Oleh:
Nama
: Kezia Christianty Charismata
NRP
: 123020158
No. Meja
: 1 (Satu)
Kelompok
:F
Tanggal Praktikum : 6 Maret 2015
Asisten
: M. Chandra Andriansyah
I PENDAHULUAN
jalar
yang
dihaluskan
(digiling)
dengan
tingkat
kehalusan
80
mesh
(Damardjati,1993).
Pengeringan
merupakan
metode
pengawetan
bahan
pangan
dengan
menurunkan kadar air. Secara tradisional, bahan pangan dikeringkan dengan sinar
matahari tetapi saat ini beberapa bahan pangan didehidrasi di bawah kondisi
pengeringan yang terkendali dengan menggunakan aneka ragam metoda pengeringan
(Buckle, 1987).
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif produk
setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah dicampur (dibuat
komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih cepat dimasak sesuai
tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis. Prosedur pembuatan tepung
sangat beragam dibedakan berdasarkan sifat dan komponen kimia bahan pangan.
Namun secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu bahan pangan
yang tidak mudah menjadi coklat apabila dikupas (kelompok serealia) dan bahan
pangan yang mudah menjadi coklat (kelompok aneka umbi dan buah yang kaya akan
karbohidrat) (Widowati, 2009).
Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat luwes
untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk
tepung mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam sistem
agroindustri (Damardjati, et al., 1993).
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan penepungan ubi jalar adalah untuk menurunkan kadar air
pada bahan pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan seragan mikroba,
enzim serta insekta perusak dan menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip perobaan penepungan ubi jalar adalah berdasarkan perpindahan panas
secara konduksi dan konveksi, dan berdasarkan pengurangan kadar air sampai batas
tertentu dan dilanjutkan dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh sampai
bahan berbentuk tepung.
Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan Percobaan yang Digunakan,
(2) Alat Percobaan yang digunakan, dan (3) Metode Percobaan.
2.1. Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan penepungan ubi jalar adalah
ubi jalar, asam sitrat 500 ppm, air, Na2S2O5 500 ppm.
2.2. Alat-alat yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan penepungan ubi jalar adalah pisau,
baskom, talenan, kain waring, saringan, dandang, neraca digital, kompor, labu takar,
cup plastik, aquadest
Sortasi &
Penimbangan
Trimming
Penimbangan &
Pembagian Berat
Awal
Pencucian
Reduksi Ukuran
Pengeringan
Penyusunan
Pengukusan
Pencucian &
Penirisan
Penimbangan
Berat Kering
Penggilingan
Pengayakan
Penimbangan
Tepung Kasar
Perendaman
Asam Sitrat
Penimbangan
Tepung Halus
Sortasi &
Penimbangan
Trimming
Penimbangan &
Pembagian Berat
Awal
Pencucian
Reduksi Ukuran
Pengeringan
Penyusunan
Penirisan
Pencucian
Penimbangan
Berat Kering
Penggilingan
Pengayakan
Penimbangan
Tepung Kasar
Perendaman
dalam Air
Penimbangan
Tepung Halus
Sortasi &
Penimbangan
Trimming
Penimbangan &
Pembagian Berat
Awal
Pencucian
Reduksi Ukuran
Pengeringan
Penyusunan
Penirisan
Pencucian
Penimbangan
Berat Kering
Penggilingan
Pengayakan
Penimbangan
Tepung Kasar
Perendaman
Na2S2O5
Penimbangan
Tepung Halus
Umbi-umbian
Sortasi
Penimbangan
Air Bersih
Trimming
Kulit
Pencucian
Air Kotor
Penimbangan
Reduksi Ukuran (Pengirisan)
Asam sitrat 500
ppm
Blanching
t = 2-3
Penirisan
Pengeringan T = 70oC, t
= 6 7 jam
Uap Air
Air Kotor
Uap Air
Penggilingan
Pengayakan
Tepung Kasar
Tepung
Penimbangan
Pengamatan
Umbi-umbian
Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan
Tepung Ubi Jalar dengan Blanching
Sortasi
Penimbangan
Air Bersih
Trimming
Kulit
Pencucian
Air Kotor
Penimbangan
Reduksi Ukuran (Pengirisan)
Air Bersih
Perendaman
t = 5
Penirisan
Pengeringan T = 70oC, t
= 6 7 jam
Uap Air
Air Kotor
Uap Air
Penggilingan
Pengayakan
Tepung Kasar
Tepung
Penimbangan
Pengamatan
Gambar 5. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Perendaman Air
Umbi-umbian
Kotoran dan
benda asing
Sortasi
v
Penimbangan
Air Bersih
Trimming
Kulit
Pencucian
Air Kotor
Penimbangan
Reduksi Ukuran (Pengirisan)
Na2S2O5 500 ppm
Perendaman t= 15
Air Bersih
Pencucian
Penirisan
Pengeringan T =
70oC, t = 6 7 jam
Air Kotor
Air Kotor
Uap Air
Penggilingan
Pengayakan
Tepung Kasar
Tepung
Penimbangan
Pengamatan
Bab ini akan membahas mengenai : (1) Hasil Percobaan Penenpungan Ubi
Jalar, (2) Pembahasan.
