Anda di halaman 1dari 8

Formalin dalam Bahan Makanan

Oleh
Kelompok VII

ABSTRAK
Produk pangan semakin baragam bentuknya, baik itu dari segi jenisnya maupun dari
segi rasa dan cara pengolahannya. Namun seiring dengan semakin pesatnya teknologi
pengolahan pangan, penambahan bahan-bahan aditif pada produk pangan sulit untuk
dihindari. Dalam proses keamanan pangan, dikenal pula usaha untuk menjaga daya tahan
suatu bahan sehingga banyaklah muncul bahan-bahan pengawet yang bertujuan untuk
memperpanjang masa simpan suatu bahan pangan. Yang dimaksud pengawet adalah bahan
tambahan makanan yang mencegah atau menghambat pengasaman atau peruraian lain
terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Penggunaan pengawet dalam
makanan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Formalin merupakan nama dagang untuk
formaldehid yang dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 37%. Formalin berperan dalam
bidang kesehatan, industri kimia, dan fotografi. Formalin kadang digunakan sebagai
pengawet makanan misalnya pada mie basah, tahu, bakso, ikan segar, ikan asin, dan lain-lain.
Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan karena beracun, karsinogenik, mutagenic, korosif
dan iritatif. Formalin berpengaruh negatif terhadap saluran pernapasan, mata, saluran
pencernaan, saraf, dan lain-lain. Oleh karena itu, dalam Permenkes RI No.
722/Menkes/Per/IX/88, formalin merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan
sebagai pengawet.
PENDAHULUAN
Mendengar kata formalin, kita langsung teringat pada zat pengawet mayat. Formalin
seyogyanya memang digunakan salah satunya sebagai pengawet mayat, namun akhir-akhir
ini terjadi penyalahgunaan formalin untuk bahan tambahan makanan. Formalin
merupakan bahan kimia yang biasa dipakai untuk membasmi bakteri atau berfungsi sebagai
disinfektan. Zat ini termasuk dalam golongan kelompok desinfektan kuat,
dapat membasmi berbagai
jenis
bakteri
pembusuk,
penyakit, cendawan
atau
kapang. Disamping itu, juga dapat mengeraskan jaringan tubuh (Winarno, 2004)
Seperti yang sudah sangat mendasar bagi kehidupan manusia, manusia tidak akan bisa
terlepas dari makanan. Sebab dengan makanan manusia akan bisa bertahan hidup. Dan
diharapkan agar kandungan dalam makanan tersebut mengandung kadar yang dibutuhkan
oleh tubuh yaitu zat gizi seperti karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan zat gizi
lain. Namun sesuai dengan perkembangan zaman dan meningkatnya tehnologi dan ilmu
pengetahuan. Banyak bahan makanan yang di dalamnya sudah terkandung bahan tambahan
baik berupa penambah kelezatan ataupun pewarna dan yang paling serius adalah penambahan
bahan pengawet dalam bahan makanan yang akan dikonsumsi. Pengawet pada makanan
memiliki efektifitas yang berbeda-beda, ada yang efektif terhadap bakteri, khamir/kapang,
ada yang efektif terhadap aktifitas enzim. Jadi pemakaian pengawet harus disesuaikan dengan
kebutuhan Seperti halnya formalin,zat pengawet yang sangat berbahaya yang akhir- akhir ini
beralih fungsi dari pengawet mayat, atau preparat biologi, antiseptik toilet, dan disinfektan
menjadi pengawet makanan. ( Kompas 1 Oktober 2010 )

