Anda di halaman 1dari 31

PRESENTASI KASUS

ULKUS DIABETIKUM

Pembimbing:
dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

Disusun oleh:
Aras Nurbarich Agustin

G4A013063

M. Taufiqurrahman

G4A013073

Bagus Sanjaya

G4A013074

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD PROF. MARGONO SOEKARJO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO

2014LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS KECIL


ULKUS DIABETIKUM

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti program profesi dokter
di Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo

Disusun Oleh :

Aras Nurbarich Agustin

G4A013063

M. Taufiqurrahman

G4A013073

Bagus Sanjaya

G4A013074

Pada tanggal, Mei 2014


Mengetahui
Pembimbing,

dr. Yunanto Dwi Nugroho, Sp. PD

BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes millitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang


ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. Glukosa
secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk
dihati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin yaitu suatu hormone yang
diporoduksi pancreas, mengendalikan kadar gula dalam darah dengan mengatur
produksi dan penyimpanannya, (Brunner & Suddarth, 2002).
Laporan statistik dari International Diabetes Federation (IDF, 2006)
menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita DM di seluruh
dunia. Angka ini terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap
tahunnya. Dengan demikian, jumlah penderita DM diperkirakan akan mencapai
350 juta pada tahun 2025, diantaranya 80% penderita terpusat di negara yang
penghasilannya kecil dan menengah. Dari angka tersebut berada di Asia, terutama
India, Cina, Pakistan, dan Indonesia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2003)
menyatakan kasus diabetes di Asia akan naik sampai 90% dalam 20 tahun ke
depan (Yulianti, dkk, 2010).
Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan prevalensi
Diabetes mellitus sebesar 1,5 2,3% pada penduduk yang usia lebih 15 tahun,
bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar
7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara maju,
sehingga Diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk Indonesia
yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun 2003
diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di
daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan
penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang
berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di
daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Rini, 2008).
Penderita diabetes mellitus memiliki resiko amputasi lebih besar
dibandingkan dengan non diabetik, karena penderita diabetes mellitus berisiko

29x terjadi komplikasi ulkus diabetik. Ulkus diabetika merupakan luka terbuka
pada permukaan kulit yang disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi
vaskuler insusifiensi dan neuropati. Ulkus diabetika mudah berkembang menjadi
infeksi karena masuknya kuman atau bakteri dan adanya gula darah yang tinggi
menjadi tempat yang strategis untuk pertumbuhan kuman, Rini (2008). Ulkus kaki
diabetik adalah kerusakan sebagian (partial thickness) atau keseluruhan (full
thickness) pada kulit yang dapat meluas kejaringan dibawah kulit, tendon, otot,
tulang dan persendian yang terjadi pada seseorang yang menderita penyakit
Diabetes Mellitus (DM), kondisi ini timbul sebagai akibat terjadinya peningkatan
kadar gula darah yang tinggi. Jika ulkus kaki berlangsung akan menjadi terinfeksi.
Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri perifer sering
mengakibatkan gangren dan amputasi ekstremitas bawah (Tarwoto, 2012).
Komplikasi kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya
amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali
lebih sering pada penderita DM dibandingkan dengan non-DM. Komplikasi akibat
kaki diabetik menyebabkan lama rawat penderita DM menjadi lebih panjang.
Lebih dari 25% penderita DM yang dirawat adalah akibat kaki diabetik. Sebagian
besar amputasi pada kaki diabetik bermula dari ulkus pada kulit. Bila dilakukan
deteksi dini dan pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi kejadian
tindakan amputasi (Eva, 2008).

BAB II
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur

:
:

Tn. Y
58 tahun

Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS

:
:
:
:
:

Laki laki
Tanjung 2/4 Purwokerto
Wiraswasta
Islam
19 April 2014

TglPeriksa

28 April 2014

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis)


1. Riwayat Penyakit Sekarang
a. Keluhan utama

: Luka di telapak kaki kiri

b. Onset

: 3 minggu sebelum masuk rumah sakit

c. Kuantitas

: Terus menerus sepanjang hari, tidak membaik

d. Kualitas

: Luka berupa kulit yang melepuh berisi cairan dan

di beberapa bagian sudah terkelupas dengan dasar kemerahan, berair.


e. Faktor memperingan : f. Faktor memperberat : g. Progresivitas

:Luka semakin hari semakin berair dan mengelupas

h. Keluhan penyerta : lemes, kedua tangan dan kaki bengkak, sering


merasa lapar, haus, dan sering BAK, kedua kaki dan tangan
kesemutan.
Pasien dating ke IGD RSMS dengan keluhan luka di telapak
kaki kiri sejak 3 minggu sebelum masuk rumah sakit. Luka dirasakan
terus menerus sepanjang hari, tidak membaik, dan semakin hari makin
berair, bengkak dan kulitnya mengelupas. Awalnya pasien merendam
kakinya di baskom dengan air hangat, tanpa disadari 3 minggu
kemudian timbul melepuh pada kaki kiri, kaki kiri membengkak.
Semakin hari luka semakin melebar dan bebrapa bagian kulit
mengelupas, berair dan sedikit keluar darah, tetapi tidak nyeri. Luka
tersebut berair serta sedikit berbau. Selain luka pada telapak kaki kiri,
Pasien juga mengeluhkan lemes, sulit BAK, kedua tangan
membengkak sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Kedua
tangan dan kaki sering kesemutan, dan semakin hari semakin sering.
Pasien sebelumnya mengeluhkan sering merasa lapar, haus, dan BAK,
siang maupun di malam hari, sekarang keluhan sudah tidak ada.

Pasien terdiagnosa diabetes mellitus tipe 2 sejak tahun 2013.


