Pendahuluan
Dyspnea adalah suata gejala subjektif sulit bernafas, nafas pendek. Gejala ini terjadi
karena peningkatan usaha untuk inhalasi dan ekshalasi. Penilaian dimulai dari kualitas dan
intensitas rasa sulit bernafas. Dyspnea dihasilkan dari obstruksi saluran nafas atas dan
gangguan jantung dan paru yang meningkatkan dorongan untuk bernafas, dan stimulasi
reseptor di jantung, paru, atau vaskular.1
Obstruksi saluran napas atas (OSNA) adalah penyumbatan pada saluran nafas atas,
yang bisa terjadi pada laring, faring dan percabangan trakea yang dapat menyebabkan
kegagalan sistem pernapasan. Namun yang paling menimbulkan kegawatdaruratan adalah
obstruksi pada laring. Penyebab terjadinya OSNA antara lain abses parafaring, abses
retrofaring, benda asing, paralisis nervus rekuren bilateral, reaksi alergi, sindroma croup,
tumor laring, trauma. Gejala yang terjadi tergantung dari penyebab OSNA. Namun, ada
beberapa gejala umum pada OSNA, antara lain sesak napas, warna muka pucat sampai
menjadi sianosis karena hipoksia, penurunan kesadaran, tersedak, panik, agitasi, wheezing,
stridor, cekungan yang terdapat saat inspirasi di suprasternal, epigastrium, supraklavikula dan
interkostal. Cekungan terjadi sebagai upaya dari otot-otot pernapasan untuk mendapatkan
oksigen yang adekuat. 2,3
BAB II
Saluran Pernapasan Atas
2.1 Anatomi
2.1.1 Laring
(Pharynx and Larynx Anatomy. eDoctor Online. C 2010.[ tidak diperbaharui; diunduh 9 April
2015].Diunduh
dari
www.edoctoronline.com/medical-atlas.asp?
c=4&m=1&p=9&cid=1053&s)
2.1.2 Struktur penyangga
Struktur kerangka laring terdiri dari satu tulang dan beberapa kartilago yang
berpasangan ataupun tidak. Di sebelah superior terdapat os hiodeum, struktur yang berbentuk
U dan dapat dipalpasi di leher depan dan lewat mulut pada faring lateral. Meluas dari masingmasing sisi bagian tengah os atau korpus hiodeum adalah suatu prosesus panjang dan pendek
yang mengarah ke posterior dan suatu prosesus pendek yang mengarah ke superior. Tendon
dan otot-otot lidah, mandibula dan kranium melekat pada permukaan superior korpus dan
kedua prosesus. Saat menelan,kontraksi otot-otot ini mengangkat laring. Namun bila laring
dalam keadaan labil, maka otot-otot tersebut akan membuka mulut dan akan ikut berperan
dalam gerakan lidah. Di bawah os hiodeum dan menggantung pada ligamentum tirohioideum
adalah dua alae atau sayap kartilago tiroidea. Kedua alae menyatu di garis tengah pada sudut
yang lebih dulu dibentuk pada pria lalu membentuk jakun (Adams apple). Pada tepi posterior
masing-masing alae terdapat kornu superior dan inferior. Artikulasio kornu inferior dengan
kartilago krikoidea, memungkinkan sedikit pergeseran atau gerakan antara kartilago tiroidea
dan krikoidea. 3,4
Kartilago krikoidea yang juga mudah teraba di bawah kulit melekat pada kartilago
tiroidea lewat ligamentum krikotiroideum. Tidak seperti struktur penyokong lainnya dari
jalan pernapasan, kartilago krikoidea berbentuk lingkaran penuh dan tak mampu
mengembang. Permukaan posterior atau lamina krikoidea cukup lebar, sehingga kartilago ini
tampak seperti signet ring. Di sebelah inferior, kartilago trakealis pertama melekat pada
krikoid lewat ligamentum interkartilaginosa. 3,4
Pada pemeriksaan superior lamina terletak pasangan kartilago aritenoidea, masingmasing berbentuk seperti piramid berisi tiga. Basis piramidalis berartikulasi dengan krikoid
pada artikulasio krikoaritenoidea, sehingga dapat terjadi gerakan meluncur dari medial ke
lateral dan rotasi. Tiap kartilago aritenoidea mempunyai dua prosesus, prosesus vokalis
anterior dan prosesus muskularis lateralis. Ligamentum vokalis meluas ke anterior dari
masing-masing prosesus vokalis dan berinsersi ke dalam kartilago tiroidea di garis tengah.