1. Formalin
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya
merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Bobot tiap mililiter
adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan
kloroform dan eter (Norman and Waddington, 1983). Didalam formalin mengandung sekitar
37% formaldehid dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet.
Formalin dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan dalam
industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde, Paraforin, Morbicid,
Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal, Formoform, Superlysoform,
Formaldehyde, dan Formalith (Astawan, Made, 2006). Berat Molekul Formalin adalah 30,03
dengan Rumus Molekul HCOH. Karena kecilnya molekul ini memudahkan absorpsi dan
distribusinya ke dalam sel tubuh. Gugus karbonil yang dimilikinya sangat aktif, dapat
bereaksi dengan gugus NH2 dari protein yang ada pada tubuh membentuk senyawa yang
mengendap (Harmita, 2006).
Formaldehid (formalin) adalah larutan tidak berwarna, reaktif, dan dapat membentuk
polimer pada suhu normal pada saat berwujud gas. Kalor pembakaran untuk gas formalin
4,47 Kcal / gram. Daya bakar dilaporkan pada rentang volume 12,5 80 % di udara.
Campuran 65 70 % formaldehid di dalam udara sangat mudah terbakar. Formaldehid dapat
terdekomposisi menjadi metanol dan karbonmonooksida pada suhu 150oC dan pada suhu
300C jika dekomposisi tidak menggunakan katalis. Pada tekanan atmosfer formaldehid
mudah mengalami fotooksidasi menjadi karbondioksida (WAAC Newsletter, 2007). Larutan
formaldehid atau larutan formalin mempunyai nama dagang formalin, formol atau
mikrobisida dengan rumus molekul CH2O mengandung 37 % gas formaldehid dalam air.
Biasanya ditambahkan 10 15% metanol untuk menghindari polimerisasi. Larutan ini sangat
kuat dan dikenal dengan larutan formalin 40% yang mengandung 40 gram formaldehid dalam
100 ml pelarut (Cahyadi, 2006).
2. Karakteristik Formalin

Formalin atau Senyawa kimia formaldehida (juga disebut metanal), merupakan aldehida
berbentuknya gas dengan rumus kimia H2CO. Formaldehida awalnya disintesis oleh
kimiawan Rusia Aleksandr Butlerov tahun 1859, tapi diidentifikasi oleh Hoffman tahun 1867.
Formaldehida bisa dihasilkan dari pembakaran bahan yang mengandung karbon. Terkandung
dalam asap pada kebakaran hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau. Dalam atmosfer bumi,
formaldehida dihasilkan dari aksi cahaya matahari dan oksigen terhadap metana dan
hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehida dalam kadar kecil sekali juga dihasilkan
sebagai metabolit kebanyakan organisme, termasuk manusia (Reuss 2005).
Meskipun dalam udara bebas formaldehida berada dalam wujud gas, tetapi bisa larut
dalam air (biasanya dijual dalam kadar larutan 37% menggunakan merk dagang formalin
atau formol ). Dalam air, formaldehida mengalami polimerisasi dan sedikit sekali yang ada
dalam bentuk monomer H2CO. Umumnya, larutan ini mengandung beberapa persen metanol
untuk membatasi polimerisasinya. Formalin adalah larutan formaldehida dalam air, dengan
kadar antara 10%-40%. Meskipun formaldehida menampilkan sifat kimiawi seperti pada
umumnya aldehida, senyawa ini lebih reaktif daripada aldehida lainnya. Formaldehida
merupakan elektrofil, bisa dipakai dalam reaksi substitusi aromatik elektrofilik dan sanyawa

aromatik serta bisa mengalami reaksi adisi elektrofilik dan alkena. Dalam keberadaan katalis
basa, formaldehida bisa mengalami reaksi Cannizzaro, menghasilkan asam format dan
metanol. Formaldehida bisa membentuk trimer siklik, 1,3,5-trioksana atau polimer linier
polioksimetilena. Formasi zat ini menjadikan sifat-sifat gas formaldehida berbeda dari sifat
gas ideal, terutama pada tekanan tinggi atau udara dingin. Formaldehida bisa dioksidasi oleh
oksigen atmosfer menjadi asam format, karena itu larutan formaldehida harus ditutup serta
diisolasi supaya tidak kemasukan udara (Reuss 2005).
3. Fungsi Formalin

