Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sumindah (10.2008.215)
Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Nbn19_indah@yahoo.com
Skenario 1: seorang anak laki laki usia 11 tahun, dibawa oleh kedua orang tuanya ke poli umum
rumah sakit FMC sentul, dengan keluhan utama gatal pada kedua mata terutama sehabis main
bola atau kena panas matahari, adanya riwayat alergi terhadap udara panas dan debu. Pasien
sering menderita batuk pilek. Pada pemerikasaan didapatkan tidak adanya penurunan ketajaman
penglihatan dan kedua mata merah, tidak ada kotoran mata.
Pendahuluan
Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi
permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi
dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva fornicis yang melekat pada
jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. Konjungtiva dibagi
menjadi 3 bagian : Konjungtiva palpebra, Konjungtiva forniks dan Konjungtiva bulbi.
Yang ada di palpebra disebut konjuntiva palpebra, di fornix disebut konjuntiva fornicis
dan yang di bola mata disebut konjuntiva bulbi. Di sudut nasal, di canthus internus ada
lipatan disebut plica semilunaris. Juga disitu menuju benjolan menyerupai epidermoid yang
disebut caruncula.
Histologis lapisan konjuntiva adalah epitel konjuntiva terdiri atas epitel superficial
mengandung sel goblet yang memproduksi mucin. Epitel basal, di dekat limbus dan epitel ini
mengandung pigmen. Dibawah epitel terdapat stroma konjuntiva yang terdiri atas lapisan
1
adenoid yang mengandung jaringan limfoid dan lapisan fibrosa yang mengandung jaringan
ikat. Yang padat adalah tarsus dan ditempat lain jaringan longgar.
Kelenjar yang ada di konjuntiva terdiri kelenjar Krause (ditepi atas tarsus) yang
menyerupai kelenjar air mata. Pembuluh darah yang ada di konjuntiva adalah a.siliaris
anterior dan a. palpebralis. Konjuntiva mengandung sangat banyak pembuluh limfe. Inervasi
syaraf di palpebra oleh percabangan n. oftalmikus cabang N.V. 2
Konjuntiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di fornix atas. Air
mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan di
belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah
menuju fornix dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis. Dengan demikian
konjuntiva dan kornea selalu basah.
Kedudukan konjuntiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda
lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan
ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan
berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata.
Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria
yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata.
Arteri- arteri konjungtiva berasal dari a.ciliaris anterior dan a. palpebralis yang keduanya
beranastomosis. Yang berasal dari a. ciliaris anterior berjalan ke depan mengikuti m. rectus
menembus sclera dekat limbus untuk mencapai bagian dalam mata dan cabang- cabang yang
mengelilingi kornea.
Konjungtiva menerima persyarafan dari percabangan pertama n. trigeminus yang berakhir
sebagai ujung- ujung yang lepas terutama di bagian palpebra.
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva. Peradangan konjuntiva selain
memberi keluhan yang khas pada anamnesis seperti gatal, pedih, seperti ada pasir, seperti
klilipen, rasa panas juga memberi gejala yang khas di konjuntiva, ada tahi lalat. Jika meluas
ke kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling ringan adalah
hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan nekrosis. Bangunan yang
sering tampak khas lainnya adalah folikel, flikten dan sebagainya
Anamnesis
Adalah suatu wawancara yang dilakukan dokter kepada pasien (auto-anamnesis) atau
terhadap keluarga pasien atau pengantarnya (alo-anamnesis). Mulai dari data lengkap
pasien,keluahan,faktor pemberat,riawat penyakit terdahulu dan sekarang dan riwayat
penyakit keluarga. 1
Untuk kasus ini perlu kita tanyakan:
Keluhan utama
Onset pajanan umumnya lama; ditanyakan : lama, frekuensi, waktu timbulnya dan
beratnya penyakit.
Ada/tidak sekret, jenis sekret
Ada nyeri atau tidak, ada/tidak penurunan ketajaman penglihatan
Keluhan penyerta
Riwayat pengobatan sebelumnya
Riwayat atopi dalam keluarga (asma,dermatitis atopi, rinitis alergi)
Riwayat penyakit terdahulu
Kontak dengan alergen dan Keadaan lingkungan kerja dan tempat tinggal juga
perlu ditanyauntuk mengaitkan awitan gejala.
