Anda di halaman 1dari 15

PENGARUH HORMON AIA, 2.

4 D DAN NAA 1 PPM TERHADAP PEMANJANGAN


JARINGAN AKAR DAN BATANG JAGUNG
BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Salah satu ciri organisme adalah tumbuh dan berkembang. Tumbuhan tumbuh dari kecil
menjadi besar dan berkembang dari satu sel zigot menjadi embrio kemudian menjadi satu
individu yang mempunyai akar, batang dan daun. Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan
ukuran atau volume serta jumlah sel secara irreversible yaitu tidak dapat balik kebentuk semula.
Perkembangan adalah suatu proses menuju keadaan yang lebih dewasa.pertumbuhan dan
perkembangan merupakan hasil interaksi antara faktor dalam dan faktor luar.
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas dari pengaruh
zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Hormon dibutuhkan dalam jumlah yang
sedikit, tetapi akan merusak jika ada dalam mumlah yang banyak. Konsentrasi hormon yang
amat rendah pada tumbuhan maka hormon pertama yang ditemukan yaitu asam indolasetat baru
dapat diketahui. Hormon dapat menyebabkan begitu banyak respon, bila diberikan dari luar
kepada tumbuhan, maka oleh banyak orang hormon itu dianggap sebagai satu-satunya hormon
tumbuh.
Pertumbuhan tidak pernah lepas dari peranan hormon yang berfungsi mempercepat
pertubuhan dan memperlambat atau menghambat kerja hormon yang lain. Respon pada organ
sasaran

tidak perlu bersifat memacu, karena proses seperti pertumbuhan atau differensiasi

kadang mlahan terhambat oleh hormon, terutama oleh asam absisat. Karena hormon harus
disintesis oleh tumbuhan, maka ion anorganik seperti K+ atau CA2+ yang dapat juga menimbulkan
respon penting, dikatakan bukan hormon. Zat pengatur tumbuh organik (misalnya 2,4 D, sejenis
auksin) atau yang disintesis organisme selain tumbuhan, juga bukan hormon. Batasan tersebut
menyatakan bahwa hormon harus dapat dipindahkan di dalam tubuh tumbuhan.
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu koordinasi dari banyak peristiwa
dengan tahap yang berbeda, yaitu dari tahap biofisika dan biokimia ke tahap organisme dan
menghasilkan suatu orgaisme yang utuh dan lengkap. Faktor dalam adalah faktor yang terdapat

didalam tubuh organisme misalnya gen dan hormon yang disintesis tumbuhan itu sendiri. Faktor
luar meliputi air, suhu, cahaya, nutrien, kelembaban, oksigen dan hormon tumbuh sintetik. Salah
satu faktor luar yang mempengaruhi pemanjangan jaringan adalah hormon Auksin. Hormon ini
biasanya berupa hormon auksin alami dan sintetik. Hormon auksin sintetik bisa berupa AIA,
NAA, 2,4 D dan lain-lain.
Saat ini makin banyak hormon yang telah diketahui efek serta konsentrasi endogennya,
maka akan diketahui beberapa hal antara lain, setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak
bagian tumbuhan dan respon itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan,
konsentrasi hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan.
Oleh karena itu, efek hormon tidak selalu berlaku umum pada proses pertumbuhan dan
perkembangan suatu organ atau jaringan tumbuhan tertentu.
B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka diperoleh rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimana pengaruh hormon AIA, 2.4 D dan NAA 1 ppm terhadap pemanjangan jaringan akar
dan batang jagung ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan praktikum ini adalah :
Mengetahui pengaruh hormon AIA, 2.4 D dan NAA 1 ppm terhadap pemanjangan akar dan
batang jagung.

BAB II
KAJIAN TEORI
Pertumbuhan suatu tubuh tumbuhan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan atau
aktivitas bagian lainnya. Di duga hubungan itu terjadi karena adanya suatu senyawa kimia
tertentu yang bergerak dari suatu bagian ke bagian lainnya. Senyawa kimia pada tumbuhan
tersebut salah satunya adalah hormon. Hormon berasal dari kata Yunani hormaein yang berarti
menggerakkan, dari pengertian hormon tersebut dapat dijabarkan bahwa hormon tumbuhan

adalah suatu senyawa organic yang disintesis dalam satu bagian

tumbuhan dan diangkut

kebagian lain dalam konsentrasi yang sangat rendah dn melibatkan respon fisiologi.
Proses perkembangan dan pertumbuhan bagian tubuh tumbuhan tidak lepas dari pengaruh
zat kimia tertentu berupa protein yang disebut hormon. Penggunaan istilah "hormon" sendiri
menggunakan analogi fungsi hormon pada hewan; dan, sebagaimana pada hewan, hormon juga
dihasilkan dalam jumlah yang sangat sedikit di dalam sel. Beberapa ahli berkeberatan dengan
istilah ini karena fungsi beberapa hormon tertentu tumbuhan (hormon endogen, dihasilkan
sendiri oleh individu yang bersangkutan) dapat diganti dengan pemberian zat-zat tertentu dari
luar, misalnya dengan penyemprotan (hormon eksogen, diberikan dari luar sistem individu). Para
ilmuwan sendiri lebih sering menggunakan istilah zat pengatur tumbuh atau plant growth
regulator.
Fungsi hormon pada tumbuhan yaitu sebagai koordinator pertumbuhan dan
perkembangan. Hormon yang dimaksud adalah auksin, giberelin, sitokinin, absisin, dan etilen.
Tergantung pad system yng dipengaruhi, hormon dapat berfungsi sendiri atau lebih sering dalam
keseimbangan antar hormon itu. Pemberin hormon dapat berakibat terhadap berbagai macam
pertumbuhan yang tidak berkaitan, diduga hormon dari luar akan mengganggu keseimbngan
hormon di dalam tubuh. Konsentrasi masing-masing hormon akan menentukan tanggapan
pertumbuhan yang terjadi. Hormon biasanya hanya efektif pada konsentrasi internal sekitar 1 M
atau kurang. Hormon yang diproduksi oleh tumbuhan sering mempengaruhi sel lainnya,
sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya
dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh.
Hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses regulasi genetik dan berfungsi sebagai
prekursor. Rangsangan lingkungan memicu terbentuknya hormon tumbuhan. Bila konsentrasi
hormon telah mencapai tingkat tertentu, sejumlah gen yang semula tidak aktif akan mulai
ekspresi.
Dari sudut pandang evolusi, hormon tumbuhan merupakan bagian dari proses adaptasi
dan pertahanan diri tumbuh-tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidup jenisnya.
Pemahaman terhadap fitohormon pada masa kini telah membantu peningkatan hasil pertanian
dengan ditemukannya berbagai macam zat sintetis yang memiliki pengaruh yang sama dengan
fitohormon alami. Aplikasi zat pengatur tumbuh dalam pertanian modern mencakup pengamanan
hasil (seperti penggunaan cycocel untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap lingkungan
yang kurang mendukung), memperbesar ukuran dan meningkatkan kualitas produk (misalnya
dalam teknologi semangka tanpa biji), atau menyeragamkan waktu berbunga (misalnya dalam

aplikasi etilena untuk penyeragaman pembungaan tanaman buah musiman. Hormonhormon


tersebut antara lain auksin, giberelin, sitokinin dan asam abisat.
1.

Auksin
Istilah auksin ( dari bahasa Yunani auxien, meningkatkan ) pertama kali digunakan oleh
Frits Went,seorang mahasiswa pascasarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 yang menemukan
bahwa suatu senyawa yang belum dapat diketahui mungkin menyebabkan pembengkokan ini,
yang disebut fototropisme. Senyawa yang ditemukan Went didapati cukup banyak di ujung
koleoptil dan menunjukkan upaya Went untuk menjelaskan hal tersebut. Hal penting yang ingin
diperlihatkan bahwa bahan tersebut berdifusi dari ujung koleoptil menuju ptongan kecil agar.
Aktivitas auksin dilacak melalui pembengkokan koleoptil yang terjadi akibat terpacunya
pemanjangan pada sisi yang ditempeli potongan agar.
Auksin yang ditemukan Went kini diketahui sebagai asam indolasetat (IAA) dan
beberapa ahli fifiologi masih menyamakan IAA dengan auksin. Namun, tumbuhan mengandung
tiga senyawa lain yang srukturnya mirip dengan IAA dan menyebabkan banyak respon yang
sama dengan IAA. Ketiga senyawa tersebut dapat dianggap sebagai hormon auksin. Salah
satunya adalah asam 4- kloroindolasetat (4-kloroIAA) yang ditemukan pada biji muda berbagai
jenis kacang-kacangan. Yang lainnya asam fenilasetat (PAA) ditemui pada banyak jenis
tumbuhan dan sering lebih banyak jumlahnya daripada IAA, walaupun kurang aktif dalam
menimbulkan respon khas IAA (Wightman dan Lighty, 1982; Leuba dan Le Torneau, 1990).
Yang ketiga asam indobutirat (IBA) yang ditemukan belakangan semula diduga hanya
merupakan auksin tiruan yang aktif namun ternyata ditemukan daun jagung dan berbagai jenis
tumbuhan dikotil sehingga barangkali zat tersebut tersebar luas pada dunia tumbuhan.
Secara kimia, IAA mirip dengan asam amino triptofan dan barangkali memang disintesis
dari triptofan. Ada dua mekanisme sintesis yang dikenal dan keduanya meliputi pengusiran
gugus asam amino dan gugus karboksil akhir dari cincin samping triptofan. Ada dua proses
lain untuk menyingkirkan IAA yang bersifat merusak. Yang pertama meliputi oksidasi dengan O 2
dan hilangnya gugus karboksil sebagai CO2. hasilnya bermacam-macam tapi biasanya yang
utama adalah 3-metilenoksindol. Enzim yang mengkatalisis reaksi ini adalah IAA oksidase.
Terdapat beberapa isozim bagi IAA oksidase, dan semuanya atau hampir semuanya sama dengan
peroksidase yang berperan dalam lignin.

Gambar Asam indol asetat (IAA).


Selain IAA (asam indol-3-asetat) terdapat pula beberapa jenis auksin yang telah
diidentifikasi yaitu Asam Naftalenasetat (NAA), asam indobultirat (IBA), asam 2,4
diklorofenioksi asetat (2,4D) dan asam 2 metil 4 klorofenoksiaetat (MCPA).

Gambar Asam alfa naftalinasetat (NAA)

Gambar asam 2,4 diklorofenioksi asetat (2,4D)


2.

Giberelin
Giberelin ditemukan pertama kali di jepang saat mempelajari tumbuhan padi yang tumbuh
tinggi secara tidak wajar. Saat ini lebih dari 60 jenis giberelin telah diidentifikasi dari berbagai
jamur dan tumbuhan, tetapi tidak satu pun yang mengandung lebih dari 15 macam giberelin

dalam satu individu, bahkan beberapa spesies hanya mengandung beberapa macam giberelin
saja. Giberelin diasa disingkat GA, untuk membedakan antara giberelin satu dengan yang lainnya
digunakan tanda GA1, GA2, GA3 dan seterusnya. Diantara semua jenis hormongiberelin yang
ditemukan, hormongiberelin GA3 merupakan yang paling banyak digunkana dibandingkan
hormongiberelin yang lain.
3.

Sitokinin
Sitokinin yang paling banyak dideteksi dan secara fisiologi paling aktif pada berbagai
tumbuhan yaitu zeatin, dihidrozeati dan isopentenil adenine. Zeatin ribose merupakan sitokinin
yang paling banyak dijumpai pada tumbuhan. Sitokinin jugan dijumpai pada lumut, diatomae,
ganggang coklat dan ganggang merah.Fungsi utama sitokinin adalah merangsang pembelahan
sel.
Penggunaan hormonatau zat tumbuh untuk mengatur pertumbuhan telah dimanfaatkan
dalam kehidupan manusia. Seperti menghambat pertunasan pada umbi-umbian, memacu
pertumbuhan akar pada proses setek, memepertahankan buah agar tidak lekas gugur atau masak
dengan menggunakan hormonauksin serta memperbanyak tumbuhan dengan teknik kultur
jaringan dengan menggunakan kombinasi hormon auksin dan sitokinin pada medium
penumbuhan.
BAB III
METODE PENELITIAN

A.

Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang kami gunakan adalah eksperimen karena kami menggunakan suatu
pembanding dan beberapa variabel diantaranya variabel kontrol, variabel manipulasi, dan
variabel respon.

B.

Variabel Penelitian
Variabel kontrol

: Jenis kecambah, umur kecambah, ukuran panjang


jaringan yang direndam baik koleoptil maupun akar,

volume larutan AIA, larutan 2,4 D, larutan NAA, dan


aquades, jumlah potongan jaringan koleoptil dan akar
yang

direndam,

waktu perendaman,

dan media

penyimpanan.

Variabel manipulasi: jenis larutan dan jenis jaringan yang direndam.

Variabel respon

: pertambahan panjang jaringan yang direndam dn ratarata pertambahan panjang.

C. Alat dan Bahan

Alat

Cawan Petri

Silet tajam

Penggaris

Bahan
Kecambah jagung umur 5 hari. Dibuat potongan koleoptil dan akar primer dengan panjang 5
mm diukur pada jarak 2 mm dari kotiledon.

D.

Larutan AIA, larutan 2,4 D dan larutan NAA 1 ppm


Langkah Kerja
1. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
2. Menyediakan potongan koleoptil dan akar primer unrtuk tiap-tiap perlakuan sebanyak 5
potong.
3. Mengisi cawan Petri dengan larutan AIA 1 ppm sebanyak 10 ml, kemudian merendam
potongan jaringan tersebut (akar dan batang), melakukan hal yang sama untuk larutan 2,4
D, larutan NAA 1 ppm dan air suling. Menutup cawan Petri dan membiarkan selama 48
jam.
4. Melakukan pengukuran kembali terhadap potongan akar dan batang jagung.

E.

Rancangan Percobaan

Koleoptil
Kecambah jagung
berumur 5 hari
Radikula

Memotong radikula dan


koleoptil sepanjang 5 mm, kemudian
mengambil potongan yang berukuran
5 mm tersebut.

Mengisi cawan Petri dengan


10 ml larutan AIA, NAA, 2,4 D

AIA

NAA

2,4 D

air suling

dan air suling

Merendam potongan jaringan


jagung selama 48 jam

Melakukan pengukuran kembali


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.

Hasil Pengamatan

1.

Tabel
Tabel Pengaruh Hormon Terhadap Pemanjangan Jaringan
Perlakuan
Jaringan
Koleopti
l

IAA

2,4 D

NAA

P0

P1

P0

P1

P0

P1

(mm)
5
5
5

(mm)
11
13
12

(mm)
5
5
5

(mm)
15
11
13

(mm)
5
5
5

(mm)
13
15
13

Aquades
P0
P1
(mm)
5
5
5

(mm)
10
10
10

5
5

15
10

5
5

10
12

5
5

12
5

5
5

12
5

7,2

7,2

4,4

P (mm)
5
5
5
5
5

Akar

6
6
6
6
6

5
5
5
5
5

5
6
5
5
6

5
5
5
5
5

6
6
6
5
6

5
5
5
5
5

5
5
5
5
5

0,2

P (mm)
Keterangan :
P0

: Panjang awal

P1

: Panjang akhir
P

2.

Histogram

: Rata-rata pertambahan panjang

0,6

B.

Analisis Data
Berdasarkan data hasil pengamatan dan histogram diatas maka dapat diketahui bahwa
hormon mempengaruhi pemanjangan jaringan batang dan akar pada kecambah jagung.
Penambahan hormon (IAA/AIA, NAA, 2,4 D) dan aquades sebagai kontrol menyebabkan
pemanjangan baik pada jaringan batang maupun jaringan akar kecambah jagung.
Pada potongan koleoptil jagung setelah diberi perlakuan dengan hormon (IAA, 2,4D,
NAA dan aquades) semua potongan koleoptil mengalami pemanjangan. Koleoptil yang semula
panjangnya 5 mm setelah direndam hormon NAA selama 48 jam rata-rata pertambahan
panjangnya 8 mm. Koleoptil jagungan yang direndam hormon 2,4 D selama 48 jam rata-rata
pertambahan panjangnya 7,2 mm. Koleoptil jagung yang direndam hormon IAA selama 48 jam
rata-rata pertambahan panjangnya 7,2 mm. Sedangkan koleoptil jagung setelah direndam dengan
aquades selama 48 jam rata-rata pertambahan panjangnya adalah 4,4 mm.
Pada potongan akar atau radikula yang direndam dalam larutan hormon juga mengalami
pemanjangan dengan panjang yang berbeda-beda. Pada radikula dengan panjang mula-mula 5
mm setelah direndam hormon NAA selama 48 jam, rata-rata pertambahan panjangnya 0,6 mm.
Rata-rata pertambahan panjang radikula jagung setelah direndam dalam hormon 2,4 D selama 48
jam panjangnya 0,2 mm. radikula yang direndam direndam hormon IAA selama 48 jam rata-rata
pertambahan panjangnya 1 mm dan radikula jagung yang direndam dengan aquades selama 48
jam rata-rata pertambahan panjangnya 0 mm atau belum mengalami pertambahan panjang.
Dari data diatas maka dapat diketahui pertambahan panjang setelah direndam hormon
NAA, IAA, 2,4 D dan aquades pada radikula maupun koleoptil bertambah panjang. Dengan
hormon IAA yang mengakibatkan radikula paling besar pertambahan panjangnya sedangkan
yang mengakibatkan koleoptil paling tinggi pertambahan panjangnya yaitu hormon NAA.

C.

Pembahasan
Dari data dan analisis diatas maka dapat diketahui bahwa terjadi pemanjangan pada
potongan jaringan yang direndam dalam larutan hormon IAA, 2,4 D, NAA dan aquades sebagai
variabel kontrol. Hal ini dikarenakan hormonauksin dapat memacu pembentangan akar dan
batang karena auksin mampu mengendurkan dinding sel epidermis sehingga dinding epidermis
yang sudah kendur menjadi mengembang kemudian sel epidermis ini membentang dengan cepat
dan pembentangan ini menyebabkan sel sub epidermis yang menempel padanya juga ikut
mengembang.
Radikula yang direndam dalam NAA dan 2,4 D menunjukkan pemanjangan jaringan
lebih sedikit daripada IAA/AIA, karena NAA dan 2,4 D merupakan senyawa sintesis auksin
yang menunjukkan struktur sedikit berbeda dengan auksin alami. NAA dan 2,4 D tidak dirusak
oleh IAA/AIA oksidase karena tidak ada dalam radikula. Sedangkan Pada pemanjangan jaringan
yang paling besar saat direndam dalam AIA. Hal ini disebabkan karena AIA merupakan auksin
alami. Auksin banyak diproduksi tumbuhan di koleoptil. Pada radikula tidak terdapat AIA
oksidase. Saat radikula direndam dalam AIA tidak ada AIA oksidase yang dapat merusak AIA.
Sehingga AIA akan merangsang pemanjangan radikula kecambah jagung. pada perendaman
radikula denagn aquades juga menunjukkan pertambahan rata-rata jaringan. Tetapi pertambahan
panjangnya disebabakan terjadinya osmosis. Proses osmosis tersebut terjadinya karena PO dan
PO aquades lebih tinggi dibanding PA dan PO jaringan sehingga air berpindah kedalam jaringan.
Koleoptil yang direndam dalam AIA menunjukkan pemanjangan jaringan lebih sedikit
daripada NAA, karena AIA merupakan hormon auksin alami yang mempunyai struktur sama
dengan AIA oksidase yang terdapat pada koleoptil. Sedangkan pertambahan panjang jaringan
yang paling besar saat direndam dalam NAA. Hal ini disebabkan karena NAA merupakan
senyawa sintesis yang strukturnya mirip auksin. Auksin sendiri banyak diproduksi tumbuhan di
koleoptil. Pada koleoptil terdapat AIA oksidase dan enzim-enzim lain. Jadi saat direndam dalam
NAA, AIA oksidase ini tidak dapat merusak NAA karena strukturnya sedikit berbeda. Sehingga
NAA akan merangsang pemanjangan koleoptil kecambah jagung. Sedangkan koleoptil yang
direndam dalam 2,4 D menunjukkan pemanjangan jaringan lebih sedikit daripada NAA dan AIA.
Karena 2,4 D merupakan zat pengatur tumbuh, tetapi strukturnya berbeda dari auksin alami.
Sehingga AIA oksidase tidak dapat merusak 2,4 D dan 2,4 D dapat merangsang pemanjangan

jaringan koleoptil jagung dan koleoptil yang direndam aquades menunjukkan pertambahan
panjang rata-rata jaringan. Pertambahan rata-rata jaringan disebabkan terjadinya proses osmosis.
Proses osmosis terjadi karena PO dan PA aquades lebih tinggi daripada PO dan PA jaringan
sehingga air berpindah kedalam jaringan.

D. Diskusi
Beberapa jenis hormon tumbuh antara lain AIA, NAA, 2,4 D sebagai zat pengatur
tumbuh yang secara keseluruhan termasuk hormon auksin sintetis yang tidak disintesis oleh
tumbuhan itu sendiri. Hormon-hormon sintetis ini menunjang pertumbuhan tanaman dengan
didukung pula oleh hormon alami yang sudah diproduksi oleh tumbuhan itu sendiri misalnya
auksin pada ujung akar dan ujung batang. Hormon AIA, NAA, 2,4 D bersama auksin mampu
mengatur pembesaran sel dan memacu pemanjangan dan pembesaran sel di daerah belakang
meristem ujung dan merangsang perkembangan akar lateral. Auksin bersama dengan ketiga
hormon itu berdifusi secara maksimal pada ujung koleoptil dan ujung akar. Jadi, pengaruh dari
berbagai hormon tumbuh seperti AIA, 2,4 D, dan NAA sama yaitu berpengaruh untuk mengatur
pembesaran sel dan memacu pemanjangan sel di daerah belakang meristem ujung dan
merangsang perkembangan akar lateral.
Setiap hormon yang digunakan memiliki pengaruh yang hampir sama terhadap
pemanjangan jaringan radikula dan koleoptil jagung meskipun terdapat beberapa perbedaan.
Hormon tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan yaitu IAA dan senyawa
sintesis lainnya yang serupa dengan IAA yaitu NAA, 2,4 D dan senyawa sintesis lainnya.
Hormon tersebut mempunyai sruktur kimia yang sama dengan sruktur kimia auksin. Hormon
auksin berperan dalam pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi, percabangan
akar, perkembangan buah, dominasi apikal, fototropisme dan geotropisnme. Sitokinin berfungsi
mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar, mendorong perkecambahan, menunda
penuaan mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan secara umum.
BAB V
SIMPULAN
Berdasarkan data hasil percobaan diatas, maka dapat ditarik simpulan bahwa :

1.

Pemberian hormon auksin mempengaruhi jaringan batang dan akar yaitu menyebabkan
pemanjangan jaringan batang dan akar (koleoptil dan radikula).

2.

Pada koleoptil, NAA menyebabkan pemanjangan jaringan yang paling besar dibanding AIA
dan 2,4 D, karena sebagian AIA dirusak oleh AIA-oksidase yang terdapat pada koleoptil.

3.

Pada radikula, AIA menyebabkan pemanjangan jaringan yang paling besar dibanding NAA dan
2,4 D, karena tidak ada AIA-oksidase pada radikula yang merusak AIA.

DAFTAR PUSTAKA
Kimbal, Jhon W. 1983. Biologi Jilid 2 Edisi kelima. Bogor : Erlangga
Lovelles, A. R. 1999. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta: PT. Gramedia
Indonesia.
Sallisbury dan Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.
Rahayu, Yuni Sri; Yuliani dan Lukas S Budipramana. 2010. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan.
Surabaya: Laboratorium Fistum-Biologi-Unesa.
Sasmitamihardja, Dardjat dan Arbasyah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB Press.

Anda mungkin juga menyukai