Anda di halaman 1dari 22

makalah dan askep cairan dan elektrolit

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk memoertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi
fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh kita terdiri atas air yang mengandung partikelpartikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh mengandung
komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada yang bermuatan positif (kation) dan
bermuatan negative (anion). Elektrolit sangat penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk
fungsi neuromuscular dan keseimbangan asam-basa. Pada fungsi neuromuscular, elektrolit
memegang peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap
sehat. Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu
bagian dari fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi
dan perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air
( pelarut) dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan
partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan. Cairan dan
elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena (IV) dan
didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya; jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berda di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah
cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus
seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
2.2 Cairan dan Elektolit Tubuh
Agar dapat mempertahankan kesehatan dan kehidupannya, manusia membutuhkan
cairan dan elektrolit dalam jumlah dan proporsi yang tepat di berbagai jaringan tubuh. Hal
tersebut dapat dicapai dengan serangkaian manuver fisika-kimia yang kompleks. Air
menempati proporsi yang besar dalam tubuh. Seseorang dengan berat 70 kg bisa memiliki
sekitar 50 liter air dalam tubuhnya. Air menyusun 75% berat badan bayi, 70% berat badan
pria dewasa, dan 55% tubuh pria lanjut usia. Karena wanita memiliki simpanan lemak yang
relative banyak (relative bebas-air), kandungan air dalam tubuh wanita 10% lebih sedikit

dibandingkan pria. Air tersimpan dalam dua kompartemen utama dalam tubuh, yaitu :
Cairan intraselular (CIS). CIS adalah cairan yang terdapat dalam sel tubuh dan menyusun
sekitar 70% dari total cairan tubuh (total body water[TBW]). CIS merupakan media tempat
terjadinya aktivitas kimia sel (Taylor, 1989). Pada individu dewasa, CIS menyusun sekitar
40% berat tubuh atau 2/3 dari TBW. Sisanya, yaitu 1/3 TBW atau 20% berat tubuh, berada di

luar sel yang disebut sebagai cairan ekstra seluler (CES) (Price & Wilson, 1986).
Cairan ekstraselular (CES). CES merupakan cairan yang terdapat di luar sel dan menyusun
sekitar 30% dari total cairan tubuh. CES meliputi cairan intravascular, cairan interstisial, dan
cairan transeluler. Cairan interstisial terdapat dalam ruang antar-sel, plasma darah, cairan
serebrospinal, limfe, serta cairan rongga serosa dan sendi. Akan tetapi, jumlahnya terlalu
sedikit untuk berperan dalam keseimbangan cairan. Guna mempertahankan keseimbangan
kimia dan elektrolit tubuh serta mempertahankan pH yang normal, tubuh melakukan
mekanisme pertukaran dua arah antara CIS dan CES. Elektrolit yang berperan adalah :
kation dan anion.
Elektrolit yang berperan dalam mekanisme pertukaran CIS dan CES
(John Gibson, 2003)
Anion

Kation

2.2.1

Klorida

Cl-

Natrium

Na+

Sulfat

SO42-

Kalium

K+

Fosfat

PO43-

Kalsium

Ca2+

Bikarbonat

HCO3-

Magnesium

Mg2+

Pergerakan cairan dan elektrolit tubuh


Regulasi cairan dalam tubuh meliputi hubungan timbal balik antara sejumlah
komponen, termasuk air dalam tubuh dan cairannya, bagian-bagian cairan, ruang cairan,
membran, sistem transpor, enzim, dan tonisitas. Sirkulasi cairan dan elektolit terjadi dalam
tiga tahap. Pertama, plasma darah begerak di seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi. Kedua,
cairan interstisial dan komponennya bergerak di antara kapiler darah dan sel. Terakhir, cairan
dan substansi bergerak dari cairan interstisial ke dalam sel. Sedangkan mekanisme

pergerakan cairan tubuh berlangsung dalam tiga proses, yaitu :


1) Difusi. Difusi adalah perpindahan larutan dari area berkonsentrasi tinggi menuju area
berkonsentrasi rendah dengan melintasi membrane semipermiabel. Pada proses ini, cairan
dan elektrolit masuk melintasi membrane yang memisahkan dua kompartemen sehingga
konsentrasi di kedua kompartemen itu seimbang. Kecepatan difusi dipenngaruhi oleh tiga hal,
yakni ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperature larutan.
2) Osmosis. Osmosis adalah perpindahan cairan melintasi membrane semipermiabel dari area
berkonsentrasi rendah menuju area yang berkonsentrasi tinggi. Pada proses ini, cairan
melintasi membrane untuk mengencerkan kedua sisi membrane. Perbedaan osmotic ini salah
satunya dipengaruhi oleh distribusi protein yang tidak merata. Karena ukuran molekulnya
yang besar, ketidakseimbangan tekanan osmotic koloid (tekanan onkotik) sehingga cairan
tertarik ke dalam ruang intravaskular.
3) Transport Aktif. Transport aktif adalah proses pengangkutan yang digunakan oleh molekul
untuk berpindah melintasi membrane selmelawan gradient konsentrasinya. Dengan kata lain,
transport aktif adalah gerakan partikel dari konsentrasi lain tanpa memandang tingkatannya.
Proses ini membutuhkan energy dalam bentuk adenosine trifosfat (ATP). ATP berguna untuk
mempertahankan konsentrasi ion natrium dan kalium dalam ruang ekstrasel dan intrasel
melalui suatu proses yang disebut pompa natrium-kalium.
2.2.2

Pengaturan keseimbangan cairan


Pengaturan keseimbangan cairan terjadi melalui mekanisme haus, hormone antidiuretik (ADH), hormone aldosteron, prostaglandin, dan glukortikoid.

1) Rasa haus. Rasa haus adalah keinginan yang disadari tehadap kebutuhan akan cairan. Rasa
haus biasanya muncul apabila osmolalitas plasma mencapai 295 mOsm/kg. Osmoreseptor
yang terletak di pusat rasa haus hipotalamus sensitive terhadap perubahan osmolalitas pada
cairan ekstrasel. Bila osmolalitas meningkat, sel akan mengkerut dan sensasi rasa haus akan
a)

muncul akibat kondisi dehidrasi. Mekanismenya adalah sebagai berikut :


Penurunan perfusi ginjal merangsang pelepasan rennin, yang akhirnya menghasilkan
angiotensin II. Angiotensin II merangsang hipotalamus untuk melepaskan substrat neuron

b)

yang bertanggungjawab meneruskan sensasi haus.


Osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi peningkatan tekanan osmotic dan mengaktivasi

jaringan saraf sehingga menghasilkan sensasi haus.


c) Rasa haus dapat diinduksi oleh kekeringan local pada mulut akibat status hiperosmolar.
Selain itu, rasa haus bisa juga muncul untuk menghilangkan sensasi kering yang tidak
nyaman akibat penurunan saliva.
2) Hormon ADH. Hormon ini dibentuk di hipotalamus dan disimpan di dalam neurohipofisis
pada hipofisis posterior. Stimuli utama untuk sekresi ADH adalah peningkatan osmolalitas
dan penurunan cairan ekstrasel. Selain itu, sekresi juga dapat terjadi pada kondisi stres,
trauma, pembedahan, nyeri, dan pada penggunaan beberapa jenis anestetik dan obat-obatan.
Hormon ini meningkatkan reabsorpsi air pada duktus pengumpul sehingga dapat menahan air
dan mempertahankan volume cairan ekstrasel. ADH juga disebut sebagai vasopresin karena
mempunyai efek vasokonstriksi minor pada arteriol yang dapat meningkatkan tekanan darah.
3) Hormon aldosteron. Hormon ini disekresi oleh kelenjar adrenal dan bekerja pada tubulus
ginjal untuk meningkatkan absorpsi natrium. Retensi natrium mengakibatkan retensi air.
Pelepasan aldosteron dirangsang oleh perubahan konsentrasi kalium, kadar natrium serum,
dan sistem rennin-angiotensin.
4)

Prostaglandin. Prostaglandin merupakan asam lemak alami yang terdapat di banyak


jaringan dan berperan dalam respons radang, pengontrolan tekanan darah, kontraksi uterus,
dan motilitas gastrointestinal. Di ginjal, prostaglandin berperan mengatur sirkulasi ginjal,
reabsorpsi natrium.

5) Glukortikoid. Glukortikoid meningkatkan reabsorpsi natrium dan air sehingga memperbesar


volume darah dan mengakibatkan retensi natrium. Oleh karena itu, perubahan kadar
glukortikoid mengakibatkan perubahan pada keseimbangan volume darah (Tambayong,
2000).

Asupan cairan pada individu dewasa berkisar 1500-3500 ml/hari. Sedangkan haluaran
cairannya adalah 2300 ml/hari. Pengeluaran cairan dapat terjadi melalui beberapa organ,
yakni kulit, paru-paru, pencernaan, dan ginjal.
Kulit. Pengeluaran cairan melalui kulit diatur oleh kerja saraf simpatis yang merangsang
aktivitas kelenjar keringat. Rangsangan pada kelenjar keringat ini disebabkan oleh aktivitas
otot, temperature lingkungan yang tinggi dan kondisi demam. Pengeluaran cairan melalui
kulit dikenal dengan istilah insensible water loss (IWL). Hal yang sama juga berlaku pada
paru-paru. Sedangkan pengeluaran cairan melalui kulit berkisar 15-20ml/24 jam atau 350-400
ml/hari.
Paru-paru. Meningkatnya jumlah cairan yang keluaran melalui paru merupakan suatu bentuk
respons terhadap perubahan kecepatan dan kedalaman napas karena pergerakan atau kondisi
demam. IWL untuk paru adalah 350-400 ml/hari.
Pencernaan. Dalam kondisi normal, jumlah cairan yang hilang melalui sistem pencernaan
setiap harinya berkisar 100-200 ml. perhitungan IWL secara keseluruhan adalah 10-15 ml/kg
BB/24 jam, dengan penambahan 10% dari IWL normal setiap kenaikan suhu 10C.
Ginjal. Ginjal merupakan organ pengeksresikan cairan yang utama pada tubuh. Pada individu
dewasa, ginjal mengeksresikan sekitar 1500 ml per hari.
2.2.3

Regulasi elektrolit.
Elektrolit yang terbanyak di dalam tubuh adalah kation dan anion.
a) Kation. Kation yang terdapat dalam tubuh meliputi :
a) Natrium. Natrium merupakan kation utama dalam CES. Konsentrasi normal natrium diatur
oleh ADH dan aldosteron (di ekstrasel). Natrium tidak hanya bergerak ke dalam dan keluar
sel, tetapi juga bergerak di antara dua kompartemen cairan utama. Natrium berperan dalam
pengaturan keseimbangan cairan, hantaran impuls dan kontraksi otot. Fungsi utama natrium
adalah untuk membantu mempertahankan keseimbangan cairan, terutama intrasel dan
ekstrasel, dengan menggunakan sistem pompa natrium-kalium. Regulasi ion natrium
b)

dilakukan dengan asupan natrium, hormone aldosteron dan haluaran urin.


Kalium. Kalium merupakan kation utama yang terdapat dalam CIS. Sumber kalium
diperoleh dari pisang, brokoli, jeruk dan kentang. Kalium penting untuk mempertahankan
keseimbangan asam-basa, serta mengatur trasmisi impuls jantung dan kontraksi otot.
Keseimbangan kalium diatur oleh ginjal dengan perubahan dan penggantian dengan ion

kalium di tubulus ginjal.


b) Anion. Anion yang terdapat dalam tubuh meliputi :
a) Klorida klorida temasuk salah satu anion terbesar di cairan ekstrasel. Klorida berfungsi
mempertahankan tekanan osmotic darah. Nilai normal klorida adalah 95-105 mEq/l.

b) Bikarbonat. Bikarbonat merupakan buffer kimia utama dalam tubuh yang terdapat di cairan
ekstrasel dan intrasel. Regulasi bikarbonat dilakukan oleh ginjal. Nilai normal bikarbonat
adalah 22-26 mEq/l.
c) Fosfat. Fosfat merupakan anion buffer dalam cairan intrasel dan ekstrasel. Fosfat berfungsi
membantu pertumbuhan tulang dan gigi serta menjaga keutuhannya. Selain itu, fosfat juga
membantu kerja neuromuscular, metabolisme karbohidrat, dan pengaturan asam-basa. Kerja
fosfat ini diatur oleh hormon paratiroid dan diaktifkan oleh vitamin D.
2.2./
2.3 Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektolit
2.3.1 Ketidakseimbangan cairan
Hal ini dapat terjadi apabila mekanisme kompensasi tubuh tidak mampu mempertahankan
homeostatis. Gangguan keseimbangan cairan dapat berupa defisit volume cairan atau
sebaliknya.
1. Defisit volume cairan (fluid volume defisit [FVD]). Defisit volume cairan adalah suatu
kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan defisiensi cairan dan elektrolit di ruang
ekstrasel, namun proporsi antara keduanya (cairan dan elektrolit) mendekati normal. Kondisi
ini dikenal juga dengan istilah hipovolemia. Pada keadaan hipovolemia, tekanan osmotik
mengalami perubahan sehingga cairan interstisial menjadi kosong dan cairan intrasel masuk
ke ruang interstisial sehingga mengganggu kehidupan sel. Secara umum, kondisi defisit
volume cairan (dehidrasi) terbagi menjadi tiga, yaitu :
a) Dehidrasi isotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang sebanding dengan jumlah
elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-145 mEq/l.
b) Dehidrasi hipertonik. Ini terjadi jika jumlah cairan yang hilang sebanding dengan jumlah
elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma 130-150 mEq/l.
c) Dehidrasi hipotonik. Ini terjadi apabila jumlah cairan yang hilang lebih sedikit daripada
jumlah elektrolit yang hilang. Kadar Na+ dalam plasma darah adalah 130 mEq/l.
Kehilangan cairan ekstrasel secara berlebihan dapat menimbulkan beberapa perubahan. Di
antaranya adalah penurunan volume ekstrasel (hipovolemia) dan perubahan hematokrit. Pada
dasarnya, kondisi ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, seperti kurangnya asupan cairan,
tingginya asupan pelarut (mis., protein dan klorida atau natrium) yang dapat menyebabkan
eksresi urine berlebih, berkeringat banyak dalam waktu yang lama, serta kelainan lain yang
menyebabkan pengeluaran urine berlebih. Lebih lanjut, kondisi dehidrasi dapat digolongkan
menurut derajat keparahan menjadi :

a.