3.1. Hasil Percobaan
Berdasarkan pengamatan terhadap penepungan ubi jalar pada pengolahan
pengeringan dan penepungan yang telah dilakukan maka diperoleh hasil pengamatan
yang dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1. Hasil Pengamatan Penepungan Blanching dengan Asam Sitrat
No
1.
2.
3.
4.
Analisa
Nama Produk
Basis
Bahan Utama
Bahan Tambahan
5.
Berat Produk
6.
% Produk
7.
Organoleptik
a. Warna
b. Rasa
c. Aroma
d. Kenampakan
e. Tekstur
8.
Gambar Produk
Hasil Pengamatan
Tepung Ubi Jalar
500 gram , berat awal : 145, 2 gram
Ubi Jalar
Asam Sitrat 500 ppm, uap air
W Tepung Halus = 26 gram
W Tepung Kasar = 0,9 gram
W Loss Product = 0,2 gram
W Bahan Kering = 27,1 gram
% Tepung Halus = 17,91 %
% Tepung Kasar = 0,62 %
% Loss Product = 0,74 %
Tepung Halus
Tepung Kasar
Jingga
Jingga
Manis
Manis
Khas Ubi Jalar
Khas Ubi Jalar
Agak Kasar
Kasar
Menarik
Tidak Menarik
No
1.
2.
3.
4.
Analisa
Nama Produk
Basis
Bahan Utama
Bahan Tambahan
5.
Berat Produk
6.
% Produk
7.
Organoleptik
a. Warna
b. Rasa
c. Aroma
d. Kenampakan
e. Tekstur
8.
Gambar Produk
Hasil Pengamatan
Tepung Ubi Jalar
500 gram , berat awal : 142,2 gram
Ubi Jalar
Air
W Tepung Halus = 29,7 gram
W Tepung Kasar = 0,2 gram
W Loss Product = 0 gram
W Bahan Kering = 29,9 gram
% Tepung Halus = 20,89 %
% Tepung Kasar = 0,14 %
% Loss Product = 0 %
Tepung Halus
Tepung Kasar
Kuning
Kuning
Sedikit Manis
Sedikit Manis
Khas Ubi Jalar
Khas Ubi Jalar
Sangat Halus
Kasar
Menarik
Tidak Menarik
No
1.
2.
3.
4.
Analisa
Nama Produk
Basis
Bahan Utama
Bahan Tambahan
5.
Berat Produk
6.
% Produk
7.
Organoleptik
f. Warna
g. Rasa
h. Aroma
i. Kenampakan
j. Tekstur
8.
Gambar Produk
Hasil Pengamatan
Tepung Ubi Jalar
500 gram , berat awal : 145 gram
Ubi Jalar
Na2S2O5 500 ppm
W Tepung Halus = 25,7 gram
W Tepung Kasar = 0,3 gram
W Loss Product = 0 gram
W Bahan Kering = 26 gram
% Tepung Halus = 17,73 %
% Tepung Kasar = 0,21 %
% Loss Product = 0 %
Tepung Halus
Tepung Kasar
Jingga
Jingga
Agak Manis
Agak Manis
Khas Ubi Jalar
Khas Ubi Jalar
Halus
Kasar
Cerah
Cerah
jalar jingga, memiliki rasa manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan
kenampakannya tidak menarik.
Pembuatan tepung ubi jalar dengan cara direndam dengan air didapatkan berat
basis 500 gram (142,2 gram), berat produk tepung halus 29,7 gram, berat produk
tepung kasar 0,2 gram, berat lost product 0 gram, berat bahan kering 29,9 gram. %
produk tepung halus 20,89%, % produk tepung kasar 0,14%, % lost product 0%.
Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar warna tepung halus ubi
jalar kuning, memiliki rasa sedikit manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur sangat
halus dan kenampakannya menarik. Sedangkan warna tepung kasar ubi jalar kuning,
memiliki rasa sedikit manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan
kenampakannya tidak menarik.
