Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, mulai dari
tanaman herbal sampai mineral tersimpan dalam negeri ini. Di zaman yang
berkembang seperti sekarang ini, telah banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa
dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman
obat.
Di Indonesia terdapat berbagai macam tumbuhan obat yang telah
diteliti oleh para ahli yang mana sampai sekarang telah tercantum dalam
buku-buku maupun artikel-artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau
yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat
tradisional, fitofarmaka, maupun simplisia yang berasal dari alam (bahan
alam yang dikeringkan).
(tambahin lagi yaaa...)
B. Tujuan
a. Mengetahui cara persiapan pemilihan tanaman untuk dijadikan simplisia.
b. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.
c. Mengetahui standardisasi dari suatu simplisia.
C. Perumusan Masalah
a. Bagaimana cara persiapan pemilihan tanaman untuk dijadikan simplisia?
b. Bagaimana cara pembuatan simplisia yang baik?
c. Apa saja standardisasi dari suatu simplisia?

BAB II
KERANGKA TEORI

Page 1 of 17

A. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa
simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
Jenis Simplisia
a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,
bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan
eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,
atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan
dari tanamannya.
b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian
hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum
berupa zat kimia murni.
c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan
pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan
untuk memenuhi persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang
berpengaruh, antara lain adalah :
1. Bahan baku simplisia.
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku
simplisia.
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
B. Pembuatan Simplisia Secara Umum
1. Bahan Baku
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati, merupakan
salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai
sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa
tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh
Page 2 of 17

dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja
ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias, tanaman
pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi simplisia.
Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan
produksi simplisia. Tanaman simplisia dapat ditanam dan ditemukan di
perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecilkecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat Keluarga.
Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan yang sengaja
digunakan untuk menanam tumbuhan obat.
2. Dasar Pembuatan Simplisia
a. Simplisia Dibuat Dengan Cara Pengeringan
Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan
pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.
Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang
diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi
akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa
aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang
memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya,
sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak
mengalami kerusakan.
b. Simplisia Dibuat Dengan Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses
tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
c. Simplisia Dibuat Dengan Proses Khusus
Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan
eksudat nabati, penyaringan sari air dan proses khusus lainnya
dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia
yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.
d. Simplisia Pada Proses Pembuatan Memerlukan Air
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya
memerlukan air. Air yang digunakan harus terbebas dari
pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.
3. Tahap Pembuatan

Page 3 of 17

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :


a. Pengumpulan Bahan Baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara
lain tergantung pada :
1) Bagian tanaman yang digunakan.
2) Umur tanaman yang digunakan.
3) Waktu panen.
4) Lingkungan tempat tumbuh.
Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Senyawa
aktif terbentuk

secara maksimal di dalam bagian

tanaman

atau

tanaman pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan


dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.
Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen
pada pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen
dalam

sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi

dan

fisik

senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.


Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua
seperti kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai
dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan
dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara
alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornrnunis).
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu
pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang
ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti perubahan
tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbitan~oscllata).
Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica), kadar air
buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis
(Citrui aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun
(Cucurnis sativus) dan pare (Mornordica charantia).
3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya,
pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan
pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan
Page 4 of 17

senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu


yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah
kumis kucing (Orthosiphon starnineus).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun
yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak
di bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari
sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang
sempurna.

Contoh

panenan

ini

misal

sembung

(Blumea

balsamifera).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan
dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan
pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain
menjelang musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan
dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan
pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang
merah (Allium cepa).
7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan
dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya
bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan
besar maksimum.

Panen dapat

dilakukan

dengan tangan,

menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini


keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang
benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak
tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik
perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya
tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif
simplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
b. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran
atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya
pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahanbahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
Page 5 of 17

telah

rusak, serta pengotor

lainnya harus dibuang. Tanah

mengandung bermacam-macam mikroba dalam

jurnlah yang

tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang


terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.
c. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan
pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian
dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur
atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah
larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian
sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah
mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah
mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal.
Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba
karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga
sejumlah

mikroba.

