Disusun oleh :
S. Krissattryo Rosarianto I.
Kelompok C-2
102011374
ryo_rosarianto@hotmail.com
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
2012
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Anak usia 6-12 tahun biasanya baru mulai memasuki masa
sekolah. Dalam usia ini anak sudah mulai memanfaatkan kemampuan
kognitifnya untuk belajar, mengevaluasi diri, menilai dan lain-lain,
perkembangan yang cukup terlihat jelas adalah bahwa anak menjadi
lebih mandiri dan mulai berani untuk jauh dari orang tuanya.
Pertumbuhan yang terjadi dalam usia ini juga cukup pesat mulai dari
penambahan tinggi badan, berat badan, dan juga organ-organ tubuh
lainnya. Ditinjau dari aspek psikososial dan emosional anak, di usia ini
juga
mulai
mengalami
perkembangan.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang anak
perempuan usia 6 tahun, sering merasa ketakutan, menangis dan
takut ditinggal ibunya serta memiliki perkembangan yang berbeda
dengan anak lain.
III.
Hipotesis
Hipotesis dalam makalah ini adalah anak usia 6 tahun sering
mengalami ketakutan, menangis dan takut ditinggal ibunya mengalami
gangguan psikososial.
ISI
Anak usia antara 6-12 tahun, periode yang kadang-kadang disebut
sebagai masa anak-anak pertengahan atau masa laten, mempunyai
tantangan baru. Kekuatan kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara
simultan memberikan kemampuan pada anak usia sekolah untuk
mengevaluasi diri sendiri dan merasakan evaluasi teman-temannya. Sebagai
akibatnya, penghargaan diri menjadi masalah sentral.
Tidak seperti bayi dan anak pra-sekolah, anak-anak usia sekolah dinilai
menurut kemampuannya untuk menghasilkan hasil yang bernial sosial,
seperti nilai-nilai atau pekerjaan yang baik.
Karenanya, Erikson mengidentifikasi masalah sentral psikososial pada
masa ini sebagai krisis antara keaktifan dan inferioritas. Perkembangan
kesehatan membutuhkan peningkatan pemisahan dari orang tua dan
kemampuan menemukan penerimaan dalam kelompok yang sepadan serta
merundingkan tantangan-tantangan yang berada di dunia luar.1
I.
Tes Denver
a. Definisi DDST3
Denver Developmental Screening Test (DDST) adalah
sebuah metode pengkajian yang digunakan secara luas
untuk menilai kemajuan perkembangan anak usia 0-6
tahun. Nama Denver menunjukkan bahwa uji skrining ini
dibuat di University of Colorado Medical Center di Denver.
DDST merefleksikan persentase kelompok anak usia
tertentu yang dapat menampilkan tugas perkembangan
tertentu. Tes ini dapat dilakukan oleh dokter spesialis anak,
tenaga profesional kesehatan lainnya, atau tenaga
profesional dalam layanan sosial.
Dalam
perkembangannya,
DDST
mengalami
beberapa kali revisi. Revisi terakhir adalah Denver II yang
merupakan hasil revisi dan standardisasi dari DDST dan
DDST-R (Revised Denver Developmental Screening Test).
Perbedaan Denver II dengan skrining terdahulu terletak
pada item-item test, bentuk, interpretasi, dan rujukan.
Pembahasan mengenai DDST dalam sejarahnya tidak
terlepas dari Denver Developmental Materials. Denver
Developmental Materials bermanfaat bagi petugas
kesehatan yang memberi perawatan langsung pada anak.
Dengan prosedur yang sederhana dan cepat, metode ini
5
Penilaian ini juga daoat dipakai untuk menilai status gizi pada
anak.
Penilaian terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak dapat
juga ditentukan dengan melakukan pemeriksaan fisik; melihat bentuk
tubuh; membandingkan bagian tubuh dan anggota gerak lainnya;
menentukan jaringan otot dengan memeriksa lengan atas, bokong,
dan paha; menentukan jaringan lemak; melakukan pemeriksaan pada
triseps; serta menentukan pemeriksaan rambut dan gigi. 4
V.
Perkembangan Kognitif
Pemikiran anak usia sekolah secara kualitas berbeda dari
pemikiran anak yang lebih muda 1-2 tahun. Pada tempat kognisi yang
berdaya tarik, egosentris, dan terikat persepsi, anak usia-sekolah
semakin mempraktekkan aturan-aturan yang didasarkan pada
fenomen yang dapat diamati, faktor pada banyak dimensi dan
pandangan, serta menginterpretasi persepsinya berdasarkan teoriteori realistik mengenai hukum-hukum fisik.1
Pada 2 tahun pertama sekolah dasar dipusatkan pada perolehan
dasar-dasarnya: membaca, menulis dan ketrampilan matematika
dasar. Pada tingkat ketiga atau keempat, kurikulum menghendaki
supaya anak-anak mempergunakan dasar-dasar tersebut untuk
mempelajari bahan-bahan yang semakin kompleks. 1
Kemampuan kognitif berinteraksi dengan sederetan faktor sikap
dan emosi yang luas dalam menentukan penampilan di dalam kelas.
Sebagian
daftar
faktor-faktor
demikian
meliputi
keinginan
menyenangkan orang-orang dewasa, kerja sama, persaingan,
kemauan bekerja tanpa upah, kepercayaan pada kemampuan diri, dan
kemampuan
mengambil
resiko
bila
keberhasilan
tidak
meyakinkan.Keberhasilan memberi kecenderungan pada keberhasilan
yang akan datang, sedangkan kegagalan melemahkan kemampuan
seorang anak untuk mengambil risiko kognitif-emosional di masa yang
akan datang. 1
a. Tinjauan (Piaget)5
i. Anak berusia antara 7 dan 11 tahun berada dalam tahap
konkret operasional, yang ditandai dengan penalaran induktif,
tindakan logis, dan pikiran konkret yang reversibel.
ii. Karakteristik spesifik tahap ini antara lain:
1. Transisi dari egosentris ke pemikiran objektif(yi., melihat
dari sudut pandang orang lain, mencari validasi,
bertanya.)
9
Perkembangan Psikososial
Teori perkembangan kepribadian yang paling banyak diterima
adalah teori yang dikembangkan oleh Erikson, teori ini dikenal sebagai
perkembangan psikososial dan menekankan pada kepribadian yang
sehat, bertentangan dengan pendekatan patologik. Erikson juga
menggunakan konsep-konsep biologis tentang periode kritis dan
epigenesis, menjelaskan konflik atau masalah inti yang harus dikuasai
individu selama periode kritis dalam perkembangan kepribadian.
Keberhasilan pencapaian atau penguasaan terhadap setiap konflik inti
ini terbentuk berdasarkan keberhasilan pencapaian atau penguasaan
inti sebelumnya. 6
Setiap tahap psikososial mempunyai dua komponen aspek
menyenangkan dan tidak menyenangkan dari konflik inti dan
perkembangan ke tahap selanjutnya bergantung pada penyelesaian
konflik ini. Tidak ada konflik inti yang pernah dikuasai secara lengkap
melainkan tetap menjadi masalah yang kerap timbul seumur hidup.
Tidak ada situasi hidup yang pernah aman. Setiap situasi baru
menimbulkan konflik dalam bentuk baru. 6
10
c.
izin/persetujuan,
kesepian, kemandirian, dan lawan
2.
kematangan
11
Sosialisasi5
a.
Masa usia sekolah merupakan periode perubahan dinamis dan
kematangan seiring dengan peningkatan keterlibatan anak
dalam aktivitas yang lebih kompleks, membuat keputusan, dan
kegiatan yang memiliki tujuan.
b.
Ketika anak usia sekolah belajar lebih banyak mengenai
tubuhnya, perkembangan sosial berpusat pada tubuh dan
kemampuannya.
c.
Hubungan dengan teman sebaya memegang peranan penting
yang baru.
d.
Aktivitas
kelompok,
termasuk
tim
olahraga,
biasanya
menghabiskan banyak waktu dan energi.
12
Disiplin5
1.
Anak usia sekolah mulai menginternalisasikan pengendalian diri
dan membutuhkan sedikit pengarahan dari luar. Mereka
melakukannya, walaupun membutuhkan orang tua atau orang
dewasa lain yang dipercaya untuk menjawab pertanyaan dan
memberikan bimbingan untuk membuat keputusan.
2.
Tanggung jawab pekerjaan rumah tangga membantu anak usia
sekolah merasa bahwa mereka merupakan bagian penting
keluarga dan meningkatkan rasa pencapaian terhadap prestasi
mereka.
3.
Izin mingguan, diatur sesuai dengan kebutuhan dan tugas anak,
membantu dalam mengerjakan keterampilan, nilai, dan rasa
tanggung jawab.
4.
Ketika mendisiplinkan anak usia sekolah, maka orang tua dan
pemberi asuhan lain harus menyususn batasan yang konkret dan
beralasan (memberikan penjelasan yang meyakinkan) serta
mempertahankan peraturan sampai batas minimal.
VII.
Perkembangan Emosional
Perkembangan emosi dan sosial berlanjut pada tiga konteks:
rumah, sekolah dan lingkungan sekitarnya. Dari ketiga konteks
tersebut, rumah tetap paling mempengaruhi. Hubungan orang tuaanak berlanjut untuk memberikan keamanan dasar yang dengannya
anak berani keluar. Peristiwa kehidupan yang penting meningkatkan
ketidaktergantungan anak sekolah meliputi menginap di rumah teman
untuk pertama kalinya dan pengalaman pertama mengikuti kegiatan
perkemahan di tempat jauh. 1
Para orang tua memenuhi kebutuhan-kebutuhan bagi upaya di
sekolah dan aktivitas ekstrakulikuler, merayakan keberhasilan serta
memberikan persetujuan tidak bersyarat jika terjadi kegagalan. Tugas
sehari-hari yang teratur memberikan kesempatan pada anak turut
membantu keluarga dengan cara yang berarti, dalam mendukung
13
14
15
PEMBAHASAN
1.
Skenario
Seorang anak perempuan berusia 6 tahun, sering ketakutan
bertemu orang baru, sering menangis saat masuk sekolah, dan takut
ditinggal ibunya sendiri. Atas saran gurunya, anak ini diminta untuk
dibawa ke dokter karena perkembangannya berbeda dengan anak lain.
2.
Mind Map
A n ak u sia 6 ta h u n
d e n g a n p e rkem b a n g a n
b e rbe d a
Pe n ata la ks a
n aa n
m as ala h
Perkem b a n g a n
E m os io n a l,Kog n itif d an
Ps ikos o sia l
A lloa n
am nes
is
Pem erik s
aa n fis ik
3.
Pembahasan
Dari skenario dan teori-teori yang sudah diperoleh, dari segi
perkembangan anak di dalam skenario tersebut memang mengalami
perkembangan yang berbeda dari yang seharusnya terjadi pada
usianya. Pada usia sekolah, seharusnya anak lebih bisa lepas dari
orang tuanya dan mulai bertemu dengan dunia baru yaitu dunia di
sekolah sendiri dimana ia lebih bisa bermain dan berinteraksi dengan
teman-teman sebayanya. Di dalam usia ini, anak seharusnya juga
menjadi lebih percaya diri atas kemampuannya dalam mencapai
sesuatu yang diinginkannya, sehingga di sini anak sudah mulai
bersaing dan berkompetisi satu dengan yang lain untuk menjadi yang
terbaik.
Peran orang tua tentunya sangat penting dalam perkembangan
16
anak di usia ini. Anak yang memiliki ketakutan yang luar biasa
terhadap dunia luar, orang-orang baru dan jauh dari orang tuanya
mungkin memiliki orang tua yang overprotektif. Perilaku orang tua
yang seperti itu cenderung membuat anak hanya merasa aman jika ia
berada di dekat orang tuanya, ia tidak pernah mengetahui dunia luar
yang berada di sekitarnya sehingga ia selalu merasa dunia luar adalah
dunia yang berbahaya bagi dirinya dan itu membuatnya takut untuk
mengenal, bertemu dengan orang-orang baru dan pada akhirnya ia
tidak
bisa
berkembang.
Penyelesaian masalah yang mungkin bisa dilakukan untuk anak
ini adalah pemeriksaan fisik untuk melihat ada/tidaknya kelainan pada
anak tersebut yang mungkin membuatnya minder sehingga ia merasa
malu untuk bertemu dengan orang lain, allo anamnesis terhadap orang
tua si anak tentang tingkah laku anak sehari-hari, pola makannya, dan
kesehariannya di rumah. Tes Denver mungkin bisa dilakukan bila perlu
untuk melihat apakah anak ini sudah berkembang secara normal
sesuai dengan usianya sekarang. Salah satu yang terpenting adalah
edukasi bagi orang tua tentang bagaimana cara mendidik anak pada
usia tersebut dengan disiplin,penuh tanggung jawab, tanpa melupakan
rasa kasih sayang dan membiarkan anaknya berpikir kreatif, memuji
dan menghargai hasil kerjanya agar rasa per aya dirinya meningkat
dan memberitahukan mana yang baik dan benar, serta menegurnya
bila salah.
Langkah konkret yang mungkin bisa orang tua lakukan untuk
anaknya adalah, membiarkannya untuk bermain di luar, mengenal
dunia luar, memberi tahu hal-hal yang tidak baik baginya bukan
melarangnya untuk keluar sama sekali, membiarkannya ikut kegiatankegiatan di luar rumah yang bertujuan positif supaya dapat lebih
mandiri, membawanya ke lingkungan baru dan mengenalkan anak ini
dengan
orang-orang
di
sekitarnya.
Dengan penyelesaian masalah tersebut, diharapkan anak dapat
bertumbuh kembang optimal, dapat lebih berani dan percaya diri
dengan dunia di luar keluarganya sendiri, dapat bersaing dengan
sportif bersama dengan teman sebayanya.
17
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Kesimpulan dari makalah ini adalah anak usia 6 tahun yang
mengalami ketakutan, menangis dan takut ditinggal ibunya tersebut
mengalami gangguan psikososial, dan mendapatkan pendidikan
kepribadian yang kurang tepat dari orang tuanya.
18
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
2005.h. 69-72
Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta : EGC, 1995. H. 15-7.
Nugroho HSW. Denver developmental screening test : petunjuk praktis.
4.
5.
6.
2005.h.77-80.
Wong DL. Buku ajar keperawatan pedriatik. Ed 6. Jakarta: EGC, 2008.
7.
H. 117-118.
Supartini Y. Buku ajar konsep keperawatan anak. Jakarta: EGC, 2004. H.
kesehatan
35-6.
19
anak
untuk
pendidikan