Laporan Kasus THT
Laporan Kasus THT
KARSINOMA NASOFARING
D:\ALL LOGO\unsyiah.jpg
http://itess2013.files.wordpress.com/2013/08/sponsor3.jpg
Oleh :
Dian Hidayati
Farah Agriana
Fadhillah Idris
Ica Rizky Yanda
Rica Afdalia
Khairul Fahmi
Pembimbing:
dr. Benny Kurnia, Sp. THT-KL
KEPALA LEHER
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kesempatan dan kesehatan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan
laporan kasus yang berjudul Karsinoma Nasofaring . Shalawat dan salam
semoga senantiasa Allah curahkan ke pangkuan baginda Rasulullah SAW yang
telah mengantar umatnya dari alam kebodohan ke alam penuh dengan ilmu
pengetahuan.
Tugas tinjauan kepustakaan dan presentasi kasus ini merupakan salah satu
kewajiban dalam menjalani Kepaniteraan Klinik Senior (KKS) di Bagian/SMF
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung dan Tenggorokan Fakultas Kedokteran
Universitas Syiah Kuala/RSUDZA. Terima kasih penulis ucapkan kepada dr.
Benny Kurnia, Sp. THT-KL yang telah meluangkan waktu untuk membimbing
penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini dan kepada rekan-rekan dokter muda
yang telah memberi dorongan kepada penulis dalam penyelesaian tugas ini.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR .................................................................
................... ii
DAFTAR ISI .....................................................................
.............................. iii
DAFTAR TABEL ...................................................................
....................... iv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................
.................... v
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................
............ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................
........ 2
2.1 Karsinoma Nasofaring ......................................................
............... 2
2.2.1 Definisi ................................................................
....................... 2
2.2.2 Epidemiologi ............................................................
.................. 2
2.2.3 Etiologi ................................................................
....................... 3
2.2.4 Patogenesis .............................................................
.................... 5
2.2.5 Manifestasi Klinis .......................................................
................ 6
2.2.6 Diagnosis ................................................................
.................... 8
2.2.7 Histopatologi ............................................................
.................. 9
2.2.8 Stadium ..................................................................
................... 12
2.2.9 Tatalaksana .............................................................
.................. 12
2.2.10 Prognosis ..............................................................
.................. 14
BAB III LAPORAN KASUS ..........................................................
............. 15
BAB IV ANALISIS KLINIS DAN PEMBAHASAN ................................ 24
BAB V KESIMPULAN ...............................................................
............... 26
DAFTAR PUSTAKA .................................................................
.................... 27
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium .............................................
.................... 19
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Karsinogenesis karsinoma nasofaring .................................
............... 6
Gambar 2.2 Kelompokan sel-sel epitel undifferentiated...........................
........... 10
Gambar 2.3 Undifferentiated Carcinoma ..........................................
.................. 11
Gambar 2.4 Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma ............................
...... 11
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2.1. Definisi
Karsinoma nasofaring adalah karsinoma yang terjadi pada lapisan epitel di
nasofaring. Tumor ini menunjukkan derajat diferensiasi yang bervariasi dan serin
g
tampak pada fossa Rosenmuller.6
b. Faktor Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi
kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu
relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi
menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim
sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap
karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma
nasofaring.
c. Faktor Makanan
Paparan non-viral yang paling konsisten dan berhubungan kuat dengan
risiko karsinoma nasofaring adalah konsumsi ikan asin. Konsumsi ikan asin
meningkatkan risiko 1,7 sampai 7,5 kali lebih tinggi dibanding yang tidak
mengkonsumsi. Diet konsumsi ikan asin lebih dari tiga kali sebulan meningkatkan
risiko karsinoma nasofaring.Potensi karsinogenik ikan asin didukung dengan
penelitian pada tikus disebabkan proses pengawetan dengan garam tidak efi sien
sehingga terjadi akumulasi nitrosamine, yang dikenal karsinogen pada hewan. Enam
puluh dua persen pasien karsinoma nasofaring mengkonsumsi secara rutin makanan
fermentasi yang diawetkan. Tingginya konsumsi nitrosamin dan nitrit dari daging,
ikan dan sayuran yang berpengawet selama masa kecil meningkatkan risiko
karsinoma nasofaring. Delapan puluh delapan persen penderita karsinoma nasofarin
g
mempunyai riwayat konsumsi daging asap secara rutin.
