PENDAHULUAN
2.
3.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Indikator
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dalam pH yang terjadi dalam
titrasi agar dapat menentukan kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam
dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya menunjukkan
warna yang berbeda. Molekul-molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan
kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang
sederhana yaitu para nitrofenol yang merupakan suatu asam lemah dan berdisosiasi
(Norman H Nachtrieb, 2001).
Bentuk tak berdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai sistem
ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang bergantiganti (suatu sistem
tergonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai
sistem tergonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang lebih
panjang dibanding dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang tanpa sistem
tergonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spektrum yang tampak
dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna (Day, 1983).
Indikator terkenal fenolftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-mula
berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian dengan kehilangan
hidrogen kedua, menjadi ion dengan sistem tergonjugasikan, maka dihasilkanlah warna
merah. Metil jingga, indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan suatu basa
dan berwarna kuning dalam bentuk molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan
suatu kation yang berwarna merah muda (Norman H Nachtrieb, 2001).
Ada sedikitnya dua sumber kesalahan dalam penentuan titik akhir suatu titrasi dengan
menggunakan indikator visual. Satu terjadi apabila indikator yang digunakan tidak
berubah warna pada pH yang sesuai. Ini merupakan kesalahan tetap dan dapat
dibetulkan dengan penentuan suatu blangkot indikator. Ini hanyalah volum asam atau
basa yang diperlukan untuk merubah pH dari pH pada titik ekivalen ke pH pada saat
indikator berubah warna. Blangko indikator biasanya ditentukan secara eksperimental
(Day, 1983).
Kesalahan kedua dalam keadaan asam yang sangat lemah (atau basa) dengan kelandaian
kurva titrasi tidak yang besar dan dengan demikian perubahan warna pada titik ekivalen
tidak tajam. Bahkan kalau indikator yang sesuai digunakan, suatu kesalahan tak tetap
terjadi dan tercermin dalam tiadanya ketepatan dalam memutuskan dengan tepat bila
perubahan warna terjadi. Penggunaan solven bukan air mungkin memperbaiki
ketajaman titik akhir pada keadaan-keadaan demikian (Day, 1983).
Agar mempertajam perubahan warna yang ditunjukkan oleh beberapa indikator,
campuran dari dua indikator atau dari suatu indikator dari suatu indikator dan suatu zat
warna indiferon, kadang-kadang digunakan metil jingga yang diubah yang terkenal
bagi titrasi karbonat merupakan campuran metil jingga dan zat warna ksilen sianole FF.
Pewarna ini menyerap beberapa dari panjang gelombang dari cahaya yang dipancarkan
oleh kedua bentuk berwarna, sehingga mengurangi ketumpang tindihan kedua warna.
Pada pH yang pertengahan, metil jingga menerima sebuah warna yang hampir
komplementer terhadap zat warna ksilen sianole FF dan larutannya tampak abu-abu.
Perubahan warna ini lebih mudah dideteksi dari pada perubahan yang berangsur-angsur
dari metil jingga dari kuning menjadi merah melalui beberapa corak jingga. Banyak
campuran dari dua indikator telah dianjurkan untuk perubahan warna yang akan
diperbaiki (Polling dan Harsono, 1992).
Reaksi antara zat yang dipilih sebagai standar primer dan asam atau basa jelas harus
memenuhi persyaratan bagi analisa titrimetrik. Tambahan pula standar primer harus
mempunyai sifat sifat berikut :
1.
Harus mudah didapat dalam bentuk murni atau dalam keadaan kemurnian yang
diketahui.
2.
Zat harus mudah dikeringkan dan tidak boleh demikian higroskopik sehingga
menarik air sewaktu ditimbang.
3.
Standar primer sepatutnya mempunyai berat ekivalen yang tinggi untuk dapat
mengurangi akibat kesalahan dalam penimbangannya.
4.
5.
6.
Bersifat stabil (tidak mudah terurai atau berubah menjadi zat lain).
7.
Dalam titrasi asam basa, zat yang digunakan sebagi larutan standar adalah kalium
hidrogenptalat. Zat ini adalah suatu asam bervalensi satu (Polling dan Harsono, 1992).
Pada setiap kasus, kesetimbangan reaksi kimia akan terganggu dan berubah dengan
adanya pengaruh beberapa faktor dari luar sistem reaksi. Suatu contoh sederhana,
larutan gula yang jenuh , jika ditambahkan lagi gula maka dengan pengadukan yang
lamapun tidak akan melarut, kecuali jika terjadi transfer energi. Namun kristal gula
(dalam larutan jenuhnya) akan segera larut jika sistem larutan dinaikkan suhunya
sistem pelarutan seperti ini akan menghasilkan larutan lewat jenuh/super jenuh setelah
didinginkan kembali.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Pengamatan
Tabel 4.1.1 Perlakuan dan Pengamatan
No
1.
