dari sarkoma
kaposi terdapat peradangan yang umumnya berisi limfosit, histiosit, sel plasma,
sporadic dan neutrofil.

2.5 Klasifikasi Sarkoma Kaposi

Klasik (sporadic) sarkoma kaposi


Jenis sarkoma kaposi ini sering terjadi pada pasien manula pada suku
Mediterania dan Eropa Timur. Dengan ratio pria banding wanita 10-15 : 1.
Dengan usia berkisar 50-70 tahun. Penyakit ini jarang terdapat adanya
benjolan limfe, membrane mukosa, atau keterlibatan organ viseral.
Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur,
genetic, sejarah pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena
infeksi malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko
terjadinya sarkoma kaposi tipe klasik.
Tumor ini selalu dimulai pada kulit bagian distal dari ekstremitas bawah
baik unilateral maupun bilateral berbentuk makula berwarna merah
sehingga terlihat seperti hematom. Lesi ini perjalanannya perlahan bisa
vertikal maupun horizontal dan berkembang sampai menjadi plak atau
kadang kadang nodul. Awalnya tumor berwarna coklat dan
hiperkeratosis dan pada ekstremitas bawah bisa terjadi ulserasi. Tumor ini
bisa menimbulkan pitting edema sampai terjadi fibrosis.
Klasik Sarkoma Kaposi bermanifestasi pada nodus limfatikus di
membrane mukosa dan organ dalam seperti traktus pencernaan yang

seringnya jarang bergejala karena sarkoma kaposi tipe ini banyak


mengenai orang usia tua dan meninggal karena penyakit lainnya.

Sarkoma kaposi berkaitan dengan AIDS ( AIDS SK )


Sebelum dekade pertama pandemi AIDS, Sarkoma Kaposi didiagnosis >
20% pada pasien HIV-1 di Eropa. Frekuensinya pada pria dan wanita yang
berhubungan seks, pada pengguna narkoba suntik, hemofilia, resipien
transfusi darah dan bayi yang lahir dari ibu positif HIV di kota industri.
Hal inilah yang menyebabkan sarkoma kaposi merupakan keganasan yang
paling sering dijumpai pada pasien terinfeksi HIV, khususnya pada daerah
yang terbatas ketersediaan HAART (highly active antiretroviral therapy).
Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien
homoseksual yang terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma
kaposi merupakan gejala yang jelas didapat pada 15% homoseksual. Di
Afrika dan negara berkembang, epidemic sarkoma kaposi terkait AIDS
umum didapat pada heteroseksual dewasa dan sedikit pada anak-anak.
Kaposi sarcoma terkait AIDS merupakan bentuk kaposi sarcoma yang
paling agresif.
Serokonversi

dari

human

herpevirus

(HHV-8)

secara

positif

meningkatkan epidemic kaposi sarcoma dalam 5-10 tahun. Adanya


penurunan CD4 dan peningkatan jumlah virus HIV-1 merupakan ukuran
prognosa dari epidemic sarkoma kaposi. Kurang dari 1/6 penderita HIV
memiliki jumlah CD4 diatas 500 per mikroliter. Penyakit ini biasanya
berkembang pada pasien dengan imunodefisiensi yang parah.
AIDS SK memiliki lesi berupa makula bentuk oval kecil yang akan
berkembang menjadi plak dan nodul kecil. Lesi biasanya di wajah
khususnya di hidung, alis, telinga dan bisa juga di tenggorokan. Lesi bisa
menjadi plak yang besar di area yang luas pada wajah, tenggorokan atau
ekstremitas dan menyebabkan gangguan fungsi. Mukosa mulut bisa
terkena sarkoma kaposi juga pada 10 15% pada kasus ini. Dan lesi pada
faring menyebabkan sulitnya menelan, berbicara dan bernafas. Lesi pada

lambung dan duodenum merupakan lesi yang paling sering menyebabkan


perdarahan dan ileus. Walaupun mungkin terlihat di gastroskopi, beberapa
lesi tidak terdiagnosa histologisnya karena lokasi lesinya di submukosa
dan bisa diambil dengan forsep biopsi. Sarkoma kaposi pulmonal dapat
menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus, batuk, penurunan
fungsi respirasi. Bronkoskopi dengan transbronkhial biopsi penting untuk
diagnosa sarkoma kaposi pulmonal.