Oleh karena harganya yang terjangkau, formalin banyak digunakan dalam berbagai jenis
industri seperti pembuatan perabot dan juga digunakan sebagai bahan campuran dalam
pembuatan bangunan. Selain itu, formalin juga digunakan sebagai bahan pengawet mayat dan
agen fiksasi di laboratorium. Bahan pengawet ini, menurut Kepala Pusat Penelitian Kimia
LIPI, Dr. Leonardus Broto Kardono (2006).
Penggunaan formalin diantaranya adalah sebagai berikut:
a.
Pembunuh kuman sehingga digunakan sebagai pembersih lantai, gudang, pakaian dan
kapal.
b.
Pembasmi lalat dan serangga.
c.
Bahan pembuat sutra bahan, zat pewarna, cermin kaca dan bahan peledak.
d.
Dalam dunia fotografi digunakan sebagai pengeras lapisan gelatin dan kertas.
e.
Bahan pembentuk pupuk berupa urea.
f.
Bahan pembuatan produk parfum.
g.
Pencegah korosi untuk sumur minyak.
h.
Bahan untuk isolasi busa.
i.
Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood)
(Oke, 2008).
Larutan formaldehid adalah disinfektan yang efektif melawan bakteri vegetatif, jamur
atau virus tetapi kurang efektif melawan spora bakteri. Formaldehid bereaksi dengan protein
dan hal tersebut mengurangi aktivitas mikroorganisme. Efek sporosidnya meningkat, yang
meningkat tajam dengan adanya kenaikan suhu. Larutan 0,5 % formaldehid dalam waktu 6
12 jam dapat membunuh bakteri dan dalam waktu 2 4 hari dapat membunuh spora,
sedangkan larutan 8% dapat membunuh spora dalam waktu 18 jam. Formaldehid memiliki
daya antimicrobial yang luas yaitu terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Klebsiella pneumonia, Pseudomonas aerogenosa, Pseudomonas florescens, Candida
albicans, Aspergillus niger, atau Penicillium notatum. Mekanisme formaldehid sebagai
pengawet diduga bergabung dengan asam amino bebas dari protoplasma sel atau
mengkoagulasikan protein (Cahyadi, 2006).
Formaldehid membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri dehidrasi
(kekurangan air) sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan baru di permukaan.
Artinya formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga membentuk lapisan baru yang
melindungi lapisan di bawahnya supaya tahan terhadap serangan bakteri lain. Bila
desinfektan lainnya mendeaktifasikan serangan bakteri dengan cara membunuh maka
formalin akan bereaksi secara kimiawi dan tetap ada di dalam materi tersebut untuk
melindungi dari serangan berikutnya (Cipta Pangan, 2006)

