Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis tiroid merupakan komplikasi hypertiroidisme yang jarang terjadi tetapi berpotensi
fatal. Krisis tiroid harus dikenali dan ditangani berdasarkan manifestasi klinis karena
konfirmasi laboratoris sering kali tidak dapat dilakukan dalam rentang waktu yang cukup
cepat. Pasien biasanya memperlihatkan keadaan hypermetabolik yang ditandai oleh demam
tinggi, tachycardi, mual, muntah, agitasi, dan psikosis. Pada fase lanjut, pasien dapat jatuh
dalam keadaan stupor atau komatus yang disertai dengan hypotensi.
Krisis tiroid adalah penyakit yang jarang terjadi, yaitu hanya terjadi sekitar 1-2% pasien
hypertiroidisme. Sedangkan insidensi keseluruhan hipertiroidisme sendiri hanya berkisar
antara 0,05-1,3% dimana kebanyakannya bersifat subklinis. Namun, krisis tiroid yang tidak
dikenali dan tidak ditangani dapat berakibat sangat fatal. Angka kematian orang dewasa pada
krisis tiroid mencapai 10-20%. Bahkan beberapa laporan penelitian menyebutkan hingga
setinggi 75% dari populasi pasien yang dirawat inap.Dengan tirotoksikosis yang terkendali
dan penanganan dini krisis tiroid, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari 20%.
Karena penyakit Graves merupakan penyebab hipertiroidisme terbanyak dan merupakan
penyakit autoimun yang juga mempengaruhi sistem organ lain, melakukan anamnesis yang
tepat sangat penting untuk menegakkan diagnosis. Hal ini penting karena diagnosis krisis
tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Hal lain yang
penting diketahui adalah bahwa krisis tiroid merupakan krisis fulminan yang memerlukan
perawatan intensif dan pengawasan terus-menerus. Dengan diagnosis yang dini dan
penanganan yang adekuat, prognosis biasanya akan baik. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman yang tepat tentang krisis tiroid, terutama mengenai diagnosis dan
penatalaksaannya.

BAB II
LANDASAN TEORITIS MEDIS
A. PENGERTIAN
Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai demam
tinggi dan disfungsi system kardiovaskuler, system syaraf dan system saluran cerna.
Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadinya dekompensasi tubuh terhadap
tirotoksikosis. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati
atau tidak tuntas terobati yang dicetuskanoleh tindakan koperatif, inffeksi atau trauma.
Krisis tiroid adalah komplikasi serius dari tirotoksikosis dengan angka kematian 20-60%.
Krisis tiroid merupakan suatu penyakit yang mengacu pada kejadian mendadak yang
mengancam jiwa akibat peningkatan dari hormone tiroid sehingga terjadi kemunduran
fungsi organ.
Krisis tiroid adalah bentuk lanjut dari hipertiroidisme yang sering berhubungan dengan
stres fisiologi atau psikologi. Krisis tiroid adalah keadaan krisis terburuk dari status
tirotoksik. Penurunan kondisi yang sangat cepat dan kematian dapat terjadi jika tidak
segera tertangani (Hudak & Gallo, 1996).
Krisis tiroid merupakan eksaserbasi keadaan hipertiroidisme yang mengancam jiwa yang
diakibatkan oleh dekompensasi dari satu atau lebih sistem organ (Bakta & Suastika,
1999).

B. ETIOLOGI
Krisis tiroid dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus,
peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai penurunan TSH dan TRF
karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan keduanya.
Krisis tiroid akibat malfungsi hipofisi memberikan gambaran kadar HT dan TSH yang
tinggi. TRF akan rendah karena umpan balik negatif dari HT dan TSH. Krisis tiroid akibat
malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang tinggi disertai TSH dan TRH yang
berlebihan.

Keadaan yang dapat menyebabkan krisis tiroid adalah:


1. Operasi dan urut/pijat pada kelenjar tiroid atau gondok dan operasi pada bagian
2.
3.
4.
5.
6.

tubuh lainnya pada penderita hipertiroid yang belum terkontrol hormon tiroidnya
Stop obat anti tiroid pada pemakaian obat antitiroid
Pemakaian kontras iodium seperti pada pemeriksaan rontgen
Infeksi
Stroke
Trauma. Pada kasus trauma, dilaporkan bahwa pencekikan pada leher dapat memicu

terjadinya krisis tiroid, meskipun tidak ada riwayat hipertiroidisme sebelumnya.