Pemeriksaan
Pemeriksaan tanda vital : mengukur Nadi, frekuensi nafas, TD (tekanan darah) dan suhu
tubuh.
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan fisik (inspeksi) untuk mencari karakter/tanda konjungtivitis
yang meliputi :
-
Hiperemi konjungtiva yang tampak paling nyata pada fornix dan mengurang kea rah
limbus.
Edema konjungtiva
Blefarospasme
Lakrimasi
Konjungtiva palpebra (merah,kasar seperti beludru karena ada edema dan infiltrasi).
pada
infeksi
pneumokok.Kadang-kadang
disertai
perdarahan
Deferensiasi Diagnosis
Tabel 1. Diagnosa Banding Tipe Konjungtivitis yang lazim3
Klinik&sitologi
Viral
Bakteri
Alergi
Gatal
Minim
Minim
Hebat
Hiperemia
Profuse
Sedang
Sedang
Eksudasi
Minim
Menguncur
Minim
Adenopati
preurikular
Lazim
Jarang
Tidak ada
Pewarnaan kerokan
& eksudat
Monosit
Bakteri, PMN
Eosinofil
Sakit tenggorokan
Kadang
Kadang
Tak pernah
Lakrimasi
++
Gatal
Mata merah
Hemoragi
Sekret
Kemosis
Lakrimasi
Folikel
Papil
Pseudomembra
n
Pembesaran
kelenjar limfe
Panus
Bersamaan
dengan
keratitis
Demam
Sitologi
Virus
+
+
Serous
mucous
Alergi
++
+
Viscus
Toksik
+
-
++
+
Bakteri
++
+
Purulen,
kuning,
krusta
++
+
+
++
+
+
+
-
++
Granulosit
Eosinofil
Limposit,
monosit
Sel epitel,
granulosit
Konjungtivitis Bakteri
Tanda dan gejala: Konjungtivita bulbi hiperemis, lakrimasi, eksudat dengan sekret
mukopurulen terutama di pagi hari, pseudoptosis akibat pembengkakan kelopak,
kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, pseudomembran, granulasi, flikten, mata
seperti ada benda asing, dan limfadenopati preaurikular. Kadang disertai keratitis dan
blefaritis. Biasanya dari satu mata akan menular ke mata yang lain dan dapat menjadi
kronis. Biasanya pasien datang dengan mata merah, secret mata, dan iritasi mata.
Konjungtivitis Virus
Definisi : adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan
berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi ringan
yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis
bakteri
Etiologi dan Faktor Resiko : Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis
virus, tetapi adenovirus adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini,
dan herpes simplex virus yang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga
dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster, picornavirus(enterovirus 70, Coxsackie
A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus. Penyakit ini sering terjadi pada
orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet
pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan
berada di kolam renang yang terkontaminasi
Gejala Klinis : Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda - beda sesuai dengan
etiologinya. Pada keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus
biasanya dijumpai demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang
7
dijumpai pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis
setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan. Pada
konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan
atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti sakit kepala dan demam. Pada
konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika akut
yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis
nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema
palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang - kadang dapat terjadi kimosis
Penatalaksanaan : Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau
pada orang dewasa umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi,
namun antivirus topikal atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya
kornea. Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygieneuntuk meminimalkan
penyebaran infeksi.
Working Diagnosis
KONJUNGTIVITIS VERNAL ODS
Definisi : Merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral, atopi, yang
mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit ini juga
dikenal sebagai catarrh musim semi. Ada dua tipe konjugtivitis vernalis :
-
Bentuk Palpebra
Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat
pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.
Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat disbanding
bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak dengan
permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.
-
Bentuk Limbal
Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.
Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel
limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil.