Pembuatan tepung ubi jalar dengan cara perendaman dengan Na2S2O5
didapatkan berat basis 500 gram (145 gram), berat produk tepung halus 25,7 gram,
berat produk tepung kasar 0,3 gram, berat lost product 0 gram, berat bahan kering 26
gram. % produk tepung halus 17,72%, % produk tepung kasar 0,21%, % lost product
0%. Hasil pengamatan secara organoleptik pada tepung ubi jalar warna tepung halus
ubi jalar jingga, memiliki rasa agak manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur halus dan
kenampakannya cerah. Sedangkan warna tepung kasar ubi jalar jingga, memiliki rasa
agak manis, beraroma khas ubi jalar, tekstur kasar dan kenampakannya cerah.
Percobaan pengeringan dan penepungan dengan menggunakan sampel ubi
jalar dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu sortasi, trimming, pencucian,
Keuntungan dari sistem uap panas ini adalah lebih sedikit kehilangan komponenkomponen yang larut dalam air, sedangkan kerugiannya pembersihan bahan terbatas,
membutuhkan pencucian, dan blanching tidak merata jika terjadi penumpukan bahan
pada ayakan (Fellows, 1990).
Penggilingan bertujuan untuk menghancurkan bahan pangan yang telah
dikeringkan sehingga menjadi berukuran yang sangat kecil atau berbentuk tepung.
Pengayakan bertujuan untuk menghasilkan campuran butir dengan ukuran
tertentu, agar dapat diolah lebih lanjut atau agar diperoleh penampilan atau bentuk
komersial yang diinginkan. Pada proses pengayakan, bahan dibagi menjadi bahan
kasar yang tertinggal (aliran atas) dan bahan lebih halus yang lolos melalui ayakan
(aliran bawah). Bahan yang tertinggal hanyalah partikel-partikel yang berukuran lebih
besar daripada lubang ayakan, sedangkan bahan yang lolos berukuran lebih kecil dari
lubang-lubang itu (Brennan, 1969).
Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu blanching:
1.
2.
3.
Temperatur blanching
4.
Metode Pemanasan
salah satu bahan tambahan makanan yang cukup efektif dan sering digunakan untuk
mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang dihasilkan selama pengolahan
dan penyimpanan bahan pangan nabati seperti buah-buahan dan sayuran (Brennan,
1969).
Natrium metabisulfit merupakan antioksidan. Menurut Tranggono (1986),
antioksidan merupakan suatu senyawa yang mempunyai sifat dapat memperlambat
oksidasi dalam bahan pangan. Sedangkan menurut Priyanto (1987), antioksidan
merupakan senyawa yang mempunyai sifat mudah teroksidasi sehingga jika
ditambahkan dalam makanan dapat mencegah kerusakan akibat oksidasi.
Proses perendaman Na2S2O5 bertujuan untuk mencegah reaksi pencokelatan
atau browning karena sulfit dapat berinteraksi dengan gugus karbonil yang mungkin
ada pada bahan. Hasil reaksi tersebut akan mengikat dari senyawa melanoidin
sehingga mencegah timbulnya warna coklat. Sedangkan pada browning enzimatis,
sulfit akan mereduksi ikatan disulfida pada enzim, sehingga enzim tidak dapat
mengkatalis oksidasi senyawa fenolik penyebab browning.
Natrium metabisulfit mempunyai sifat fisik dan kimia, sifat fisik dari senyawa
ini adalah memiliki penampakan kristal atau bubuk. Natrium metabisulfit didapatkan
dengan menguapkan larutan Natrium Metabisulfit jenuh dengan belerang dioksida.
Sifat kimia dari senyawa ini adalah penampilan dari natrium metabisulfit berupa
bubuk putih, bau yang timbul saat natrium metabisulfit bereaksi adalah bau samar
yang berasal dari gas SO2, kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3,
padatan natrium metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan tampak berwarna
kuning pucat sampai jernih, titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170C (dimulai
dari 150C), kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20C) dan
81,7 g/100 ml (100C) dan natrium metabisulfit sangat larut dalam gliserol dan larut
dalam etanol (Widiyowati, 1998).
Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan menggunakan
proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut di hancurkan. Proses
pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi berbagai
jenis
kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam keadaan segar.
Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efesien dan efektif dalam hal
pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya menjadi lebih kecil dan
dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992).