Mekanisme formalin sebagai pengawet adalah jika formaldehid bereaksi dengan protein
sehingga membentuk rangkaian-rangkaian antara protein yang berdekatan. Akibat dari reaksi
tersebut protein mengeras dan tidak dapat larut (Herdiantini, 2003). Sifat penetrasi formalin
cukup baik, tetapi gerakan penetrasinya lambat sehingga walaupun formaldehid dapat
digunakan untuk mengawetkan sel-sel tetapi tidak dapat melindungi secara sempurna, kecuali
jika diberikan dalam waktu lama sehingga jaringan menjadi keras (Herdiantini, 2003).
4. Metode Uji Formalin
Metode Spot Test
Beberapa metode analisa kimia yang sudah ada, untuk penetapan kandungan formalin,
borak, dan zat pewarna berbahaya salah satunya dapat dilakukan dengan metode spot test.
Yaitu metode analisa kimia dengan menggunakan reagent kit (kit tester). Metode ini
mempunyai keistimewaan antara lain cepat, murah, pasti dan tidak memerlukan peralatan
yang rumit dan dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun.
Prinsip kerjanya adalah dengan menambahkan cairan (reagent) pada bahan makanan yang
diduga menggunakan bahan yang diselidiki, dengan hasil akhir terjadinya perubahan warna
khas.
5. Penyalahgunaan Formalin
Dalam jumlah sedikit, formalin akan larut dalam air, serta akan dibuang ke luar
bersama cairan tubuh. Sehingga formalin sulit dideteksi keberadaannya di dalam darah.
Imunitas tubuh sangat berperan dalam berdampak tidaknya formalin di dalam tubuh. Jika
imunitas tubuh rendah atau mekanisme pertahanan tubuh rendah, sangat mungkin formalin
dengan kadar rendah pun bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Usia anak khususnya
bayi dan balita adalah salah satu yang rentan untuk mengalami gangguan ini. Secara mekanik
integritas mukosa (permukaan) usus dan peristaltik (gerakan usus) merupakan pelindung
masuknya zat asing masuk ke dalam tubuh. Secara kimiawi asam lambung dan enzim
pencernaan menyebabkan denaturasi zat berbahaya tersebut. Secara imunologik sIgA
(sekretori Imunoglobulin A) pada permukaan mukosa dan limfosit pada lamina propia dapat
menangkal zat asing masuk ke dalam tubuh. Pada usia anak, usus imatur (belum sempurna)
atau sistem pertahanan tubuh tersebut masih lemah dan gagal berfungsi sehingga
memudahkan bahan berbahaya masuk ke dalam tubuh sulit untuk dikeluarkan. Hal ini juga
akan lebih mengganggu pada penderita gangguan saluran cerna yang kronis seperti pada
penderita Autism, penderita alergi dan sebagainya.
Penggunaan bahan pengawet formalin yang tidak disetujui oleh Menteri Kesehatan
(Peraturan Menteri kesehatan No.1168/Menkes/PER/X/1999) untuk mengawetkan produk
pangan masih saja digunakan oleh paraprodusen. Untuk memperpanjang umur simpan tahu
dan bahkan disinyalir pula bahwa formalin dipergunakan untuk mengawetkan daging ayam
segar oleh para pedagang.(http:// Profil Fakultas Teknologi Pangan UNISRI Solo/2007)
Formalin memang terbukti mampu memperpanjang umur simpan tahu, seperti
dibuktikan oleh hasil penelitian Winarno tahun 1978 berikut ini: perendaman dalam larutan
formalin 2% selama 3 menit saja, terbukti mampu memperpanjang umur simpan tahu sampai
4 5 hari, sedangkan tahu yang direndam air hanya mampu bertahan 1 2 hari. Yang
menjadi masalah formalin bukan merupakan BTP Bahan Tambahan Pangan (Food
additive).