Penelitian di Hongkong tahun 1986 menyebutkan bahwa dari 250 pasien
KNF dibawah usia 35 tahun, sebagian besar ternyata mengkonsumsi ikan asin
semenjak usia di bawah 10 tahun.Kebiasaan makan ikan yang diasinkan ini juga
terdapat pada penduduk keturunan Cina yang beremigrasi ke Negara lain seperti
Malaysia Timur (Kadazans) dan negara Asia Tenggara lainnya. Zat nitrosamin
juga didapati pada makanan yang dikonsumsi masyarakat Tunisia, Cina Selatan,
dan Greenland dimana angka kejadian KNF cukup tinggi. Beberapa penelitian
juga mendapatkan bahwa makanan yang mengandung nitrosamin dan nitrit yang
dikonsumsi semasa kecil mempunyai resiko untuk terjadinya KNF pada umur
dewasa.8
d. Faktor lingkungan
2.2.4. Patogenesis
EBV berperan dalam patogenesis dari karsinoma nasofaring, dimana pada
awalnya infeksi dari virus ini menyebabkan perubahan sel displasia grade rendah
pada nasofaring. Sel displasia grade rendah ini sudah terjadi akibat faktor
predisposisi seperti diet, suesptibilitas genetik dan lain-lain. Dengan infeksi
dari
Dinding tumor biasanya rapuh sehingga apabila terjadi iritasi ringan dapat
terjadi epistaksis. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, biasanya
jumlahnya sedikit bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah jambu.
Sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor kedalam
rongga nasofaring dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadangkadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental.
b. Gejala telinga
Melalui aliran pembuluh limfe, sel-sel kanker dapat sampai di kelenjar limfe
leher dan tertahan di sana karena memang kelenjar ini merupakan pertahanan
pertama agar sel-sel kanker tidak langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih
jauh. Di dalam kelenjar ini sel tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga
kelenjar menjadi besar dan tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping.
Sel-sel kanker dapat berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot
dibawahnya. Kelenjar menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaaan ini
merupakan gejala yang lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan
gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter.
2.2.6. Diagnosis
Diagnosis Karsinoma Nasofaring ditegakkan dengan:
a. Anamnesis
Virus Epstein Barr diduga sebagai salah satu faktor yang berperan dalam
timbulnya karsinoma nasofaring menjadi dasar dari pemeriksaan serologis ini.
Pemeriksaan antibodi yang banyak dipakai dan diyakini paling menyokong adalah
immunoglobulin A (lgA) terhadap virus Epstein Barr (Epstein Barr virus / EBV)
spesifik untuk kapsul virus (viral capsid antigen / VCA) dan antigen awal (early
antigen / EA). IgA EBV VCA mempunyai sensitifitas / kepekaan yang tinggi
tetapi tingkat spesifitasnya kurang terutama pada titer yang rendah, sedangkan
lgA EBV EA nilai sensifitasnya/kepekaannya kurang tetapi lebih spesifik dan
titernya akan menurun mendekati normal pada karsinoma nasofaring stadium
lanjut dan titer yang tinggi dapat merupakan indikator karsinoma nasofaring.
Antibodi ini hanya meninggi pada penderita karsinoma nasofaring tipe WHO-2
(non keratinizing carcinoma) dan tipe WHO-3 (undifferentiated carcinoma),
sedangkan pada tipe WHO-1 (Squamous cell carcinoma) tidak ditemukan atau
pun kalau ada dalam titer yang rendah.10
d. Biopsi nasofaring
2.2.7. Histopatologi
Menurut WHO terdapat 3 bentuk histopatologi Karsinoma Nasofaring
yaitu11
WHO Tipe 1 : Karsinoma sel skuamosa keratinisasi
WHO Tipe 2 : Karsinoma sel skuamosa tanpa keratinisasi
WHO Tipe 3 : Karsinoma sel tidak berdiferensiasi
a. Tipe WHO 1
b. Tipe WHO 2
Termasuk di sini adalah karsinoma non keratinisasi (KNK). Tipe WHO 2 ini
paling banyak variasinya, sebagian tumor berdiferensiasi sedang dan sebagian sel
berdiferensiasi baik, sehingga gambaran yang didapatkan menyerupai karsinoma
sel transisional.
c. Tipe WHO 3
2.2.8. Stadium
Penentuan stadium yang terbaru berdasarkan atas kesepakatan antara UICC
(Union International Centre Cancer) pada tahun 1992 adalah sebagai berikut :
Stadium IIA
T2a
N0
M0
Stadium IIB
T1
N2
M0
T2a
N1
M0
T2b
N0,N1
M0
Stadium III
T1
N2
M0
T2a,T2b
N2
M0
T3
N2
M0
Stadium IVa
T4
N0,N1,N2
M0
Stadium IVb
semua T
N3
M0
Stadium IVc
semua T
semua N
M1
2.2.9. Tatalaksana
Terapi standar KNF adalah radioterapi. Keuntungan dengan memberikan
radioterapi sebagai regimen tunggal pada kanker stadium I dan II akan
memberikan harapan hidup 5 tahun 90-95%, namun kendala yang dihadapi adalah
sebagian besar pasien datang dengan stadium lanjut (stadium III dan IV), bahkan
sebagian lagi datang dengan keadaan umum yang jelek. Disamping itu KNF
dikenal sebagai tumor ganas yang berpotensi tinggi untuk mengadakan metastasis
regional maupun jauh. Keberhasilan terapi sangat dipengaruhi oleh stadium.