Dehidrasi ringan. Pada kondisi ini, kehilangan cairan mencapai 5% dari berat tubuh atau
sekitar 1,5-2 liter. Kehilangan cairan sebesar 5% pada anak yang lebih besar dan individu
dewasa sudah dikategorikan sebagai dehidrasi berat. Kehilangan cairan yang berlebih dapat

b.

berlangsung melalui kulit, saluran pencernaan, perkemihan, paru-paru, atau pembuluh darah.
Dehidrasi sedang. Kondisi ini terjadi apabila kehilangn cairan mencapai 5-10% dari berat
tubuh atau sekitar 2-4 liter. Kaddar natrium serum berkisar 152-158 mEq/l. Salah satu

c.

gejalanya adalah mata cekung.


Dehidrasi berat. Kondisi ini terjadi apabila kehilangan cairan mencapai 4-6 liter. Kadar
natrium serum berkisar 159-166 mEq/l. Pada kondisi ini penderita dapat mengalami
hipotensi.

2. Volume cairan berlebih (fluid volume eccess[FVE]). Volume cairan berlebih (overhidrasi)
adalah kondisi ketidakseimbangan yang ditandai dengan kelebihan (retensi) cairan dan
natrium di ruang ekstrasel. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah hipervolemia. Overhidrasi
umumnya disebabkan oleh gangguan pada fungsi ginjal. Manifestasi yang kerap muncul
terkait kondisi ini adalah peningkatan volume darah dan edema. Edema terjadi akibat
peningkatan tekanan hidrostatik dan penurunan tekanan osmotic. Edema sering muncul di
daerah mata, jari, dan pergelangan kaki. Edema pitting adalah edema yang muncul di daerah
perifer. Jika area tersebut ditekan, akan terbentuk cekungan yang tidak langsung hilang
setelah tekanan dilepaskan. Ini karena perpindahan cairan ke jaringan melalui titik tekan
edema pitting tidak menunjukkan kelebihan cairan yang menyeluruh. Sebaliknya pada edema
non-pitting, cairan di dalam jaringan tidak dapat dialihkan ke area dengan penekanan jari. Ini
karena edema non-pitting tida menunjukkan kelebihan cairan ekstrasel, melainkan kondisi
infeksi dan trauma yang menyebabkan pengumpulan dan pembekuan cairan di permukaan
jaringan. Kelebihan cairan vascular meningkatkan tekanan hidrostatik dan tekanan cairan
pada permukaan interstisial. Edema anasarka adalah edema yang terdapat diseluruh tubuh.
Manifestasi edema paru antara lain penumpukan sputum, dispnea, batuk, dan bunyi nafas
ronkhi basah.

2.3.2 Ketidakseimbangan elektrolit


Gangguan keseimbangan elektrolit meliputi :
Hiponatremia dan hipernatremia. Hiponatremia adalah kekurangan kadar natrium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan perubahan tekanan osmotic. Perubahan ini mengakibatkan
pindahnya cairan dari ruang ekstrasel ke intrasel sehingga sel menjadi bengkak. Hiponatremia

umumnya disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit Addison, kehilangan natrium melalui
pencernaan, pengeluaran keringat berlebih, dieresis, serta asidosis metabolic. Penyebab lain
yang berkaitan dengan kelebihan cairan adalah sindrom ketidaktepatan hormon antidiuretik
(syndrome of inappropriate antidiuretic hormon [SIADH]), peningkatan asupan cairan,
hiperaldosteronisme, ketoasidosis diabetes, oliguria, dan polidipsia psikogenik. Tanda dan
gejala hiponatremia meliputi cemas, hipotensi postural, postural dizziness, mual, muntah,
diare, takikardi, kejang dan koma. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah kadar
natrium serum <136 mEq/l dan berat jenis urine <1,010. Hipernatremia adalah kelabihan
kadar natrium di cairan ekstrasel yang menyebabkan peningkatan tekanan osmotic ekstrasel.
Kondisi ini mengakibatkan berpindahnya cairan intrasel keluar sel. Penyebab hipernatremia
meliputi asupan natrium yang berlebihan, kerusakan sensasi haus, disfagia, diare, kehilangan
cairan berlebih dari paru-paru, poliuria karena diabetes insipidus. Tanda dan gejalanya
meliputi kulit kering, mukosa bibir kering, pireksia, agitasi, kejang, oliguria, atau anuria.
Temuan laboratorium untuk kondisi ini kadar natrium serum >144 Meq/l, berat jenis urine
>11,30.
Hipokalemia dan hiperkalemia. Hipokalemia adalah kekurangan kadar kalium di cairan
ekstrasel yang menyebabkan pindahnya kalium keluar sel. Akibatnya, ion hydrogen dan
kalium tertahan di dalam sel dan menyebabkan gangguan atau perubahan pH plasma. Gejala
defisiensi kalium pertama kali terlihat pada otot, distensi usus, penurunan bising usus, serta
denyut nadi yang tidak teratur. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum
<3,0 mEq/l. hiperkalemia adalah kelebihan kadar kalium di cairan ekstrasel. Kasus ini jarang
sekali terjadi, kalaupun ada, tentu akan sangat membahayakan kehidupan sebab akan
menghambat trasmisi impuls jantung dan menyebabkan serangan jantung. Saat terjadi
hiperkalemia, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan insulin sebab
insulin dapat membantu mendorong kalium masuk ke dalam sel. Tanda dan gejala
hiperkalemia sendiri meliputi cemas, iritabilitas, irama jantung ireguler, hipotensi, parastesia,
dan kelemahan. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan nilai kalium serum >5 mEq/l,
sedangkan pada pemeriksaan EKG didapat gelombang T memuncak, QRS melebar, dan PR
memanjang.
Hipokalsemia dan hiperkalsemia. Hipokalsemia adalah kekurangan kadar kalsium di cairan
ekstrasel. Bila berlangsung lama, kondisi ini dapat menyebabkan osteomalasia sebab tubuh
akan berusaha memenuhi kebutuhan kalsium dengan mengambilnya dari tulang. Tanda dan
gejala hipokalsemia meliputi spasme dan tetani, peningkatan motilitas gastrointestinal,
gangguan kardiovaskuler, dan osteoporosis. Temuan laboratorium untuk kondisi ini meliputi