Cara

sortasi

dan

pencucian

sangat

mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya


jika air yang digunakan untuk pencucian

kotor, maka jumlah

mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air


yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat
pertumbuhan mikroba. Bakteri yang terdapat dalam air

adalah

Pseudomonas sp., Proteus sp., Micrococcus sp., Bacillus sp.,


Streptococcus sp., Enterobacter sp.

dan

Escherishia sp. Pada

simplisia; akar, batang, atau buah dapat pula dilakukan pengupasan


kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena
sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan
bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan
tepat dan bersih.
d. Perajangan

Page 6 of 17

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses


perajangan.

Perajangan

bahan

simplisia

dilakukan

untuk

mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.


Tanaman yang baru diambil

jangan langsung dirajang tetapi

dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat


dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang

khusus

sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang


dikehendaki.
Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat
penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan
tetapi irisan yang

terlalu tipis juga dapat menyebabkan

berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap.


Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan.
Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temugiring,
jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang
terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.
Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi
pewarnaan

akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.

Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.


e. Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang
lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi
enzimatik dapat mencegah penurunan mutu atau perusakan
simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar
tertentu dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik
lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja,
menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama
bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.
Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi
enzimatik yang dapat merusak simplisia tidak terjadi karena adanya
keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses
Page 7 of 17

sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini


segera hilang setelah sel tumbuhan mati. Sebelum bahan simplisia
dikeringkan, terlebih dahulu

dilakukan proses stabilisasi yaitu

proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim


dilakukan yakni dengan merendam bahan simplisia dengan etanol
70% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian
selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung
bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar
matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang
perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu
pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan
dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia,
tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses
pengeringan

bahan

simplisia,

faktor-faktor

tersebut

harus

diperhatikan agar dapat diperoleh simplisia kering yang tidak


mudah

mengalami

kerusakan

selama

penyimpanan.

Cara

pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face


hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan
bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan
bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu
tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan
air pada permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari
dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi
keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening"
dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn
bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan
cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu
30 sampai 90C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi
60C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak
tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu
serendah mungkin, misalnya 30 sampai 45C, atau dengan cara

Page 8 of 17

pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di


dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5
mmHg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia, cara
pengeringan, dan tahap-tahap selama pengeringan. Kelembaban
akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan.
Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang.
Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan
secara alamiah dan buatan.
1. Pengeringan Alamiah.
Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam
bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara
pengeringan :
a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini
dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang
relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji

dan

sebagainya, yang rnengandung senyawa aktif yang relatif


stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak
dipraktekkan di Indonesia ini merupakan suatu cara yang
mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara
membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara
terbuka di atas

tampah-tampah tanpa kondisi yang

terkontrol seperti suhu, kelembaban dan aliran udara.


Dengan

cara

ini

kecepatan

pengeringan

sangat

tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini


hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas
atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan.
Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang
waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada
kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum
simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology
Development Center IPB) telah merancang dan membuat
suatu

alat

pengering

dengan

menggunakan

sinar

matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada

Page 9 of 17

permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.


Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering
yang diberi atap

tembus cahaya di atasnya sehingga

rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun


hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan
singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat
pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan
sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan
untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti
bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa
aktif mudah menguap.
2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin

terjadi

jika

melakukan

pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika


melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan
suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban,
tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan
buatan adalah sebagai berikut: udara dipanaskan oleh suatu
sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik,
udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau
lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah
disebarkan di atas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat
diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan
murah dengan hasil yang cukup baik.
Dengan menggunakan pengeringan

buatan

dapat

diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena


pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan
lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai
contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari
untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh
simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan
menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia
dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.
Page 10 of 17

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat


tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara
penyimpanannya. Beberapa simplisia dapat tahan lama dalam
penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,
sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan
selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.
f. Sortasi Kering
Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap
akhir pembuatan

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan

benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak


diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan
tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum
sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan.
g. Penyimpanan dan Pengepakan
Simplisia dapat rusak dan berubah mutunya karena berbagai
faktor luar dan dalam, antara lain :
1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat
menimbulkan

perubahan kimia pada simplisia, misalnya

isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.


