I.
TUJUAN
1. Menentukan jumlah rendemen pada sintesis asam benzoat dari oksidasi toluena
dengan garam kalium permanganat.
2. Menentukan adanya asam benzoat secara kualitatif dengan uji warna dan uji
esterifikasi.
3. Menentukan titik lebur asam benzoat.
4. Menentukan kemurnian asam benzoat.
II.
TEORI DASAR
Asam benzoat adalah senyawa turunan benzena dengan rumus kimia
C6H5COOH. Asam benzoat berbentuk kristal berwarna putih dan merupakan asam
karboksilat aromatik yang paling sederhana. Asam benzoat memiliki sifat fisis di
antaranya titik leleh 122 oC atau 252 oF dan titik didih 249 oC atau 480 oF. Asam
benzoat biasa digunakan sebagai bahan pengawet dalam makanan. Berikut adalah
struktur asam benzoat:
suhu
padat
cair
padat/cair
waktu
Gambar 2: Diagram fase suhu terhadap waktu
III.
Rotary evaporator
Reflux condenser
Corong tetes
Corong Buchner
Corong pemisah
Labu Erlenmeyer
Tabung reaksi
Gelas kimia
Kertas saring
19.
20. Bahan:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Etanol absolut
Aquades
Heksana
Larutan NaOH 10%
Larutan KMnO4
HCl 1 N
7. Karbon aktif
8. Na2SO4 anhidrat
9. Asam asetat
10. Larutan FeCl3 1%
11. Hidrogen peroksida
12. H2SO4 pekat
IV.
V.
VI.
VII.
PROSEDUR
1. Pembuatan Asam Benzoat
VIII. Labu tiga leher, reflux condenser, dan corong tetes disusun.
Kemudian labu dimasukkan 10 mL toluena dan ditambahkan 10 mL natrium
hidroksida 10%. Setelah itu, larutan ditetesi dengan kalium permanganat
sebanyak 1 tetes. Mesin reflux dinyalakan dan larutan direflux selama 45 menit.
Setelah itu, dilakukan penyesuaian dengan suhu kamar agar tidak terlalu panas.
IX.
Campuran disaring dengan corong Buchner. Solid yang masih
terdapat pada kertas saring dibersihkan dengan aquades sekitar 30 mL agar asam
benzoatnya terlarut. Filtrat dan hasil bilas tadi dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer. Kemudian campuran ditambahkan asam klorida 1 N agar suasananya
asam.
X.
itu dimasukkan heksana sebanyak 100 mL. Corong pemisah ditutup kemudian
dikocok pelan agar tidak tercampur dan membentuk emulsi. Lapisan organik
(berada di lapisan atas) dikumpulkan ke dalam labu Erlenmeyer 500 mL. lapisan
air yang masih tersisa diekstrak kembali sebanyak dua kali dengan penambahan
50 mL heksana tiap pengekstrakkan.
XI.
Lapisan organik yang telah dikumpulkan ditambahkan natrium
sulfat anhidrat kemudian dikocok sampai warnanya menjadi jernih. Larutan
disaring dengan kertas saring. Lalu filtrat tersebut diuapkan dengan rotary
evaporator. Setelah itu hasil rotary evaporator diambil dan ditambahkan kira-kira
100 mL air panas dan 2 gram karbon aktif. Campuran dipanaskan hingga
mendidih. Kemudian campuran disaring dengan kertas saring. Setelah itu
dibiarkan dingin sampai membentuk kristal. Lalu dikeringkan dengan oven
selama 30 menit dalam suhu 60 oC.
XII.
2. Pengujian Asam Benzoat: Uji Warna
XIII. Tabung reaksi dimasukkan sampel. Sampel ditambahkan 2 mL air
panas. Kemudian diteteskan 2 tetes asam asetat, 2 tetes larutan besi(III) klorida 1
XXVII.
Mol
kalium
permanganat
massa
0,1
4
=
=6,328. 10 mol
bobot molekul 158,03
XXVIII.