Prognosis KNF stadium lanjut biasanya buruk dengan angka harapan hidup 5
tahun hanya 25-30% pada regimen tunggal radioterapi. Kombinasi kemoterapi
dan radioterapi telah diterima oleh kebanyakan ahli onkologi sebagai standar
terapi KNF stadium lanjut. Penderita dengan keadaan umum yang buruk, gizi
kurang atau demam tidak diperbolehkan untuk radiasi, kecuali pada keadaan yang
mengancam hidup penderita, seperti obstruksi jalan makanan, perdarahan yang
masif dari tumor, radiasi tetap dimulai sambil memperbaiki keadaan umum
penderita. Sebagai tolok ukur, kadar Hb tidak boleh kurang dari 10 gr%, jumlah
lekosit tidak boleh kurang dari 3000 per mm3 dan trombosit 100.000 per uL.8
Stadium I : radioterapi
Stadium II&III: Kemoradiasi
Stadium IV dengan N<6cm: kemoradiasi
Stadium IV dengan N>6cm: kemoterapi dosis penuh dilanjutkan kemoradiasi.
Jenis-jenis obat sitostatika yang digunakan pada tumor kepala leher ialah1:
a. Anti metabolit : kerjanya dengan menghambat biosintesa purin dan
pirimidin. Misalnya: methotrexate, 5-fluorouracil, bleomycin.
b. Alkilating agent, seperti: cyclophosphamide yang mengubah struktur DNA
sehingga dapat menahan replikasi sel.
c. Golongan antibiotik, seperti: dactinomycin dan doxorubicin yang mengikat
dan menyelip diantara rangkaian nukleotid molekul DNA sehingga dapat
menyebabkan kegagalan replikasi DNA dan translasi RNA.
2.2.10. Prognosis
Prognosis (angka bertahan hidup 5 tahun) dari stadium awal dengan
stadium lanjut, yaitu 76,9% untuk stadium I, 56,0% untuk stadium II, 38,4%
untuk stadium III dan hanya 16,4% untuk stadium IV.9
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Alamat : Lhoksemawe
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Status : Menikah
No. RM : 0-13-23-17
Tanggal Masuk : 19 Maret 2015
Pemeriksaan : 21 Maret 2015
3.2 Anamnesis
Keluhan utama
Sulit menelan
Keluhan tambahan
Terdapat benjolan di leher dan muntah darah.
sebelah kanan dan suara terasa jauh. Pasien menyangkal adanya gangguan pada
mata dan tidak ada nyeri kepala. Pasien sudah pernah menjalani kemoterapi siklus
Status Lokalis
1. Telinga
Dekstra
Sinistra
preauricular
Tragus sign (-)
Tragus sign (-)
CAE
Lapang
Lapang
Serumen
Tidak ada
Tidak ada
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Membrane timpani
Intake
Intake
Refleks cahaya
Arah jam 5
Arah jam 7
retroauricular
Fistel (-), abses (-)
Fistel (-), abses (-)
Dekstra
Sinistra
Mukosa
Hiperemis (-)
Hiperemis (-)
Sekret
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Tidak ada
Tidak ada
Konka inferior
eutrofi
eutrofi
Septum nasi
Deviasi (-)
Deviasi (-)
Pasase udara
Lancar
Lancar
3. Orofaring
Dekstra
Sinistra
Tonsil
T2 hiperemis
T2 hiperemis
Kripta
Melebar
Melebar
Detritus
Tidak ada
Tidak ada
Perlengketan
Tidak ada
Tidak ada
Sikatrik
Tidak ada
Tidak ada
Faring
Dekstra
Sinistra
Mukosa
Hiperemis
Hiperemis
Granul
Ada
Ada
Bulging
Tidak ada
Tidak ada
Reflex muntah
Tidak ada
Tidak ada
Arkus faring
Hiperemis (+)
Hiperemis (+)
4. Lidah
Terdapat leukoplakia (candidiasis) pada bagian kanan.
5. maksilofasial
Dekstra
Sinistra
Simetris
Kanan lebih menonjol
Dalam batas normal
Parese N. kranialis
Tidak ada
Tidak ada
Massa
Ada
Tidak ada
Hematom
Tidak ada
Tidak ada
6. Leher
Ditemukan massa dengan ukuran 10 cm x 5 cm x 2 cm dengan konsistensi keras
pada leher, dan terpasang trakeostomi.