Pengeringan tepung pada prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan
dengan jalan pemanasan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari
terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena
pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan
vakum. Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan suhu
1000C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan
(Sudarmadji, 1996).
Mekanisme pengeringan pada bahan pangan adalah bahan dimasukan
kedalam suatu alat pengering yang dinamakan Tunnel Dryer. Bahan yang dimasukkan
Case hardening adalah keadaan dimana permukaan luar bahan sudah kering
sedangkan bagian dalamnya masih basah. Ada dua hal yang menyebabkan case
hardening, diantaranya :
a. Suhu pengeringan terlalu tinggi akan menyebabkan bagian permukaan luar
cepat mongering dan mengeras sehingga menghambat penguapan air yang masih
berada dalam bahan.
b. Perubahan-perubahan kimia tertentu, misalnya terjadi penggumpalan
protein pada permukaan bahan karena adanya panas atau terbentuknya dekstrin dari
pati yang jika dikeringkan akan menjadi bahan yang keras pada permukaan bahan
(Melia,2013).
Suhu pengeringan merupakan faktor yang sangat penting, sebab apabila suhu
yang digunakannya terlalu rendah, maka pengeringan akan memakan waktu yang
sangat lama, sehingga dapat menurunkan mutu bahan yang dikeringkan serta bisa
memberikan efek bau yang tidak normal. Jika prosses pengeringan dilakukan pada
suhu yang terlalu tinggi, maka dapat mengakibatkan terjadinya proses case hardening
dan reaksi pencoklatan non-enzimatis (Desrosier, 1988).
Beberapa keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi awet, volume
bahan lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang penyimpanan atau
dipengangkutan dan penngemasan demikian halnya berat bahan sehingga biaya
pengangkutan lebih murah. Disamping keuntungan ada juga kerugiannya, yaitu
karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah bentuknya, sifat-sifat
fisik dan kimiawinya serta penurunan kualitas (Muchtadi, 1992).
Tujuan pengolahan tepung diantaranya untuk pembuatan berbagai jenis
makanan dan mempermudah proses penyimpanan, produk tepung umumnya akan
lebih awet dibandingkan dengan produk segar. Karena tepung merupakan produk
yang memiliki kadar air rendah sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh. Prinsip
pengeringan tepung adalah upaya menguapkan air karena ada perbedaan kandungan
uap air antara udara dan bahan yang dikeringkan. Udara mempunyai kandungan uap
air yang relatif lebih kecil daripada bahan atau lembab nisbi udara cukup rendah
sehingga dapat menghisap uap air dari bahan yang dikeringkan. Salah satu faktor
yang dapat mempercepat pengeringan adalah angin atau
Dengan adanya aliran udara maka udara yang sudah jenuh dapat diganti oleh udara
kering sehingga proses pengeringan berjalan terus. Kadar air yang ditentukan oleh
standar perdagangan Indonesia adalah sebesar 11% (Suhardi, 2006).
Standar ukuran partikel bahan yang berbentuk tepung yaitu 100 mesh,
sedangkan untuk ukuran partikel bahan yang berbentuk serbuk atau bubuk yaitu
berkisar antara 60-80 mesh. Kadar air yang masih tinggi pada produk tepung adalah
merupakan penyebab utama terjadinya proses kerusakan pada tepung. Hal ini dapat
diketahui dengan bersatunya partikel antara butiran tepung yang ditandai dengan
terjadinya poses penggumpalan. Kadar air yang sesuai untuk tepung yaitu berkisar
antara 4 11 % (Dep.Kes.RI., 1989).
Suhu pengeringan merupakan faktor yang sangat penting, sebab apabila suhu
yang digunakannya terlalu rendah, maka pengeringan akan memakan waktu yang
sangat lama, sehingga dapat menurunkan mutu bahan yang dikeringkan serta bisa
memberikan efek bau yang tidak normal. Jika prosses pengeringan dilakukan pada
suhu yang terlalu tinggi, maka dapat mengakibatkan terjadinya proses case hardening
dan reaksi pencoklatan non-enzimatis (Desrosier, 1988).
Beberapa keuntungan dari pengeringan adalah bahan menjadi awet, volume
bahan lebih kecil sehingga memudahkan dan menghemat ruang penyimpanan atau
dipengangkutan dan penngemasan demikian halnya berat bahan sehingga biaya
pengangkutan lebih murah. Disamping keuntungan ada juga kerugiannya, yaitu
karena sifat asal dari bahan yang dikeringkan dapat berubah bentuknya, sifat-sifat
fisik dan kimiawinya serta penurunan kualitas (Muchtadi, 1992).