KOH
XXIX.
m
XXX.
r
XXXI.
s
XXXII.
XXXIII.
C6H5COOH + 2 KMnO4
C6H5COOH + 2 MnO2 + 2
0,093 mol
6,32 . 10-4 mol
-4
3,16 . 10 mol 6,32 . 10-4 mol
0,093 mol
3,16 . 10-4 mol
Massa asam benzoat = mol . Mr
Massa asam benzoat = 3,16 . 10 -4 mol . 122,12 = 0,038 gram = 38
XXXV.
mg
XXXIV.
DISKUSI DAN PEMBAHASAN
XXXVI. Asam benzoat dapat dibuat dengan mengoksidasi toluena dalam
suasana basa. Toluena dioksidasi dengan KMnO4 sehingga terbentuk kalium benzoat.
Setelah dilarutkan dalam HCl (pengasaman), asam benzoat akan terbentuk.
XXXVII.
XXXVIII. Reaksi yang berlangsung adalah:
XXXIX.
XL.
C6H5COOH + 2 KMnO4 C6H5COOH + 2 MnO2 + 2 KOH
XLI.
XLII.
Reaksi ini berlangsung dalam suasana basa. Suasana basa pada
percobaan ini dibuat dengan cara memberikan natrium hidroksida pada toluena.
Natrium hidroksida dalam reaksi juga berperan sebagai katalis. Oksidator dalam
reaksi adalah Kalium permanganat. Kalium permanganat digunakan karena bersifat
oksidator kuat. Selain kalium permanganat, ion kromat (CrO4-2) dan dikromat (Cr2O72
sedikit agar dapat mengoksidasi toluena dengan baik. Larutan akan berwarna ungu
setelah penambahan kalium permanganat.
XLIII.
Reaksi oksidasi dapat berjalan dengan cepat bila dibantu energi
panas sehingga pada saat percobaan, digunakan reflux condenser. Prinsip kerja reflux
condenser ada empat, yaitu:
1. Proses heating terjadi pada saat feed dipanaskan di labu didih,
2. Proses evaporating (penguapan) terjadi ketika feed mencapai titik didih dan
berubah fase menjadi uap. Uap tersebut kemudian masuk ke dalam kondensor,
3. Proses cooling terjadi di dalam ember. Di dalam ember, terdapat es batu dan
air, sehingga ketika kita menghidupkan pompa. Air dingin akan mengalir dari
bawah menuju kondensor luar. Air harus dialirkan dari bawah kondensor agar
tidak ada turbulensi udara yang menghalangi dan air akan terisi penuh,
4. Proses kondensasi (Pengembunan) terjadi di dalam kondensor. Karena terjadi
perbedaan suhu antara kondensor dalam yang berisi uap panas dengan
kondensor luar yang berisikan air dingin, sehingga terjadi penurunan suhu dan
perubahan fase dari steam menjadi liquid kembali.
XLIV.
Metode refluks digunakan agar senyawa yang bereaksi tidak hilang karena
menguap selama proses pemanasan. Refluks dilakukan selama 45 menit. Jika kurang
dari 45 menit, kalium permanganat akan bersisa pada campuran. Karena sifat toluena
mudah menguap, maka pendinginan yang efisien pada refluks diperlukan. Labu tiga
leher harus tertutup dengan rapat agar tidak ada senyawa yang hilang karena
menguap.
XLV.
akan berubah menjadi coklat karena terbentuk endapan MnO2. Selain terbentuk
MnO2, senyawa yang terbentuk adalah kalium benzoat. Kemudian larutan disaring
dengan corong Buchner. Corong Buchner merupakan alat penyaring dengan labu
penampungnya dibuat vakum sehingga proses penyaringan berjalan lebih efisien.
Endapan padat MnO2 akan tertinggal di kertas saring. Padatan yang tertinggal dibilas
dengan kira-kira 30 ml air agar benzoat yang masih ada di padatan dapat terlarut dan
menembus filter.