Epidemiologi
Penyebaran konjungtivitis vernal merata di dunia, terdapat sekitar 0,1% hingga 0,5%
pasien dengan masalah tersebut. Penyakit ini lebih sering terjadi pada iklim panas (misalnya
di Italia, Yunani, Israel, dan sebagian Amerika Selatan) daripada iklim dingin (seperti
Amerika Serikat, Swedia, Rusia dan Jerman). Penyakit ini tergolong penyakit anak muda,
jarang terjadi pada pasien usia di bawah 3 tahun atau di atas 25 tahun. Dari 1000 kasus yang
tercatat di literatur, 750 kasus terjadi pada pasien dengan usia 5 hingga 20 tahun. Dalam
koleksi kami sendiri terdapat 38 dari 39 pasien yang berusia lebih muda dari 14 tahun, ketika
penyakit tersebut berawal. Usia yang paling banyak adalah 5 tahun, dimana lebih banyak
anak laki-laki daripada perempuan yang terinfeksi. Beigelman memaparkan 5000 kasus yang
dilaporkan dan menemukan bahwa penyakit berpeluang dua kali lipat terjadi pada anak lakilaki.
Umumnya terdapat riwayat keluarga yang bersifat alergi atopik (turunan). Kami
menemukan bahwa 65% pasien kami yang menderita konjungtivitis vernal memiliki satu atau
lebih sanak keluarga setingkat yang memiliki penyakit turunan (misalnya asma, demam
rumput, iritasi kulit turunan atau alergi selaput lendir hidung permanen). Penyakit-penyakit
turunan ini umumnya ditemukan pada pasien itu sendiri. Dalam koleksi kami, 19 dari 39
pasien memiliki satu atau lebih dari empat penyakit turunan utama.
Kurun waktu konjungtivitis vernal rata-rata berkisar 4 sampai 10 tahun. Akan tetapi
penyakit ini jarang tinggal menetap pada usia 30an, 40an dan 50an, tetapi infeksinya lebih
parah daripada anak-anak.
Semua penelitian tentang penyakit ini melaporkan bahwa biasanya kondisi akan
memburuk pada musim semi dan musim panas di belahan bumi utara, itulah mengapa
10
dinamakan konjungtivitis vernal (atau musim semi). Di belahan bumi selatan penyakit ini
lebih menyerang pada musim gugur dan musim dingin. Akan tetapi, banyak pasien
mengalami gejala sepanjang tahun, mungkin disebabkan berbagai sumber alergi yang silih
berganti sepanjang tahun.
Etiologi
Konjungtivitis vernal terjadi akibat alergi dan cenderung kambuh pada musim panas.
Keratokonjungtivitis vernal sering terjadi pada anak-anak, biasanya dimulai sebelum masa
pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
Patofisiologi
Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial
yang banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai
hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat
proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.
Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga
terbentuklah gambaran cobble stone.
Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan
sehingga konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada
konjungtiva tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada
konjungtiva tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik
Limbus konjungtiva juga memperlihatkan perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi
yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang berat, kekeruhan pada limbus sering
menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan gangguan dalam kualitas maupun
kuantitas stem cells.
Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan
ini, akan tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh
satu lapis sel epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta
pseudomembran milky white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma
oleh sel- sel PMN, eosinofil, basofil dan sel mast.
11
Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel
mast dan eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini
hampir 80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam
membuktikan peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil
dan basofil, khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas
jaringan.
Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen,
hialuronidase, peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara
keseluruhan. Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan
terbentuknya deposit stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi
jaringan ikat meluas ke atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang
luas. Horner- Trantas dots yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil,
debris selular yang terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.
Manifestasi klinis
Keluhan utama adalah gatal yang menetap, disertai oleh gejala fotofobia, berair dan
rasa mengganjal pada kedua mata. Adanya gambaran spesifik pada konjungivitis ini
disebabkan oleh hiperplasi jaringan konjungtiva di daerah tarsal, daerah limbus atau
keduanya. Selanjutnya gambaran yang tampak akan sesuai dengan perkembangan penyakit
yang memiliki bentuk yaitu palpebral ataupun bentuk limbal.
Bentuk palpebral hamper terbatas pada konjungtiva tarsalis superior dan terdapat
cobble stone. Ini banyak terjadi pada anak yang lebih besar. Cobble stone ini dapat demikian
berat sehingga timbul pseudoptosis.
Bentuk limbal disertai hipertrofi limbus yang dapat disertai bintik- bintik yang sedikit
menonjol keputihan dikenal sebagai Horner- Trantas dots. Ini banyak terjadi pada anak- anak
yang
lebih
kecil.