Formalin masuk ke dalam tubuh manusia melalui dua jalan, yaitu mulut dan
pernapasan. Sebetulnya, sehari-hari kita menghirup formalin dari lingkungan sekitar. Polusi
yang dihasilkan oleh asap knalpot dan pabrik, mengandung formalin yang mau tidak mau kita
hirup, kemudian masuk ke dalam tubuh. Asap rokok atau air hujan yang jatuh ke bumi pun
sebetulnya
juga
mengandung
formalin.
Formalin sangat berbahaya jika terhirup, mengenai kulit dan tertelan. Akibat yang
ditimbulkan dapat berupa : luka bakar pada kulit, iritasi pada saluran pernafasan, reaksi alergi
dan bahaya kanker pada manusia. Jika kandungan dalam tubuh tinggi, akan bereaksi secara
kimia dengan hampir semua zat di dalam sel, sehingga menekan fungsi sel dan menyebabkan
kematian sel yang menyebabkan kerusakan pada organ tubuh. Formalin merupakan zat yang
bersifat karsinogenik atau bisa menyebabkan kanker. Beberapa penelitian terhadap tikus dan
anjing pemberian formalin dalam dosis tertentu jangka panjang secara bermakna
mengakibatkan kanker saluran cerna seperti adenocarcinoma pylorus, preneoplastic
hyperplasia pylorus dan adenocarcinoma duodenum. Penelitian lainnya menyebutkan
pengingkatan resiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum nasal (hidung) pada
pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan.
Berdasarkan hasil investigasi dan pengujian laboratorium yang dilakukan Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di Jakarta, ditemukan sejumlah produk pangan
seperti ikan asin, mi basah, dan tahu yang memakai formalin sebagai pengawet. Produk
pangan berformalin itu dijual di sejumlah pasar dan supermarket di wilayah DKI Jakarta,
Banten, Bogor, dan Bekasi. Adanya bahan aditif dan pengawet berbahaya dalam makanan ini
sebenarnya sudah lama menjadi rahasia umum. Tetapi masalah klasik tersebut kembali
menjadi pembicaraan hangat akhir tahun ini karena temuan Balai POM. Fakta ini lebih
menyadarkan masyarakat bahwa selama ini terdapat bahaya formalin yang mengancam
kesehatan yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari. (http://www.depkes.go.id)
Akibat jangka pendek yang terjadi biasanya bila terpapar formalin dalam jumlah yang
banyak, Tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah bersin, radang
tonsil, radang tenggorokan, sakit dada, yang berlebihan, lelah, jantung berdebar, sakit kepala,
mual, diare dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian.
Bila terhirup formalin mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan
pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan
sistem saluran pernafasan bisa mengganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru) atau
edema paru ( pembengkakan paru).
Bila terkena kulit dapat menimbulkan perubahan warna, kulit menjadi merah, mengeras, mati
rasa dan ada rasa terbakar. Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata sehingga
mata memerah, rasanya sakit, gata-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata. Bila
merupakan bahan berkonsentrasi tinggi maka formalin dapat menyebabkan pengeluaran air
mata yang hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.
(http://puterakembara.org/archives8/00000066.shtml)
Apabila tertelan maka mulut, tenggorokan dan perut terasa terbakar, sakit menelan,
mual, muntah dan diare, kemungkinan terjadi pendarahan , sakit perut yang hebat, sakit
kepala, hipotensi (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga koma. Selain itu juga
dapat terjadi kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat dan
ginjal.

Meskipun dalam jumlah kecil, dalam jangka panjang formalin juga bisa mengakibatkan
banyak gangguan organ tubuh. Apabila terhirup dalam jangka lama maka akan menimbulkan
sakit kepala, gangguan sakit kepala, gangguan pernafasan, batuk-batuk, radang selaput lendir
hidung, mual, mengantuk, luka pada ginjal dan sensitasi pada paru. Gangguan otak
mengakibatk efek neuropsikologis meliputi gangguan tidur, cepat marah, gangguan emosi,
keseimbangan terganggu, kehilangan konsentrasi, daya ingat berkurang dan gangguan
perilaku lainnya.
Dalam jangka panjang dapat terjadi gangguan haid dan kemandulan pada perempuan. Kanker
pada hidung, ronggga hidung, mulut, tenggorokan, paru dan otak juga bisa terjadi.
Apabila terkena kulit, kulit terasa panas, mati rasa, gatal-gatal serta memerah,
kerusakan pada jari tangan, pengerasan kulit dan kepekaan pada kulit, dan terjadi radang kulit
yang menimbulkan gelembung. Jika terkena mata, bahaya yang paling menonjol adalah
terjadinya radang selaput mata. Jika tertelan akan menimbulkan iritasi pada saluran
pernafasan, muntah-muntah dan kepala pusing, rasa terbakar pada tenggorokan, penurunan
suhu badan dan rasa gatal di dada.
Sebagian besar makanan yang di jual di sekitar kita, menggunakan bahan pengawet karena
faktor kesengajaan. Untuk dapat menghindari bahaya tersebut, kita dapat mengenali ciri-ciri
makanan yang mengandung bahan pengawet :

Jajanan di pinggir jalan yang murah, makanan yang tidak jelas, dan tidak higienis.