2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat
mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara
dan terjadi oksidasi; perubahan ini dapat berpengaruh pada
bentuk simplisia; misalnya, yang semula cair dapat berubah
menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.
3. Reaksi kimia intern : Perubahan kimiawi dalam simplisia
yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya
oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari
simplisia, maka
kehilangan sebagian

simplisia secara perlahan-lahan akan


airnya sehingga rnakin lama makin

mengecil (kisut).
5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agaragar, bila

disimpan dalam wadah yang terbuka akan

menyerap udara sehingga menjadi agak basah atau mencair.

Page 11 of 17

6. Pengotor : Pengotor pada simplisia dapat disebabkan oleh


berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan,
bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah) dan
fragmen wadah (karung goni).
7. Serangga : Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan
pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupun
oleh bentuk

dewasanya. Pengotor tidak hanya berupa

kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti


cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus
kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka
simplisia

dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak

hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan


merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan
dari kapangnya dapat mengeluarkan zat yang bersifat toksik
yang dapat mengganggu kesehatan.

C. Metodologi dan Parameter Standardisasi Simplisia


Ada tiga parameter standardisasi simplisia sebagai bahan baku yang
diperlukan dalam analisa mutu simplisia, yaitu :
1. Pengujian Pendahuluan (Kebenaran Simplisia) :
a. Pengujian Organoleptik
Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan
rasa simplisia yang diuji.
b. Pengujian Makroskopik
Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat,
untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna
simplisia yang diuji.
c. Pengujian Mikroskopik
Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat
pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang
diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya adalah
untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari
pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan
fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia.
Page 12 of 17

Serbuk yang diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan


derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI.
a.

2. Parameter Non Spesifik :


Penetapan kadar air dengan destilasi
Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan
maksimal atau rentang besarnya kandungan air dalam bahan.
Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam
simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air
hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya
tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman
bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air
dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu Metode Titrimetri, Metode

b.

Azeotropi dan Metode Gravimetri.


Penetapan susut pengeringan
Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap pada suatu
zat, kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105C,
dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu
lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, maka pengeringan
dilakukan pada suhu antara 5C dan 10C dibawah suhu
leburnya selama 1 sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan
selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap. Susut

c.

pengeringan = (bobot awal bobot akhir) / bobot awal x 100%


Penetapan kadar abu
Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa
yang tidak menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada
penetapan kadar abu total, abu dapat berasal dari bagian jaringan
tanaman sendiri atau dari pengotor lain misalnya pasir atau

d.

tanah.
Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotor yang berasal dari

e.

pasir atau tanah silikat.


Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa

f.

yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia.


Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Page 13 of 17

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa


g.

yang dapat tersari dengan etanol dari suatu simplisia.


Uji cemaran mikroba
Uji Aflatoksin, bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin
yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.
Uji Angka Lempeng Total, untuk mengetahui

jumlah

mikroba/bakteri dalam sampel. Batasan angka lempengan total


yang

ditetapkan

oleh

Kementrian

Kesehatan

yaitu

10CFU/gram.
Uji Angka Kapang, untuk mengetahui adanya cemaran kapang,
batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh Kemenkes
yaitu 104CFU/gram.
3. Parameter Spesifik :
Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari
simplisia.

Uji

kandungan

kimia

simplisia

digunakan

untuk

menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya


dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum
dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa
kimia aktif dari simplisia yang masih kasar. Kandungan kimia
simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai
berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam
lemak, senyawa fenolik (fenol-fenol, asam fenolat, fenil propanolol,
flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida,
saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain.

Page 14 of 17

BAB III
PENUTUP

(tolong yaaa...)

Page 15 of 17

DAFTAR PUSTAKA

Adfa, M. 2006. 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens
balsamina

L.)

Berwarna

Merah,

(online),

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/6/Abstract.pdf,
diakses 20 Mei 2010).
Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.

Page 16 of 17

Anonim. 2007. Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Senyawa Antosianin dari


Bunga Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.), (online),
(http://gradienfmipaunib.files.wordpress.com/2008/07/morina2.pdf,
diakses 20 Mei 2010).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1987. Analisis Obat Tradisional.
Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan, Bandung : ITB.
Mukherjee, P.K. 2002. Quality Control of Herbal Drugs, An Approach To
Evaluation Ouf Botanicals. New Delhi : Business Horizons.

Page 17 of 17

Anda mungkin juga menyukai