Sarkoma kaposi pada pasien terapi immunosupresan


Kejadian ini dapat terjadi pada pasien yang menjalani transplantasi organ
atau pasien yang mendapatkan terapi immunosupresor seperti penderita
penyakit autoimun. Insiden sarkoma kaposi meningkat 100x lipat pada
pasien yang menjalani transplantasi. Pada pasien dengan penyakit
kongenital yang menyebabkan imunodefisiensi tidak terjadi peningkatan
resiko. Rata-rata peningkatan terjadinya sarkoma kaposi pada pasien
transplantasi di waktu 1 sampai 10 tahun setelah transplantasi. Penanganan
agresif perlu dilakukan bila ada keterlibatan organ viseral.
Pada pasien yang menjalani penanganan immunosupresi kemungkinan
terjadinya penyakit ini meningkat. Hal ini menjadi salah satu bukti bahwa
keterlibatan

immunosupresi

memegang

peran

penting

dalam

perkembangan sarkoma kaposi. Aktivasi sistem imun dan immunosupresi


memegang peran dalam perubahan komplek HHV-8.
Tipe ini memiliki manifestasi klinis yang perjalanannya perlahan seperti
SK tipe klasik tetapi dapat juga cepat seperti SK pada AIDS. Dosis, tipe
obat serta onset yang lebih awal pada pemberian immunosupresan
sangatlah penting pengaruhnya terhadap perkembangan SK yang
dihubungkan dengan siklosporin A yang tinggi pada beberapa obat seperti
glukokortikoid dan azatriopine. Tumor akan lebih progresif bila dosis
dinaikkan. Lesi pada tipe ini sama dengan tipe klasik dan AIDS berkaitan
dengan sarkoma kaposi. Dan lesi ini ditemukan pada > 85% pasien dengan
transplantasi dan < 15% memiliki kelainan pada organ viseralnya
9

( gastrointestinal, paru ataupun nodus limfatikus ) tanpa gejala kulit yang


terlihat.

Sarkoma kaposi pada daerah endemik di Afrika


Penyakit ini utama terjadi pada pria juga pada wanita dan anak-anak
dengan seronegative HIV di Afrika. Sejak terjadi penyebaran penyakit
AIDS, kejadian ini meningkat sampai 20x lipat. Jarangnya pemakaian alas
kaki berkaitan dengan endemik sarkoma kaposi. Lesi sarkoma kaposi yang
tampak yaitu berupa nodul, vegetatif atau infiltrat dan tipe limfadenopati.
Tipe vegetatif atau infiltrat ini memiliki karakteristik lebih agresif pada
proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke dermis, subkutis, otot
dan tulang. Tipe limfadenopati dominan menyerang anak anak dan usia
muda.

2.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding Sarkoma Kaposi


Pemeriksaan lebih lanjut diperlukan untuk memastikan sarkoma kaposi selain dari
gejala yang muncul pada penderita. Untuk menunjang penegakan diagnosa
diperlukan biopsi.
a. Diagnosa
Sarkoma kaposi sering dapat didiagnosa dengan melihat lesi pada kulit. Biasanya
datar, tanpa rasa sakit, dan tidak gatal atau berisi cairan. Lesi sarkoma kaposi
dapat tumbuh menjadi benjolan atau tempelan dan bergabung. Penyakit ini
biasanya dilihat pada kulit, atau dalam lapisan mulut, hidung, dan mata.
Diagnosis dapat didirikan dari biopsi, pemeriksaan mikroskop yang menunjukkan
adanya spindle. Dan deterksi protein viral LANA pada sel mengkonfirmasi
diagnosis.
Di Amerika Serikat, sarkoma kaposi terdapat pada 2-3% pasien homoseksual yang
terinfeksi HIV. Pada pertengahan tahun 1990, sarkoma kaposi merupakan gejala
yang jelas didapat pada 15% homoseksual. Di Afrika dan negara berkembang,

10

epidemic sarkoma kaposi terkait AIDS umum didapat pada heteroseksual dewasa
dan sedikit pada anak-anak.
Sarkoma kaposi sering terjadi pada laki-laki dengan latar belakang homoseksual.
Penderita berumur antara 40-70 tahun dengan terinfeksi HIV-AIDS. Pemeriksaan
biopsi jaringan yang terinfeksi diperlukan untuk mempertegas diagnosa. Apabila
lesi besar, maka cukup dilakukan biopsi irisan. Jaringan tersebut kekentalannya
sering menyerupai daging ikan.
b. Diagnosa Banding
Diagnosa sarkoma kaposi mempunyai bentuk-bentuk klinis yang mirip dengan
lesi pigmentasi lain seperti haemangioma dan purpura. Namun, untuk purpura
terlihat lebih awal dan bisa dibedakan dengan pengujian haematologis.
Lesi sarkoma kaposi yang lebih agresif bisa terjadi jika tumor melibatkan
gingival, lesi bisa menjadi hyperplasia dan melebihi mahkota gigi. Secara
alternative, lesi tulang dari sarkoma kaposi bisa menghasilkan pembengkakan
diatas mukosa normal, sehingga bentuk klinisnya membinggungkan dengan abses
periapikal.