Penebalan
konjungtiva
palpebra
superior
akan
menghasilkan
pseudomembran yang pekat dan lengket, yang mungkin bias dilepaskan tanpa timbul
perdarahan.
Eksudat konjungtiva sangat spesifik, berwarna putih susu kental, lengket, elastic dan
fibrinous. Peningkatan sekresi mucus yang kental dan adanya peningkatan jumlah asam
12
hyaluronat, mengakibatkan eksudat menjadi lengket. Hal ini memberikan keluhan adanya
sensasi seperti ada tali atau cacing pada matanya.
Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
1. Komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik dapat
mengganggu penglihatan. Konjungtivitis vernalis dapat menimbulkan komplikasi
berupa keratokonjungtivitis vernalis, ulkus kornea superficial baik sentral atau
parasentral dan sikatrik. Komplikasi ini dapat terjadi apabila pengobatan tidak
adekuat dan pasien tidak mematuhi anjuran yang diberikan. Konjungtivatis vernalis
dapat menimbulkan ulkus kornea superficial sentral atau para sentral, yang dapat
diikuti dengan pembentukan jaringan parut. Ulkus tersebut terjadi akibat gesekan
mekanik antara papil tarsal dengan kornea, juga diduga berkaitan dengan infiltrasi sel
radang yang berasal dari konjungtiva. Kadang-kadang juga terdapat panus pada
kornea.
2. Penyulit lainnya seperti gangguan penglihatan yang disertai glaukoma dan katarak
dapat timbul akibat pemakaian steroid tetes mata jangka panjang atau lebih dari 4
minggu terus-menerus.
Penatalaksanaan
Seperti halnya semua penyakit alergi lainnya, terapi konjungtivitis vernalis bertujuan
untuk mengidentifikasi allergen dan bahkan mungkin mengeliminasi atau menghindarinya.
Untuk itu, anamnesis yang teliti baik pada pasien maupun orang tua akan dapat membantu
menggambarkan aktivitas dan lingkungan mana yang harus dihindari. Dengan demikian,
penatalaksanaan pada pasien ini akan terbagi dalam tiga bentuk yang saling menunjang untuk
dapat memberikan hasil yang optimal. Ketiga bentuk pelaksanaan tersebut meliputi : (1)
Tindakan umum; (2) Terapi medikasi; (3) Pembedahan.
1.
Tindakan Umum
13
Dalam hal ini mencakup tindakan- tindakan konsultatif yang membantu mengurangi
keluhan pasien berdasarkan informasi hasil anamnesis tersebut diatas. Beberapa tindakan
tersebut antara lain :
-
Pengganti air mata (artificial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi
protektif karena membantu menghalau allergen.
Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut climatotherapy. Cara ini memang kurang praktis, mengingat tingginya biaya yang
dibtuhkan. Namun, efektivitasnya yang cukup dramatis patut diperhitungkan
sebagai alternative bila keadaan memungkinkan
Menghindari tindakan menggosok- gosok mata dengan tangan atau jari tangan,
karena telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediatormediator sel mast.
2.
Terapi Medik
Dalam hal ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada pasien dan orang tua pasien
tentang sifat kronis serta self limiting dari penyakit ini. Selain itu perlu juga dijelaskan
mengenai keuntungan dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul dari pengobatan yang
ada, terutama dalam pemakaian steroid. Salah satu factor pertimbangan yang penting dalam
mengambil langkah untuk memberikan obat- obatan adalah eksudat yang kental dan lengket
pada konjungtivitis vernalis ini, karena merupakan indicator yang sensitive dari aktivitas
penyakit, yang pada gilirannya akan memainkan peran penting dalam timbulnya gejala.
Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan
mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas
14
eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada
larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu
melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.
Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis
vernalis ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian
dalam dosis besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak
diharapkan. Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bias diberikan steroid topical
prednisolone fosfat 1%, 6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan
reduksi dosis sampai dosis terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang
lebih parah, bias juga digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone
fosfat atau deksametason fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang
perlu diingat dalam kaitan dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah
mungkin dan sesingkat mungkin.
Antihistamin, baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan sebagai plihan lain
karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien. Apabila
dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada kasus
yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian
kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek
samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak- anak, hal ini dapat juga mengganggu
aktivitas sehari- hari.
Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan
kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang
berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.
Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebaga pengganti
steroid bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi
kebutuhan akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi,
mencegah terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun
tidak mampu menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan
antigen spesifik. Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada
membrane sel serta menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur
fosforilasi.
15
Terapi pembedahan
Berbagai terapi pembedahan, krioterapi dan diatermi pada papil raksasa konjungtiva
tarsal kini sudah ditinggalkan mengingat banyaknya efek samping dan terbukti tidak efektif,
karena dalam waktu dekat akan tumbuh lagi. Apabila segala bentuk pengobatan telah dicoba
dan tidak memuaskan, maka metode dengan tandur alih membrane mukosa pada kasus
konjungtivitis vernalis tipe palpebra yang parah perlu dipertimbangkan. Akhirnya perlu
dipetekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan bisa
sembuh sendiri apabila anak sudah dewasa.
Prognosis
Konjungtivis vernal merupakan self limiting disease namun apabila terjadi serangan
tidak dilakukan pengobatan yang adekuat dapat menimbulkan kompilkasi. Kondisi ini dapat
terus berlanjut dari waktu ke waktu, dan semakin memburuk selama musim-musim tertentu.
Perlu ditekankan bahwa konjungtivitis vernalis biasanya berlangsung selama 4- 6 tahun dan
bisa sembuh sendiri apabila anak sudah dewasa
Mata dapat terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang
yang lain bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan kondisi
tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol sehingga penglihatan dapat
dipertahankan.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi
retina.
Kesimpulan
Konjungtivitis vernalis adalah konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipeI)
yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren. Konjungtivitis vernal terjadi akibatalergi
16
dan cenderung kambuh pada musim panas. Konjungtivitis vernal sering terjadi pada anakanak, biasanya dimulai sebelum masa pubertas dan berhenti sebelum usia 20.
Gejala yang spesifik berupa rasa gatal yang hebat, sekret mukus yang kental dan
lengket, serta hipertropi papil konjungtiva. Tanda yang spesifik adalah Trantas dotsdan coble
stone. Terdapat dua bentuk dari konjungtivitis vernalis yaitu bentuk palbebradan bentuk
limbal.Konjungtivitis vernalis pada umumnya tidak mengancam penglihatan, namun dapat
menimbulkan rasa tidak enak. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Namun
tetap dibutuhkan perawatan agar tidak terjadi komplikasi dan menurunkan tingkat ketidak
nyamanan dari pasien. Perawatan yang dapat diberikan menghindari menggosok gosok
mata, kompres dingin di daerah mata, memakai pengganti air mata, memakai obat tetes
seperti asetil sistein, antihistamin, NSAID steroid,stabilisator sel mast, dll ; obat oral (seperti
antihistamin dan steroid) dan pembedahan.
Pada pasien anak laki laki 11 tahun didiagnosa konjungtivitis vernal ODS karena sesuai
dengan gambaran klinis serta etiologinya yaitu keluhan utama gatal pada kedua mata
terutama sehabis main bola atau kena panas matahari, adanya riwayat alergi terhadap
udara panas dan debu. Pasien sering menderita batuk pilek. Pada pemerikasaan
didapatkan tidak adanya penurunan ketajaman penglihatan dan kedua mata merah, tidak
ada kotoran mata.
Daftar pustaka
1. H.M.S markum. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis. Fakutas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2003; 7-11.
17
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah., Buku Pedoman Kesehatan Mata Telinga dan
Jiwa, 2001
6. Vaughan, D.G, Asbury, T., Eva, P.R., General Ophthalmology, Original English
Language edition, EGC, 1995
7. Ilyas, S., Konjungtivitis Vernalis dalam Ilmu Penyakit Mata, Edisi III, Cetakan I,
Fakultas Kedokteran UI, Balai Penerbit FK UI, Jakarta, 2004.
8. Richards A, Guzman-Cottrill JA (May 2010). "Conjunctivitis". Pediatr Rev 31 (5):
196208.
9. Corwin, Elisabeth J. 2000. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
10. James, Bruce. 2003. Lecture Notes Oftalmologi. Jakarta : Erlangga.
11. Potter & perry. 2005. Buku ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktek ed-4. Jakarta: EGC.
18