Prosesus vokalis membentuk dua per lima bagian belakang dari korda vokali, sementara
ligamentum vokalis membentuk bagian membranosa atau bagian pita suara yang dapat
bergetar. Ujung bebas dan permukaan superior korda vokalis suara membentuk glotis. Bagian
laring di atasnya disebut supraglotis dan di bawahnya subglotis. Terdapat dua pasang
kartilago kecil dalam laring yang tidak memiliki fungsi. Kartilago kornikulata terletak dalam
jaringan di atas menutupi aritenoid. Di sebelah lateralnya, yaitu di dalam plika ariepiglotika
terletak kartilago kuneidormis.3,4
Pasangan jaringan elastik penting lainnya adalah konus elastikus. Jaringan ini jauh lebih kuat
dari membrana kuadrangularis, dan meluas ke atas dan medial dari arkus kartilaginis
krikoidea untuk bergabung dengan ligamentum vokalis pada masing-masing sisi. Jadi konus
elastikus terletak di bawah mukosa di bawah permukaan korda vokalis sejati. 4
2.1.3 Struktur laring dalam
Sebagian besar laring dilapisi oleh mukosa toraks bersilia yang dikenal dengan epitel
respiratorius. Namun,bagian-bagian laring yang terpapar aliran udara terbesar, misalnya
permukaan lingua pada epiglotis, permukaan superior plika ariepiglotika dan permukaan
superior serta tepi bebas korda vokalis sejati, dilapisi epitel gepeng yang lebih keras. Kelenjar
penghasil mukus banyak ditemukan dalam epitel respiratorius. 4
Struktur pertama yang diamati pada pemeriksaan memakai kaca adalah epiglotis. Tiga
pita mukosa meluas dari epiglotis ke lidah. Di antara pita mediana dan setiap pita lateral
terdapat suatu kantung kecil, yaitu valekula. Di bawah tepi bebas epiglotis dapat terlihat
aritenoid sebagai dua gunukan kecil yang dihubungkan oleh otot interaritenoid yang tipis.
Perluasan dari masing-masing aritenoid ke anterolateralis menuju tepi lateral bebas dari
epiglotis adalah plika ariepiglotika, merupakan suatu membrana kuadrangularis yang dilapisi
mukosa. Di lateral plika ariepiglotika terdapat sinus atau resesus piriformis. Struktur ini bila
dilihat dari atas, merupakan suatu kantung berbentuk segitiga dimana tidak memiliki dinding
posterior. Dinding medialnya di bagian atas adalah kartilago kuadrangularis dan di bagian
bawah kartilago aritenoidea dengan otot-otot lateral yang melekat padanya, dan dinding
lateral adalah permukaan dalam alae tiroid. Di sebelah posterior sinus piriformis berlanjut
sebagai hipofaring. Sinus piriformis dan faring bergabung ke bagian inferior, ke dalam
introitus esophagi yang dikelilingi oleh otot krikofaringeus yang kuat. 4
Dalam laring sendiri, terdapat dua pasang pita horizontal yang berasal dari aritenoid
dan berinsersio ke dalam kartilago tiroidea bagian anterior. Pita suara adalah korda vokalis
palsu atau pita ventrikular, dan lateral terhadap korda vokalis sejati. Korda vokalis palsu
terletak tepat di inferior tepi bebas membrana kuadrangularis. Ujung korda vokalis sejati
(plika vokalis) adalah batas superior kornu elastikus. Otot vokalis dan tiroaritenoideus
membentuk massa dari korda vokalis ini. Karena permukaan superior korda vokalis adalah
datar, maka mukosa akan memantulkan cahaya dan tampak berwarna putih pada laringoskop
indirek. Korda vokalis palsu dan sejati dipisahkan oleh ventrikulus laringis. Ujung anterior
ventrikel meluas ke superior sebagai suatu divertikulum kecil yang dikenal sebagai sakulus
laringis, dimana terdapat sejumlah kelenjar mukus yang diduga melumasi korda vokalis. 4
Walaupun laring biasanya dianggap sebagai organ penghasil suara, namun ternyata
memiliki tiga fungsi utama proteksi jalan napas, respirasi dan fonasi. Laring merupakan
salah satu bagian dari saluran napas atas. Perlindungan jalan napas selama aksi menelan
melalui berbagai mekanisme berbeda. Elevasi laring di bawah pangkal lidah melindungi
laring lebih lanjut dengan mendorong epiglotis dan plika ariepiglotika ke bawah menutup
aditus. Struktur ini mengalihkan makanan ke lateral menjauhi aditus laringitis dan masuk
sinus piriformis, selanjutnya ke introitus esofagi. Relaksasi otot krikofaringeus yang terjadi
bersamaan mempermudah jalan makanan ke dalam esofagus sehingga tidak masuk ke laring.
Di samping itu, respirasi juga dihambat selama proses menelan melalui suatu refleks yang
diperantarai reseptor pada mukosa daerah supraglotis. Hal ini mencegah inhalasi makanan
atau saliva. 4
Selama respirasi, tekanan intratoraks dikendalikan oleh berbagai derajat penutupan
korda vokalis sejati. Perubahan tekanan ini membantu sistem jantung seperti juga ia
mempengaruhi pengisian dan pengosongan jantung dan paru. Selain itu, bentuk korda vokalis
palsu dan sejati memungkinkan peningkatan tekanan intratorakal yang diperlukan untuk
tindakan-tindakan mengejan misalnya mengangkat benda berat atau defekasi. Pelepasan
tekanan secara mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk mempertahankan ekspansi
alveoli terminal dari paru dan membersihkan sekret atau partikel makanan yang berakhir
dalam aditus laringis. 4
Korda vokalis sejati yang teraduksi kini diduga berfungsi sebagai suatu alat bunyi
pasif yang bergetar akibat udara yang dipaksa antara korda vokalis sebagai akibat kontraksi
otot-otot ekspirasi. Nada dasar yang dihasilkan dapat dimodifikasi dengan berbagai cara. Otot
intrinsik laring berperan penting dalam penyesuaian tinggi nada dengan mengubah bentuk
dan massa ujung-ujung bebas korda vokalis sejati dan tegangan korda itu sendiri. Otot
ekstralaring juga dapat ikut berperan. 4
BAB III
Obstruksi Saluran Napas Atas
3.1 Definisi
Obstruksi saluran napas atas (OSNA) adalah penyumbatan pada saluran nafas atas, yang bisa
terjadi pada laring, faring dan percabangan trakea yang dapat menyebabkan kegagalan sistem
pernapasan. Namun yang paling menimbulkan kegawatdaruratan adalah obstruksi pada laring. 1
Penyebab terjadinya OSNA antara lain abses parafaring, abses retrofaring, benda asing, paralisis
nervus rekuren bilateral, reaksi alergi, sindroma croup, tumor laring, trauma.
3.2 Etiologi
2,3
Benda asing dapat dibedakan menjadi benda yang berasal dari luar tubuh (eksogen) atau dari
dalam tubuh (endogen). Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair atau gas. Benda
eksogen padat juga dibedakan menjadi zat organik (kacang-kacangan), dan zat anorganik
(mainan kecil, koin). Benda asing eksogen dapat berupa sekret kental, darah, nanah,krusta.
4. Paralisis nervus laringeus rekuren bilateral
Pada umumnya, paralisis terjadi setelah operasi tiroid akibat cedera nervus laringeus rekuren
dan bermanifestasi sebagai paralisis plika vokalis bilateral yang berada pada linea mediana.
Awalnya pita suara terletak pada posisi paramedian, sehingga terjadi gejala disfonia berat
walaupun tanpa obstruksi saluran napas. Setelah beberapa lama, pita suara berpindah
perlahan-lahan ke garis tengah dengan akibat perbaikan suara namun terjadi sesak napas.
Waktu yang diperlukan sampai terjadinya peralihan sesak napas berat bervariasi antara
beberapa hari hingga 20 tahun.
5. Reaksi Alergi
Reaksi dimana jaringan areola longgar di sekitar glottis merupakan organ syok yang dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas secara cepat. Edema obstruktif dapat timbul hanya dalam
beberapa menit setelah kontak dengan suatu antigen eksitasi. Bila situasi ini terjadi, perlu
dilakukan tindakan-tindakan heroik termasuk pemberian steroid dan trakeostomi.
6. Sindroma croup
Croup adalah suatu infeksi laring yang berkembang cepat, menimbulkan stridor dan obstruksi
jalan napas. Permukaan laringeal dari epiglotis dan daerah di bawah korda vokalis pada laring
mngandung jaringan aerolar longgar yang cenderung membengkak bila meradang. Maka,
croup dapat dibedakan menjadi supraglotitis (epiglotitis) akut dan laringitis subglotis akut.
Meskipun keduanya dapat bersifat akut dan berat, namun epiglotitis cenderung lebih berat,
seringkali berakibat fatal dalam beberapa jam tanpa terapi.
7. Tumor laring
Sumbatan jalan napas dapat terjadi pada tiap tumor laring. Sumbatan jalan napas ini
menimbulkan gejala dispnea dan stridor. Gejala tersebut disebabkan oleh gangguan jalan
napas oleh massa tumor, penumpukan sekret maupun akibat fiksasi pita suara. Sumbatan
yang terjadi perlahan-lahan dapat dikompensasi oleh pasien. Pada umumnya gejala sumbatan
jalan napas adalah tanda prognosis yang kurang baik.
8. Trauma
Trauma pada laring dapat berupa trauma tumpul atau trauma tajam. Trauma laring dapat
menyebabkan edema dan hematoma di plika ariepiglotika dan plika ventrikularis oleh karena
jaringan submukosa di daerah ini mudah membengkak. Tulang rawan laring dan
persendiannya dapat mengalami fraktur dan dislokasi. Kerusakan pada perikondrium dapat
menyebabkan hematoma, nekrosis tulang rawan, dan perikondritis yang mengakibatkan
menyempitnya lumen laring dan trakea.
8
asing. Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher
dalam keadaan fleksi dan kepala ekstensi.4
Pemeriksaan laboratorium darah juga diperlukan untuk mengetahui adanya
ketidakseimbangan asam-basa serta tanda infeksi traktus respiratorius.4
3.5 Diagnosis
Diagnosis dilakukan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang. OSNA pada laring merupakan keadaan gawat darurat yang harus segera
ditangani. Penatalaksaan yang diberikan mengacu pada kriteria Jackson.3
3.6 Penatalaksanaan
Dalam penanggulangan OSNA pada prinsipnya diusahakan agar jalan nafas lancar
kembali. Tindakan konservatif dengan pemberian anti inflamasi, anti alergi, antibiotika serta
pemberian oksigen intermiten dilakukan pada sumbatan stadium 1 yang disebabkan
peradangan.3
Intubasi endotrakea dan trakeostomi dilakukan pada pasien dengan sumbatan stadium
2 dan 3 sedangkan krikotirotomi dilakukan pada sumbatan stadium 4.3
3.6.1
Intubasi endotrakea
Indikasi intubasi endotrakea adalah 1) untuk mengatasi sumbatan saluran napas
bagian atas, 2) membantu ventilasi, 3) memudahkan mengisap sekret dari traktus trakeobronkial, 4) mencegah aspirasi sekret yang ada di rongga mulut atau yang berasal dari
lambung.4
3.6.1.1 Teknik intubasi endotrakea
Trakeostomi
Trakeostomi adalah tindakan membuat lubang pada dinding anterior trakea untuk
bernapas. Indikasi trakeostomi termasuk sumbatan mekanis pada jalan nafas dan gangguan
non-obstruktif yang mengubah ventilasi. Tiap lesi yang menyumbat atau dapat menyumbat
jalan napas bagian atas harus dipintas.4 Tergantung dari letak trakeostomi, trakeostomi dibagi
menjadi:5
biasanya dilakukan trakeostomi letak rendah. Namun jika isthmus terletak pada posisi normal
dan tersedia cukup waktu, trakeostomi letak tengah lebih dipilih karena tingkat kejadian
komplikasi yang lebih rendah.5
11
Gambar 6. Trakeostomi
(Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, et al. Ear, Nose and Throat Diseases with Head and
Neck Surgery. Edisi 3.New York: Thieme; 2009. Hlm 351-52.)
Keterangan gambar: a.1. Trakeostomi letak tinggi; 2. Trakeostomi letak tengah; 3.
Trakeostomi letak rendah. b. 1. Ligament krikotiroid; 2. Kartilago krikoid; 3. Dinding trakea
diinsisi di bawah tracheal ring; 4. Isthmus tiroid dipisahkan; 5. Dinding trakea anterior
dilipat ke bawah dan difiksasi pada kulit
Alat-alat yang perlu disiapkan untuk melakukan trakeostomi ialah semprit dengan obat
analgesia (novokain), pisau (skalpel), pinset anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang
pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang
cocok untuk pasien.4
3.6.2.1 Teknik trakeostomi
Pasien terbaring telentang dengan bagian kaki tempat tidur direndahkan 30 derajat
guna menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Suatu selimut terlipat
diletakkan antara skapula agar leher cukup terekstensi, dan leher anterior dibersihkan secara
antisepsis dan ditutup. Jaringan subkutan diinfiltrasi dengan lidokain dan epinefrin 1:100.000.
Insisi kulit sebaiknya horizontal. Insisi dibuat dengan skalpel tajam setinggi pertengahan
antara tonjolan krikoid dan incisura suprasternalis. Setelah insisi kulit mencapai otot
platisma, diseksi dilakukan vertikal tetap pada garis tengah. Kelenjar tiroid dengan ismus
yang terletak di atas trakea biasanya dapat diretraksi ke bawah, jika tidak mudah diretraksi,
maka ismus harus di klem, dipotong dan ditambatkan jauh dari lapangan operasi. Diseksi
dilakukan secara tajam dan tumpul menggunakan gunting dan hemostat. Klem Allis
digunakan untuk retraksi otot ke lateral hingga terlihat fasia pretrakealis. Pada tahap ini, pada
pasien sadar diinjeksi lidokain 4 % trans trakea guna mencegah spasme batuk hebat setelah
insisi dan intubasi.6
12
3.7 Komplikasi
Tindakan-tindakan yang dilakukan memiliki berbagai komplikasi, antara lain:
1. Intubasi endotrakea, komplikasi:7
- Cedera pada gigi, faring dan laring
- Aspirasi
- Pneumotoraks
2. Trakeostomi, komplikasi:6
3.7.1
Komplikasi bedah:
-
3.7.2
Perdarahan
Pneumotoraks
Aspirasi
Henti jantung
Paralisis saraf rekuren
Komplikasi lanjut:
-
Infeksi
14
3.7.3
Krikotirotomi, komplikasi:8
-
Perdarahan
Perforasi esofagus
Hiperkarbia
Stenosis subglotis
Fraktur laring
Pneumotoraks
Cedera laring
3.8 Prognosis
Penatalaksanaan yang tepat biasanya memberikan prognosis yang baik. Namun bila
penyakit yang mendasarinya berat, prognosis dapat buruk walaupun ditangani.2
BAB IV
Dyspnea
4.1 Definisi
Dyspnea adalah suata gejala subjektif sulit bernafas, nafas pendek. Gejala ini terjadi
karena peningkatan usaha untuk inhalasi dan ekshalasi. Penilaian dimulai dari kualitas dan
intensitas rasa sulit bernafas. Dyspnea dihasilkan dari obstruksi saluran nafas atas dan
gangguan jantung dan paru yang meningkatkan dorongan untuk bernafas, dan stimulasi
reseptor di jantung, paru, atau vaskular.1
Dyspnea sistem respirasi : (1) Penyakit jalan nafas, obstruksi jalan nafas, asma dan
PPOK adalah penyakit yang umum terjadi pada dyspnea yang berhubungan dengan
peningkatan usaha untuk bernafas. Bronkospasme bisa menghasilkan rasa tertekan pada dada
dan hiperventilasi. Hipoksemia dan hiperkapnia dihasilkan ketidaksamaan ventilasi-perfusi.
(2) Kelainan dinding dada, kekakuan dinding dada dan kelemahan neuromuskular seperti
myasthenia gravis dan Gullain Barre Syndrome dapat meningkatkan usaha untuk bernafas.
(3) Kelainan parenkim paru, penyakit paru interstisiel menyebabkan penurunan komplians
15
paru dan meningkatkan usaha bernafas. Stimulasi pada reseptor paru dapat menyebabkan
hiperventilasi.1
Pendekatan pada pasien dimulai dari anamnesis untuk mendapatkan deskripsi rasa
sulit bernafas, termasuk dampak posisi yang berbeda, infeksi, atau pajanan lingkungan.
Orthopnea ditemukan kebanyakan pada pasien dengan gagal jantung kongestif. Dyspnea
yang muncul secara akut perlu ditanyakan kegiatan apa yang dilakukan beberapa jam
sebelumnya atas kecurigaan adanya tersedak benda asing. Selain itu tipe dyspnea dapat
memberinpetunjuk penyebab dari dyspnea. Pemeriksaan fisik dinilai dari peningkatan usaha
bernafas yang ditunjukkan dengan penggunaan otot nafas aksesoris yang dinilai dengan
retraksi. Nilai pergerakan dada simetris atau tidak. Nilai fungsi paru dengan perkusi dan
auskultasi. Pemeriksaan jantung harus mengikutsertakan pemeriksaan JVP,dan suara jantung.
Pemeriksaan rontgen dada dilakukan untuk evaluasi primer, pemeriksaan lanjutan yang
diperlukan ada EKG dan tes fungsi paru.1
4.2 Patofisiologi
Dyspnea disebabkan oleh karena ketidakseimbangan antara udara yang dibutuhkan
dengan kerja otot-otot pernapasan yang berlebihan. Dyspnea juga terjadi bila kerja
pernapasan normal harus dilakukan oleh otot-otot respirasi yang insufisien. Dikarenakan
dyspnea ialah sensasi yang subjektif maka dyspnea tidak dapat diukut oleh investigator.
Walau begitu, dyspnea dapat dikaji melalui perubahan-perubahan pada pola pernapasan,
seperti takipnea, ortopnea, pernapasan periodik, dan lain sebagainya. Dyspnea memiliki 4
derajat/grade menurut British Medical Research Council yaitu:
Grade 0
: dyspnea hanya selama aktivitas yang berlebihan
Grade I
: dyspnea hanya karena berjalan cepat
Grade II
: berjalan cepat tidak dimungkinkan karena napas yang pendek
Grade III
: berhenti oleh karena dyspnea setelah berjalan 100 m
Grade IV
: tidak dapat meninggalkan rumah karena pola napas yang pendek.9
Dyspnea dapat disebabkan baik oleh sebab pulmoner maupun oleh karena sebab
ekstrapulmoner:
Penyebab pulmoner dari dyspnea:
- Penyakit paru obstruktif : peningkatan resistensi jalan napas oleh karena stenosis
-
jalan napas atas, asma bronkial, dan penyakit paru obstruktif kronik
Penyakit paru restriktif : penyakit pulmoner infiltratif, fibrosis pulmoner, reseksi
paru
Penyakit paru vaskuler : embolism paru, hipertensi arteri pulmoner, shunt kanan
ke kiri intrapulmoner
Penyebab ekstrapulmoner dari dyspnea:
- Restriksi ekstrapulmoner :
obesitas
berlebihan,
kifoskoliosis,
penyakit
tiga,
gangguan
regulasi
pernapasan
(serangan
panik
dengan
Inspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu inspirasi yang disebabkan
oleh karena sulitnya udara untuk memasuki paru-paru.
Ekspiratori dispnea, yakni kesukaran bernapas pada waktu ekspirasi yang disebabkan
oleh karena sulitnya udara yang keluar dari paru-paru.
Exspansional dispnea, dispnea yang disebabkan oleh karena kesulitan exspansi dari
rongga toraks.
Paroksismal dispnea, yakni dispnea yang terjadi sewaktu-waktu, baik pada malam
maupun siang hari.
Ortostatik dispnea, yakni dispnea yang berkurang pada waktu posisi duduk.10
Pembagian tersebut di atas tidak berdasarkan atas klasifikasi etiologi maupun tipe dispnea,
akan tetapi istilah-istilah tersebut sering dipergunakan.
Berdasarkan etiologi maka dispnea dapat dibagi menjadi 4 bagian, yakni:
Kardiak dispnea, yakni dispnea yang disebabkan oleh karena adanya kelainan pada
jantung.
Hematogenous, dispnea yang disebabkan oleh karena adanya asidosis, anemia atau
anoksia, biasanya dispnea ini berhubungan dengan exertional (latihan).
18
hemodinamik pasien.
Digoxin. Digoxin meningkatkan kekuatan dan kekuatan kontraksi jantung, dan
berguna dalam pengobatan gagal jantung. Digoksin meningkatkan kekuatan kontraksi
otot jantung dengan menghambat aktivitas dari enzim (ATPase) yang mengontrol
pergerakan kalsium, natrium dan kalium dalam otot jantung. ATPase menghambat
peningkatan kalsium dalam otot jantung dan karena itu meningkatkan kekuatan
kontraksi jantung. Digoxin listrik juga memperlambat konduksi antara atrium dan
ventrikel jantung dan berguna dalam mengobati abnormal ritme atrium cepat seperti
atrial fibrilasi, atrial bergetar, dan atrial takikardia. (Secara abnormal ritme atrium
cepat dapat disebabkan oleh serangan jantung, kelebihan hormon tiroid , alkohol,
infeksi, dan banyak kondisi lain.) Selama ritme atrium cepat, sinyal-sinyal listrik dari
atrium cepat menyebabkan kontraksi ventrikel. Rapid ventrikel kontraksi tidak efisien
19
dalam memompa darah yang mengandung oksigen dan nutrisi ke dalam tubuh,
menyebabkan gejala kelemahan, sesak napas, pusing, dan bahkan sakit dada. Digoxin
mengurangi gejala ini dengan menghalangi konduksi listrik antara atrium dan
ventrikel, sehingga memperlambat kontraksi ventrikel.
4.4.2 Non-medika mentosa
Dispnea dapat disebabkan karena obstruksi saluran napas atas. Jika terjadi obstruksi saluran
napas atas, maka yang dapat kita lakukan antara lain:
BAB V
KESIMPULAN
Dyspnea adalah suata gejala subjektif sulit bernafas, nafas pendek. Gejala ini terjadi
karena peningkatan usaha untuk inhalasi dan ekshalasi. Penilaian dimulai dari kualitas dan
intensitas rasa sulit bernafas.1 Dyspnea dapat disebabkan oleh gangguan di saluran napas atas
ataupun di saluran napas bawah. Obstruksi saluran napas atas (OSNA) adalah penyumbatan
pada saluran nafas atas, yang bisa terjadi pada laring, faring dan percabangan trakea yang
20
Daftar Pustaka
1. Longo D L, Fauci AS, Kasper D L, Hauser S L, Jameson J L, et all. Harrisons
principle of internal medicine 18th ed. New York:McGrawhill;2013.h.226-8.
2. Upper Airway Obstruction. MedlinePlus. . C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 9
April 2015]. Diunduh dari: www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000067.htm)
3. Hadiwikarta A, Rusmarjono, Soepardi EA. Penanggulangan sumbatan laring. Dalam
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan
21
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010.h.243-53.
4. Junizaf MH. Benda asing di saluran napas. Dalam Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J et al (editor). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala dan Leher. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2010.
Hlm 259-62.
5. Behrbohm H, Kaschke O, Nawka T, et al. Ear, Nose and Throat Diseases with Head
and Neck Surgery. Edisi 3.New York: Thieme; 2009. Hlm 351-52.
6. Maisel RH. Trakeostomi. Dalam Adams GL, Boeis LR, Higler PA. Boeis Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997. Hlm 473-85.
7. Endotracheal Intubation. MedicineNet. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 9 April
2015]. Diunduh dari: www.medicinet.com/endotracheal_intubation/page2.htm
8. Crycothyroidotomy. Encyclopedia of Surgery. C 2011. [ tidak diperbaharui; diunduh 9
April
2015].
Diunduh
dari:
www.surgeryencyclopedia.com/Ce-
Fi/Crycothyroidotomy.html
9. Cohen JI. Anatomi dan fisiologi laring. Dalam Adams GL, Boeis LR, Higler PA.
Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
1997. Hlm 370-76.
10. Siegenthaler W. Differential diagnosis in internal medicine: from symptom to
diagnosis. New York: Thieme; 2007.p.469.
11. Indikasi
tonsilektomi
pada
anak
dan
dewasa.
Diunduh
dari:
http://74.125.153.132/search?q=cache:If3k7-2HsAgJ:www.yanmedikdepkes.net/hta/Hasil%2520Kajian%2520HTA/2004/Tonsilektomi%2520pada
%2520Anak%2520dan
%2520Dewasa.doc+tonsilektomi&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id&client=firefox-a., 28
Juli 2009 pukul 17.00
12. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK, Cahalan MK, Stock MC, Ortega R. Clinical
anesthesia. 7th ed. United States of America: Lippincott Williams & Wilkins;
2013.p.1357-60.
13. Sumber: Dhingra PL, Dhingra S, Dhingra D. Disease of ear, nose and throat & head
and neck surgery. 6th ed. India: Elsevier; 2014.p.428-30.
14. Keith Allman, Iain Wilson. Oxford Handbook of Anaesthesia, 1 st Edition. Oxford
University Press, 2001, 517
15. Indikasi tonsilektomi pada anak dan dewasa. Diunduh
dari:
22
16. Post-operative instruction and diet for tonsillectomy and adenoidtomy .Diunduh dari :
http://plymouthent.com/content/post-operative-instructions-and-diet-tonsillectomyand-adenoidectomy
23