Pasien menjalani pengobatan di RS Margono Soekarjo, namun jarang
kontrol.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

b. Riwayat hipertensi

: disangkal

c. Riwayat DM

: ada, tidak terkontrol

d. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

f. Riwayat alergi

: disangkal

3. Riwayat Penyakit Keluarga


a. Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

b. Riwayat hipertensi

: disangkal

c. Riwayat DM

: Ibu kandung pasien

d. Riwayat penyakit jantung

: disangkal

e. Riwayat penyakit ginjal

: disangkal

f. Riwayat alergi

: disangkal

4. Riwayat Sosial Ekonomi


a. Occupational
Pasien adalah seorang pensiunan dan sekarang tidak bekerja, Kegiatan
sehari-hari pasien hanya di rumah dan mengerjakan kegiatan seharihari saja. Pasien tinggal dengan istri pasien.
b. Diet
Pasien makan 3 kali sehari dengan jumlah yang banyak, komposisi
sayur dan lauk cukup. Pasien gemar makan dan minuman yang manis.
Pasien merasa lemas jika tidak makan atau minum yang manis.
c. Drug
Pasien awalnya rutin mengkonsumsi obat dari dokter, namun 6 bulan
terakhir jarang kontrol.
d. Habit
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok dan minum alkohol. Pasien
jarang melakukan olahraga.

III.

OBYEKTIF
a.

Keadaan Umum : Tampak sakit, sedang

b.

Kesadaran

: Compos mentis dengan GCS 15

(E=4, V=5, M=6).


c.

IV.

Tanda Vital
1)

Tekanan Darah

: 130/80 mmHg

2)

Nadi

: 84 x/menit

3)

Pernapasan

: 20 x/menit

4)

Suhu (Peraksiller)

: 36,4 C

PEMERIKSAAN FISIK
a.

Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
: Simetris, mesocephal
2) Rambut
: Distribusi merata
3) Venektasi temporal : tidak ada

b.

Pemeriksaan mata
1)
2)
3)
4)

c.

Konjungtiva
Sklera
Palpebra
Reflek cahaya langsung/ tidak langsung
Pemeriksaan telinga

1) Simetris
2) Kelainan bentuk
3) Discharge
d.

: (-)
: (-)

Pemeriksaan Hidung
1) Discharge
2) Nafas Cuping Hidung

e.

Pemeriksaan mulut
1) Bibir sianosis
2) Lidah sianosis
3) Lidah kotor

f.

: (-)
: (-)
: (-)

: (-)
: (-)

Pemeriksaan leher
1) Trakhea di tengah
2) Perbesaran kelenjar tiroid

: (-)

3) Perbesaran limfonodi

: (-)

: Anemis (-/-)
: Ikterik (-/-)
: Oedem (-/-)
: (+/+) / (+/+)

4) Peningkatan JVP
g.

: (-)

PemeriksaanThorax
Pulmo
1) Inspeksi
2) Palpasi

: Simetris kanan kiri, retraksi (-), ketinggalan gerak


(-)
: Vokal fremitus lobus superior kanan sama dengan
kiri.
Vokal fremitus lobus inferior kanan sama dengan
kiri.

3)

Perkusi

: Sonor di seluruh lapangan paru, batas paru hepar


di SIC V linea midclavikula dekstra.

4)

Auskultasi

: Suara dasar

: vesikuler (+)
Suara tambahan

: wheezing (-), RBH (-),


RBK(-)

Jantung
1) Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak, pulsasi epigastrium


(-).

2) Palpasi

: Ictus cordis di SIC VI LMC sinistra dan tidak


kuat angkat.

3) Perkusi

4) Auskultasi

: Batas kanan atas SIC II LPS dekstra,


Batas kiri atas SIC II LPS sinistra,
Batas kanan bawah SIC IV 2 jari lateral LPS
dekstra.
Batas kiri bawah SIC V 2 jari medial LMC
sinistra.
: M1>M2, T1>T2, P1<P2, A1<A2, reguler,
murmur (-), gallop (-).

h. Pemeriksaan Abdomen
1) Inspeksi

: Cembung, jaringan parut (-), tampak tegang,

2) Auskultasi

: Bising usus (+) normal.

3) Palpasi

: Nyeri tekan (-), undulasi (-)

4) Perkusi

: Timpani, pekak alih (-), pekak sisi (-)

Hepar

: tidak teraba

Lien

: tidak teraba

i. Pemeriksaan Ekstremitas
Superior dekstra/sinistra : Oedem (+/+), sianosis (-/-)
Inferior dekstra/sinistra : Oedem (+/+), sianosis (-/-)
Status lokalis pedis sinistra
Terdapat sebuah luka pada punggung telapak kaki kiri dengan
ukuran hampir mengenai seluruh punggung telapak kaki dengan dasar
jaringan epidermis dan dermis, terdapat bagian yang utuh dan terdapat
bagian yang mengelupas, terdapat pus, terdapat tanda-tanda infeksi.
Perabaan hangat, edema, kemerahan, fungsinya menurun, tidak nyeri,
tidak dapat merasakan sentuhan.