kadar kalsium serum <4,5 mEq/l atau 10 mg/100 ml serta memanjangnya interval Q-T. Selain
itu, hipokalsemia juga dapat dikaji dari tanda Trosseau dan Chvostek positif. Hiperkalsemia
adalah kelebihan kadar kalsium pada cairan ekstrasel. Kondisi ini menyebabkan penurunan
eksitabilitas otot dan saraf yang pada akhirnya menimbulkan flaksiditas. Tanda dan gejala
hiperkalsemia meliputi penurunan kemampuan otot, anoreksia, mual, muntah, kelemahan dan
letargi, nyeri punggung, dan serangan jantung. Temuan laboratorium meliputi kadar kalsium
serum >5,8 mEq/l atau 10 mg/100 ml dan peningkatan BUN akibat kekurangan cairan. Hasil
rontgen menunjukkan osteoporosis generalisata serta pembentukan kavitas tulang yang
menyebar.
Hipomagnesemia

dan hipermagnesemia. Hipomagnesemia terjadi apabila kadar

magnesium serum urang dari 1,5 mEq/l. Umumnya, kondisi ini disebabkan oleh konsumsi
alohol yang berlebih, malnutrisi, diabetes mellitus, gagal hati, absorpsi usus yang buruk.
Tanda dan gejalanya meliputi tremor, refleks tendon profunda yang hiperaktif, konfusi,
disorientasi, halusinasi, kejang, takikardi, dan hipertensi. Temuan laboratorium untuk kondisi
ini meliputi kadar magnesium serum <1,4 mEq/l. Hipermagnesemia adalah kondisi
meningkatnya kadar magnesium di dalam serum. Meski jarang ditemui, namun kondisi ini
dapat menimpa penderita gagal ginjal., terutama yang mengkonsumsi antasida yang
mengandung magnesium. Tanda dan gejala hipermagnesemia meliputi aritmia jantung,
depresi refleks tendon profunda, depresi pernapasan. Temuan laboratorium untuk kondisi ini
meliputi kadar magnesium serum >3,4 mEq/l.
Hipokloremia dan hiperkloremia. Hipokloremia adalah penurunan kadar ion klorida dalam
serum. Secara khusus, kondisi ini disebabkan oleh kehilangan sekresi gastrointestinal yang
berlebihan, seperti muntah, diare, dieresis, serta pengisapan nasogastrik. Tanda dan gejala
yang muncul menyerupai alkalosis metabolic, yaitu apatis, kelemahan, kekacauan mental,
kram, dan pusing. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion klorida >95 mEq/l.
Hiperkloremia adalah peningkatan kadar ion klorida serum. Kondisi ini kerap dikaitkan
dengan hipernatremia, khususnya saat terdapat dehidrasi dan masalah ginjal. Kondisi
hiperkloremia

menyebabkan

penurunan

bikarbonat

sehingga

menimbulkan

ketidakseimbangan asam-basa. Lebih lanjut, kondisi ini bisa menyebabkan kelemahan,


letargi, dan pernapasan Kussmaul. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion klorida >105
mEq/l.
Hipofosfatemia dan hiperfosfatemia. Hipofosfatemia adalah penurunan kadar fosfat di
dalam serum. Kondisi ini dapat muncul akibat penurunan absorpsi fosfat di usus, peningkatan
ekskresi fosfat, dan peningkatan ambilan fosfat untuk tulang. Hipofosfatemia dapat terjadi
akibat alkoholisme, malnutrisi, ketoasidosis diabetes, dan hipertiroidisme. Tanda dan

gejalanya meliputi anoreksia, pusing, parestesia, kelemahan otot, serta gejala neurologis yang
tersamar. Temuan laboratorium untuk kondisi ini adalah nilai ion fosfat <2,8 mEq/dl.
Hiperfosfatemia adalah peningkatan kadar ion fosfat dalam serum. Kondisi ini dapat muncul
pada kasus gagal ginjal atau saat kadar hormon paratiroid menurun. Selain itu,
hiperfosfatemia juga bisa terjadi akibat asupan fosfat berlebih atau penyalahgunaan laksatif
yang mengandung fosfat. Karena kadar kalsium berbanding terbalik dengan fosfat, maka
tanda dan gejala hiperfosfatemia hampir sama dengan hipokalsemia yaitu peningkatan
eksibilitas sistem saraf pusat, spasme otot, konvulsi dan tetani, peningkatan motilitas usus,
masalah kardiovaskular seperti penurunan kontraktilitas jantung/gejala gagal jantung, dan
osteoporosis. Temuan laboratoriumnya adalah nilai ion fosfat >4,4 mg/dl atau 3,0 mEq/l.

2.4 Asam-basa
Kadar atau derajat keasaman cairan digambarkan dengan konsentrasi ion hydrogen
(H+) dan ion hidroksil (OH-). Asam adalah substansi yang berisi ion hydrogen yang dapat
dibebaskan. Sedangkan basa adalah substansi yang dapat menerima ion hydrogen. Satuan
pengukur yang digunakan untuk menggambarkan keseimbangan asam-basa adalah pH.
Rentang pH berkisar 1-14. pH netral adalah 7, contohnya air murni. Jika ion hydrogen
bertambah, larutan akan bersifat asam (pH<7). Sebaliknya, jika ion hidroksil bertambah,
larutan tersebut akan bersifat basa (pH>7). Plasma darah normalnya bersifat basa-ringan
dengan pH 7,35-7,45. Asidosis adalah kondisi yang ditandai dengan berlebihnya proporsi ion
hydrogen di dalam cairan ekstrasel dengan pH <7,35. Alkalosis adalah kondisi ketika plasma
kekurangan ion H+ dan pH>7,45. Untuk mempertahankan pH yang normal, ion hydrogen
diatur melalui sistem buffer, mekanisme pernafasan, serta mekanisme ginjal. Bila upaya
tersebut gagal dan pH darah <6,8 atau >8,0, dapat terjadi kematian.
2.5 Gangguan Keseimbangan Asam-basa
Pada dasarnya, keseimbangan asam-basa mengacu pada pengaturan ketat konsentrasi
ion hydrogen (H+) bebas di dalam cairan tubuh. Secara umum, keseimbangan asam-basa
digambarkan dalam reaksi kesetimbangan berikut ini.
CO2 + H2O H2CO3 H+ + HCO3Reaksi diatas bersifat reversible karena dapat berlangsung dalam dua arah, bergantung
pada konsentrasi zat-zat yang terlibat. Saat kadar CO2 dalam darah meningkat, reaksi akan
berpindah ke sisi asam dan menghasilkan H+ serta HCO3-. Sebaliknya, jika kadar CO2 dalam