Perlakuan
Pengamatan
Pembuatan Larutan Standar H2C2O4
Digunakan sarung tangan dan masker Tangan steril dan tidak
Disiapkan aluminium foil berbentuk
3.
kotak (wadah)
Disiapkan H2C2O4
Diletakkan H2C2O4 ke dalam
H2C2O4 titrat
Ditimbang dengan akurat
4.
gr
Dipindahkan ke labu takar dan
2.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
1.
2.
titrat
Ditambahkan pp sebagai indikator
pipet tetes
Diletakkan gelas ukur dibawah buret
NaOH
Dihomogenkan sampai berwarna
merah muda
Dihitung volume pada buret
larutan NaOH
Standarisasi Larutan HCl dengan larutan standar NaOH
Diambil 10ml HCl dipindahkan ke
Larutan HCl digunakan sebagai
gelas ukur
Ditetes 2 tetes indikator pp dengan
pipet tetes
titrat
Ditambahkan pp sebagai indikator
3.
4.
NaOH
Dihomogenkan sampai berwarna
merah muda
5.
larutan HCl
No
g H2C2O4
ml larutan
Konsentrasi (N)
1.
0,315 gr
50 ml
0,1 N
No
1.
10ml
10ml
0,1 N
No
1.
4.2
10ml
14ml
0,14 N
Perhitungan
Ditanya :
=1
= 12
= 16
eV H2C2O4
=2
M H2C2O4
= 0,1 N
V H2C2O4
= 50 ml = 0,05 L
gr H2C2O4
..?
Jawab :
Mr
= H2C2O4 2H2O
= (12) + (122) + (416) + (2(2 + 16))
= 2 + 24 + 64 + 36
= 126
BM
= Mr
eV
= 126
2
= 63
gr
= M BM V
= 0,1 N 63 0,05 L
= 0,315 gr
= 10 ml
V2 = V H2C2O4
= 10 ml
N2 = N H2C2O4
= 0,1 N
Ditanya :
N1 HCl ..?
Jawab
:
V1 . N1
= V2 . N2
10 ml . N1
= 10 ml . 0,1 N
N1
= 0,1 N
Ditanya:
V1
= V HCl
= 10 ml
V2
= V NaOH
= 6,7 ml
N2
= N NaOH
= 0,1 N
N1 ?
Jawab:
V1 . N1
= V2 . N2
10 ml . N1
= 6,7 ml . 0,1 N
N1
= 0,15 N
4.3
Reaksi Kimia
4.3.1
4.3.2
4.4
NaC2O4 + 2H2O
NaCl + H2O
Pembahasan
Prinsip percobaan tersebut didasarkan pada penentuan konsentrasi suatu zat yang telah
diketahui konsentrasinya untuk tepat bereaksi secara sempurna dengan larutan cuplikan.
Indikator asam-basa adalah senyawa halokromik yang ditambahkan dalam jumlah kecil
ke dalam sampel, umumnya adalah larutan yang akan memberikan warna sesuai dengan
kondisi pH larutan tersebut. Pada temperatur 25 C, nilai pH untuk larutan netral adalah
7,0. Di bawah nilai tersebut larutan dikatakan asam, dan di atas nilai tersebut larutan
dikatakan basa. Di bawah ini tabel indikator pada rentang pH dan perubahan warna
yang terjadi.
Tabel 4.4.1 Indikator pada rentang pH dan perubahan warna
Indikator
Rentang
Basa
Timol biru
Fenolftalein (pp)
pH
8,0-9,6
8,0-10,0
per 10 ml
1-5 tetes 0,1% larutan
kuning
1-5 tetes 0,1% larutan tak
Biru
Merah
-Naftolbenzein
9,0-11,0
Biru
Timolftalein
9,4-10,6
Biru
10,1-11,1
10,0-12,0
90% alcohol
1 tetes 0,1% larutan
1 tetes 0,1% larutan
Merah
Lilac
Nile biru
Alizarin kuning
berwarna
Biru
Kuning
11
Salisil kuning
10,0-12,0
orange-
Diazo ungu
Tropeolin O
10,1-12,0
11,0-13,0
coklat
Ungu
orange-
Nitramin
11,0-13,0
coklat
orange-
Poirrier's biru
Asam
11,0-13,0
12,0-13,4
berwarna
Biru
tak
coklat
ungu-pink
orange-
berwarna
merah
trinitrobenzoat
Kuning
Kuning
Jadi diketahui dari tabel diatas bahwa pada indikator fenolftalien rentang pHnya yaitu 8
- 10 dengan perubahan warna pada keadaan asam tak berwarna (bening) sedangkan
pada keadaan basa berwarna merah. Proses titrasi dilakukan sampai muncul perubahan
warna dari yang tidak berwarna menjadi berwarna merah jambu, warna merah jambu
adalah pengaruh dari PP. Fenolftalein mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH
8 10). Struktur PP akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton
dipindahkan dari struktur fenol dari PP sehingga pH-nya meningkat akibat akan terjadi
perubahan warna. PP sendiri bersifat asam lemah, karena syarat suatu indikator adalah
asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk
tidak terionisasinya.