Gambar 1. Ulkus Diabetikum Pedis Sinistra

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium 19 April 2014
GDS

: 264 mg/dl

PemeriksaanLaboratorium 22 April 2014


Total protein

: 5,36 g/dl

Albumin

: 2,31 g/dl

Globulin

: 3,05 g/dl

PemeriksaanLaboratorium 24 April 2014


Total protein

: 5,58 g/dl

Albumin

: 2,27 g/dl

Globulin

: 3,31 g/dl

Natrium

: 1,24mmol/l

Kalium

: 4,0mmol/l

Klorida

: 97 mmol/l

Kalsium

: 6,8 mg/dl

PemeriksaanLaboratorium 26 April 2014


GDS

: 162 mg/dl

PemeriksaanLaboratorium 27 April 2014


GDS

: 180 mg/dl

Natrium

: 124mmol/l

Kalium

: 4,0mmol/l

Klorida

: 97 mmol/l

Kalsium

: 6,8 mg/dl

Pemeriksaan X-foto pedis AP/obliks 21 April 2014


Struktur tulang baik
Tidak tampak diskontinuitas pada ossa pedis kanan kiri
Tidak tampak dislokasi/ penyempitan angkle joint, tarsometatarsal,
metatarsophalangeal atau interphalange
Tidak tampak soft tissue swelling
Kesan

VI.

: Tidak tampak kelainan pada fotopedis kanan

DIAGNOSIS KERJA
DM tipe II
Ulkus Diabetik Pedis Sinistra
Hipoalbumin
VII. TERAPI

a. Non Farmakologis
1) Mengikuti pola makan diet DM
2) Aktiitas jasmani
3) Teratur konsumsi obat DM dan cek gula darah berkala
4) Melakukan perawatan luka pada kaki secara berkala
b. Farmakologi
1) IVFD NaCl 3%7tpm
2) Plasbumin 20% 100cc 1 kolf
3) Infus Metronidazole 3x500mg/24 jam
4) Inj. Ceftazidime 2 x 1 gr (IV)
5) Inj. Furosemid 3x1 amp (IV)
6) Inj. Metoclopramide 3x1 amp (IV)
7) PO. Aspar K2 x 300 mg
8) PO Nitrokaf 2 x 2.5 mg
VIII.

PROGNOSIS
a. Ad vitam

: dubia ad bonam

b. Ad functionam

: ad malam

c. Ad sanationam

: ad malam

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Mellitus

1. Definisi
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2010, diabetes melitus
(DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (Perkeni, 2011), sedangkan menurut WHO 1980
dikatakan bahwa diabetes melitus sebagai suatu kumpulan problema
anatomik dan kimiawi yang merupakan akibat dari sejumlah faktor di
mana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi
insulin.
2. Klasifikasi
Klasifikasi

Diabetes

Melitus

menurut

American

Diabetes

Association (ADA), 2010, yaitu (Perkeni, 2011):


a. Diabetes Melitus Tipe 1
DM ini disebabkan oleh kekurangan insulin dalam darah yang terjadi
akibat kerusakan dari sel beta pankreas.Gejala yang menonjol adalah
sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus,
sebagian besar penderita DM tipe ini berat badannya normal atau kurus.
Biasanya terjadi pada usia muda dan memerlukan insulin seumur hidup.
b. Diabetes Melitus Tipe 2
DM ini disebabkan insulin yang ada tidak dapat bekerja dengan baik,
kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat tetapi fungsi
insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada atau kurang. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, dan
75% dari penderita DM type II ini dengan obesitas atau kegemukan dan
biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.
c. Diabetes Melitus Tipe lain
1) Defek genetik fungsi sel beta :
Kromosom 12, HNF-1 (dahulu MODY 3)
Kromosom 7, glukokinase (dahulu MODY 2)
Kromosom 20, HNF-4 (dahulu MODY 1)
Kromosom 13, insulin promoter factor-1 (IPF-1, dahulu MODY

4)
Kromosom 17, HNF-1 (dahulu MODY 5)
Kromosom 2, Neuro D1 (dahulu MODY 6)
DNA Mitochondria
lainnya

2) Defek genetik kerja insulin : resistensi insulin tipe A, leprechaunism,


sindrom Rabson Mendenhall, dan diabetes lipoatrofik.
3) Penyakit Eksokrin Pankreas : pancreatitis, trauma/pankreatektomi,
neoplasma, fibrosis kistik, hemokromatosis, pankreatopati fibro
kalkulus, lainnya.
4) Endokrinopati : akromegali, sindrom chusing, feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma, lainnya.
5) Karena Obat / zat kimia : vacor, pentamidin, asam nikotinat,
glukokortikoid, hormone tiroid, diazoxid, agonis adrenergic, tiazid,
dilantin, interferon alfa, lainnya.
6) Infeksi : rubella congenital, CMV, lainnya.
7) Sindroma genetik lain: sindrom down, sindrom klinefelter, sindrom
turner, sindrom wolframs, ataksia friedreichs, chorea Huntington,
sindrom Laurence-moon-biedl, distrofi miotonik, porfiria, sindrom
prader willi, lainnya.
d. DM Kehamilan / Gestasional
3. Pathogenesis Diabetes Mellitus
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Pada saat diabetes mellitus tergantung insulin muncul, sebagian
besar sel pankreas sudah rusak. Proses perusakan ini hampir pasti
karena proses autoimun, meskipun rinciannya masih samar. Ikhtisar
sementara urutan patogenetiknya adalah: pertama, harus ada
kerentanan genetik terhadap penyakit ini. Kedua, keadaan lingkungan
seperti infeksi virus diyakini merupakan satu mekanisme pemicu,
tetapi agen noninfeksius juga dapat terlibat.Tahap ketiga adalah
insulitis, sel yang menginfiltrasi sel pulau adalah monosit/makrofag
dan limfosit T teraktivasi.Tahap keempat adalah perubahan sel beta
sehingga dikenal sebagai sel asing.Tahap kelima adalah perkembangan
respon imun. Karena sel pulau sekarang dianggap sebagai sel asing,
terbentuk antibodi sitotoksik dan bekerja sama dengan mekanisme
imun seluler. Hasil akhirnya adalah perusakan sel beta dan
penampakan diabetes (Price, 2005).
b. Diabetes Melitus Tipe 2
Pasien DM tipe 2 mempunyai dua defek fisiologik : sekresi
insulin abnormal dan resistensi terhadap kerja insulin pada jaringan