darah menurun, reaksi tersebut akan berpindah ke sisi CO 2. Dalam proses ini, ion H+ dan
HCO3- bereaksi membentuk H2CO3- yang dengan cepat berubah kembali menjadi CO2 dan
H2O. ketidakseimbangan asam-basa terjadi apabila perbandingan antara [HCO 3-] dan [CO2]
tidak proporsional. Normalnya, perbandingan antara keduanya adalah 20/1. Jika
perbandingan tersebut berubah, akan terjadi ketidakseimbangan yang menimbulkan gangguan
yang disebut asidosis dan alkalosis. Baik asidosis maupun alkalosis, keduanya dipengaruhi
oleh fungsi pernapasan dan metabolisme. Karenanya, dikenal istilah asidosis respiratorik dan
asidosis metabolic serta alkalosis respiratorik dan alkalosis metabolic.
Saat terjadi gangguan keseimbangan asam-basa, tubuh

akan

berupaya

memperbaikinya melalui suatu sistem regulasi sehat yang disebut kompensasi. Selain melalui
sistem buffer, upaya kompensasi ini dilakukan melalui mekanisme pernapasan dan
mekanisme ginjal.

Asidosis respiratorik
Asidosis respiratorik adalah gangguan keseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh retensi
CO2 akibat kondisi hiperkapnia. Karena jumlah CO 2 yang keluar melalui paru berkurang,
terjadi peningkatan H2CO3 yang kemudian menyebabkan peningkatan [H+]. Kondisi ini
disebabkan oleh banyak hal, di antaranya adalah penyakit paru, depresi pusat pernapasan,
kerusakan saraf atau otot yang menghambat kemampuan bernapas, atau oleh tindakan
sederahana seperti menahan napas. Sebagai upaya kompensasi, ginjal akan berupaya
menahan bikarbonat untuk mengembalikan rasio asam karbonat dan bikarbonat yang normal.
Akan tetapi, karena ginjal berespon relative lambat terhadap keseimbangan asam-basa,
respons kompensasi tersebut mungkin akan membutuhkan waktu beberapa jam hingga

beberapa hari sampai pH kembali normal .


Tanda-tanda klinis asidosis respiratorik meliputi :
Napas dangkal, gangguan pernapasan yang menyebabkan hipoventilasi
Adanya tanda-tanda depresi susunan saraf pusat, gangguan kesadaran, dan disorientasi.
pH plasma <7,35 ; pH urine <6
PCO2 tinggi (>45 mmHg)

Asidosis metabolic
Asidosis metabolic,dikenal juga dengan istilah asidosis nonrespiratorik, mencakup semua
jenis asidosis yang bukan disebabkan oleh kelebihan CO2 dalam cairan tubuh. Pada keadaan
tidak terkompensasi, kondisi ini ditandai dengan penurunan HCO 3- plasma, sedangkan kadar
CO2 normal. Asidosis metabolic biasanya disebabkan oleh pengeluaran cairan kaya HCO 3-

secara berlebihan atau oleh penimbunan asam nonkarbonat. Kondisi tersebut merangsang
pusat pernafasan untuk meningkatkan frekuensi dan kedalaman napas. Akibatnya, karbon
dioksida semakin banyak terbuang dan kadar asam karbonat menurun. Upaya ini
meminimalkan perubahan pH.
Tanda dan gejala asidosis metabolic meliputi :
Pernafasan Kussmaul, yaitu pernapasan cepat dan dalam
Kelelahan (malaise)
Disorientasi
Koma
pH plasma <3,5
PCO2 normal tau rendah jika sudah terjadi kompensasi
Kadar bikarbonat rendah (anak-anak <20 mEq/l, dewasa <21mEq/l)

Alkalosis respiratorik
Alkalosis respiratorik merupakan dampak utama pengeluaran CO2 berlebih akibat
hiperventilasi. Jika ventilasi paru menigkat, jumlah CO 2 yang dikeluarkan akan lebih besar
daripada yang dihasilkan. Akibatnya, H2CO3 yang terbentuk berkurang dan H + menurun.
Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik adalah demam, kecemasan, dan keracunan
aspirin yang kesemuanya merangsang ventilasi yang berlebihan. Sebagai upaya kompensasi

ginjal akan mengekskresikan bikarbonat untuk mengembalikan pH ke dalam rentang normal.


Tanda dan gejala klinis alkalosis respiratorik adalah
Penglihatan kabur
Baal dan kesemutan pada ujung jari tangan dan kaki
Kemampuan konsentrasi terganggu
Tetani, kejang, aritmia jantung (pada kasus gawat)
pH >7,45
Alkalosis metabolic
Alkalosis metabolic adalah penurunan (reduksi) H + plasma yang disebabkan oleh defisiensi
relatif asam-asam nonkarbonat. Pada kondisi ini, peningkatan HCO3- tidak diimbangi dengan
peningkatan CO2. Dalam keadaan tidak terkompensasi, kadar HCO3- bisa berlipat ganda dan
menyebabkan rasio alkalotik 40/1. Kondisi ini antara lain disebabkan oleh muntah yang terus
menerus dan ingesti obat-obat alkali. Sebagai upaya kompensasi, pusat pernapasan ditekan
agar pernapasan menjadi pendek dan dangkal. Akibatnya, CO2 menjadi tertahan dan kadar
asam karbonat meningkat guna mengimbangi kelebihan bikarbonat.
Tanda dan gejala klinis alkalosis metabolic adalah
Apatis
Lemah
Gangguan mental (mis, gelisah, bingung, letargi)
Kram
Pusing

BAB III
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pemenuhan kebutuhan Cairan dan Elektrolit
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan difokuskan pada hal-hal seperti riwayat keperawatan, pengukuran
klinis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium.
a.

Riwayat keperawatan
Pengkajian riwayat keperawatan penting untuk mengetahui klien yang beresiko mengalami
gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengkajian tersebut meliputi :
Asupan cairan dan makanan (oral dan parenteral), haluaran cairan
Tanda dan gejala gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Proses penyakit yang menyebabkan gangguan homeostasis cairan dan elektrolit.
Pengobatan tertentu yang tengah dijalani yang dapat menggangu status cairan.
Status perkembangan (usia atau kondisi social)
Factor psikologis.
Sedangkan menurut Metheny (1991), ada enam hal yang perlu ditanyakan untuk
menilai status cairan dan elektrolit pasien, yaitu :

Apakah saat ini ada penyakit atau cedera yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan

elektrolit?
Apakah pasien mendapat terapi cairan parenteral atau pengobatan lain yang dapat
mengganggu keseimbangan cairan dan elektrolit? Jika ya, bagaimana pengobatan itu bisa

mengacaukan keseimbangan cairan?


Apakah ada pengeluaran cairan tubuh yang abnormal? Jika ya, dari mana? Apa tipe

ketidakseimbangan yang biasanya menyertai pengeluaran cairan itu?


Apakah ada pembatasan diet (mis., diet rendah garam)? Jika ya, bagaimana hal itu bisa

mempengaruhi keseimbangan cairan?