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengringan yaitu :
1. Faktor Internal
a. Sifat bahan
Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan bentuk yang sama
dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut akan kehilangan air
dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan dalam
gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan pisang sekitar dua kali
kecepatan pengeringan pisang karena kadar padatan kentang sekitar setengah kali
kadar padatan kentang.
Komposisi kimia dan struktur fisik bahan pangan berpengaruh terhadap
tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusifitas air dalam bahan tersebut pada
suhu tertentu.
b. Ukuran
Kecepatan pengeringan dari sebuah lempengan basah yang tipis berbanding
terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal
satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan
kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya. Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana
resistensi internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi
permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat
dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Keadaan ini
diterapkan pada spray drying dimana diameter partikel atau penyemprotan hanya
beberapa micron.
c. Unit Pemuatan
Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan dengan
meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan mengurangi kecepatan dari
pengeringan.
Perbedaan rasio muatan denga luas permukaan akan menurun selama
pengeringan berlangsung karena penyusutan volume. Struktur lapisan pada rak akan
lebih terbuka dan lebih tipis sehingga pengeringan terjadi pada seluruh lapisan.
Kapasitas pengeringan rak, yaitu berat basah yang dapat dikeringkan persatuan waktu
naik dari nol pada waktu tanpa muatan sampai maksimum pada satuan muatan
intermedit (Wirakartakusumah, 1992).
2. Faktor eksternal
a. Depresi Bola Basah
Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan
suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan. Jika
depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan tidak akan
terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial pengeringan tinggi
dan kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum.
b. Suhu Udara
Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,
kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap selanjutnya, kecepatan
akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air yang
rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan pada
suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang mempengaruhi
kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat dengan meningkat suhu
pengeringan.
c. Kecepatan Aliran Udara
Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air
tergantung kecepatan udara yang melewati bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan
sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan
kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil pengaruhnya terhadap laju
pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).
Berdasarkan hasil dari pengamatan, jika dibandingkan antara ketiga perlakuan
yaitu perendaman dengan air, perendaman dengan Na2S2O5 dan blanching, diketahui
bahwa perendaman dengan Na2S2O5 menghasilkan warna tepung yang lebih cerah
(orange cerah). Hal ini disebabkan karena Na2S2O5 juga memiliki fungsi sebagai
bahan pemucat. Sifat Na2S2O5 adalah memutihkan terigu dan oksidator. Ikatan
rangkap dalam karotenoid, yaitu xantofil akan dioksidasi. Degradasi pigmen
karotenoid akan menghasilkan senyawa yang tak berwarna. Dalam penggunaan bahan
pemucat yang bersifat oksidator ini harus diperhatikan jumlahnya. Penggunaan
Na2S2O5 yang ditetapkan adalah 400-500 ppm untuuk bahan kering. Pemakaian yang
berlebihan akan menghasilkan adonan roti yang pecah-pecah dan butirannya tidak
merata, berwarna keabu-abuan, dan volumenya menyusut (Winarno, 2004).
Industri pengolahan pangan, tidak dapat dipisahkan dengan istilah CCP. CCP
(Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan sebagai sebuah
tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting untuk mencegah
atau menghilangkan potensi bahaya terhadap keamanan pangan atau menguranginya
hingga ke tingkat yang dapat diterima. Dengan kata lain CCP adalah suatu titik,
prosedur atau tahapan dimana bila terlewatnya pengendalian dapat mengakibatkan
resiko yang tidak dapat diterima terhadap keamanan produk. Dengan demikian CCP
dapat dan harus diawasi (Anonim, 2012).
Membahas mengenai umbi-umbian, tentu tak lepas dari kandungannya akan
karbohidrat. Berhubungan dengan karbohidrat, dikenal istilah indeks glikemik.
Indeks glikemik merupakan tingkatan pangan menurut efeknya (immediate effect)
terhadap kadar gula darah. Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat,
memiliki indeks glikemik tinggi, sebaliknya yang dapat menaikkan gula darah
lambat, memiliki indeks glikemik rendah. Indeks glikemik glukosa murni dijadikan
sebagai pembandingnya dimana nilai indeks glikemik glukosa murni adalah 100
(Rimbawan dan Siagian, 2004).