sasaran (target). Abnormalitas yang utama tidak diketahui.Secara


deskriptif, tiga fase dapat dikenali pada urutan klinis yang biasa.
Pertama, glukosa plasma tetap normal walaupun terlihat resistensi
insulin karena kadar insulin meningkat. Pada fase kedua, resistensi
insulin cenderung memburuk sehingga meskipun konsentrasi insulin
meningkat, tampak intoleransi glukosa dalam bentuk hiperglikemia
setelah makan.Pada fase ketiga, resistensi insulin tidak berubah, tetapi
sekresi insulin menurun, menyebabkan hiperglikemia puasa dan
diabetes yang nyata.DM tipe II disebabkan dari predisposisi genetik
dan atau obesitas (Price, 2005).
DM tipe II diakibatkan karenan gangguan sekresi insulin menyebabkan penurunan konsentrasi insulin. Genetik etiologi yang paling
sering adalah karena defek primer keberadaan sel beta, sedangkan
pada obesitas terjadi resistensi insulin pada jaringan-jaringan perifer.
konsentrasi insulin yang rendah dalam darah menyebabkan glukosa
tidak bisa masuk ke dalam sel. Kondisi tersebut menyebabkan kondisi
hiperglikemia (kadar glukosa yang berlebihan). Jika berlanjut dapat
menyebabkan hiperosmolaritas yang menjadi dehidrasi sel. Apabila
dehidrasi sel terjadi di otak, dapat menye-babkan kejang.Selain itu
hiperosmolaritas menyebabkan osmotic diuresis sehingga terjadi
poliuri, polidipsi dan gangguan elektrolit.Glukosa yang tidak masuk ke
sel, menyebabkan sel-sel tubuh kekurangan energy sehingga terjadi
polifagi (Price, 2005).

Gambar 2. Patogenesis DM Tipe II


4. Diagnosis Diabetes Mellitus
Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan
klasik DM seperti di bawah ini (Perkeni, 2011), (Waspadji, 2001):
1. Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan
penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
2. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur,
dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara (Perkeni, 2011):
1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma
sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan
klasik.
3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75
g glukosa lebih sensitive dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan
glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan
tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan karena membutuhkan persiapan
khusus.
5. Terapi Diabetes Mellitus
a. Terapi Non Farmakologis
1) Mengikuti pola makan sehat
2) Meningkatkan aktivitas jasmani
3) Teratur dalam mengkonsumsi obat
4) Melakukan perawatan kaki secara berkala

b. Terapi Farmakologis
1) Obat hipoglikemik oral
a) Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonylurea dan
glinid
b) Peningkat

sensitivitas

terhadap

insulin:

metformin

dan

tiazolidindion
c) Penghambat glukoneogenesis (metformin)
d) Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
e) DPP-IV inhibitor
2) Suntikan
a) Insulin
b) Agonis GLP-1/incretin mimetik
6. Komplikasi
1. Komplikasi Akut:
a. Ketoasidosis diabetik (KAD) = GD 300-600 mg/dL
b. Status Hiperglikemia Hiperosmolar (SHH) = GD 600-1200 mg/Dl
c. Hipoglikemia GD <60 mg/dL (ex: karena minum obat penurun gula
terlalu banyak: paling sering golongan sulfonylurea atau menyuntik
insulin terlalu banyak).
2. Komplikasi Kronik:
a.
b.
c.
d.

Jantung koroner (pembuluh darah jantung)


Luka iskemik pada kaki (pembuluh darah tepi)
Stroke (pada otak)
Mikroangiopati retina (pembuluh darah kecil) menyebabkan

kebutaan
e. Nefropati diabetikum (pembuluh darah ginjal)
f. Baal pada ujung jari (saraf perifer)
g. Ulkus pedis
B. Ulkus Diabetikum
1. Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput
lendir. Ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasi kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau.
Ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan
penyakit pada penyakit DM. Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik
dari diabetes melllitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta
kecacatan penderita diabetes.
Ulkus diabetes dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
neuropati, trauma, deformitaskaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan

penyakit vaskuler perifer. Pemeriksaan dan klasifikasi ulkus diabetes yang


menyeluruh dan sistematik dapat membantu memberikan arahan
perawatan yang adekuat (Boulton, Loretta Robert, 2004), (Chadwick,
2013).
2. Etiologi
Faktor utama yang berperan pada timbulnya ulkus diabetikum
adalah angiopati, neuropati dan infeksi. Adanya neuropati perifer akan
menyebabkan hilang atau menurunnya sensai nyeri pada kaki, sehingga
akan mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya ulkus
pada kaki. Gangguan motorik juga akan mengakibatkan terjadinya atrofi
pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulsestrasi
pada kaki. Apabila sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang
lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia
berjalan pada jarak tertentu. Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan
terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga
menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (Price, 2005). infeksi
sering merupakan komplikasi yangmenyertai Ulkus Diabetikum akibat
berkurangnya aliran darah atau neuropati.
3. Klasifikasi
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari Klasifikasi
Edmonds dari Kings College Hospital London, Klasifikasi Liverpool,
Klasifikasi Wagner, Klasifikasi Texas, serta yang lebih banyak digunakan
adalah yang dianjurkan oleh International Working Group On Diabetic
Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan, vascular,
infeksi, neuropatik.
Penilaian dan klasifikasi ulkus diabetes sangat penting untuk
membantuperencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu
memprediksi hasil.Beberapasistem klasifikasi ulkus telah dibuat yang
didasarkan pada beberapa parameter yaituluasnya infeksi, neuropati,
iskemia, kedalaman atau luasnya luka, dan lokasi(Tjokroprawiro, 2001).
1. Klasifikasi Edmonds (2004 2005)
Stage 1 : Normal foot
Stage 2 : High Risk Foot
Stage 3 : Ulcerated Foot
Stage 4 : Infected Foot