XLVI.
Filtrat yang telah dikumpulkan kemudian diasamkan dengan
penambahan HCl pekat 1 N. HCl ditambahkan sedikit demi sedikit sampai pH larutan
berubah menjadi asam dengan pengujian lakmus biru. Penambahan HCl berperan
dalam substitusi kalium pada kalium benzoat dengan atom hidrogen sehingga menjadi
asam benzoat. Ion kalium akan terlepas dan mengikat ion Cl - menjadi KCl. Karena
asam benzoat telah terbentuk maka dilakukan ekstraksi cair-cair untuk mengambil
asam benzoat dalam larutan.
XLVII.
Ekstraksi cair-cair adalah metode pemisahan senyawa dengan
melibatkan proses pemindahan satu senyawa atau lebih dari satu fasa ke fasa lain dan
didasarkan pada prinsip kelarutan. Dalam sistem ini satu atau lebih senyawa akan
berada dalam salah satu pelarut dan sebagian besar lainnya berada di pelarut yang
kedua. Prinsip umum ekstraksi cair-cair adalah senyawa yang diinginkan kurang larut
dalam pelarut yang satu tetapi sangat larut dalam pelarut yang lain. Ekstraksi
dilakukan di dalam corong pemisah. Pada corong pemisah akan terbentuk dua fasa,
yaitu fasa organik dan anorganik. Fasa organik yang digunakan adalah heksana
karena asam benzoat yang merupakan senyawa non polar akan lebih larut di dalam
heksana dibandingkan dalam fasa air atau fasa anorganik. Proses ekstraksi akan
berhenti jika terjadi keseimbangan dalam distribusi pelarutan sehingga pengulangan
diperlukan agar keseimbangan di perbarui dan asam benzoat yang didapatkan
semakin maksimal.
XLVIII. Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali dengan volume heksana
100 ml, 50 ml dan 50 ml. Fasa organik yang telah dikumpulkan kemudian
ditambahkan natrium sulfat anhidrat untuk menyerap air yang kemungkinan masih
ada di fasa organik. Natrium sulfat anhidrat digunakan karena merupakan drying
agent yang dapat menarik air lebih banyak daripada CuSO 4 atau CaCO3. Selain itu
CuSO4 berwarna biru setelah menarik air sehingga akan mengganggu pengamatan.
Pegadukan natrium sulfat anhidrat tidak perlu sampai terlarut semua, tetapi sampai
larutan fasa organik menjadi jernih dan tidak berwarna.
XLIX.
Setelah penarikan air dari larutan fasa organik, larutan disaring
dengan kertas saring untuk menyaring natrium sulfat dalam larutan. Kemudian
larutan diuapkan dengan rotary evaporator untuk menghilangkan heksana yang
merupakan pelarut. Prinsip utama dari rotary evaporator yaitu menggunakan prinsip
vakum destilasi, sehingga tekanan akan menurun dan pelarut akan menguap dibawah
titik didihnya. Oleh karena itu heksana, akan menguap dan senyawa terlarut tidak ikut
menguap namun mengendap. Selain itu, dengan pemanasan dibawah titik didih
pelarut, senyawa terlarut tidak akan rusak oleh suhu tinggi.
L. Hasil yang didapatkan dari proses rotary evaporator adalah padatan
senyawa terlarut. Padatan yang didapatkan dari rotary evaporator mengandung asam
benzoat, namun tidak murni. Sehingga perlu dilakukan pemurnian asam benzoat
dengan cara kristalisasi. Prinsip pemurnian ini adalah asam benzoat yang mudah larut
dalam air panas namun sukar larut dalam air dingin. Selain itu, pengotor yang
terdapat pada padatan asam benzoat ada yang larut di air pada suhu mana pun atau
ada yang tidak larut sama sekali di suhu mana pun. Sehingga kristalisasi dengan
pelarut air dapat dilakukan untuk pemurnian asam benzoat.