Tahu yang bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur, awet beberapa hari, dan
tidak mudah busuk .

Mie basah yang awet beberapa hari dan tidak mudah basi dibandingkan dengan yang
tidak mengandung formalin.

Ayam potong yang berwarna putih bersih, awet, dan tidak mudah busuk

Ikan basah yang berwarna putih bersih, kenyal, insangnya berwarna merah tua bukan
merah segar, awet sampai beberapa hari dan tidak cepat busuk.

Makanan Bakso yang biasa di konsumsi, teksturnya lebih keras, rasanya kenyal, agak
berbau zat kimia, tahan lama dan tidak mudah basi.
(http://www.depkes.go.id)

6. Penanganan Bila Terpapar Formalin


Bila terkena hirupan atau terkena kontak langsung formalin, tindakan awal yang harus
dilakukan adalah menghindarkan penderita dari daerah paparan ke tempat yang aman. Bila
penderita sesak berat, kalau perlu gunakan masker berkatup atau peralatan sejenis untuk
melakukan pernafasan buatan. Bila terkena kulit lepaskan pakaian, perhiasan dan sepatu yang
terkena formalin. Cuci kulit selama 15-20 menit dengan sabun atau deterjen lunak dan air
yang banyak dan dipastikan tidak ada lagi bahan yang tersisa di kulit. Pada bagian yang
terbakar, lindungi luka dengan pakaian yag kering, steril dan longgar.

Bilas mata dengan air mengalir yang cukup banyak sambil mata dikedip-kedipkan.
Pastikan tidak ada lagi sisa formalin di mata. Aliri mata dengan larutan dengan larutan garam
dapur 0,9 persen (seujung sendok teh garam dapur dilarutkan dalam segelas air) secara terusmenerus sampai penderita siap dibawa ke rumah sakit atau ke dokter. Bila tertelan segera
minum susu atau norit untuk mengurangi penyerapan zat berbahaya tersebut. Bila diperlukan
segera hubungi dokter atau dibawa ke rumah sakit.
(http://id.medicine-and-health/formalin-dan-bahayanya)
Yang lebih menyulitkan adalah pemantauan efek samping jangka panjang. Biasanya hal
ini terjadi akibat paparan terhadap formalin dalam jumlah kecil. Dalam jangka pendek akibat
yang ditimbulkan seringkali tanpa gejala atau gejala sangat ringan. Jangka waktu tertentu
gangguan dan gejala baru timbul.

Isu adanya formalin yang terdapat dalam bahan makanan dan alat makan sehar-hari ini
memang harus diwaspadai. Tetapi sebaiknya tidak harus disikapi secara berlebihan. Bukan
berarti kita harus sama sekali tidak makan tahu, bakso, mi basah atau ikan asin. Atau kita
tidak harus menghindari bahan plastik atau melamin untuk alat makan kita. Karena tidak
semua bahan makanan atau alat makan tersebut mengandung formalin. Yang penting
konsumen harus jeli dengan memperhatikan kualitas makanan dan alat makan yang dibeli
atau dipakai.
Untuk alat makan berasal dari plastik atau melamin, kalau mudah sekali pudar atau
kusam, berarti bahannya banyak yang terkikis maka produk seperti ini perlu dihindari. Jika
tidak yakin akan kualitas produk melamin yang Anda punya, sebaiknya jangan gunakan
piranti makan tersebut untuk makanan serta minuman panas. Untuk makanan dingin,
biasanya tidak berbahaya. Formalin yang sudah membentuk polimer dalam keadaan dingin
sulit untuk terurai. Dalam mengonsumsi bahan makanan kita harus mencermati makanan
yang mengandung formalin. Kalau tahu tahan sampai berhari-hari, kenyal dan padat sangat
mungkin mengandung formalin. Sebetulnya, makanan yang mengandung formalin memiliki
bau yang khas, sehingga bisa dideteksi oleh orang awam sekalipun.
Pencegahan paparan langsung terhadap formalin harus dilakukan, khususnya bagi
pekerja industri yang memakai formalin. Agar tidak terhirup gunakan alat pelindung
pernafasan, seperti masker, kain atau alat lainnya yang dapat mencegah kemungkinan
masuknya formalin ke dalam hidung atau mulut. Lengkapi sistem ventilasi dengan penghisap
udara (exhaust fan) yang tahan ledakan. Gunakan pelindung mata atau kacamata pengaman
yang tahan terhadap percikan. Sediakan kran air untuk mencuci mata di tempat kerja yang
berguna apabila terjadi keadaan darurat. Pencegahan paparan pada kulit sebaiknya
menggunakan sarung tangan dan pakaian pelindung bahan kimia yang tahan terhadap bahan
kimia. Hindari makan, minum dan merokok selama bekerja atau cuci tangan sebelum makan.
PENUTUP
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau menusuk, uapnya
merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa membakar. Formalin banyak
digunakan dalam berbagai jenis industri seperti pembuatan perabot dan juga digunakan
sebagai bahan campuran dalam pembuatan bangunan, dan bahkan pada saat ini banyak
digunakan dalam bahan makanan yang berfungsi sebagai bahan pengawet yang justru
berdampak negatif buat tubuh manusia.

Meskipun dampaknya sangat berbahaya jika terakumulasi di dalam tubuh, sangatlah


tidak bijaksana jika melarang penggunaan formalin. Banyak industri memerlukan formalin
sehingga harus bijaksana dalam menggunakannya. Paling utama adalah dengan tidak
menggunakannya pada makanan, karena masih ada pengawet makanan yang aman. Depkes
atau Badan POM beserta instansi terkait harus mengawasi secara ketat dan terus menerus
dalam masalah ini. Adapun merupakan tanggung jawab kita bersama untuk mencegah
penyalahgunaan formalin sebagai pengawet makanan demi kesehatan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Astawan, Made. 2006. Mengenal Formalin dan bahayanya. Jakarta: Penebar Swadya
Cahyadi, W., 2006. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara,
Jakarta.
Harmita. 2006. Buku Ajar Analisis Fisikokimia. Depok: departemen farmasi FMIPA
Universitas Indonesia
Herdiantini, E., 2003. Analisis Bahan Tambahan Kimia (Bahan Pengawet Dan Pewarna)
Yang Dilarang Dalam Makanan. Bandung: Fakultas Teknik Universitas Pasundan.
Noor, Etty D. 2010. Pembuatan Alat Pendeteksi Kadar Beta Karoten Menggunakan Sensor
Warna TCS230. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Norman, R.O.C and D.J. Waddington, 1983. Modern Organic Chemistry. New York: Colliens
Educational.
Oke, 2008. Mengenal Formalin. http://www.oke.or.id.[ Diakses pada 03 april 2015]
Reuss G, W. Disteldorf, A.O.Gamer. 2005. Formaldehyde in Ullmanns Encyclopedia of
Industrial Chemistry Wiley-VCH. http://en.wikipedia.org/wiki/Formaldehyde. [Diakses pada
03 april 2015].
WAAC Newsletter, 2007. Formaldehid: Detection and Mitigation. http://www.wikipedia.com
. [Diakses pada 03 april 2015].
Winarno, FG. 2004. Keamanan Pangan 2. M Brio Press. Bogor
Kompas 1 Oktober 2010
http://id.wikipedia.org/wiki/Formaldehida
http://id.medicine-and-health/formalin-dan-bahayanya
http:// id.Profil Fakultas Teknologi Pangan UNISRI Solo/2007
http://puterakembara.org/archives8/00000066.shtml
http://www.depkes.go.id

Anda mungkin juga menyukai