Stage 5 : Necrotic Foot


Stage 6 : Unsalvable Foot
2. Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit
Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus
diabetes adalah Sistem Klasifikasi Ulkus Wagner-Meggit yang
didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6 grade luka.
Grade 0 : Tidak ada luka, mungkin terdapat deformitas dan selulitis
Grade 1 : Ulkus superfisial tanpa terlibat jaringan dibawah kulit
Grade 2 : Ulkus dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses.
Grade 3 : Ulkus dalam dengan selulitis/abses atau osteomielitis
Grade 4 : Tukak dengan Gangren lokal
Grade 5 : Tukak dengan Gangren luas / melibatkan keseluruhan kaki
3. Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer : - Vascular
o Neuropati
o Neuroiskemik
Klasifikasi sekunder : - Tukak sederhana, tanpa komplikasi
4. Klasifikasi University of Texas
University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus
dan membaginyalagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemi. Adapun
sistem Texas ini meliputi

5. Klasifikasi SAD
Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Depth and
Denervation) mengelompokkan ulkus ke dalam 4 skala berdasarkan 5
bentukan ulkus (ukuran, kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi).
The International Working Group on theDiabetic Foot telah

mengusulkan Klasifikasi PEDIS dimana membagi luka berdasarkan 5


ciri berdasarkan: Perfusion, Extent, Depth, Infection dan Sensation.
Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America,
mengelom-pokkan kakidiabetik yang terinfeksi dalam beberapa
kategori, yaitu :

Mild : terbatas hanya pada kulit dan jaringan subkutan


Moderate : lebih luas atau sampai jaringan yang lebih dalam
Severe :disertai gejala infeksi sistemik atau ketidakstabilan metabolik
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan
risiko terjadinya dan risiko besarnya masalah yang mungkin timbul.
Penggolongan kaki diabetes menurut risiko terjadinya masalah

(Frykberg):
Sensasi normal tanpa deformitas
Sensasi normal dengan deformitas atau tekanan plantar tinggi
Insensitivitas tanpa deformitas
Iskemia tanpa deformitas
Kombinasi/complicated.

Gambar 3. Derajat Ulkus Kaki Diabetik


4. Patofisiologi Ulkus Diabetikum
Diabetes Mellitus (DM) berdampak pada multisistem organ tubuh.
Hiperglikemia mengakibatkan peningkatan fibrinogen dan peningkatan
reaktivitas trombosit sehingga terjadi peningkatan agregasi eritrosit atau
terjadi peningkatan viskositas vaskuler.Viskositas darah yang meningkat
dapat menyebabkan trombosis, trombosis memperlambat aliran darah ke

tingkat sel, akibatnya terjadi hipoksia pada sel dan berakhir menjadi
nekrosis.Trombosit dapat juga diakibatkan karena kerusakan makro
(makroangiopati) dan athero-sclerosis (Frykberg, 2002).
Atherosklerosis menyebabkan menyempitkan diameter pembuluh
darah dan pembentukan foam yang bergabung dengan koleterol dan
plaque atheroma sehingga menyebabkan trombosis dan menggganggu
pemasukan oksigen oleh sel dan berujung pada nekrosis. Proses
mikroangiopati berperan dalam proses terjadinya ulkus diabetikum.
Neuropati merupakan manifestasi klinis dari gangguan peredaran darah
mikro.3 hal yang mendasari neuropati yaitu neuropati autonomik,
neuropati motorik dan neuropati sensorik. Gangguan dari neuropati
autonomik yaitu berkurangnya aktivitasglandula pseudorifera dan glandula
sebasea sehingga kulit kering, terjadi kolaps sendi. Neuropati sensoris
yaitu hilangnya sensasi kepekaan terhadap rangsang, antara lain trauma,
mekanis, termal dan kimiawi.Neuropati motorik juga terjadi sehinggaa
terjadi atropi otot. Proses diatas merupakan proses terjadinya ulkus
diabetikum pada seorang diabetisi, ulkus diabetikum berpeluang besar
berkembang menjadi infeksi sekunder sehingga memerlukan perawatan
luka secara intensif (Frykberg, 2002).

Gambar 4. Patofisiologi Ulkus Diabetikum


5. Diagnosis Ulkus Diabetikum
Diagnosis ulkus diabetikum ditentukan secara tepat melalui
anamnesa riwayat dan pemeriksaan fisik yang cermat.
a. Riwayat
Gejala neuropati perifer meliputi hipesthesia, hiperesthesia, paresthesia,
disesthesia,radicular pain dan anhidrosis.sebagian besar orang yang
menderita penyakit atherosklerosis pada ekstremitas bawah tidak
menunjukkan gejala (asimtomatik), Penderita yang menunjukkan gejala
didapatkan claudicatio, nyeri iskemik saat istirahat, luka yang tidak
sembuh dan nyeri kaki yang jelas. Kram, kelemahan dan rasa tidak
nyaman pada kakisering dirasakan oleh penderita diabetes karena
kecenderungannya

menderita

oklusi

aterosklerosis

tibioperoneal

(Boulton, Robert, dan Loretta, 2004), (Chadwick, 2013).


b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetes dibagi menjadi
3 bagian yaitu3:
1) Pemeriksaan ulkus dan keadaan umum ekstremitas
2) Penilaian kemungkinan isufisiensi vaskuler
3) Penilaian kemungkinan neuropati perifer
c. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah : lekositosis mungkin menandakan adanya abses
atau infeksilainnya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh
adanya anemia. Adanya insufisiensi arterial yang telah ada, keadaan
anemia menimbulkan nyeri saat istirahat.
2) Profil metabolik : pengukuran kadar glukosa darah, glikohemoglobin
dan kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan
regulasi glukosa dan fungsi ginjal.
3) Pemeriksaan laboratorium vaskuler noninvasif : Pulse Volume
Recording (PVR), atau plethymosgrafi.
6. Terapi Diabetes Mellitus
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yaitu pencegahan terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus
(pencegahan primer sebelum terjadi perlukaan pada kulit) dan pencegahan

agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah (pencegahan sekunder dan
pengelolaan ulkus/gangrene diabetik yang sudah terjadi).
Tujuan utama dalam penatalaksanaan sekunder pada ulkus diabetes
adalah penutupan luka. Penatalaksanaan sekunder ulkus diabetes secara
garis besar ditentukan oleh derajat keparahan ulkus, vaskularisasi dan
adanya infeksi. Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu
debridement, offloading dan kontrol infeksi.
a) Perawatan Umum dan Diabetes
Regulasi glukosa darah perlu dilakukan, meskipun belum ada bukti
adanya hubungan langsung antara regulasi glukosa darah dengan
penyembuhan luka. Hal itu disebabkan fungsi leukosit terganggu pada
pasien dengan hiperglikemia kronik. Perawatan meliputi beberapa
faktor sistemik yang berkaitan yaitu hipertensi, hiperlipidemia,
penyakit jantung koroner, obesi-tas, dan insufisiensi ginjal (Boulton,
Robert, dan Loretta, 2004) (Chadwick, 2013).
b) Debridemen
Debridement menjadi salah satu tindakan yang terpenting dalam
perawatan luka. Debridement adalah suatu tindakan untuk membuang
jari-ngan nekrosis, callus dan jaringan fibrotik. Jaringan mati yang
dibuang sekitar 2-3 mm dari tepi luka ke jaringan sehat. Debridement
meningkatkan pengeluaran faktor pertumbuhan yang membantu proses
penyembuhan luka.
Metode debridement yang sering dilakukan yaitu surgical
(sharp), autolitik, enzimatik, kimia, mekanis dan biologis. Metode
surgical, autolitik dan kimia hanya membuang jaringan nekrosis
(debridement selektif), sedangkan metode mekanis membuang
jaringan nekrosis dan jaringan hidup (debridement non selektif)
(Chadwick, 2013).
c) Offloading
Offloading adalah pengurangan tekanan pada ulkus, menjadi
salah satu komponen penanganan ulkus diabetes. Ulserasi biasanya
terjadi pada area telapak kaki yang mendapat tekanan tinggi. Bed rest
merupakan satu cara yang ideal untuk mengurangi tekanan tetapi sulit
untuk dilakukan (Boulton, Robert, dan Loretta, 2004).

d) Penanganan Infeksi
Ulkus diabetes

memungkinkan

masuknya

bakteri,

serta

menimbulkan infeksi padaluka. Karena angka kejadian infeksi yang


tinggi pada ulkus diabetes, maka diperlukan pendekatan sistemik untuk
penilaian yang lengkap.Diagnosis infeksi terutama berdasarkan
keadaan klinis seperti eritema, edema, nyeri, lunak, hangat dan
keluarnya nanah dari luka (Boulton, Robert, dan Loretta, 2004).
Penentuan derajat infeksi menjadi sangat penting. Menurut The
Infectious Diseases
Society of America membagi infeksi menjadi 3 kategori, yaitu:
Infeksi ringan : apabila didapatkan eritema < 2 cm
Infeksi sedang: apabila didapatkan eritema > 2 cm
Infeksi berat : apabila didapatkan gejala infeksi sistemik.
Ulkus diabetes yang terinfeksi dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Non-limb threatening : selulitis < 2cm dan tidak meluas sampai

tulang atau sendi.


Limb threatening : selulitis > 2cm dan telah meacapai tulang atau
sendi, sertaadanya infeksi sistemik.
Penelitian mengenai penggunaan antibiotika sebagai terapi

ulkus diabetes masih sedikit, sehingga sebagian besar didasarkan pada


pengalaman klinis. Terapi antibiotik harus didasarkan pada hasil kuftur
bakteri dan kemampuan toksistas antibiotika tersebut.
Pada infeksi yang tidak membahayakan (non-limb threatening)
biasanya disebabkan oleh staphylokokus dan streptokokus. Infeksi
ringan dan sedang dapat dirawat poliklinis dengan pemberian
antibiotika oral, misalnya cephalexin, amoxilin-clavulanic, moxifloxin
atauclindamycin.
Pada infeksi berat biasanya karena infeksi polimikroba, seperti
staphylokokus,

streptokokus,

enterobacteriaceae,

pseudomonas,

enterokokus dan bakterianaerob misalnya bacteriodes, peptokokus,


peptostreptokokus. Pada infeksi berat harusdirawat dirumah sakit,
dengan pemberian antibiotika yang mencakup gram posistif dan
gramnegatif, serta aerobik dan anaerobik. Pilihan antibiotika intravena
untuk infeksi berat meliputi imipenem-cilastatin, B-lactam Blactamase (ampisilin-sulbactam dan piperacilintazobactam), dan
cephalosporin spektrum luas.

e) Perawatan Luka
Penggunaan balutan yang efeklif dan tepat menjadi bagian yang
penting untukmemastikan penanganan ulkus diabetes yang optimal.
Pendapat mengenai lingkungan sekitar luka yang bersih dan lembab
telah diterima luas. Keuntungan pendekatan ini yaitu mencegah
dehidrasi jaringan dan kematian sel, akselerasi angiogenesis, dan
memungkinkan interaksi antara faktor pertumbuhan dengan sel target.
Pendapat yang menyatakan bahwa keadaan yang lembab dapat
meningkatkan kejadian infeksi tidak pernah ditemukan.
7. Pencegahan
Pencegahan diabetes melitus meliput (Jefcoate, 2003), (Chadwick, 2013):
1. Pengawasan dan perawatan penyakit diabetes dapat mencegah ulkus
diabetes. Pengaturankadar gula darah dapat mencegah neuropati
perifer atau mencegah keadaan yang lebih buruk.
2. Penderita diabetes harus memeriksa kakinya setiap hari, menjaga tetap
bersih dengan sabun dan air serta menjaga kelembaban kaki dengan
pelembab topikal.
3. Sepatu dan alas kaki harus dipilih secara khusus untuk mencegah
adanya gesekan atau tekanan pada kaki.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Diagnosis Kasus
Diagnosi pada kasus ini adalah:
1. DM tipe II
Pada anamnesis didapatkan adanya keluhan klasik seperti poliuri,
polidipsi, dan polifagi ditambah dengan hasil pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 19 April 2014 (GDS = 264). Hal ini sesuai dengan kriteria

diagnosi DM berdasarkan Perkeni (2011) yang menyatakan bahwa Jika


keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu
>200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM.
Selain itu, diagnosis DM juga diperkuat dengan pengakuan pasien yang
mengatakan bahwa dirinya senang mengkonsumsi makanan dan minuman
yang manis-manis. Pasien juga pernah didiagnosis DM pada tahun 2013
namun jarang control untuk berobat.
2. Ulkus diabetikum
Pada anamnesis didapatkan bahwa keluhan utama pasien masuk
rumah sakit adalah adanya luka di telapak kaki kiri sejak 3 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Luka dirasakan terus menerus sepanjang hari,
tidak membaik, dan semakin hari makin berair, bengkak dan kulitnya
mengelupas. Awalnya pasien merendam kakinya di baskom dengan air
hangat, tanpa disadari 3 minggu kemudian timbul melepuh pada kaki kiri,
kaki kiri membengkak. Semakin hari luka semakin melebar dan beberapa
bagian kulit mengelupas, berair dan sedikit keluar darah, tetapi tidak nyeri.
Luka tersebut berair serta sedikit berbau.
Terjadinya ulkus diabetikum pada pasien ini disebabkan karena
kurangnya kesadaran pasien dalam mengontrol diet sehari-hari. Selain itu
juga pasien jarang berobat dan kontrol rutin selama 6 bulan terakhir. Hal
tersebut menyebabkan terjadinya neuropati perifer sehingga hilangnya
atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki. Hal ini terbukti dengan
pengakuan pasien yang mengatakan bahwa awal terjadinya luka adalah
karena pasien tidak merasakan saat kakinya berada didalam baskom yang
berisi air panas. Adanya infeksi dapat memperparah kejadian ulkus.
Berdasarkan klasifikasi ulkus Wagner-Meggit, pada kasus ini ulkus
diabetic yang diderita pasien sudah pada klasifikasi grade 2 yaitu ulkus
dalam tanpa terlibat tulang / pembentukan abses. Hal ini ditegakkan
berdasarkan pemeriksaan fisik status lokalis pedis sinistra.

Terdapat

sebuah luka pada punggung telapak kaki kiri dengan ukuran hampir
mengenai seluruh punggung telapak kaki dengan dasar jaringan epidermis
dan dermis, terdapat bagian yang utuh dan terdapat bagian yang
mengelupas, terdapat pus, terdapat tanda-tanda infeksi, tidak ada

deformitas pada tulang. Perabaan hangat, edema, kemerahan, fungsinya


menurun, tidak nyeri, tidak dapat merasakan sentuhan.
Berdasarkan Guideline The Infectious Disease of America,
mengelompokkan kaki diabetik yang terinfeksi, maka pada kasus ini
termasuk dalam kategori mild, yaitu terbatas hanya pada kulit dan jaringan
subkutan.
3. Hipoalbumin
Pada anamnesis keluhan penyerta pasien adalah pembengkakan
pada kaki dan tangan. Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya pitting
edema pada kedua ekstremitas superior dan inferior. Pada pemeriksaan
laboratorium tanggal 22 April 2014 didapatkan kadar albumin 2,31 g/dl.
Menurut Rusli, et all (2011), kadar albumin normal dalam darah adalah
3,5-5 g/dl.
Albumin adalah protein dalam plasma darah yang salah satu
fungsinya untuk mempertahankan tekanan onkotik dalam darah. Jika kadar
albumin menurun maka akan terjadi penurunan tekanan onkotik sehingga
cairan akan keluar menuju ruangan interstisial. Pengeluaran cairan ke
ruang interstisial ini yang kemudian bermanifestasi klinis terjadinya
edema.

B. Analisa Terapi Kasus


1. IVFD NaCl 3% 7 tpm
Merupakan larutan hipertonis yang mengandung natrium dan klorida.
Biasanya penggunaan cairan ini digunakan pada pasien dengan
hiponatremi. Pemilihan tetesan 7 tpm pada kasus ini adalah untuk
mencegah terjadinya kondisi edema yang lebih parah sehingga tetesan
yang berikan tidak terlalu cepat.
2. Plasbumin 20% 100cc 1 kolf
Komposisi: albumin
Indikasi: pengobatan darurat pada syok; terapi luka bakar; hipoalbumin
dengan atau tanpa edema; pencegahan dan terapi edema otak.
Farmakologi: albumin merupakan protein dalam plasma darah yang
berfungsi untuk mempertahankan tekanan onkotik dalam darah sehingga
cairan tidak keluar ke ruang interstisial.
3. Infus Metronidazole 3x500mg/24 jam

Komposisi: tiap 100 ml mengandung metronidazole 500 mg


Farmakologi: metronidazole merupakan antibiotic yang

bersifat

bactericidal terhadap bakteri-bakteri anaerob.


Indikasi: mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri-bakteri anaerob.
Mencegah infeksi sesudah pembedahan (post operative infection)
Kontraindikasi: pada kehamilan trisemester I, pemakaian metronidazole
harus dipertimbangkan dengan dosis yang rendah dan dalam waktu
sependek mungkin.
Efek samping: gangguan gastrointestinal, reaksi anafilaksis, dan nyeri
kepala. Pada pemberian jangka panjang bisa menyebabkan neuropati
peripheral.
4. Inj. Ceftadizime 2 x 1 gr (IV)
Indikasi: untuk menangani infeksi tertentu terutama untuk mengatasi
infeksi yang sudah resisten terhadap antibiotic lain.
Farmakologi: ceftazidime adalah kelompok obat antibiotic golongan
cephalosporin yang bersifat bakterisidal terhadap sebagian besar beta
laktam dan memiliki spectrum luas.
Dosis: 1-2 gr IV/IM. Dosis maksimal 6 gr/hari
5. Inj. Furosemid 3x1 amp (IV)
Indikasi: edema dan diuresis pada intoksikasi
Farmakologi: furosemid adalah salah satu derivate asam antranilat yang
efektif sebagai diuretic. Mekanisme kerja furosemid adalah menghambat
penyerapan

kembali

natrium

oleh

sel

tubuli

ginjal.

Furosemid

meningkatkan pengeluaran air, natrium, kalium, klorida dan tidak


mempengaruhi tekanan darah normal.
Dosis: tablet. Dewasa: 1-2 tablet/ hari dengan dosis maksimum 5 tablet/
hari. Anak-anak. 1-2 mg/kgBB/hari, maksimum 6 mg/kgBB/hari. Injeksi.
Dewasa: awal 20-40 mg IV/IM. Dosis maksimal 600 mg/hari.
6. Inj. Metoclopramide 3x1 amp (IV)
Indikasi: untuk meringankan symptom diabetic gastroparesis akut;
menanggulangi mual dan muntah metabolik karena obat setelah operasi;
rasa terbakar akibat reflux esophageal
Farmakologi: metoclopramide bekerja seperti obat kolinergik tetapi tidak
dapat mempengaruhi gastrin dalam serum. Mekanisme yang pasti tidak
jelas, tapi mempengaruhi secara langsung CTZ dengan menghambat
reseptor dopamine pada CTZ.
Dosis: dewasa
7. PO. Aspar K 2 x 300 mg tab

Komposisi: K I-aspartate
Indikasi: suplemen vitamin K pada hipokalemi
Dosis: 1-3 tablet/ hari atau lebih bila perlu
8. PO Nitrokaf 2 x 2.5 mg
Komposisi: gliseril trinitrat.
Indikasi: pencegahan dan pengobatan angina pectoris
Dosis: 2-3x/ hari

BAB V
KESIMPULAN
1. Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
2. Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus yang
mengakibatkan terjadinya luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput
lender.
3. Diagnosis pada kasus ini adalah:
a. DM tipe II
b. Ulkus diabetikum
c. Hipoalbumin
4. Penatalaksanaan pada kasus ini adalah penngaturan diet DM, latihan jasmani,
pengobatan DM secara rutin, dan perawatan ulkus diabetikum secara berkala.

DAFTAR PUSTAKA

Boulton, Andrew J.M., Robert S. Kirsner dan Loretta Vileikyte. 2004 Clinical
Practice : Neuropathic Diabetic Foot Ulcers. Massachuset :New England
Journal of Medicine; Vol.351; Issue 1:48-55.
Chadwick, Paul et al.. 2013. Best Practice Guidelines : Wound Management in
Diabetic Foot Ulcers Management in Diabetic Foot Ulcers. London
:Wounds InternationalA division of SchofieldHealthcare Media
LimitedEnterprise House
Frykberg, Robert G. 2002. Diabetic Foot Ulcers: Pathogenesis and Management.
Iowa : Des Moines University; Vol. 22; No. 9
Jeffcoate, William J. dan Keith G Harding. 2003. Diabetic Foot Ulcers.
Nottingham :Department of Diabetes and Endocrinology City Hospital.
Perkeni.2011. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Indonesia.Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Price, Sylvia A..2005. Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi
4. Jakarta: EGC
Singh, Simerjit, Dinker R Pai dan Chew Yuhhui. 2013. Diabetic Foot Ulcer
Diagnosis and Management. Melaka :Department of Orthopaedics, Melaka
Manipal Medical College; Vol.1; Issue 3
Tjokroprawiro, Askandar. 2001. Angiopati Diabetik. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I Edisi III, Jakarta : Balai Penerbitan FKUI; 601 16.
Waspadji, Sarwono.2001. Gambaran Klinis Diabetes Melitus. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid IEdisi III, Jakarta : Balai PenerbitanFKUI; 586 9.
Weir, Gregory. 2010. .A Diabetic Foot Ulcer Should Be Regarded as AMedical
Emergency.Pertoria :Diabetic Foot Ulcers Evidence-Based Wound
Management. Vol.28 No.4

Anda mungkin juga menyukai