Indeks glikemik juga dapat didefinisikan sebagai rasio antara luas kurva
respon glukosa makanan yang mengandung karbohidrat total setara dengan 50 gram
gula terhadap luas kurva respon glukosa setelah makan 50 gram glukosa, pada hari
yang berbeda dan pada orang yang sama. Kedua tes tersebut dilakukan pada pagi hari
setelah puasa 10 jam dan penentuan kadar gula ditentukan selama dua jam. Dalam hal
ini, glukosa atau roti tawar sebagai standar (nilai 100) dan nilai makanan yang diuji
merupakan persen terhadap standar tersebut (Truswell, 1992).
Ubi jalar sebagai sumber karbohidrat memiliki indeks glikemik 54. Nilai
indeks glikemik (IG) yang kurang dari 55 termasuk kategori yang rendah, dan nilai
indeks glikemik antara 55 sampai 70 termasuk kategori sedang, dan yang nilainya
lebih dari 70 termasuk dalam kategori tinggi. Jadi berdasarkan penjelasan tersebut,
nilai IG ubi jalar termasuk rendah. Tepung ubi jalar mengandung serat makanan yang
relatif tinggi disertai dengan indeks glikemik yang rendah. Artinya, tepung ubi jalar
atau makanan berbasis tepung ubi jalar lebih lamban dicerna dan lamban
meningkatkan kadar gula darah (Marsono, 2002).
DAFTAR PUSTAKA
Grace,
Febrina.
2010.
Studi
Tepung
Ubi
Jalar.
Ubi jalar
Pendahuluan
Standar mutu ubi jalar sangat diperlukan karena dengan adanya standar
mutu ubi jalar tersebut baik konsumen dan produsen mempunyai kepastian terhadap
mutu yang diinginkan, sehingga konsumen akan memperoleh mutu ubi jalar sesuai
dengan daya belinya dan produsen akan mendapat harga sesuai dengan produknya.
Keuntungan lain dari adanya standar mutu ubi jalar ini dapat digunakan untuk
pembinaan perbaikan mutu ubi jalar tersebut.
Penyusunan konsep standar mutu ubi jalar ini dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas ubi jalar berdasarkan
Centro International De La Papa (CIP) 1995, yang berpusat di negara Peru dan dari
hasil analisa kimiawi dan fisik ubi jalar dari beberapa propinsi yang meliputi propinsi
Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa tengah, Jawa Timur, Bali.
Varietas ubi jalar yang dihasilkan produsen sangat bervariasi, yaitu varietas
lokal dan varietas unggul. Varietas yang sudah dilepas berdasarkan data dari
Direktorat Perbenihan sebanyak 20 jenis ternyata mempunyai variasi dalam umur
panen paling pendek yaitu 2,5 - 3,3 bulan dengan produksi 6 - 7 ton/ha. Varietas
Menes putih merupakan varietas yang mempunyai umur panen paling panjang yaitu 6
- 7 bulan dengan produksi 7,5 ton/ha dengan rasa enak. Ubi jalar yang memiliki rasa
enak umumnya dikonsumsi segar.
Prospek ubi jalar selain sebagai sumber pangan untuk konsumen dalam negeri
saat ini sudah diusahakan oleh beberapa processor diolah dalam bentuk keripik
goreng, chip ubi jalar goreng diekspor keluar negeri. Pada industri pengolah hasil ubi
jalar diproses menjadi tepung ubi jalar yang dapat digunakan sebagai subtitusi tepung
terigu untuk pembuatan kue, alkohol, saus dan sebagainya. Zat pati ubi jalar
merupakan salah satu bahan dalam proses pembuatan tekstil dan kertas.
Daftar isi
Pendahuluan
Daftar isi........................................................................................
judul...............................................................................................
1
Ruang lingkup..........................................................................
Definisi.....................................................................................
Istilah.......................................................................................
Klasifikasi................................................................................
Syarat mutu.............................................................................
Cara uji...................................................................................
Penandaan...............................................................................
Pengemasan.............................................................................
10 Rekomendasi...........................................................................
1 Ruang lingkup
Standar mutu ini meliputi definisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara
pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan, pengemasan dan rekomendasi.
2 Definisi
Ubi jalar adalah umbi dari tanaman ubi jalar (Ipomoea batatas L) dalam
keadaan utuh, segar, bersih dan aman dikonsumsi serta bebas dari organisme
pengganggu tumbuhan.
3 Istilah
3.1 Keseragaman warna
Keseragaman warna kulit umbi seperti warna merah atau putih atau warna
lainnya dan keseragaman warna daging umbi, seperti putih , kuning, orange dan
ungu sesuai dengan varietasnya.