7. Penyakit Grave, Toxic multinodular, dan Solitary toxic adenoma
8. Tiroiditis
9. Penyakit troboblastik
10. Ambilan hormon tiroid secara berlebihan
11. Pemakaian yodium yang berlebihan
12. Kanker pituitari
13. Obat-obatan seperti Amiodarone
Ada tiga mekanisme fisiologis yang diketahui dapat menyebabkan krisis tiroid:
1. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah besar
2. Hiperaktivitas adrenergik
3. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan (Hudak & Gallo, 1996).
Factor pencetus krisis hingga kini belum jelas namun diduga dapat berupa free- hormon
meningkat, naiknya free-hormon mendadak, efek T3 paska transkripsi, meningkatnya
kepekaan sel sasaran dan sebagainya. Dan factor resikonya dapat berupa surgical crisis
(persiapan operasi yang kurang baik, belum eutiroid), medical crisis (stress apapun, fisik
maupun psikologis, infeksi dan sebagainya) (Sudoyo, dkk, 2007).

C. PATOFISIOLOGI
Pada orang sehat, hipotalamus menghasilkan thyrotropin-releasing hormone (TRH) yang
merangsang kelenjar pituitari anterior untuk menyekresikan thyroid-stimulating hormone
(TSH) dan hormon inilah yang memicu kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid.
Tepatnya, kelenjar ini menghasilkan prohormone thyroxine (T4) yang mengalami
deiodinasi terutama oleh hati dan ginjal menjadi bentuk aktifnya, yaitu triiodothyronine
(T3). T4 dan T3 terdapat dalam 2 bentuk: 1) bentuk yang bebas tidak terikat dan aktif
secara biologik; dan 2) bentuk yang terikat pada thyroid-binding globulin (TBG). Kadar
T4 dan T3 yang bebas tidak terikat sangat berkorelasi dengan gambaran klinis pasien.
Bentuk bebas ini mengatur kadar hormon tiroid ketika keduanya beredar di sirkulasi
darah yang menyuplai kelenjar pituitari anterior.

Dari sudut pandang penyakit Graves, patofisiologi terjadinya tirotoksikosis ini


melibatkan autoimunitas oleh limfosit B dan T yang diarahkan pada 4 antigen dari
kelenjar tiroid: TBG, tiroid peroksidase, simporter natrium-iodida, dan reseptor TSH.
Reseptor TSH inilah yang merupakan autoantigen utama pada patofisiologi penyakit ini.
Kelenjar tiroid dirangsang terus-menerus oleh autoantibodi terhadap reseptor TSH dan
berikutnya sekresi TSH ditekan karena peningkatan produksi hormon tiroid. Autoantibodi
tersebut paling banyak ditemukan dari subkelas imunoglobulin (Ig)-G1. Antibodi ini
menyebabkan pelepasan hormon tiroid dan TBG yang diperantarai oleh 3,5-cyclic
adenosine monophosphate (cyclic AMP). Selain itu, antibodi ini juga merangsang uptake
iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid.
Krisis tiroid timbul saat terjadi dekompensasi sel-sel tubuh dalam merespon hormon
tiroid yang menyebabkan hipermetabolisme berat yang melibatkan banyak sistem organ
dan merupakan bentuk paling berat dari tirotoksikosis. Gambaran klinis berkaitan dengan
pengaruh hormon tiroid yang semakin menguat seiring meningkatnya pelepasan hormon
tiroid (dengan/tanpa peningkatan sintesisnya) atau meningkatnya intake hormon tiroid
oleh sel-sel tubuh. Pada derajat tertentu, respon sel terhadap hormon ini sudah terlalu
tinggi untuk bertahannya nyawa pasien dan menyebabkan kematian. Diduga bahwa
hormon tiroid dapat meningkatkan kepadatan reseptor beta, cyclic adenosine
monophosphate, dan penurunan kepadatan reseptor alfa. Kadar plasma dan kecepatan
ekskresi urin epinefrin maupun norepinefrin normal pada pasien tirotoksikosis.
Meskipun patogenesis krisis tiroid tidak sepenuhnya dipahami, teori berikut ini telah
diajukan untuk menjawabnya. Pasien dengan krisis tiroid dilaporkan memiliki kadar
hormon tiroid yang lebih tinggi daripada pasien dengan tirotoksikosis tanpa komplikasi
meskipun kadar hormon tiroid total tidak meningkat. pengaktifan reseptor adrenergik
adalah hipotesis lain yang muncul. Saraf simpatik menginervasi kelenjar tiroid dan
katekolamin merangsang sintesis hormon tiroid. Berikutnya, peningkatan hormon tiroid
meningkatkan kepadatan reseptor beta-adrenergik sehingga menamnah efek katekolamin.
Respon dramatis krisis tiroid terhadap beta-blockers dan munculnya krisis tiroid setelah
tertelan obat adrenergik, seperti pseudoefedrin, mendukung teori ini. Teori ini juga
menjelaskan rendah atau normalnya kadar plasma dan kecepatan ekskresi urin

katekolamin. Namun, teori ini tidak menjelaskan mengapa beta-blockers gagal


menurunkan kadar hormon tiroid pada tirotoksikosis.
Teori lain menunjukkan peningkatan cepat kadar hormon sebagai akibat patogenik
dari sumbernya. Penurunan tajam kadar protein pengikat yang dapat terjadi pasca operasi
mungkin menyebabkan peningkatan mendadak kadar hormon tiroid bebas. Sebagai
tambahan, kadar hormon dapat meningkat cepat ketika kelenjar dimanipulasi selama
operasi, selama palpasi saat pemeriksaan,atau mulai rusaknya folikel setelah terapi
radioactive iodine (RAI). Teori lainnya yang pernah diajukan termasuk perubahan
toleransi jaringan terhadap hormon tiroid, adanya zat mirip katekolamin yang unik pada
keadaan tirotoksikosis, dan efek simpatik langsung dari hormon tiroid sebaai akibat
kemiripan strukturnya dengan katekolamin.
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
3. Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran
terhadap panas, keringat berlebihan
4. Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
5. Peningkatan frekuensi buang air besar
6. Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
7. Gangguan reproduksi
8. Tidak tahan panas
9. Cepat letih
10. Tanda bruit
11. Haid sedikit dan tidak tetap
12. Pembesaran kelenjar tiroid
13. Mata melotot (exoptalmus)

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Menurut Smeltzer dan Bare(2002) terdapat beberapa jenis pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan untuk memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah pada
kelenjar tiroid.
1. Test T4 serum

Test yang paling sering dilakukan adalah penentuan T4 serum dengan tekhnik
radioimunoassay atau pengikatan kompetitif nilai normal berada diantara 4,5 dan
11,5 g/dl ( 58,5 hingga 150 nmol/L) dan terjadi peningkatan pada krisis tiroid.
2. Test T3 serum
Adalah test yang mengukur kandungan T3 bebas dan terikat, atau T3 total dalam
serum dengan batas normal adalah 70 hingga 220 g/dl ( 1,15 hingga 3,10 nmol/L)
dan meningkat pada krisis tiroid.
3. Test T3 Ambilan Resin
Merupakan pemeriksan untuk mengukur secara tidak langsung kadar TBG tidak
jenuh. Tujuannnya adalah untuk menentukan jumlah hormon tiroid yang terikat
dengan TBG dan jumlah tempat pengikatan yang ada. Nilai Ambilan Resin T3
normal adal 25% hingga 35% ( fraksi ambilan relatif : 0,25 hingga 0,35 ) yang
menunjukan bahwa kurang lebih sepertiga dari tempat yang ada pada TBG sudah
ditempati oleh hormone tiroid. Pada krisis tiroid biasanya terjadi peningkatan.
4. Test TSH ( Thyroid Stimulating Hormone )
Pengukuran konsetrasi TSH serum sangat penting artinya dalam menegakkan
diagnosis serta penatalaksanaan kelainan tiroid dan untuk membedakan kelainan
yang disebabkan oleh penyakit pada kelenjar tiroid sendiri dengan kelainan yang
disebabkan oleh penyakit pada hipofisis atau hipothalamus.
5. Test Thyrotropin_Releasing Hormone
Merupakan cara langsung untuk memeriksa cadangan TSH dihipofisis dan akan
sangat berguna apabila hasil test T3 serta T4 tidak dapat dianalisa. Test ini sudah
jarang dikerjakan lagi pada saat ini, karena spesifisitas dan sensitifitasnya
meningkat.
6. Tiroglobulin
Tiroglobulin merupakan prekursor untuk T3 dan T4 dapat diukur kadarnya dalam
serum dngan hasil yang bisa diandalkan melalui pemeriksaan radioimunnoassay.
Pemeriksaan ini diperlukan untuk tindak lanjut dan penanganan penderita karsinoma
tiroid, serta penyakit tiroid metastatik.
Melihat kondisi krisis tiroid merupakan suatu keadaan gawat medis maka diagnosis
krisis tiroid didasarkan pada gambaran klinis bukan pada gambaran laboratoris. Jika
gambaran klinis konsisten dengan krisis tiroid, terapi tidak boleh ditunda karena
menunggu

konfirmasi

hasil

pemeriksaan

laboratorium

atas

tirotoksikosis.

Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid harus diketahui dengan jelas oleh perawat.
Kecurigaan akan terjadinya krisis tiroid terdapat dalam triad 1). Menghebatnya tanda
tirotoksikosis 2). Kesadaran menurun 3). Hipertermi. Apabila terdapat tiroid maka
dapat meneruskan dengan menggunakan skor indeks klinis kritis tiroid dari Burch

Wartofsky. Skor menekankan 3 gejala pokok hipertermia, takikardi dan disfungsi


susunan saraf.
F. KOMPLIKASI
Meski tanpa adanya penyakit arteri koroner, krisis tiroid yang tidak diobati dapat
menyebabkan angina pektoris dan infark miokardium, gagal jantung kongestif, kolaps
kardiovaskuler, koma, dan kematian (Hudak&Gallo, 1996).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan medis pada krisis tiroid mempunyai 4 tujuan yaitu menangani
faktor pencetus, mengontrol pelepasan hormon tiroid yang berlebihan, menghambat
pelepasan hormon tiroid, dan melawan efek perifer hormon tiroid (Hudak & Gallo,
1996).
Penatalaksanaan medis krisis tiroid meliputi:
a. Koreksi hipertiroidisme
1) Menghambat sintesis hormon tiroid
Obat yang dipilih adalah propiltiourasil (PTU)atau metimazol. PTU lebih
banyak dipilih karena dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer.
PTU diberikan lewat selang NGT dengan dosis awal 600-1000 mg
kemudian diikuti 200-250 mg tiap 4 jam. Metimazol diberikan dengan dosis
20 mg tiap 4 jam, bisa diberikan dengan atau tanpa dosis awal 60-100mg.
2) Menghambat sekresi hormon yang telah terbentuk
Obat pilihan adalah larutan kalium iodida pekat (SSKI) dengan dosis 5 tetes
tiap 6 jam atau larutan lugol 30 tetes perhari dengan dosis terbagi 4.
3) Menghambat konversi T4 menjadi T3 di perifer
Obat yang digunakan adalah PTU, ipodate, propanolol, dan kortikosteroid.
4) Menurunkan kadar hormon secara langsung
Dengan plasmafaresis, tukar plasma, dialisis peritoneal, transfusi tukar, dan
charcoal plasma perfusion. Hal ini dilakukan bila dengan pengobatan
konvensional tidak berhasil.
5) Terapi definitif
Yodium radioaktif dan pembedahan (tiroidektomi subtotal atau total).
b. Menormalkan dekompensasi homeostasis
1) Terapi suportif
a) Dehidrasi dan keseimbangan elektrolit segera diobati dengan cairan
b)
c)
d)
e)
f)

intravena
Glukosa untuk kalori dan cadangan glikogen
Multivitamin, terutama vitamin B
Obat aritmia, gagal jantung kongstif
Lakukan pemantauan invasif bila diperlukan
Obat hipertermia (asetaminofen, aspirin tidak dianjurkan karena dapat

meningkatkan kadar T3 dan T4)


g) Glukokortikoid

h) Sedasi jika perlu


2) Obat antiadrenergik
Yang tergolong obat ini adalah beta bloker, reserpin, dan guatidin. Reserpin
dan guatidin kini praktis tidak dipakai lagi, diganti dengan Beta bloker. Beta
bloker yang paling banyak digunakan adalah propanolol. Penggunaan
propanolol ini tidak ditujukan untuk mengobati hipertiroid, tetapi mengatasi
gejala yang terjadi dengan tujuan memulihkan fungsi jantung dengan cara
menurunkan gejala yang dimediasi katekolamin. Tujuan dari terapi adalah
untuk menurunkan konsumsi oksigen miokardium, penurunan frekuensi
jantung, dan meningkatkan curah jantung.
c. Pengobatan faktor pencetus
Obati secara agresif faktor pencetus yang diketahui, terutama mencari fokus
infeksi, misalnya dilakukan kultur darah, urine, dan sputum, juga foto dada
(Bakta & Suastika, 1999).

BAB III
LANDASAN TEORITIS KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan koordinasi,
Kelelahan berat
b. Tanda : Atrofi otot
2. Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, Peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat. Sirkulasi
kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan
abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria (dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk
(infeksi), Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare).
4. Integritas / Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet :
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari
periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (tiazid).
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid (peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah), bau halitosis atau
manis, bau buah (napas aseton).
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot parasetia, gangguan penglihatan
b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap lanjut),

gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam (RTD
menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis dengan
palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak)
b. Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan meningkat

B. DIAGNOSA
1. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.
2. Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
3. Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan suplai O2 ke
otak
4. Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol, keadaan
hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan denganpeningkatan
metabolisme ( peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat badan)
C. INTERVENSI
1.
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh.
Tujuan :
Mencapai Pemeliharaan Suhu Tubuh Normal dengan kriteria : Suhu dalam batas normal 36,5
Intervensi :
a.
Pantau Tanda Vital (Suhu ) Tiap 2 jam
(Menilai peningkatan dan penurunan suhu tubuh)
b.
Berikan Tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut
(Meminimalkan Kehilangan Panas)
c.
Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar
(Mengurangi vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler)
d.
Lindungi Terhadap Pajanan hawa dingin dan hembusan angin
(Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas)

2.
Deficit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan motilitas usus
Tujuan : keseimbangan cairan tubuh
a.
Tanda-tanda vital tetap stabil
b.
Warna kulit dan suhu normal
c.
Volume cairan tetap adekuat
d.
Pasien memproduksi volume urine yang adekuat
e.
Pasien mempunyai turgor kulit normal dan membrane mukosa lembab
f.
Volume cairan dan darah kembali normal
Intervensi :
1)
Pantau tanda-tanda vital setiap 2 jam atau sesering mungkin sesuai keperluan sampai
stabil.
(Takikardia, dispnea, atau hipotensi dapat mengindikasikan kekurangan volume cairan dan
ketidakseimbangan elektrolit)
2)
Kaji turgor kulit dan membrane mukosa mulut setiap 8 jam
(Untuk memeriksa dehidrasi dan menghindari dehidrasi membrane mukosa)
3)
Ukur asupan dan haluaran setiap 1 sampai 4 jam. Catat dan laporkan perubahan yang
signifikan termasuk urine.
(Haluaran urin yang rendah mengindikasikan hipovolemi)
4)
Berikan cairan IV sesuai instruksi.
(Untuk mengganti cairan yang hilang)
5)
Timbang pasien pada waktu yang sama setiap hari
(Berat badan merupakan indicator yang baik untuk status cairan)

3.

Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penurunan suplai


O2 ke otak
Tujuan:
a.
Pasien mempertahankan atau meningkatan tingkat kesadaran saat ini
b.
TIK normal
c.
Tekanan darah cukup untuk mempertahankan tekanan perfusi serebral tetapi cukup
rendah untuk mencegah peningkatan perdarahan
d.
Hiperkapnia dapat dicegah
e.
Pasien terbebas dari nyeri
f.
Factor resiko perubahan perfusi jaringan serebral dapat dikurangi semaksimal
mungkin.
Intervensi :
1)
Lakukan pengkajian neurologis setiap 1 sampai 2 jam pada awalnya selanjutnya
setiap 4 jam bila pasien sudah stabil
(Untuk menskrining perubahan tingkat kesadaran dan status neurologis)

2)
Ukur tanda-tanda vital setiap 1 sampai 2 jam kemudian setiap setiap 4 jam jika pasien
sudah stabil
(Untuk mendeteksi secara dini tanda-tanda penurunan perfusi jaringan serebral atau
peningkatan TIK)
3)
Tinggikan kepela tempat tidur pasien 30 derajat
(Untuk mencegah peningkatan tekanan intraserebral dan untuk memfsilitasi drainase vena
sehingga menurunkan edema serebral)
4)
Pertahankan kepala pasien dalam posisi netral
(Untuk mempertahankan arteri karotis tanpa halangan sehingga dapat memfasilitasi perfusi)
5)
Bila skor GCS pasien kurang dari 10 hiperventilasikan pasien dengan ventilator
sesuai dengan kebijakan
(Layanan untuk meningkatkan oksigenasi dan mencegah pembengkakan serebral dan
hiperkapnia)
6)
Pertahankan lingkungan dan pasien tetap tenang. Berikan sedasi bila perlu
(Tindakan tersebut mengurangi peningkatan TIK)
4.

Penurunan curah jantung berhubungan dengan hipertiroid tidak terkontrol,


keadaan hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
Tujuan :
Klien akan mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh,
dengan kriteria hasil :
a.
Nadi perifer dapat teraba normal.
b.
Vital sign dalam batas normal.
c.
Pengisian kapiler normal
d.
Status mental baik
e.
Tidak ada disritmia
Intervensi :
1)
Pantau tekanan darah pada posisi baring, duduk dan berdiri jika memungkinkan.
(Hipotensi umum atau ortostatik dapat terjadi sebagai akibat dari vasodilatasi perifer yang
berlebihan dan penurunan volume sirkulasi)
2)
Periksa kemungkinan adanya nyeri dada atau angina yang dikeluhkan pasien.
(Merupakan tanda adanya peningkatan kebutuhan oksigen oleh otot jantung atau iskemia)
3)
Auskultasi suara nafas. Perhatikan adanya suara yang tidak normal (seperti krekels).
(S1 dan murmur yang menonjol berhubungan dengan curah jantung meningkat pada
keadaan hipermetabolik)
4)
Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah,
penurunan produksi urine dan hipotensi,pengisian kapiler lambat
(Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan volume sirkulasi dan
menurunkan curah jantung)
5)
Catat masukan dan haluaran
(Kehilangan cairan yang terlalu banyak dapat menimbulkan dehidrasi berat)

6)
Kolaborasi : berikan obat sesuai dengan indikasi
a.
Penyekat beta seperti: propranolol, atenolol, nadolol
(diberikan untuk mengendalikan pengaruh tirotoksikosis terhadap takikardi, tremor dan
gugup serta obat pilihan pertama pada krisis tiroid akut. Menurunkan frekuensi/ kerja
jantung oleh daerah reseptor penyekat beta adrenergic dan konversi dari T 3dan T4.
Catatan: jika terjadi bradikardi berat, mungkin dapat diberikan atropine)
b.
Kortikosteroid, sepert deksametason
(memberikan dukungan glukokortikol. Menurunkan hipertermia, menghilangkan
kekurangan adrenal secara relative menghalangi absorbsi kalsium dan menurunkan
perubahan T3 dan T4 di daerah perifer)
7)
Kolaborasi :
a.
Pantau hasil pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi:
Kalium serum (berikan pengganti sesuai indikasi)
(hipokalemi sebagai akibat dari kehilangan melalui gastrointestinal )
Kalsium serum
(terjadi peningkatan dapat mengubah kontraksi jantung)
Kultur sputum
(infeksi paru merupakan factor pencetus krisis yang paling sering)
b.
Berikan selimut dingin sesuai indikasi
(kadang kadang digunakan untuk menurunkan hipertermi yang tidak terkontrol (lebih
tinggi dari 40C) untuk menurunkan kebutuhan metabolisme atau konsumsi oksigen dan
menurunkan beban kerja jantung )
5.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan denganpeningkatan


metabolisme ( peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penurunan berat
badan)
Tujuan :
a.
Nafsu makan baik.
b.
Berat badan normal
c.
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Intervensi :
a.
Catat adanya anoreksia, mual dan muntah
(Peningkatan aktivitas adrenergic dapat menyebabkan gangguan sekresi insulin/terjadi
resisten yang mengakibatkan hiperglikemia)
b.
Pantau masukan makanan setiap hari, timbang berat badan setiap hari
(Penurunan berat badan terus menerus dalam keadaan masukan kalori yang cukup
merupakan indikasi kegagalan terhadap terapi antitiroid)
c.
Dorong pasien untuk makan dan meningkatkn jumlah makanan dengan makanan
tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin.
(Membantu menjaga pemasukan kalori cukup tinggi untuk menambah kalori tetapi tinggi
pada pengguanaan kalori yang disebabkan oleh adanya hipermetabolik)

d.
Kolaborasi untuk pemberian diet tinggi kalori, protein, karbohidrat dan vitamin
(Mungkin memerlukan bantuan untuk menjamin pemasukan zat-zat makanan yang
adekuat dan mengidentifikasi makanan pengganti yang sesuai)

BAB IV
TINJAUAN KASUS
INJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN Sdr. N
DENGAN KRISIS TIROID
DI SDMC SURYA GLOBAL YOGYAKARTA

A. PENGKAJIAN
Pengkajian dilaksanakan di SDMC, tanggal 29 Desember 2014
1. BIODATA
a) Identitas Penderita
Nama
: Sdr. N
TTL
: Aceh Timur, 13 April 1994
Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tegal turi Giwangan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: Mahasiswa
Diagnosa
: Krisis Tiroid
b) Identitas Penanggung Jawab
Nama
: Sdr. N
TTL
:Umur
: 20 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Alamat
: Tegal turi Giwangan
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Pendidikan
: Mahasiswa
Hubungan dengan klien : Teman klien
2. RIWAYAT KESEHATAN
a) Keluhan utama
Pasien mengatakan tubuhnya terasa lemas.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Setahun yang lalu klien mengeluh nafsu makan meningkat rasa lemas, banyak berkeringat
meskipun dimalam hari. Kemudian terjadi penurunan berat badan secara beransur. Dan
sebulan yang lalu pasien memeriksakan diri kedokter dengan diagnosa medis Hipertiiroid.
Pada tanggal 29 Desember 2014 pasien memriksakan dieri ke SDMC karena badannya
semakin lemas dan pusing.
c) Riwayat kesehatan dahulu
Klien pernah menderita penyakit maag, panas, batuk.
d) Riwayat kesehatan keluarga

Ibu klien pernah menderita hipertensi, asam urat dan ayah klien pernah menderita penyakit
gatal gatal.
3. POLA FUNGSI KESEHATAN
a) Pola persepsi terhadap kesehatan
Nafsu makan klien bertambah tetapi berat badan klien berkurang, klien sering beli makan
diluar dan klien mengalami gangguan pada sistem metabolisme.
b) Pola aktivitas latihan
Aktivitas latihan selama sakit
Aktivitas
Makan
Mandi
Berpakaian
Eliminasi
Mobilisasi di tempat tidur

0
1
2
3
4

Keterangan
: Mandiri
: Dengan menggunakan alat bantu
: Dengan menggunakan bantuan dari orang lain
: Dengan bantuan orang lain dan alat bantu
: Tergantung total, tidak berpartisipasi dalam beraktivitas

c) Pola istirahat tidur


Pada pasien hipertiroid terjadi gangguan pola tidur akibat gelisah, cemas.
d) Pola nutrisi metabolik
Pada pasien hipertiroid terjadi gangguan metabolik yaitu berta badan menurun meskipun
nafsu makan meningkat.
e) Pola eliminasi
Klien mengatakan terkadang eliminasi klien terganggu, terkadang klien mengalami diare.
f)

g)
1.
2.
3.
4.
h)
i)
1.
2.
3.

Pola kognitif perseptual


Saat pengkajian klien dalam keadaan sadar, bicara kurang jelas, pendengaran dan
penglihatan normal
Pola peran hubungan
Status perkawinan
: belum menikah
Pekerjaan
: mahasiswa
Kualitas aktivitas
: sebelum sakit klien kuliah seperti biasa
Sistem dukungan
: teman kos
Pola nilai dan kepercayaan
Klien beragama Islam, ibadah dilakukan secara rutin.
Pola konsep diri
Harga diri
: tidak terganggu
Ideal diri
: tidak terganggu
Identitas diri : tidak terganggu

4. Gambaran diri : tidak terganggu


5. Peran diri
: terganggu, karena klien kurang mengetahui tentang penyakitnya.
j) Pola seksual reproduksi
Pada klien hipertiroid tidak mengalami gangguan pada seksual reproduksinya.
k) Pola koping
1. Masalah utama yang terjadi selama klien sakit, klein sering lemas dan capek sehingga tidak
mampu mengerjakan pekerjaan secara menyeluruh.
2. Kehilangan atau perubahan yang terjadi
Perubahan yang terjadi klien malas untuk melakukan aktivitas sehari hari.
3. Takut terhadap kekerasan
: tidak
4. Pandangan terhadap masa depan : klien optimis untuk sembuh.

4. PEMERIKSAAN FISIK
a) Tanda tanda vital
Suhu
: 39C
Nadi
: 110 x / menit
RR
: 27 x / menit
BB / TB : 48 kg / 150 cm
TD
: 130/80 mmHg
b) Keadaan umum
Keadaan umum tergantung berat ringannya penyakit yang dialami oleh pasien.
c) Pemeriksaan Head to toe
1. Kulit dan rambut
Inspeksi
Warna kulit
: merah muda (normal), tidak ada lesi
Jumlah rambut
: sedikit, rontok
Warna rambut
: hitam
Kebersihan rambut: bersih
Palpasi
Suhu >37C
Warna kulit sawo matang, turgor kulit baik, kulit kering tidak ada edema, tidak ada lesi.
2. Kepala
Inspeksi : Bentuk simetris antara kanan dan kiri
Bentuk kepala lonjong tidak ada lesi
Palpasi
: Tidak ada nyeri tekan.
3. Mata
Inspeksi : Bentuk bola mata lonjong, simetris antara kanan
dan kiri, sclera berwarna putih, mata normal.
4. Telinga
Inspeksi : Ukuran sedang, simetris antara kanan dan kiri,
Tidak ada serumen pada lubang telinga, tidak ada
Benjolan.
5. Hidung
Inspeksi : Simetris, tidak ada sekret, tidak ada lesi

Palpasi
: Tidak ada benjolan.
6. Mulut
Inspeksi : Bentuk mulut simetris, lidah bersih, gigi bersih.
7. Leher
Inspeksi : Bentuk leher simetris
Palpasi
: Ada pembesaran kelenjar tyroid
8. Paru
Inspeksi : simetris antara kanan dan kiri
Palpasi
: getaran lokal femitus sama antara kanan dan kiri
Auskultasi : normal
Perkusi
: resonan
9. Abdomen
Inspeksi : perut datar simetris antara kanan dan kiri.
Palpasi
: tidak ada nyeri
Perkusi
: resonan
10. Ekstremitas
Inspeksi : tangan kanan dan kiri normal
Pemeriksaan Penunjang
TSH S
Free T4
Obat obatan yang digunakan :
Propanoloi
Digoxin
PTU
Neomercazole Carbimazol
New diabets
Metimazol 30 60 mg / hari
ANALISA DATA

Nama : N
Umur : 20 tahun
No
Symtom
1 Do : Suhu : 38C RR :27x/ menit
- Klien teraba panas
- Kulit klien memerah
Ds : Klien mengatakan badannya
terasa panas
2 Do : - Suhu 38C
- Turgor jelek
- Klien tampak lemas
Ds : - Klien mengatakan banyak
keringat meskipun di malam
hari

Problem
Hypertermi

Etiologi
Peningkatan
metabolik

Kekurangan
volume cairan

Kehilangan
volume cairan

- Klien mengatakan tak tahan


terhadap panas
- Klien mengatakan kadang- kadang
diare.
3 Do : RR : 27x /menit
Nafas klien pendek
Ds : Klien mengatakan sering
sesak nafas (dispnea)
4 Do :- TD : 130/80 mmHg
- ND : 110 x / menit
- Nafas klien pendek
- Klien cemas dan tegang
Ds:- Klien mengatakan jantungnya
berdebar debar
- Klien mengatakan lelah
5 Do :- Berat badan klien turun
meskipun nafsu makan bertambah
- Klien tamapak lemah
Ds :- Klien mengatakan terkadang
mual
- Klien mengatakan badannya lemah

Pola nafas tidak


efektif

Hiperventilasi

Penurunan curah
Jantung

Perubahan
denyut/irama
jantung

Ketidakseimbangan Tidak mampu


nutrisi kurang dari mengabsorbsi
kebutuhan tubuh
makanan

Diagnosa Keperawatan dan Prioritas Masalah


1.
Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolik
2.
Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, berhubungan dengan tidak
mampu mengabsorbsi makanan.
4.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
5.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama jantung

PERENCANAAN

No Tujuan
Intervensi
1 Setelah dilakukan tindakan - Monitor suhu sesering
asuhan keperawatan selama mungkin
..x 24 jam diharapkan
- Monitor TD, Nadi dan
klien :
RR
- Kolaborasi pemberian
diraba tidak hangat
anti piretik
- Berikan kompres hangat
pada lipat paha dan
tangan
- Selimuti pasien
- Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
- Anjurkan klien untuk
mengkonsumsi air
minum.
2 Setelah dilakukan tindakan - Kaji TTV
asuhan keperawatan selama - Anjurkan klien untuk
..x 24 jam diharapkan
banyak minum air putih.
klien :
- Observasi kulit/membran
C
mukosa dan turgor
klien tidak memerah
- Kolaborasi pemberian
plasma/darah, cairan
elektrolit

- Menganjurkan klien
untuk mengurangi
aktivitas
- Pertahankan catatan
intake dan output yang
akurat.
3 Setelah dilakukan tindakan - Anjurkan klien untuk
asuhan keperawatan selama meningkatkan konsumsi
..x 24 jam diharapkan :
vitamin C, protein dan Fe
- Klien tidak mual
- Berikan makanan yang
- Klien tidak lemah dan lemas terpilih
- Berta badan menunjukkan - Kolaborasi dengan ahli
peningkatan
gizi untuk menentukan
jumlah kalori yang
dibutuhkan klien

Rasional

- air sebagai
pengganti
cairan tubuh
yang hilang

- Mempertahankan
volume sirkulasi
dan kesimbangan
elektrolit, plasma
darah membantu
menggerakkan
air ke dalam area
intrvaskuler

- Kolaborasi pemberian
obat anti mual
- Berikan makanan
kesukaan
Setelah dilakukan tindakan - Monitor frekuensi, ritme,
asuhan keperawatan selama kedalaman pernafasan
..x 24 jam diharapkan
- Monitor pola nafas
klien :
- Posisikan pasien ntuk
RR : 18-24 x/menit
memaksimalkan ventilasi
Bernafas mudah
- Monitor suhu, warna dan
Tidak ada dispnea
kelembaban kulit
Tidak didapat nafas pendek - Catat adanya fluktasi
tekanan darah

Setelah dilakukan tindakan


asuhan keperawatan selama
..x 24 jam diharapkan
klien :
Pompa jantung efektif
dengan kriteria
Td : Sitole>105 dan
Diastole <60 mmHg
ND >100x /menit
Tidak kelelahan

- Evaluasi adanya nyeri


dada
- Monitor status
Kardiovaskular
- Monitor status pernafasan
yang menandakan
gagalnya jantung
- Monitor adanya
perubahan TD
- Anjurkan klien untuk
menurunkan stress
- Monitor TTV
- Identifikasi penyebab
perubahan TTV
- Monitor jumlah dan
irama jantung

Anda mungkin juga menyukai