DEFINISI
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya
kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah
kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau
kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002).
Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut Hidremia atau
Hipervolemia. Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan
bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah
sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah
dalam kehamilan dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam
kehamilan antara 32 dan 36 minggu (Wiknjosastro, 2002). Secara fisiologis, pengenceran
darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya
kehamilan.
Frekuensi anemia dalam kehamilan
Di seluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar antara
10 % dan 20 %. Karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting
dalam timbulnya anemia maka dapat difahami bahwa frekuensi itu leibh tinggi lagi di
negeri negeri yang sedan berkembang, dibandingkan dengan negeri negeri yang
sudah maju. Menurut penyelidikan Hoo Swie Tjiong frekuensi anemia dalam kehamilan
setinggi 18,5 %, pseudoanemia 57,9 %, dan wanita hamil dengan Hb 12 g / 100 ml atau
lebih sebanyak 23,6 %; Hb rata rata 12,3 g / ml dalam trimester I, 11,3 g / 100 ml dalam
trimester II, dan 10,8 g / 100 ml dalam trimester III. Hal itu disebabkan karena
pengenceran darah menjadi makin nyata dengan lanjutnya umur kehamilan, sehingga
frekuensi anemia dalam kehamilan meningka pula.
Terapi
Apabila pada pemeriksaan kehamilan hanya Hb yang diperiksa dan Hb itu kurang
dari 10 g / 100 ml, maka wanita dapat dianggap sebagai menderita anemia defisiensi besi,
baik yang murni maupun yang dimorfis, karena tersering anemia dalam kehamilan
anemia defisiensi besi.
Pengobatan dapat dimulai dengan preparat besi per os. Biasanya diberikan garam
besi sebanyak 600 1000 mg sehari, seperti sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus. Hb
dapat dinaikan sampai 10 g / 100 ml atau lebih asal masih ada cukup waktu sampai janin
lahir. Peranan vitamin C dalam pengobatan dengan besi masih diragukan oleh beberapa
penyelidik. Mungkin vitamin C mempunyai khasiat untuk mengubah ion ferri menjadi
ion ferro yang lebih mudah diserap oleh selaput usus.
Terapi perenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan obat besi per
os, ada gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan, atau apabila kehamilannya
sudah tua. Besi parenteral diberikan dalam bentuk ferri. Secara intramuskulus dapat
disuntikan dekstran besi ( imferon ) atau sorbitol besi ( Jectofer ). Hasilnya lebih cepat
dicapai, hanya penderita merasa nyeri di tempat suntikan.
Juga secara intravena perlahan lahan besi dapat diberikan, seperti ferrum
oksidum sakkaratum ( Ferrigen, Ferrivenin, Proferrin, Vitis ), sodium diferrat
( Ferronascin ), dan dekstran besi ( imferon ). Akhir akhir ini Imferon banyak pula
diberikan dengan infus dalam dosis total antara 1000 2000 mg unsur besi sekaligus,
dengan hasil yang sangat memuaskan. Walaupun besi intravena dan dengan infus kadang
kadang menimbulkan efek sampingan, namun apabila ada indikasi yang tepat, cara ini
dapat dipertanggungjawabkan. Komplikasi kurang berbahaya dibangdingkan dengan
transfusi darah.
Transfusi darah sebagai pengobatan anemia dalam kehamilan sangat jarang
diberikan walaupun Hb-nya kurang dari 6 g / 100 ml apabila tidak terjadi perdarahan.
Darah secukupnya harus tersedia selama persalinan, yang segera harus diberikan apabila
terjadi perdarahan yang lebih dari biasa, walaupun tidak lebih dari 1000 ml.
Pencegahan
Di daerah daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi sebaiknya setiap
wanita hamil diberi sulfas ferrosus atau glukonas ferrosus, cukup 1 tablet sehari. Selain
itu wanita dinasehatkan pula untuk makan lebih banyak protein dan sayur sayuran yang
mengandung banyak mineral serta vitamin.
Prognosis
Prognosis anemia defiesiensi besi dalam kehamilan umumnya baik bagi ibu dan
anak. Persalinan dapat berlangsung seperti biasa tanpa perdarahan banyak atau
komplikasi lain. Anemia berat yang tidak diobati dalam kehamilan muda dapat
menyebabkan abortus, dan dalam kehamilan tua dapat menyebabkan partus lama,
perdarahan postpartum, dan infeksi.