3.2 Keseragaman bentuk umbi
Keseragaman bentuk umbi adalah keseragaman ratio panjang (P)/ lebar (L)
dari ubijalar , seperti bulat ( P/L berkisar 1-1,5 ) elip ( P/L berkisar 1,6 - 2,0 ) ,
panjang (P/L > 2,0 ) sesuai dengan varietasnya.
3.3 Keseragaman berat umbi
Keseragaman berat umbi adalah keseragaman sesuai dengan 3 macam
penggolongan berat yaitu:
a) golongan A mempunyai berat > 200 gram per umbi,
b) golongan B mempunyai berat 100 - 200 gram per umbi,
c) golongan C mempunyai berat < 100 gram per umbi, dan toleransi di atas dan
di bawah ukuran berat masing-masing 5 % ( biji) maks.
3.4 Umbi cacat
Umbi cacat adalah umbi yang rusak karena mekanis dan fisik seperti pecah, teriris
,tergores , memar,fisiologis karena bertunas, lunak , keriput dan biologis karena
hama dan penyakit seperti berlubang busuk dsb.
3.5 Kadar air
Kadar air adalah perbandingan jumlah kandungan air dalam umbi terhadap
umbi keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah.
3.6 Kotoran
Kotoran adalah benda-benda asing bukan umbi seperti tanah, pasir, batang,
daun dan benda lainnya yang menempel pada umbi atau berada di dalam kemasan
sedangkan sekat atau pembungkus dalam kemasan tidak termasuk kotoran.
3.7 Kadar serat
Kadar serat adalah perbandingan berat antara serat dalam umbi terhadap umbi
keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah.
3.8 Kadar pati
Kadar pati adalah perbandingan jumlah kandungan pati dalam umbi terhadap
umbi keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah.
3.9 Aman dikonsumsi
Aman dikonsumsi adalah umbi jalar bebas atau tidak mengandung senyawa
kimia atau senyawa lain yang membahayakan bagi konsumen atau untuk diolah lebih
lanjut sesuai dengan Undang-Undang Pangan Nomor 7 tahun 1996.
3.10 Organisme pengganggu tumbuhan
5. 2 Syarat khusus
Tabel 1
Spesifikasi persyaratan khusus
No
1
Komponen Mutu
1 Berat umbi ( grm/umbi)
Mutu
I
>200
II
100 - 200
III 75 - 100
I
tidak ada
II 3 biji
III 5 biji
I
65
II
III
I
II
III
I
II
III
60
60
2
2,5 > 3,0
30
25
25
7.3.1 Prinsip
Pengukuran kandungan air secara grafimetri dengan cara menguapkan air dari
bahan dan ditimbang.
7.3.2 Peralatan
Alat pengukur kadar air umbi dengan alat oven dan timbangan analitik pada
ketelitian 0,001 gram (1 mgr).
7.3.3 Cara kerja
Kadar air ditentukan dengan Methode Oven ( AOAC 1984 ), sebanyak 5
gram contoh ditimbang dalam cawan yang telah diketahui berat tetapnya.
Dikeringkan dalam oven pada suhu 1050C selama 3 jam atau sampai berat tetap.
Disimpan dalam desikator, setelah dingin ditimbang dinyatakan dalam persen berat
basah.
Perhitungan kadar air:
Kadar air ( % bb) =
BC
x 100
BA
A = berat cawan
B = berat contoh + cawan
C = berat contoh kering + cawan
bb = berat basah
7.4 Penentuan kadar serat
7.4.1 Prinsip
Pengukuran kandungan serat dengan memisahkan bahan baku non serat
dengan cara melarutkan larutan asam dan basa kuat pada kondisi panas.
7.4.2 Peralatan
Alat pengukur kadar serat umbi dengan alat corong buchner dan timbangan
analitis pada ketelitian 0,001 gram (1 mgr).
7.4.3 Cara kerja
Perhitungan kadar serat dengan menggunakan metode asam. Sebanyak 5
gram contoh ditimbang, dimasukkan ke dalam erlenmeyer 750 ml, ditambahkan
beberapa tetes oktanol. Ditambahkan 50 ml H2SO4 1,25 %. Dipasangkan pada
pendingin terbalik, dididihkan selama 30 menit. Ditambahkan 50 ml larutan NaOH
3,25 %, dipanaskan kembali 30 menit. Disaring panas-panas dengan corong buchner
yang berisi
berturut-turut dengan air panas , H2SO4 1,25 % dan alkohol 36 %. Kertas saring dan
isinya diangkat dan dikeringkan ke dalam oven pada suhu 105 0C selama 3 jam atau
sampai berat tetap, disimpan kedalam desikator, setelah dingin ditimbang.