7. KGB
Pembesaran KGB
Dekstra
Sinistra
Upper jugular
Teraba KGB 2,3,4,5
soliter berukuran 10 cm x
6 cm x 3 cm teraba keras
Laboratorium
Tabel 3.1 Pemeriksaan Laboratorium
No
Jenis Pemeriksaan
17 Maret 2015
1
Hemoglobin
10.4 gr/dl
2
Hematokrit
30 %
3
Eritrosit
3.7 x106/mm3
4
Leukosit
5.1 x103/mm3
5
Trombosit
309 x103/mm3
6
Ureum
11 mg/dL
7
Creatinin
0.38 mg/dL
No
Jenis Pemeriksaan
20 Maret 2015
1
Bilirubin Total
1.06 mg/dl
2
Bilirubin direct
0.6 mg/dl
3
Bilirubin Indirect
0.46 mg/dl
4
SGOT
35 u/l
5
SGPT
17 u/l
b. CT Scan
Kesimpulan
1. Massa di nasofaring meluas ke orofaring
2. Multipel pembesaran kelenjar di paraservikal kanan kiri dan colli posterior
3. Tak tampak perluasan masa ke intracranial
Hasil FNAB
1. Haemorrhagic smear
3.7 Tatalaksana
a. Medikamentosa
IVFD RL 20 gtt/i
Clinimix
Duragesic 25 mg
Sucralfat syr 3x CI
Nistatin drop
B. kemoradiasi
3.8 Prognosis
BAB IV
ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN
Menurut teori keluhan yang dirasakan pada karsinoma nasofaring sangat
bervariasi. Pada leher dapat ditemukan adanya gangguan aliran pembuluh limfe,
sel-sel kanker dapat sampai di kelenjar limfe leher dan tertahan di sana karena
memang kelenjar ini merupakan pertahanan pertama agar sel-sel kanker tidak
langsung mengalir ke bagian tubuh yang lebih jauh. Di dalam kelenjar ini sel
tersebut tumbuh dan berkembang biak sehingga kelenjar menjadi besar dan
tampak sebagai benjolan pada leher bagian samping. Sel-sel kanker dapat
berkembang terus, menembus kelenjar dan mengenai otot dibawahnya. Kelenjar
menjadi lekat pada otot dan sulit digerakkan. Keadaaan ini merupakan gejala yang
lebih lanjut lagi. Limfadenopati servikalis merupakan gejala utama yang
mendorong pasien datang ke dokter.6
Sesuai dengan teori di atas, pasien mengeluhkan sulit menelan yang
dirasakan sejak 2 tahun lalu. sulit menelan dirasakan terus menerus dan memberat
selama 2 bulan terakhir. Pasien juga mengeluhkan adanya benjolan yang terdapat
pada leher sebelah kanannya, benjolan tidak terasa sakit. Ukurannya sebesar buah
kedondong. Benjolan semakin lama semakin membesar dan sekarang ukurannya
kira-kira sebesar buah apel. Pasien juga mengatakan memiliki riwayat muntah
darah berwarna merah segar sebanyak 2 kali dan jumlah darah yang keluar kirakira seperempat aqua gelas. Pasien juga mengeluhkan telinga terasa berdengung
dan suara terasa jauh. Pasien sudah pernah menjalani kemoterapi siklus pertama.
Setelah kemotrapi pasien mengeluhkan keadaannya terasa lebih membaik.
Nasofaring merupakan daerah yang tersembunyi atau daerah buta.
Karsinoma nasofaring biasanya berasal dari lapisan epitel fossa Rosenmuller,
biasanya bersembunyi di dekat muara tuba eustakhius. Pemeriksaan nasofaring
secara konvensional dengan menggunakan kaca rinoskopi posterior. Pemeriksaan
yang lebih sempurna adalah dengan menggunakan nasofaringoskopi baik yang
fleksibel maupun yang kaku. Pada pasien ditemukan massa dengan ukuran 10 cm
x 5 cm x 2 cm dengan konsistensi keras pada leher.6
Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos atau CT Scan.
Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah CT scan nasofaring. Pada
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
1. National Comprehensive Cancer Network (NCCN). NCCN Clinical Practice
Guidelines in Oncology (NCCN Guidelines) : Head and Neck Cancers
Version 2.2013. NCCN; 2013. Diakses tanggal 08 Juni 2014
http://oralcancerfoundation.org/treatment/pdf/head-and-neck.pdf
3. Soepardi EA, Iskandar N, Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
5. Cottrill CP, Nutting CM. Tumors at The Nasopharynx. In: Principles and
Practice of Head and Neck Oncology. London: Martin Dunitz; 2003. p. 193
214.