Apakah klien menerima air atau zat gizi lain melalui oral atau rute lain dalam jumlah yang

cukup? Jika tidak, sudah berapa lama pasien menerima asupan yang tidak adekuat tersebut?
Bagaimana perbandingan antara asupan cairan total dengan haluaran cairan totalnya?
b. Pengukuran klinis
Pengukuran klinis sederhana yang dapat perawat lakukan tanpa instruksi dari dokter adalah
pengukuran tanda-tanda vital, penimbangan berat badan, serta pengukuran asupan dan
haluaran cairan.

Berat badan. Pengukuran BB dilakukan disaat yang sama dengan menggunakan pakaian
dengan berat yang sama. Peningkatan atau penurunan 1 kg berat badan setara dengan

penambahan atau pengeluaran 1 liter cairan.


Tanda tanda vital. Perubahan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan darah

serta tingkat kesadaran) bisa menandakan gangguan keseimbanga cairan dan elektrolit.
Asupan cairan. Meliputi cairan oral (NGT dan oral), cairan parenteral (obat-obat intravena),

makanan yang mengandung air, irigasi kateter.


Haluaran cairan. Haluaran cairan meliputi urine (volume, kepekatan), feses (jumlah,

konsistensi) drainase, dan IWL.


Status hidrasi. Status hidrasi meliputi adanya edema, rasa haus yang berlebihan, kekeringan

pada membran mukosa.


Proses penyakit. Kondisi penyakit yang dapat mengganggu keseimbangan cairan dan

elektrolit (mis., DM, CA, luka bakar, hematemesis, dll).


Riwayat pengobatan. Obat-obat atau terapi yang dapat mengganggu keseimbangan cairan
dan elektrolit (mis., steroid, diuretic, dialysis).

c. Pemeriksaan fisik
Integument. Turgor kulit, edema, kelemahan otot, tetani, dan sensasi rasa.
Kardiovaskular. Distensi vena jugularis, tekanan darah, dan bunyi jantung.
Mata. Cekung, air mata kering.
Neurologi. Reflex, gangguan motorik dan sensorik, tingkat kesadaran.
Gastrointestinal. Mukosa mulut, mulut, lidah, bising usus.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap. Meliputi jumlah sel darah merah, hemoglobin (Hb), dan
hematokrit (Ht).
Ht naik
: dehidrasi berat dan gejala syok
Ht turun
: perdarahan akut, massif, dan reaksi hemolitik.
Hb naik
: hemokonsentrasi.
Hb turun
: perdarahan hebat, reaksi hemolitik.
Pemeriksaan elektrolit serum. Dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium, klorida,

ion bikarbonat.
pH dan berat jenis urine. Berat jenis menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengatur

konsentrasi urine. Normalnya, pH urine adalah 4,5-8 dan berat jenisnya 1,003-1,030.
Analisa gas darah. Biasanya, yang diperiksa adalah pH, PO2, HCO3-, PCO2, dan Sa. O2. Nilai
PCO2 normal : 35-40 mmHg; PO2 normal : 80-100 mmHg; HCO3- normal : 25-29 mEq/l.
sedangkan saturasi O2 adalah perbandingan oksigen dalam darah dengan jumlah oksigen
yang dapat dibawa oleh darah, normalnya di arteri (95%-98%) dan vena (60%-85%).

Interpretasi
Asidosis
CO2 naik
: CO2 + H2O
H2CO3
HCO3 turun : HCO3 bersifat basa.
Alkalosis
CO2 turun
HCO3-

: tidak terbentuk asam bikarbonat


: kadar basa naik.

Pada ketidakseimbangan asam-basa karena proses respiratorik, nilai pH dan PCO2 tidak
normal. Sebaliknya, bila kondisi tersebut disebabkan oleh proses metabolic, nilai pH dan
HCO3- keduanya meningkat atau rendah.
2. Penetapan diagnosis
Menurut NANDA (2003), masalah keperawatan utama untuk masalah gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit meliputi :
Kekurangan volume cairan
Kelebihan volume cairan
Resiko kekurangan volume cairan
Resiko ketidakseimbangan volume cairan
Gangguan pertukaran gas.
3. Perencanaan dan implementasi
Secara umum, tujuan intervensi keperawatan untuk masalah cairan dan elektrolit meliputi
mempertahankan keseimbangan asupan dan haluaran cairan, mengoreksi deficit volume
cairan dan elektrolit, mengurangi overload, mempertahankan berat jenis urine dalam batas
normal, menunjukkan perilaku yang dapat meningkatkan keseimbangan cairan elektrolit dan
asam-basa, serta mencegah komplikasi akibat pemberian terapi.

3.1 Kekurangan volume cairan.


Yang berhubungan dengan :
Haluaran urine yang berlebihan (mis., diabetes insipidus)
Pengeluaran cairan sekunder akibat demam, drainase yang abnormal, peritonitis, atau diare.
Mual/muntah
Kesulitan menelan atau minum sendiri, sekunder akibat sakit tenggorakan , kelelahan
Asupan cairan yang kurang saat berolahraga atau karena kondisi cuaca.
Penggunaan laktasif dan diuretic yang berlebihan
Kriteria hasil
Klien akan mempertahankan berat jenis urine dalam rentang normal.

Indicator
Meningkatkan jumlah asupan cairan hingga jumlah tertentu, sesuai dengan usia dan
kebutuhan metabolic.
Mengidentifikasi factor risiko deficit cairan dan menjelaskan perlunya meningkatkan asupan
cairan sesuai indikasi.
Tidak memperlihatkan tanda dan gejala dehidrasi.
Intervensi umum
Mandiri
Kaji factor penyebab (mis., ketidakmampuan untuk minum sendiri, gangguan menelan, sakit
tenggorakan, asupan cairan yang kurang sebelum berolahraga, kurang pengetahuan, atau
tidak suka dengan minuman yang tersedia).
Kaji pemahaman klien tentang perlunya mempertahankan hidrasi yang adekuat serta metode
untuk memenuhi asupan nutrisi.
Kaji minuman yang disukai dan tidak disukai dan rencanakan pemberian asupan sacara
bertahap (mis., 1000 ml di siang hari, 800 ml di sore hari, dan 300 ml di malam hari)
Bila klien mengalami sakit tenggorakan, tawarkan minuman yang hangat atau dingin ;
pertimbangkan pemberian es.
Bila klien sangat lelah atau lemah, anjurkan klien untuk istirahat sebelum makan dan berikan
cairan dalam jumlah sedikit tetapi sering.
Anjurkan klien membuat buku catatan yang berisi asupan cairan , haluaran urine, dan berat
badan harian.
Pantau asupan cairan klien (minimal 2000 ml asupan cairan oral per hari)
Pantau haluaran klien (minimal 1000-1500 ml per hari)
Pertimbangkan jenis obat-obatan serta kondisi lain yang bisa menyebabkan kehilangan cairan
berlebih (mis., pemberian diuretic, muntah, diare, demam)
Lakukan penyuluhan kesehatan sesuai indikasi.
Bagi para olahragawan, tekankan pentingnya hidrasi yang adekuat sebelum dan selama
berolahraga.
Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter untuk pemberian terapi intarvena.
Rasional
Kondisi dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Akibatnya, haluaran urine
tidak dapat membersihkan limbah secara adekuat sehingga kadar BUN dan elektrolit
meningkat.
Pengukuran berat badan yang akurat dapat mendeteksi kehilangan cairan