Perhitungan :
Serat kasar ( % bk) =
bk = berat kering
7.5 Penentuan kadar pati
7.5.1 Prinsip
Pengukuran kandungan pati dilakukan pemisahan bahan nonpati dengan cara
melarutkan asam dan basa kuat secara centrifuge.
7.5.2 Peralatan
Alat pengukur kadar pati umbi dengan alat spektrofotometer dan timbangan
analitis ketelitian 0,001 gram (1 mgr).
100
Berat contoh
100 - Ka
Ka = Kadar air
Abs = Absorbansi.
8 Penandaan
Di bagian luar kotak kayu atau karton gelombang (kecuali dalam bentuk
curah) ditulis dengan bahan yang aman yang tidak luntur dan jelas terbaca antara
lain:
a) daerah asal produksi (Indonesia, Propinsi)
b) varietas dan mutu kelas
c) nama perusahaan
d) berat netto
e) nomor kemasan
f) tujuan
g) tanggal kemas
9 Pengemasan
Pengemasan dengan .kotak kayu atau karton gelombang
atau keranjang
anyaman bambu yang dilapisi karton dengan , berat netto ubi jalar maksimum 10 Kg
dan tahan mengalami "handling" baik dalam waktu pemuatan dan pembongkaran.
Kotak pengemas harus berlubang-lubang untuk sirkulasi udara.
10 Rekomendasi
a) Umbi yang di kemas harus dilakukan pencucian dan sebelumnya dianginkan.
b) Ubi jalar harus memenuhi batas kandungan maksimum pestisida sesuai Surat
Keputusan Bersama
/MENKES/VIII/1996
711/Kpts/TP.270/B/96
pertanian.
Menteri Pertanian
tentang
batas
residu
pestisida
Nomor : 881
pada
hasil
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Penepungan Blanching
Basis
W setelah dibagi 3
W bahan kering
W tepung halus
W tepung kasar
% Produk tepung halus
: 500 gram
: 145,2 gram
: 27,1 gram
: 26 gram
: 0,9 gram
=
W Tepung Halus
x100%
W awal
26
x100% 17,91%
145,2
=
% Produk tepung kasar
W Tepung Kasar
x100%
W awal
0,9
x100% 0,62%
145,2
=
W lost Produk
Lost product
=
0,2
x100% 0,74%
27,1
=
2. Penepungan dengan air biasa
Basis
: 500 gram
W setelah dibagi 3
: 142,2 gram
W bahan kering
: 29,9 gram
W tepung halus
: 29,7 gram
W tepung kasar
: 0,2 gram
W Tepung Halus
x100%
W awal
29,7
x100% 20,89%
142,2
=
% Produk tepung kasar
W Tepung Kasar
x100%
W awal
0,2
x100% 0,14%
142,2
=
W lost Produk
Lost product
=
0
x100% 0%
29,9
=
3. Penempungan dengan Perendaman Na2S2O5
Basis
: 500 gram
W setelah dibagi 3
: 145 gram
W bahan kering
: 26 gram
W tepung halus
: 25,7 gram
W tepung kasar
: 0,3 gram
=
=
=
=
W lost Produk
W Tepung Halus
x100%
W awal
25,7
x100% 17,73%
145
W Tepung Kasar
x100%
W awal
0,3
x100% 0,21%
145
= 0 gram
W Lost Produk
x100%
W berat Kering
Lost product
=
=
0
x100% 0%
26
Browning enzimatis
Browning ini terjadi karena adanya senyawa fenolik . senyawa fenolik ada yang
bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatis pada buah dan
sayuran. Proses ini memerlukan adanya fenol oksidase danoksigen yang harus
berhubungan dengan substrt tersebut.
Pengeringan alami adalah suat cara menghilangkan atau menurunkan kadar air
pada bahan atau produk secara alami denga cara memanfaatkan sinar matahari.
Keuntungan : murah dan mudah didapat. Kerugian : memrlukan waktu yang
lama, membutuhkan tempat yang luas, bergantung pada cuaca, tidak higienis,
dan suhu tidak bisa diatur.
jenis gandum yang diimpor serta varietas yang akan mempengaruhi kualitas
tepung terigu.
5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance
tepung yang dihasilkan?
Jawab :
= 350/1000 x 400
= 140 mg
= 0,14 gram
Jadi natrium metabisulfit yang harus ditimbang sebesar 0,14 gram.