LI. Padatan dilarutkan dalam 100 ml air panas dan ditambahkan karbon aktif.
Karbon aktif berfungsi untuk menarik pengotor. Kemudian larutan dididihkan agar
meningkatkan suhu larutan. Setelah dididihkan, larutan disaring dengan kertas saring
untuk mengeliminasi karbon aktif dalam larutan. Kemudian larutan didinginkan
sehingga kristal dapat terbentuk. Kristal yang terbentuk kemudian dikeringkan
dengan cara menempatkannya di kaca arloji dan diletakkan di oven dengan suhu 60
o
C selama 30 menit.
LII.
LIII.
LIV.
LV.Pada percobaan kali ini, kristal asam benzoat tidak terbentuk. Berikut
adalah analisis tidak terbentuknya kristal:
1. Jumlah KMnO4 yang sedikit sehingga produk yang dihasilkan pun juga
sedikit.
2. Pada saat mengkristalisasi dengan air, pelarut yang digunakan berlebihan
sehingga hasil rendemen menjadi sedikit.
3. Penutupan wadah pada saat penyimpanan tidak menggunakan plastic wrap
sehingga wadah tidak tertutup dengan rapat. Jika tidak tertutup dengan rapat,
ada kemungkinan bahwa zat telah menguap pada saat penyimpanan.
LVI.
Pengujian warna pada asam benzoat baku yang disediakan oleh
laboratorium menghasilkan warna ungu violet. Hal ini membuktikan bahwa asam
benzoat baku yang diuji merupakan asam benzoat. Sedangkan pada pengujian
esterifikasi menghasilkan aroma permen karet (aroma ester). Hal ini juga
membuktikan bahwa asam benzoat baku yang diuji merupakan asam benzoat.
LVII.
LVIII.
LIX.
LX.
LXI.
Pada
menentukan
titik
lebur
digunakan
alat
elektrotermal. Elektrotermal merupakan alat ukur titik leleh yang modern karena
pengamatan sangat mudah untuk dilakukan. Ketika mulai dan berakhirnya semua
padatan mencair maka alat akan mengeluarkan bunyi alarm. Suhunya dapat diatur
sesuai yang ingin dicapai dan pengamatan dilakukan dengan menggunakan kaca
pembesar agar dapat melihat semua padatan telah menjadi cair.
LXII.
LXIII.
LXIV.
LXV.
LXVI.
Gambar 7: Elektrotermal
faktor, yaitu tekanan di atas permukaan zat padat dan ketidakmurnian zat padat.
Semakin besar tekanan di atas permukaan zat padat, maka zat padat tersebut akan
lebih mudah melebur, artinya titik lebur lebih tinggi. Semakin tidak murni suatu zat,
maka zat akan makin sulit membeku dan perbedaan titik lebur dengan senyawa
murninya besar.
LXVII.
LXVIII.
LXIX. KESIMPULAN
1. Rendemen yang didapatkan adalah 0 %.
2. Pengujian warna pada asam benzoat baku menghasilkan warna ungu violet
sedangkan pengujian esterifikasi menghasilkan aroma permen karet.
3. Jarak lebur pada asam benzoat yang diuji adalah 121,9 122,4 oC.
4. Asam benzoat yang diuji pada penentuan titik lebur merupakan asam benzoat
murni.
LXX.
LXXI. DAFTAR PUSTAKA
LXXII.Anonim. 1979. Farmakope Indonesia, edisi ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 49.
LXXIII. Fessenden, R.J. dan Fessenden, J.S. 1982. Kimia Organik, Edisi ketiga,
Jilid 2. Jakarta: Erlangga. Halaman 82.
LXXIV. Rahayu, Iman. 2008. Praktis Belajar Kimia. Jakarta: Grafindo Media
Pratama. Halaman 143.
LXXV. Svehla, G. 1990. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro, bagian II. Jakarta: Kalman Media Pusaka. Halaman 9 dan 402.