Untuk memantau berat badan secara efektif, penimbangan harus dilakukan di saat yang sama
dengan pakaian yang beratnya hampir sama.
Konsumsi gula, alcohol, dan kafein dalam jumlah besar dapat meningkatkan produksi urine
dan menyebabkan dehidrasi
3.2 Kelebihan volume cairan

BAB III
PROSES KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang akurat
dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
(Budi Anna Keliat, 1994).
3.1.1 Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik
Riwayat keperawatan dan pemeriksaan fisik dapat mengungkap berbagai data tentang
praktik keamanan klien dan resiko klien dalam mengalami cedera. Data tersebut meliputi usia
dan tingkat perkembangan; status kesehatan umum; status mobilitas; ada tidaknya defisit
fisiologis atau persepsi atau kerusakan sensorik lain; perubahan proses pikir atau gangguan
kognitif atau emosional; adanya tindak penganiayaan atau pengabaian; dan riwayat
kecelakaan atau cedera. Selain itu perlu juga dikaji tentang riwayat keselamatan yang
meliputi kesadaraan klien akan adanya bahaya, pengetahuan tentang tindakan pengamanan
baik di rumah ataupun di tempat kerja, dan setiap ancaman yang ia rasakan terhadap
kesehatannya.
3.1.2 Perangkat pengkajian resiko
Perangkat ini ditujukan untuk mengidentifikasi klien yang berisiko mengalami cedera
tertendu, seperti jatuh, atau untuk mengkaji kondisi klien secara umum agar klien tetap aman
di lingkungan rumahnya maupun di tatanan perawatan kesehatan. Perangkat tersebut
merangkum data-data spesifik yang terdapat dalam riwayat keperawatan dan pemeriksaan
fisik klien.
3.1.3 Penilaian tingkat kebahayaan lingkungan rumah

Bahaya di lingkungan rumah, seperti jatuh, kebakaran, keracunan, asfiksia, dan bahayabahaya lainnya dapat disebabkan oleh penggunaan perabotan rumah tangga, perkakas, dan
peralatan masak yang tidak tepat.
3.2 PENETAPAN DIAGNOSIS
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
tujuan diamana perawat bertanggung gugat(Wong,D.L,2004:33).
NANDA (2003) mengajukan label diagnosis luas yang terkait dengan masalah
keamanan,yaitu :
Tabel Pegkajian Lingkungan Rumah
Lingkungan Rumah

Hal yang Dikaji

Eksterior rumah

Tangga di dalam rumah : kondisi tangga, ada tidaknya handrails.

Interior rumah

Penerangan lampu, keset dan pengaman karet, tata ruang atau


barang,kondisi kamar atau WC.

Dapur
Kamar mandi

Kondisi lantai, penerangan lampu, sumber air, kompor, kulkas.


Kondisi lantai, penerangan lampu, adanya matras karet pada bath
up atau shower, balok pegangan, kotak obat, jarak toilet-bath up.

Ruang tidur
Letak keset atau karpet, tata letak perabot, tombol lampu,
Listrik

penerangan malam hari, akseske toilet.


Pengaturan listrik yang membahayakan (mis., colokan tidak
terlindungi, ada lebih dari satu aliran kabel, letak kabel dekat
dengan barang-barang basah,dll)

3.3 PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI

Tujuan utama asuhan keperawatan pada klien dengan resiko keamanan adalah
mencegah kecelakaan dan cedera. Untuk tujuan tersebut, klien seringkali dituntut untuk
mengubah perilaku sehat mereka dan memodifikasi lingkungan.
~ Risiko cedera
Yang berhubungan dengan:
Perubahan fungsi serebri, sekunder akibat hipoksia jaringan, sinkope, vertigo.
Perubahan mobilitas, sekunder akibat amputasi, arthritis, Parkinsonisme, dll.
Gangguan fungsi sensorik (penglihatan, pendengaran, suhu/sentuhan, penciuman).
Rendahnya kesadaran terhadap bahaya lingkungan, sekunder akibat konfusi, hipoglikemia,
depresi, ketidakseimbangan elektrolit.
Efek obat (sedative, vasodilator, antihi, wpertensi, diuretik, psikotropika, fenotiazin terhadap
mobilitas dan sensorium).
Bahaya di lingkungan rumah (mis., lorong yang tidak aman, pencahayaan yang kurang,
tangga, kamar mandi, lantai yang licin, racun yang disimpan bukan pada tempatnya.
Lingkungan yang asing, rumah sakit, panti wreda.
Penggunaan alat bantu berjalan (kruk, walker, tongkat, kursi roda).
Defek penilaian, sekunder akibat defisit sensorik, medikasi, defisit kognitif.
Kriteria hasil
Individu akan menyatakan berkurangnya episode jatuh dan rasa takut terhadap bahaya jatuh.
Indikator
Mengidentifikasi faktor yang dapat meningkatkan resiko cedera.
Menjelaskan tujuan penggunaan tindakan keamanan untuk mencegah cedera (mis.,
menyingkirkan karpet atau memasangnya dengan kuat).
Menjelaskan tujuan dilakukannya tindak pencegahan tertentu (mis., menggunakan kacamata
hitam untuk mengurangi silau).
Menambah kegiatan sehari-hari ,jika memungkinkan.
Intervensi umum
Kaji adanya faktor penyebab atau faktor pendukung (mis., lingkungan sekitar yang asing;
gangguan penglihatan, gangguan pendengara; penurunan sensitivitas sentuhan; hipotensi
ortostatik; penurunan kekuatan/fleksibilitas; nyeri; penggunaan kruk; tongkat, walker yang
tidak tepat; imobilitas sendi; efek samping medikasi; dan faktor lingkungan yang
membahayakan).
Kurangi atau hilangkan faktor penyebab, jika memungkinkan.
Lingkungan sekitar yang asing
Orientasikan setiap individuysng baru masuk dengan lingkungan sekitarnya.
Awasi dengan ketat individu pada malam-malam pertama untuk mengkaji.
Gunakan peneranganpada malam hari.
Anjurkan individu untuk meminta bantuan pada malam hari.
Jelaskan tentang efek samping obat-obatan tertentu (mis., pusing,kelelahan).
Gangguan penglihatan
Beri penerangan yang aman dan memadai untuk klien.