Titrasi merupakan salah satu cara analisa yang dilakukan dalam analisa kuantitatif
larutan. Larutan yang telah diketahui normalitasnya adalah larutan standar. Larutan
standar tersebut tebagi menjadi dua, yakni larutan standar primer dan larutan standar
sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang secara langsung dapat diketahui
konsentrasinya karena didapatkan dari hasil penimbangan, umumnya konsentrasinya
dinyatakan dalam normalitas atau moralitas. Larutan standar primer yang digunakan
dalam standarisasi larutan ini adalah larutan oksalat. Larutan standar sekunder
merupakan larutan yang konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan. Larutan
standar sekunder yang digunakan pada standarisasi larutan adalah larutan NaOH dan
larutan HCl.
Di dalam titrasi kita mengenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik
ekuivalen adalah suatu keadaan dimana asam dan basa tepat habis bereaksi. Titik
ekuivalen dapat terlihat dari perubahan secara visual, yakni warna, endapan dan
kekeruhan. Titik akhir titrasi adalah suatu keadaan dimana titrasi harus dihentikan tepat
pada saat indikator menunjukkan perubahan warna. Pada titik akhir titrasi ini kondisi
indikator dan titrasi sudah sesuai atau paling tidak sedikit perbedaan yang terjadi. Tetapi
sangat sulit mencari indikator yang mempunyai pH interval mendekati pH ekuivalen.
Maka pada percobaan ini digunakan fenolftalein (pp) sebagai indikatornya. Indikator
jenis ini yang sering digunakan karena tergolong asam yang sangat lemah yaitu diprotik
dan tidak berwarna. PP (fenolftalein) berdisosiasi menjadi suatu bentuk tidak berwarna
dan kemudian dengan kehilangan hidrogen kedua menjadi ion dengan sistem
tergonjugasikan, maka dihasilkan warna merah (pada kondisi basa) dan tidak berwarna
(pada kondisi asam).
Pada standarisasi larutan NaOH dilakukan dengan cara larutan H 2C2O4 dititrasi dengan
larutan NaOH. Dalam proses ini digunakan fenolftalein sebagai indikator. Saat
melakukan proses titrasi harus dilakukan dengan teliti sehingga pada titik akhir titrasi
larutan H2C2O4 yang telah ditetesi indikator pp menunjukkan perubahan warna yaitu
dari warna yang sebelumnya bening menjadi warna merah muda. Setelah mengetahui
volume NaOH yang terpakai, maka konsentrasi larutan H2C2O4 dapat dicari.
Larutan NaOH dititrasi dengan larutan HCl. Dalam melakukan standarisasi HCl ini,
digunakan pp sebagai indikator, sehingga pada saat titik akhir titrasi warna HCl yang
semula berwarna being menjadi merah muda. Setelah mengetahui volume NaOH yang
digunakan atau yang telah terpakai, maka konsentrasi HCl dapat dicari. Adapun hasil
reaksi yang terjadi antara larutan NaOH dengan indikator pp maupun maupun larutan
HCl dengan indikator pp.
Reaksi pp dengan NaOH :
OH
OH
ONa
13
+ 2NaOH
+ 2H2O
ONa
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1.
Larutan standar primer adalah larutan yang secara langsung dapat diketahui
konsentrasinya karena didapatkan dari hasil penimbangan. Dalam percobaan ini
yang menjadi larutan standar primer adalah larutan NaOH. Larutan standar
sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diketahui setelah dititrasi dengan
larutan standar primer. Dalam percobaan ini yang menjadi larutan sekunder adalah
H2C2O4 dan HCl.
2.
3.
Hasil yang diperoleh dari praktikum ini : konsentrasi NaOH adalah 0,1 N, dan
konsentrasi HCl adalah 0,14 N.Adapun reaksi kimia H 2C2O4 dan NaOH yang
terbentuk sebagai berikut
H2C2O4 + 2NaOH NaC2O4 + 2H2O
dan reaksi kimia HCl dan NaOH yang terbentuk sebagai berikut
HCl + NaOH NaCl + H2O.
5.2 Saran
Pada saat melakukan titrasi sebaiknya dengan teliti dan hatihati karena akan
mempengaruhi perhitungan. Pada saat proses titran dihaarpkan praktikan membuka
keran buret secara perlahan hingga menetes bukannya membuka keran buret secara
langsung. Praktikan seharusnya mengetahui cara kerja secara benar dan pasti agar saat
melakukan titran larutan tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Day, Jr R A . 1983 . Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keempat . Erlangga : Jakarta
2. Oxtoby, David W, H P Gillis dan Norman H Nachtrieb . 2001 . Prinsip prinsip
Kimia Modern . Erlangga : Jakarta
3. Polling dan Harsono . 1992 . Ilmu Kimia Edisi Ketiga . Erlangga : Jakarta