Walaupun bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita anemia defisiensi besi
tidak menunjukan Hb yang rendah, namun cadngan besinya kurang, yang baru beberapa
bulan kemudian tampak sebagai anemia infantum.
II. ANEMIA MEGALOBLASTIK
Anemia megablastik dalam kehamilan disebabkan karena defisisiensi asam folik (
pteroylglutamic acid ), jarang sekali karena defisiensi vitamin B12 ( cyanocobalamin ).
Berbeda dari di Eropa dan di Amerika Serikat frekuensi anemia megaloblastik dalam
kehamilan cukup tinggi di Asia, seperti India, Malaysia, dan di Indonesia. Hal itu erat
hubungannya dengan defisiensi makanan.
Diagnosis
Diangonosis anemia megaloblastik dibuat apabila ditemukan megloblas atau
promegaloblas dalam darah atau sumsum tulang. Sifat khas sebagai anemia makrositer
dan hiperkrom tidak selalu dijumpai, kecuali bila anemianya sudah berat. Seringkali
anemia sifatnya normositer dan normokrom. Hal itu disebabkan karena defisiensi sam
folik sering berdampingan dengan defisiensi besi dalam kehamilan.
Perubahan perubahan dalam leukopoesis, seperti metamielosit datia dan sel
batang datia yang kadang kadang diesertai vakuolisasi, dan hipersegmentasi granulosit,
5
terjadi lebih dini pada defiesiensi asam folik dan vitamin B12, bahkan belum terdapat
megaloblastosis. Ciri ciri merupakan petunjuk yang kuat bagi defisiensi asam folik dan
vitamin B12. Juga pemeriksaan asam formimino glutamik dalam air kencing ( Figlu
test ) dapat membantu dalam diagnosis. Kadar asam folik tidak dapat dipakai sebagai
diagnostikum.
Diangnosis pasti baru dapat dibuat dengan percobaan penyerapan ( absorption
test) dan percobaan pengeluaran ( clearance test ) asam folik. Pengobatan percobaan
dengan asam folik dapat pula menyokong diagnosis; naiknya jumlah retikulosit dan kadar
Hb menunjukan defisiensi asam folik.
Pada anemia dimorfis gambaran darah yang mula mula normositer dan
normokrom, setelah pemberian asam folik, jelas berubah menjadi mikrositer dan
hipokrom karena defisiensi asam folik sudah dikoreksi, akan tetapi defisiensi besi belum.
Terapi
Dalam pengobatan anemia megalioblastik dalam kehamilan sebaiknya bersama
sama dengan asam folik diberikan pula besi. Tablet asam folik diberikan dalam dosis 15
30 mg sehari. Jikalu perlu, asam folik diberikan dengan suntikan dalam dosis yang sama.
Apabila anemia megaloblastik disebabkan oleh defisiensi vitamin B12 ( anemia
pernisiosa Addison Biermer ), makapenderita harus diobati dengan vitamin B12 dengan
dosis 100 -1000 mikrogram sehari, baik per os maupun parenteral.
Karena anemia megaloblastik dalam kehamilan pada umumnya berat dan kadang
kadang degil seifatnya, maka transfusi darah kadang - kadang diperlukan apabila tidak
cukup waktu karena kehamilan dekat aterm, atau apabila pengobatan dengan pelbagai
obat penambah darah bisa tidak berhasil.
Pencegahan
Pada umumnya asam folik tidak diberikan secara rutin, kecuali di daerah daerah
dengan frekuensi anemia megaloblastik yang tinggi. Apabila pengobatan anemia dengan
besi saja tidak berhasil, maka besi harus ditambah dengan asam folik.
Prognosis
6
Prognosis bagi ibu dan anak tergantung pada berat dan sebab anemianya, serta
berhasil tidaknya pengobatan.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Wiknjisastro H, Safiudin AB, Rachimahadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Bina
Pustaka Sarwono Prawihardjo, Jakarta, 2000.
2. Mochtar R, Lutan D. Sinopsis Obstetri. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta, 1998.
3. Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM,
Jenson HB, Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16.
Philadelphia ; Saunders, 2000 : 1469-71.
4. Watts, H, David. Terapi Medik ( Handbook of Medical Treatment ). Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1984
5. Darmawan, Iyan. Kapita Selekta Haematologi. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1989.
11