Beri tahu cara mengurangi silau (mis., menghindari semua permukaan yang mengkilap,
menggunakan lampu yang sinarnya menyebar dan bukan yang menyorot, memalingkan
wajah ketika menyalakan lampu yang terang, dll).
Minta klien atau keluarga untuk meletakkan warna-warna yang cukup kontras guna
membedakan pandangan dan ingatkan mereka untuk menghindari warna hijau dan biru.
Tandai pinggiran anak tangga dengan warna-warna yang berbeda (mis., dengan plester
berwarna).
Hindari warna-warna senada (mis., saklar berwarna coklat keabu-abuan di atas dinding yang
warnanya sama).
Penurunan sensitivitas taktil
Ajarkan berbagai tindakan preventif.
Kaji suhu air mandi dan bantalan panas sebelum digunakan.
Kaji kondisi ekstremitas setiap hari untuk melihat adanya cedera yang tak-terdeteksi.
Jaga agar kaki tetap hangat dan kering dan oleskan lotion (lanolin, minyak mineral) agar kaki
tetap lembut.
Penurunan ketajaman pendengaran
Ingatkan klien untuk membuka setengah kaca jendelanya saat berkendara agar tanda-tanda
peringatan (mis., sirine) dapat terdengar. Selain itu, ingatkan klien untuk mengecilkan AC,
pemanas, dan suara radio agar suara-suara dari luar mobil bisa terdengar.
Penurunan kekuatan/fleksibilitas
Lakukan latihan yang dapat memperkuat pergelangan kaki setiap hari (Schoenfelder, 2000).
Lakukan latihanjalan sedikitnya 2 atau 3 kali seminggu.
Penggunaan alat bantu berjalan
Ajarkan klien cara berjalan dengan menggunakan alat bantu (mis., kruk, walker, tongkat)
secara benar.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi tentang bentuk latihan berjalan yang benar.
Efek samping medikasi
Kaji adanya efek samping obat yang dapat menyebabkan vertigo(mis., hipotensi, sedasi,
hipokalemia, vasodilatasi, vasokonstriksi).
Faktor lingkungan yang membahayakan
Menyingkirkan karpet dan benda-benda yang tergeletak serta memperbaiki lantai yang sangat
mengkilap.
Memasang traction tape untuk mencegah licin pada permukaan bak mandi atau shower.
Memasang palang untuk pegangan di kamar mandi.
Memasang jeruji pengaman di lorong dan tangga.
Memindahkan barang-barang yang mengganggu dari dinding di sepanjang tangga (mis.,
cantelan jas, rak).
Memasang siderail dan mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah apabila klien
ditinggalkan tanpa pengawasan.
Mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah apabila klien ditinggalkan tanpa
pengawasan.

Mengatur tempat tidur pada posisi yang terendah dan mengunci roda-rodanya jika tidak
sedang digerakkan.
Mengajarkan cara mengunci dan melepaskan kunci roda pada klien yang memakai kursi roda.
Pastikan bahwa sepatu atau alas kaki klien tidak slip.
Uraikan dan dokumentasikan peristiwa jatuh (cedera yang terjadi, peristiwa jatuh sebelumnya,
medikasi, dan tindakan yang diambil).
Rasional
Lingkungan yang asing serta gangguan yang terjadi pada penglihatan, orientasi, mobilitas,
dan kelelahan dapat meningkatkan risiko jatuh.
Klien dengan gangguan mobilitas memerlukan alat bantu pengaman dan upaya
menghilangkan bahaya yang ada guna membantunya melakukan kegiatan sehari-hari.
Tujuan pencegahan dan manajemen jatuh berfokus pada upaya menurunkan kemungkinan
jatuh dengan mengurangi bahaya lingkungan, meningkatkan kemampuan individu untuk
mencegah jatuh dan cedera akibat jatuh, serta member perawatan cedera setelah jatuh.
Kondisi sulit melihat karena silau seringkali menjadi penyebab jatuh pada lansia; ini
dikarenakan lansia semakin rentan terhadap cahaya silau. Bola lampu pijar (nonfluoresens)
dapat menghasilkan cahaya silau yang lebih sedikit dan karenanya dapat dijadikan
penerangan yang baik bagi lansia.
Kondisi lingkungan yang asing ditambah gangguan penglihatan dan mobilitas yang dialami
klien menyebabkan klienberisiko tinggi mengalami cedera (mis., jatuh, terbakar).
Latihan penguatan pergelangan kaki dan program berjalan dapat meningkatkan keseimbangan
tubuh, menambah kekuatan pergelangan kaki, meningkatkan kecepatan berjalan, mengurangi
insiden jatuh dan ketakutan akan jatuh, serta meningkatkan kepercayaan diri dalam
melakukan aktivitas sehari-hari (Schoenfelder,2000)

BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kesehatan sangatlah penting untuk diketahui oleh para perempuan bakal calon ibu
ataupun laki-laki calon bapak. Oleh karena itu bverdasarkan uraian di atas dapat penulis
simpulkan bahwa:
Leukimia adalah sekelompok penyakit ganas pada sumsum tulang belakang dan system
limfatik yang ditandai dengan proliferasi tanpa batas sel darah putih abnormal dan imatur
(Wong, 2009). Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentukan darah.

Leukimia, kanker pada jaringan pembentuk darah adalah bentuk kanker pada masa kanakkanak yang paling sering ditemukan. Insidensi pertahunnya adalah 3 hingga 4 kasus per
100.000 anak-anak kulit putih yang berusia dibawah 15 tahun ( Margolin & Poplack, 1997
dalam Wong, 2009). Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak laki-laki dibandingkan anak
perempuan yang masih berusia di atas 1 tahun, dan awitan puncaknya terjadi antara 2 dan 6
tahun.
Leukemia merupakan salah satu bentuk kanker yang memperlihatkan peningkatan angka
keberhasilan hidup secara dramatis. Keberhasilan hidup tanpa penyakit untuk jangka waktu
lama yang dijumpai akhir-akhir ini pada anak-anak yang menderita leukemia limfoid akut
mendekati angka 75% ( Fiebert & Shurin, 1998 dalam Wong, 2009),
1.2 Saran
Untuk itu wawasan dan pengetahuan tentang leukimia sangatlah penting untuk bisa
dikuasai dan dimiliki oleh para perempuan dan laki-laki yang berumah tangga dan
masyarakat pada umumnya, supaya kesejahtaraan dan kesehatan bisa tercapai dengan
sempurna. Oleh karena itu penulis memberi saran kepada para pihak yang terkait khususnya
pemerintah, Dinas Kesehatan untuk bisa memberikan pengetahuan dan wawasan tersebut
kepada khalayak masyarakat dengan cara sosialisasi, kegiatan tersebut mudah-mudahan
kesehatan masyarakat bisa tercapai dan masyarakat lebih pintar dalam menjaga kesehatannya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas Kedokteran
UI, Jakarta.
Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
Marilynn E. Doengoes, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana Asuhan
Keperawatan, EGC.
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta.
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai