Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. di dalam hati terjadi prosesproses penting bagi kehidupan kita. yaitu proses penyimpanan energi, pengaturan
metabolisme kolesterol, dan peneralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. sehingga
dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.
Sirosis hepatis adalah suatu penyakit di mana sirkulasi mikro, anatomi pembuluh
darah besar dan seluruh system arsitekture hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur
dan terjadi penambahan jaringan ikat ( firosis ) di sekitar paremkin hati yang mengalami
regenerasi. sirosis didefinisikan sebagai proses difus yang di karakteristikan oleh fibrosis dan
perubahan strukture hepar normal menjadi penuh nodule yang tidak normal.
Peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel menyebabkan
banyaknya terbentuk jaringan ikat dan regenerasi noduler dengan berbagai ukuran yang di
bentuk oleh sel paremkim hati yang masih sehat. akibatnya bentuk hati yang normal akan
berubahdisertai terjadinya penekanan pada pembuluh darah dan terganggunya aliran darah
vena pota yang akhirnya menyebakan hipertensi portal.
Penyebab sirosis hati beragam. selain disebabkan oleh virus hepatitis B ataupun C,
bisa juga di akibatkan oleh konsumsi alkohol yang berlebihan, bergai macam penyakit
metabolik, adanya ganguan imunologis, dan sebagainya.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke tiga pada
pasien yang berusia 45 46 tahun ( setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker ). di seluruh
dunia sirosis menempati urutan ketujuh penyebab kematian, 25.000 orang meninggal setiap
tahun akibat penyakit in. sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering di temukan dalam
ruangan perawatan bagian penyakit dalam. di indonesia sirosis hati lebih sering di jumpai
pada laki laki dari pada perempuan. dengan perbandingan 2 4 : 1.
Peran dan fungsi perawat adalah memberi penyuluhan kesehatan agar mayakakat
dapat mewaspadai bahaya penyakit sirosis hepatis . Sedangkan peran perawat dalam merawat
pasien dengan penyakit sirosis hepatis adalah mencakup perbaikan masukan nutrisi klien,
membantu klien mendapatkan citra diri yang positif dan pemahaman dengan penyakit dan
pengobatanya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada pasien
dengan penyakit sirosis hepatis untuk memudahkan kita sebagai calon perawat dalam
merawat pasien dengan penyakit sirosis hepatis .
TUJUAN
Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan makalah ini adalah diperoleh gambaran secara nyata dalam
merawat pasien dengan sirosis hepatis.
a.
b.
c.
d.
e.
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari pembuatan makalah ini adalah:
Mampu melakukan pengkajian secara menyeluruh pada klien dengan sirosis hepatis.
Mampu mengidentifikasi masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan sirosis
hepatis.
Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan sirosis hepatis.
Mampu melakukan evaluasi atas tindakan yang telah dilakukan.
f.
BAB II
KONSEP DASAR
1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis
didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis.
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya
pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses
peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi
nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro
menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C.
Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati
normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami
regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi Hati
Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh manusia. Hati terletak di belakang
tulang-tulang iga (kosta) dalam rongga abdomen daerah kanan atas. Hati memiliki berat
sekitar 1500 gram, dan dibagi menjadi empat lobus. Setiap lobus hati terbungkus oleh lapisan
tipis jaringan ikat yang membentang ke dalam lobus itu sendiri dan membagi massa hati
menjadi unit-unit yang lebih kecil, yang disebut lobulus. Permukaan atas terletak bersentuhan
di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum
kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan
kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare
area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ
abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
a. Ligamentum falciformis: Menghubungkan hepar ke dinding ant. abd dan terletak di antara
umbilicus dan diafragma.
b. Ligamentum teres hepatis = round ligament: Merupakan bagian bawah lig. falciformis;
merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
c. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis: Merupakan bagian dari
omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sblh prox ke
hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis.
Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
d. Ligamentum Coronaria Anterior kika dan Lig coronaria posterior ki-ka: Merupakan refleksi
peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
e. Ligamentum triangularis ki-ka: Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan
posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar
ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal
tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar).
Secara mikroskopis, hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan
jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson.
Fisiologi Hati
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi
tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20-25% oksigen darah.
Ada beberapa fungsi hati yaitu:
a. Sebagai metabolisme karbohidrat
Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen,
mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati
akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa
disebut glikoneogenesis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa
dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan
terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan
membentuk/biosintesis senyawa 3 karbon (3C), yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan
dalam siklus krebs).
b. Sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam
lemak. Hati merupakan pembentukan utama sintesis, esterifikasi, dan ekskresi kolesterol di
mana serum cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
c. Sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga
mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.
d. Sebagai metabolisme vitamin
Semua vitamin disimpan di dalam hati, khususnya vitamin A, D, E, dan K.
e. Sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi,
metilasi, esterifikasi, dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun dan
obat over dosis.
f. Sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen, dan berbagai bahan melalui proses
fagositosis. Selain itu, sel kupfer juga ikut memproduksi -globulin sebagai imun livers
mechanism.
g. Sebagai hemodinamik
Hati merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah. Hati menerima 25%
dari cardiac output, aliran darah hati yang normal 1500 cc/menit atau 1000-1800 cc/menit.
Darah yang mengalir di dalam arteri hepatica 25% dan di dalam vena porta 75% dari
seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh
persyarafan, dan hormonal. Aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, dan
shock.
TIPE SIROSIS
Ada tiga tipe sirosis atau pembentukan parut dalam hati, yaitu:
a.
Sirosis portal Laennec (alkoholik, nutrisional), dimana jaringan parut secara khas
mengelilingi daerah portal. Sirosis ini paling sering disebabkan oleh alkoholisme kronis dan
merupakan tipe sirosis yang paling sering ditemukan di negara Barat.
b. Sirosis poscanekrotik, dimana terdapat pita jaringan parut yang lebar sebagai akibat lanjut
dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya.
c. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi dalam hati di sekitar saluran
empedu. Tipe ini biasanya terjadi akibat obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis),
insidensnya lebih rendah dari pada insidens sirosis Laennec dan sirosis poscanekrotik.
ETIOLOGI
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi
peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis
dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan
ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin.
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat.
Perkembangan sirosi tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol.
Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati.
Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak
yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan
peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis. Sirosis kriptogenik,
disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya untuk
pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif
dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi
unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis.
Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit
Wilson). Pada hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap
suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.
Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu
kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas
pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh
kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang
dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang
mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam
usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan
mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang
seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh
empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan
pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice
(kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem
imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis
autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang
progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi
kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia. Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan
vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang
berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal
bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan
anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan
pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk
melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental. Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan
ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang
mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta
tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
Mual-mual dan nafsu makan menurun
Cepat lelah
Kelemahan otot
Penurunan berat badan
Air kencing berwarna gelap
Kadang-kadang hati teraba keras
Ikterus, spider navi, erytema palmaris
Hematemesis, melena
KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi pada srosi hepatis, yaitu:
1. Edema dan ascites
Karena efek gaya berat ketika berdiri atau duduk, maka kelebihan garam dan air
berakumulasi dalam jaringan dibawah kulit pergelangan kaki dan kaki. Akumulasi cairan ini
disebut edema atau pitting edema (pitting edema merujuk pada fakta bahwa menekan sebuah
ujung jari dengan kuat pada suatu pergelangan atau kaki dyang mengalami edema akan
menyebabkan suatu lekukan pada kulit yang berlangsung untuk beberapa waktu setelah
pelepasan dari tekanan). Ketika sirosis memburuk dan lebih banyak garam dan air yang
tertahan, cairan juga mungkin berakumulasi dalam rongga perut antara dinding perut dan
organ-organ perut. Akumulasi cairan ini disebut ascites yang menyebabkan pembengkakkan
perut, ketidaknyamanan perut, dan berat badan yang meningkat.
2. Spontaneous bacterial peritonitis (SBP)
Adalah suatu cairan yang mengumpul didalam perut yang tidak mampu untuk melawan
infeksi secara normal. SBP adalah suatu komplikasi yang mengancam nyawa. Pada beberapa
pasien penderita SBP tidak memiliki gejala-gejala, seperti demam, kedinginan, sakit perut
dan kelembutan perut, diare, dan memburuknya ascites.
3. Perdarahan dari Varices-Varices Kerongkongan (esophageal varices)
Adalah suatu keadaan dimana aliran darah meningkat, peningkatan tekanan vena pada
kerongkongan yang lebih bawah, dan mengembangnya lambung bagian atas. Perdarahan dari
varices-varices biasanya adalah parah/berat dan apabila tanpa perawatan segera dapat
menjadi fatal. Gejala-gejala dari perdarahan varices-varices adalah muntah darah (muntahan
dapat berupa darah merah bercampur dengan gumpalan-gumpalan atau coffee grounds,
yang belakangan disebabkan oleh efek dari asam pada darah), mengeluarkan tinja/feces yang
hitam, disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam darah ketika melewati usus (melena),
4.
5.
6.
7.
8.
1.
2.
3.
4.
5.
PENGOBATAN
Pengobatan untuk sirosis hepatis, yaitu:
Simtomatis.
Supportif, yaitu:
Istirahat yang cukup.
Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang, misalnya: cukup kalori, protein
1gr/kgBB/hari dan vitamin.
Pengobatan berdasarkan etiologi, misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat
dicoba dengan interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi untuk
pasien dengan hepatitis C kronis yang belum pernah mendapatkan pengobatan IFN
(intraferon), seperti:
kombinasi IFN (intraferon) dengan ribavirin.
terapi induksi IFN (intraferon).
terapi dosis IFN tiap hari
Terapi kombinasi IFN (intraferon) dan RIB (Ribavirin) terdiri dari IFN(intraferon) 3 juta unit
3 x seminggu dan RIB (ribavirin) 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg
untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta
unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama
48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit
tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi komplikasi Asites
dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas:
a. Istirahat.
b. Diet rendah garam: untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet rendah garam
dan penderita dapat berobat jalan dan apabila gagal maka penderita harus dirawat.
c. Diuretik, pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah menjalani diet rendah garam
dan pembatasan cairan namun penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic adalah hipokalem dan hal ini
dapat mencetuskan encepalophaty hepatic, maka pilihan utamadiuretic adalah spironolacton,
dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari,
apabila dengan dosis maksimal diuresisnya belum tercapai maka dapat kita kombinasikan
dengan furosemid.
Terapi lain:
Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP), pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins
Generasi III (Cefotaxime),secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral.
Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin
(400mg/hari)selama 2-3 minggu.
Hepatorenal Sindrome, dicegah dengan menghindari pemberian diuretik yang berlebihan,
pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi.
Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa: Ritriksi cairan,garam, potassium dan
protein. Serta menghentikan obat-obatan yang nefrotoxic.Pilihan terbaik adalah transplantasi
hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus, prinsip penanganan yang utama adalah
tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan:
Pasien diistirahatkan dan dipuasakan.
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi.
Pemasangan Naso Gastric Tube (NGT), hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya,
yaitu: untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obat-obatan, evaluasi
darah.
Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin.
Octriotide dan Somatostatin
Ensefalopati Hepatik, nutrisi khusus hati akan menjaga kecukupan kebutuhan protein dan
mempertahankan kadar albumin darah tanpa meningkatkan risiko terjadinya hiperamonia.
Dengan nutrisi khusus ini diharapkan status nutrisi penderita akan terjaga, mencegah
memburuknya penyakit hati, dan mencegah terjadinya ensefalopati hepatik sehingga kualitas
serta harapan hidup penderita juga akan membaik.
Gejala : Flatus.
Tanda : Distensi abdomen.
Penurunan atau tak adanya bising usus. Feses warna tanah liat, melena.Urine gelap, pekat.
Makanan/Cairan
Gejala: Anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/tidak dapat menerima,Mual/ muntah.
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan (cairan). Penggunaan jaringan. Edema
umum pada jaringan Kulit kering, turgor buruk.Ikterik; angioma spider Nafas berbau,
pendarahan gusi.
Neurosensori
Gejala : Orang terdekat dapat melaporkan perubahan kepribadian, penurunan mental.
Tanda : Perubahan mental, bingung halusinasi,Bicara lambat atau tidak jelas.Asterik
(ensefalofati hepatic)
Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen / nyeri kuadran kanan atas,Pruritus
Tanda : Perilaku berhati-hati / distraksi, Fokus pada diri sendiri.
Pernapasan
Gejala : Dispnea.
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas tambahan,erkspansi paru terbatas,
hipoksia.
Keamanan
Gejala : Pruritus.
Tanda : Demam (lebih umum pada sirosis alkoholik). Ikterik, ekimosis, petekie. Angioma
spider / teleangiektasis, eritema palmar.
Seksualitas
Gejala : Gangguan menstruasi, impoten.
Tanda : Atrofi testis, ginekomastia, kehilangan rambut (dada,bawah lengan, pubis).
Hasil laboratorium fungsi normal
Ukuran
Satuan
Nilai Rujukan
ALT (SGPT) U/L
: < 23 (P),< 30 (L), < 41 U/I (IFCC)
AST (SGOT) U/L
: < 21 (P),< 25 (L), < 37 U/I (IFCC)
Alkalin fosfatase U/L
: 15 69, 40 129 (IFCC)
GGT (Gamma GT) U/L
: 5 38, 8 61 (Persyn&Szaz)
Bilirubin total mg/dL
: 0,25 1,0
Bilirubin langsung mg/dL
: 0,0 0,25
Protein total g/L
: 61 82
Albumin g/L
: 37 52
2.
DIAGNOSA, INTERVENSI, DAN EVALUASI
IAGNOSA I : Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidak mampuan
untuk memproses/mencerna makanan :Anoreksia, mual/muntah,tidak mau makan,mudah
kenyang (asites),fungsi usus abnormal
Kemungkinan dibuktikan oleh:
Penurunan berat badan
Perubahan bunyi dan fungsi usus
Tonus otot buruk/penggunaan otot
Ketidak seimbangan dalam pemeriksaan nutrisi
Hasil yang di harapkan:
Kriteria Evaluasi pasein akan :
Menunjukan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan
Rasional
Menberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan defisiensi
Diet yang tepat penting untuk pertumbuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga
terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.
Pasien mungkin hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan minat pada makanan dan
mengalami mual, kelemahan umum dan malaise.
Buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra abdomen/ ansietas.
Pendarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
Glukosa menurun karena gangguan glikogenesis,penurunan simpanan glikogen atau masukan
tidak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme,penurunan sintesis hepatik.
Peningkatan amonia perlu pembatsan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang
rusak tidak dapat menyimpan vitamin A,B komplek,D dan K. Juga dapat terjadi kekurangan
besi dan asam folay yang menimbulkan anemia.
IAGNOSA II : Perubahan volume cairan berhubungan dengan : - Gangguan mekanisme regulasi ( contoh
SIADH, penurunan Protein plasma, mal nutrisi ), Kelebihan natrium atau masukan cairan.
Kemungkinan di buktikan oleh:
Edema,anasarka,peningkatan berat badan
Pemasukan lebih besar dari pengeluaran , oliguria, perubaha pada berat jenis urine
Dipsnea, bunyi nafas tambahan, efusi pleural.
Perubahan tekanan darah,reflek hepatojugular positif.
Gangguan elektrolit
Perubahan status mental
Hasil yang diharapkan
Kriteria evaluasi pasien akan :
menunjukkan volumecairan stabil, dengan keseimbangan
pemasukan dan pengeluaran,
berat badan stabil
tanda-tanda vital dalam rentang normal,
tak ada edema.
Tindakan/Intervensi Rasional
1. ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi pengeluaran).
Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
2. awasi TD dan CVP. Catat JVD/distensi vena.
3. auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan
(contoh, krekels).
4. awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop S3/S4.
5. kaji derajat perifer/edema dependen.
6. ukur lingkar abdomen.
7. dorong untuk tirah baring bila ada asites.
8. berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (bila puasa).
9. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium).
10. Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.
11. berikan albumin bebas garam/plasma ekpander sesuai indikasi.
12. berikan obat sesuai indikasi:Diuretik. Contoh spironolakton (Aldakton): furosemid (Lasix).
Kalium: Obat inotropik positif dan vasodilatasi arterial.
Rasional
1. menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respons
terhadap terapi. Catatan: penurunan volume sirkulasi (perpindahan cairan) dapat
mempengaruhi secara langsung fungsi/haluan urine, mengakibatkan sindrom hepatorenal.
2. peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin tidak
terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan vena
abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
3. peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas,
dan komplikasi contoh edema paru.
4. mungkin disebabkan oleh GJK, penurunan perfusi arteri koroner, dan ketidakseimbangan
elektrolit.
5. perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin,
dan penurunan ADH.
6. menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan
kedalam area peritoneal. Catatan: akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume
sirkulasi menyebabkan deficit (tanda dehidrasi).
7. dapat meningkatkan posisi rekumben untuk dieresis.
8. menurunkan rasa haus.
9. penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar
aldosteron dan penggunaan diuretic (untuk menurunkan air total tubuh) dapat menyebabkan
berbagai perpindahan/ketidakseimbangan elektroit.
10. natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler.
Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah pengenceran hiponatremia.
11. albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotic koloid dalam
kompartemen vaskuler (pengumpulan cairan dalam area vaskuler), sehingga meningkatkan
volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
12. Digunakan dengan perhatian untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi. Kalium serum dan seluler
biasanya menurun karena penyakit hati sesuai dengan kehilangan urine. Diberikan untuk
meningkatkan curah jantung/perbaikan aliran darah ginjal dan fungsinya, sehingga
menurunkan kelebihan cairan.
Diagnosa III : Resiko kerusakan integritas kulitberhubungan dengan : gangguan sirkulasi status
metabolik,Akumulasi garam empedu pada kulit,Turgor kulit buruk, penonjolan tulang,
adanya edema, asites.
Kemungkinan dibuktikan oleh : adanya tanda dan gejala yang mendukung diagnosa.
agnosa IV : Gangguan harga diri/ citra tubuh berhubung dengan : perubahan biofisika/gangguan penampilan
fisik. Perubahan peran fungsi perilaku merusak diri (penyakit yang dicetuskan oleh alkohol)
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Penyataan perubahan/pembatasan pola hidup.
Takut penolakan atau reaksi orang lain.
Perasaan negatif tentang diri/kemampuan.
Perasaan tak berdaya, tak ada harapan, atau tak kuat.
Hasil yang diharapkan
Kriteria evaluasi-pasien akan :
Menyatakan pemahaman akan perubahan dan
penerimaan diri pada situasi yang ada.
Mengidentifikasi perasaan dan metode koping terhadap persepsi diri negatif.
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Diskusikan situasi/dorong pernyataan takut/masalah. Jelaskan hubungan antara gejala dengan
asal penyakit.
2. Dukung dan dorong klien; berikan perawatan dengan positif, perilaku bersahabat.
3. Dorong keluarga/orang terdekat untuk menyatakan perasaan, berkunjung / berpartisipasi pada
perawatan.
4. Bantu klien/orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan; anjurkan memakai
baju yang tidak menonjolkan gangguan penampilan contoh menggunakan pakaian merah,
biru, atau hitam.
5. Kolaborasi : Rujuk kee palayanan pendukung, contoh konselor, sumber psikiatrik, pelayanan
social, pendeta, dan/atau program pengobatan alcohol.
Rasional
1. Klien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila
penyebab berhubungan dengan alcohol (80%) atau penggunaan obat lain.
2. Pemberi perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi
perawatan klien dan kebutuhan untuk membuat upaya untuk membantu klien merasakn nilai
pribadi.
3. Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi klien dan takut terhadap kematian.
Kebutuhan dukungan emosi tanpa penilaian dan bebas mendekati klien. Partisipasi pada
perawatan membantu mereka merasa berguna an meningkatkan kepercayaan antara staf, klien
dan orang terdekat.
4. Klien dapat menunjukan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites, area
ekimoses. Memberikan dukungan dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan rasa
control.
5. Peningkatan kerentanan/masalah sehubungan dengan penyaki ini memerlukan sumber
profesional pelayanan tambahan.
Diagnosa V : Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar), tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.
Dapat dihubungkan dengan :
Kurang mengingat, kesalahan interpretasi.
Ketidakbiasaan terhadap sumber-sumber informasi.
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Pentanyaan; permintaan informasi.
Penyataan salah konsepsi.
Tidak akurat mengikuti instruksi.
Terjadi komplikasi.
Hasil yang diharapkan
Kriteria evaluasi-pasien akan :
Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis.
Menghubungkan gejala dengan faktor penyebab.
Melakukan perubahan pola hidup dan berpartisipasi dalam perawatan.
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Kaji ulang proses penyakit/prognosis dan harapan yang akan datang.
2. Tekankan pentingnya menghindari alcohol. Berikan informasi tentang pelayanan masyarakat
yang ada untuk membantu dalam rehabilitasi alcohol sesuai indikasi.
3. Informasikan klien tentang efek gangguan karena obat pada sirosis dan pentingnya
penggunaan obat hanya yang diresepkan atau dijelaskan oleh dokter yang mengenal riwayat
klien.
4. Tekankan pentingnya nutrisi yang baik. Anjurkan menghindari bawang dan keju padat.
Berikan instruksi diet tertulis.
5. Tekankan perlunya mengevaluasi kesehatan dan mentaati program teraupetik.
6. Diskusikan pembatasan natrium dan garam serta perlunya membaca label makanan /obat
yang dijual bebas.
7. Dorong menjadwalkan aktivitas dengan periode istirahat adekuat.
8. Tingkatkan aktivitas hiburan yang dapat dinikmati klien.
BAB III
KASUS
Tn. B 51 tahun BB 54 kg, datang ke rumah sakit dengan keluhan BAK sedikit dan
berbusa, klien merasa lemas, pucat. Dilakukan pemeriksaan fisik: ikterik (+), TD: 150/100
mmHg, HR: 21x/menit, RR: 23x/menit, S: 390C. Klien mengatakan perutnya kembung dan
rasa tidak enak, spider navi (+), asites (+), klien mengatakan malas untuk makan. Setelah
dilakukan anamnesa, klien pernah minum alkohol sewaktu remaja dan berlangsung cukup
lama. Namun saat ini sudah tidak lagi. Hasil lab: bil total4, SGOT 48, SGPT 52, total protein
9,1. Hasil USG didapat pembesaran hepar dan limfa. Lakukan analisa data dengan data
tambahan.
Data Fokus
A. DS:
o Klien mengatakan BAK sedikit dan berbusa.
o Klien mengatakan perutnya kembung dan rasa tidak enak.
o Klien mengatakan malas untuk makan.
o Klien merasa lemas.
B. DO:
o Usia 51 tahun.
o TTV: TD: 150/100mmHg
HR: 21x/menit
RR: 23x/menit
S: 390C
o Pemeriksaan fisik: ikterik (+)
o Spider navi (+)
o Asites (+)
o Hasil lab: Bil total 4, SGOT 48, SGPT 52, Total protein 9,1
C. Data tambahan
o Intake = 1500 cc
o Output = 500 cc
o Tinggi Badan = 165 cm
o Mual,muntah (+)
o Urin berwarna gelap
S=39oc
Asites(+)
Data tambahan :
Intake = 1500 cc
Output = 500 cc
HB : 11 gr/dl
Urin berwarna gelap
Perubahan volume cairan :kelebihan dari kebutuhan tubuh Kelebihan masukan cairan
2. DS :
Klien mengatakan perutnya kembung dan rasa tidak enak
Klien mengatakan malas untuk makan
Klien merasa lemas
DO :
BB : 54 kg,
Asites (+)
Hasil Lab: total protein : 9,1
Data tambahan :
Tinggi Badan = 165 cm
Mual,muntah (+)
Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh Mudah kenyang (asites)
3. Ds: Klien mengatakan perut kembung
Do: Ikterik(+), Spider navi(+), Asites(+), Hasil USG : Pembesaran hepar dan lien
Gangguan citra tubuh Perubahan physic/ penampilan fisik, perubahan peran fungsi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Perubahan volume cairan:kelebihan dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Kelebihan
masukan cairan
b. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan Mudah kenyang
(asites)
c. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan Perubahan physic/penampilan fisik, perubahan
peran fungsi
DIAGNOSA KEPERAWATAN, KRITERIA HASIL, INTERVENSI, RASIONAL
I.
3.
auskultasi paru, catat penurunan/tak adanya bunyi napas dan terjadinya bunyi tambahan
(contoh, krekels).
4. awasi disritmia jantung. Auskultasi bunyi jantung, catat terjadinya irama gallop S3/S4.
5. kaji derajat perifer/edema dependen.
6. ukur lingkar abdomen.
7. dorong untuk tirah baring bila ada asites.
8. berikan perawatan mulut sering; kadang-kadang beri es batu (bila puasa).
9. Awasi albumin serum dan elektrolit (khususnya kalium dan natrium).
10. kolaborasi: Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi.
11. berikan albumin bebas garam/plasma ekpander sesuai indikasi.
12. berikan obat sesuai indikasi: Diuretik. Contoh spironolakton (Aldakton): furosemid (Lasix).
Kalium: Obat inotropik positif dan vasodilatasi arterial.
Rasional
1. menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya/perbaikan perpindahan cairan, dan respons
terhadap terapi. Catatan: penurunan volume sirkulasi (perpindahan cairan) dapat
mempengaruhi secara langsung fungsi/haluan urine, mengakibatkan sindrom hepatorenal.
2. peningkatan TD biasanya berhubungan dengan kelebihan volume cairan tetapi mungkin
tidak terjadi karena perpindahan cairan keluar area vaskuler. Distensi jugular eksternal dan
vena abdominal sehubungan dengan kongesti vaskuler.
3. peningkatan kongesti pulmonal dapat mengakibatkan konsolidasi, gangguan pertukaran gas,
dan komplikasi contoh edema paru.
4. mungkin disebabkan oleh GJK, penurunan perfusi arteri koroner, dan ketidakseimbangan
elektrolit.
5. perpindahan cairan pada jaringan sebagai akibat retensi natrium dan air, penurunan albumin,
dan penurunan ADH.
6. menunjukkan akumulasi cairan (asites) diakibatkan oleh kehilangan protein plasma/cairan
kedalam area peritoneal. Catatan: akumulasi kelebihan cairan dapat menurunkan volume
sirkulasi menyebabkan deficit (tanda dehidrasi).
7. dapat meningkatkan posisi rekumben untuk dieresis.
8. menurunkan rasa haus.
9. penurunan albumin serum mempengaruhi tekanan osmotic koloid plasma, mengakibatkan
pembentukan edema. Penurunan aliran darah ginjal menyertai peningkatan ADH dan kadar
aldosteron dan penggunaan diuretic (untuk menurunkan air total tubuh) dapat menyebabkan
berbagai perpindahan/ketidakseimbangan elektroit.
10. natrium mungkin dibatasi untuk meminimalkan retensi cairan dalam area ekstravaskuler.
Pembatasan cairan perlu untuk memperbaiki/mencegah pengenceran hiponatremia.
11. albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotic koloid dalam
kompartemen vaskuler (pengumpulan cairan dalam area vaskuler), sehingga meningkatkan
volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.
12. Digunakan dengan perhatian untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif
dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi. Kalium serum dan seluler
biasanya menurun karena penyakit hati sesuai dengan kehilangan urine.
II.
KH :
nafsu makan klien meningkat
klien tidak merasa lemas
berat badan klien meningkat
Intervensi
1. ukur masukandiet harian dengan jumlah kalori
2. bantu dan doraong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila
pasien mudah lelah atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan pilihan
makanan yang disukai.
3. dorong pasien untuk makan semua makanan tambahan
4. berikan makanan sedikit dan sering
5. berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi
6. Kolaborasi: awasi pemeriksaan laboratorium contoh glukosa serum,albumin,total protein,
amonia
7. Berikan obat sesuai indikasi contoh tambahan vitamin,tiamin,besi,asam folat.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
III.
Rasional
menberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan defisiensi
diet yang tepat penting untuk pertumbuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga
terlibat dan makanan yang disukai sebanyak mungkin.
pasien mungkin hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan minat pada makanan dan
mengalami mual, kelemahan umum dan malaise.
buruknya toleransi terhadap makan banyak mungkin berhubungan dengan peningkatan
tekanan intra abdomen/ ansietas.
pendarahan dari varises esofagus dapat terjadi pada sirosis berat.
glukosa menurun karena gangguan glikogenesis,penurunan simpanan glikogen atau masukan
tidak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolisme,penurunan sintesis hepatik.
Peningkatan amonia perlu pembatsan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
Pasien biasanya kekurangan vitamin karena diet yang buruk sebelumnya. Juga hati yang
rusak tidak dapat menyimpan vitamin A,B komplek,D dan K. Juga dapat terjadi kekurangan
besi dan asam folay yang menimbulkan anemia.
4. Bantu klien/orang terdekat untuk mengatasi perubahan pada penampilan; anjurkan memakai
baju yang tidak menonjolkan gangguan penampilan contoh menggunakan pakaian merah,
biru, atau hitam.
5. Kolaborasi : Rujuk kepealayanan pendukung, contoh konselor, sumber psikiatrik, pelayanan
social, pendeta, dan/atau program pengobatan alcohol.
Rasional
1. Klien sangat sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila
penyebab berhubungan dengan alcohol (80%) atau penggunaan obat lain.
2. Pemberi perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi
perawatan klien dan kebutuhan untuk membuat upaya untuk membantu klien merasakn nilai
pribadi.
3. Anggota keluarga dapat merasa bersalah tentang kondisi klien dan takut terhadap kematian.
Kebutuhan dukungan emosi tanpa penilaian dan bebas mendekati klien. Partisipasi pada
perawatan membantu mereka merasa berguna an meningkatkan kepercayaan antara staf, klien
dan orang terdekat.
4. Klien dapat menunjukan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik, asites, area
ekimoses. Memberikan dukungan dapat meningkatkan harga diri dan meningkatkan rasa
control.
5. Peningkatan kerentanan/masalah sehubungan dengan penyaki ini memerlukan sumber
profesional pelayanan tambahan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam teori sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi
peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis
dan obstruksi saluran empedu. Alkohol,penyebab paling umum dari sirosis Manifestasi pada
sirosis hepatis, yaitu: mual-mual dan nafsu makan menurun, cepat lelah, kelemahan otot,
penurunan berat badan dan urin berwarna gelap, hati teraba keras, ikterus, spider navi,
eritema palmaris, emesis, melena.
Diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan sirosis hepatis adalah: perubahan
nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, perubahan volume cairan: kelebihan dari kebutuhan
tubuh, resiko, kerusakan integritas kulit, gangguan harga diri/citra tubuh.
Dalam kasus pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan BAK sedikit dan berbusa, klien
merasa lemas, pucat.dari hasil anamnesa klien pernah minum alkohol sewaktu remaja dan
berlangsung cukup lama. spider navi (+), asites (+), Mual, muntah (+), urin berwarna gelap.
Pada dasanya teori dan kasus tidak ada kesenjangan diagnosa yang ditemukanpun tidak jauh
berbeda dengan teori. Intervensi yang disusunpun tidak jauh berbeda dengan teori.
Namun diagnosa utama antara teori dan kasus memiliki perbedaan. Pada teori diagnosa
utamanya adalah perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh sedangkan pada kasus yang
menjadi diagnosa utama adalah: perubahan volume cairan: kelebihan dari kebutuhan tubuh
alasannya karena yang dikeluhkan pasien adalah output urine yang kurang sedangkan intake
nya banyak.
BAB V
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sirosis Hepatis merupakan perubahan struktur sel hati (fibrosis). Pentingnya identifikasi
dini terhadap gejala yang timbul (pemeriksaan fisik dan penunjang). Merupakan
penatalaksanan preventif segera dan tepat akan menurunkan resiko komplikasi dan
progresifitas penyakit. Kemampuan perawat klinik yang memadai dalam memahami kondisi
sirosis hepatis.
2. Saran
Sebagai mahasiswa keperawatan kita harus mengetahui tentang penyakit sitosis hepatis
ini,hal ini ditujukan apabila mahasiswa menemukan kasus penyakit sirosis di
lingkungannya,mahasiswa dapat melakukan tindakan lebih awal dengan meminta pasien
memeriksakan dirinya ke dokter. Selainn itu asuhan keperawatan pada klien dengan sirosis
sangat penting dipelajari siswa agar siswa dapat membuat asuhan keperawatan pada klien
dengan sirosis dan merawat klien jika berhadapan langsung dengan klien dengan sirosis
hepatis.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner&Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah vol 3. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2002. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilynn E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3. Jakarta: EGC.