2.7 Pencegahan Sarkoma Kaposi


Cara penularan HHV-8 belum jelas. Mungkin virus ini menular melalui hubungan
seks dan ciuman. Seperti infeksi opotunistik lain, sistem kekebalan tubuh yang
sehat dapat mengambalikan infeksi HHV-8. Cara terbaik mencegah sarkoma
kaposi adalah dengan memakai antiretroviral (ART) untuk menjaga kekuatan
sistem kekebalan dan menghindari seks bebas.
2.8 Terapi Sarkoma Kaposi
Perawatan sarkoma kaposi ditetapkan berdasarkan jumlah, ukuran dan lokasi lesi
sarkoma kaposi di mulut. Penting untuk melakukan profilaksis gigi sebelum

11

memulai terapi untuk lesi yang mengenai gingival. Terapi plak lokal dan kalkulus
juga dapat meningkatkan respon terapi yang dilakukan.
Sarkoma kaposi bisa dirawat secara bedah atau dengan kemotherapi lesi intra
yang terbatas. Pengangkatan bedah dilakukan untuk luka kecil seperti pada
gingival atau lidah. Bedah ini dilakukan dengan anastesi local menggunakan pisau
atau laser karbondioksida.
Infliltrasi

lesi

lokal

dengan

vinblastine,

kemotherapi

agen

alkaloid

memperlihatkan kemajuan. Vinblastine bermanfaat untuk merawat lesi yang kecil


khususnya pada palatum dan gingival. Terapi radiasi bisa diindikasikan untuk lesi
yang besar yang berlipat ganda. Sering digunakan dan menghasilkan respon yang
bagus. Terapi radiasi ini memberikan efek samping xerostomia dan mukositis,
namun dapat berhenti apabila radiasi dihentikan.
Terapi antiretroviral (ART) adalah pengobatan terbaik untuk sarkoma kaposi yang
aktif. Obat ini sangat berguna untuk menjaga kekuatan system kekebalan tubuh.
Juga dapat menghentikan tumbuhnya atau bahkan memulihkan lesi kulit. Apabila
sarkoma kaposi telah menyebar pada organ dalam, pengobatan sistemik (seluruh
tubuh) dipakai, diantaranya gunakan obat anti kanker seperti Daunorubisin dan
Paklitaksel. Berbagai manifestasi klinis orang dengan

HIV-AIDS (ODHA)

dirongga mulut dapat membantu klinisi pelayanan kesehatan gigi dan mulut
terhadap penderita HIV (Human Immunodefiency Virus) dan AIDS (Acquired
Immuno Deficiency Syndrome).
Pengobatan lain yang telah diteliti untuk sarkoma kaposi
Pendekatan antisitokin : Ada banyak penelitian terhadap sitokin, protein yang
dipakai oleh sistem kekebalan untuk merangsang sel agar tumbuh. Para peneliti
menganggap bahwa zat yang menghambat faktor pertumbuhan ini juga dapat
melambatkan pertumbuhan sarkoma kaposi.
Antibodi monoklonal : Obat ini dibuat melalui rekayasa genetis. Nama obat ini
mempunyai -mab di belakang, misalnya bevacizumab.

12

2.8 Komplikasi Sarkoma Kaposi


Komplikasi yang umum pada sarkoma kaposi tipe klasik adalah vena statis dan
lymphedema. Sebanyak 30 % pasien dengan sarkoma kaposi tipe klasik akan
berisiko terjadi keganasan kedua, dan yang paling sering terkena limfoma nonhodgkin. Kekambuhan bisa terjadi karena imunosupresi oleh karena faktor umur,
genetik, sejarah pernah terkena keganasan, dan kemungkinan karena infeksi
malaria. Tingkat kebersihan juga berpengaruh dalam resiko terjadinya klasik
Kaposi sarcoma.
Sarkoma kaposi terkait AIDS, tidak seperti jenis sarkoma kaposi yang lain karena
jenis ini lebih agresif. Morbiditas bisa terjadi karena terkaitnya gangguan
kutaneus, mukosa dan organ visceral secara luas. Lesi pada lambung dan
duodenum merupakan lesi yang paling sering menyebabkan perdarahan dan ileus
dan bisa menyebabkan kematian apabila tidak diatasi dengan baik. Sarkoma
kaposi pulmonal dapat menyebabkan gejala tertentu seperti spasmebronkus,
batuk, penurunan fungsi respirasi. Penyebab umum terjadinya kematian untuk lesi
di paru dikarenakan adanya pendarahan paru.
Tipe vegetatif atau infiltrat pada sarkoma kaposi terkaid AIDS memiliki
karakteristik lebih agresif pada proses biologis dan lesi bisa lebih dalam sampai ke
dermis, subkutis, otot dan tulang. Lesi pada mulut yang mudah rusak dengan
digigit dan berdarah atau menderita infeksi sekunder, dan bahkan mengganggu
penderita untuk makan dan berbicara.

13

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyebab Sarkoma Kaposi (SK) ialah human herpes virus 8 ( HHHV8 ) yang
transmisinya bisa melalui in vivo dan in vitro ke pejamu. Untuk itu kita harus
lebih waspada khususnya pekerjaan kita di bidang medis karena virus ini bisa
melalui kontak darah dan saliva.
Klasifikasi yang ada untuk sarkoma kaposi diantaranya : sarkoma kaposi tipe
klasik, sarkoma kaposi terkait dengan AIDS, sarkoma kaposi terkait dengan
pasien terapi immunosupresan dan sarkoma kaposi di daerah endemik. Tipe yang
progresif yaitu tipe sarkoma kaposi terkait dengan AIDS serta yang lambat tipe
klasik dan biasanya pasien sarkoma kaposi tipe klasik bukan meninggal karena
tumornya namun karena penyakit yang lain.
Pengobatan bisa terapi lokal dan sistemik. Terapi lokal ini bermacam macam
seperti eksisi, destruksi lokal dengan cairan nitrogen laser, terapi
sinar/photodynamic dan terapi topical dengan 9-cis retinoic acid. Terapi radiasi
juga bisa diberikan pada lesi yang sulit dijangkau seperti lesi pada mukosa. Terapi
sistemik diberikan pada pasien yang dicurigai memiliki lesi di organ viseralnya.
Terapi sistemik ini tergantung pada variannya. Misalnya kemoterapi pada pasien
tipe klasik, penurunan dosis immunosupressan, sampai pemberian HAART pada
pasien AIDS.
Komplikasi dari sarkoma kaposi ini bisa menyebabkan gangguan pada sistem
pencernaannya, gangguan fungsi paru, gangguan berbicara dan makan serta yang
paling akhir adalah kematian. Untuk itu kita harus melakukan skrining dengan tes
darah untuk mendeteksi antibodi melawan virus herpes penyebab sarkoma kaposi,
menentukan apakah pasien memberikan risiko transmisi infeksi pada partner
14

seksualnya atau bisa juga dilakukan skrining terhadap sebuah organ yang akan
digunakan untuk transplantasi.
3.2 Saran
Setelah membahas tentang Sarkoma Kaposi, kita sebagai tenaga kerja medis dapat
mencegah, mendiagnosa, serta mengobati sarkoma kaposi ini. Dan meningkatkan
safety pada saat mengerjakan pasien agar terhindar dari berbagai infeksi termasuk
Sarkoma Kaposi yang terdapat pada ODHA ini.

15

DAFTAR PUSTAKA
Arma, Utmi. 2009. Ilmu Penyakit Mulut. Universitas Baiturrahmah: 2009. Hlm
127-135
Yayasan Spiritia. 30 Desember 2014. Sarkoma Kaposi (KS). Available at
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=508
Rose

LJ.

30

Desember

2014.

Sarkoma

Kaposi.

Available

at

http://www.medscape.com/sarkoma-kaposi.
James WD, Berger TG, Elston DM. Kaposi Sarcoma. In : Andrews Disease of
The Skin Clinical Dermatology. Tenth Edition. Philadelphia : WB Saunders
Company ; 2006. Pg. 418 419, 599 601.
National Cancer Institute. 30 Desember 2014. Kaposi Sarcoma Treatment.
Available at http://www.usa.gov/kaposi-sarcoma.
Antman K, Chang Y. Kaposis Sarcoma. The New England Journal of Medicine.
2000. 14. 1027 1038.
Katz MH, Zolopa AR, Hollander H. HIV Infection. In : Current Medical
Diagnosis & Treatment. 45th Edition. New York : McGraw-Hill ; 2006. Pg. 1318,
1320 1321.
Fauci AS, Lane HC. Human Immunodeficiency Virus Disease : AIDS and Related
Disorders. In : Harrisons Principles of Internal Medicine. 16th Edition McGrawHill ; 2005. Pg. 1098.

16

Anda mungkin juga menyukai