Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Utang Pemerintah
Bila

pemerintah

lebih

banyak

melakukan

pengeluaran

daripada

mengumpulkan dana melalui pajak, pemerintah akan meminjam dari sektor


swasta untuk mendanai defisit anggaran. Akumulasi pinjaman tersebut disebut
utang pemerintah. Perdebatan tentang jumlah utang pemerintah yang tepat di
Indonesia merupakan hal yang biasa. Sedangkan untuk pengertian deficit sendiri
adalah kekurangan dalam uang kas. Hal ini terjadi ketika suatu organisasi
(biasanya pemerintah) lebih banyak pengeluarannya daripada penghasilan.

Besarnya Utang Pemerintah


Kita mulai dengan menempatkan uang pemerintah dalam perspektif. The

World Bank (Bang Dunia) baru saja merilis International Debt Statistic 2013
atau statistic utang 2013. Dalam laporan tersebut, bank dunia memiliki data arus
modal hingga tahun 2011. Arus utang masuk Negara-negara berkembang terlihat
menurun pada tahun 2011. Namun Indonesia sendiri baru masuk kedalam 10
pengutang terbesar di Antara 10 negara berkembang lainya. Statistic utang
internasional ini merupakan masukan penting untuk para ahli yang bekerja untuk
meningkatkan pengelolaan arus modal diseluruh dunia.
Berikut ini 10 peminjam-utang luar negeri pada tahun 2011, versi bank
dunia :
1. China US$ 685,5 miliar
2. Rusia US$ 543,0 miliar
3. Brazil US$ 404,3 miliar
4. Turki US$ 307,0 miliar
5. India US$ 334,4 miliar
6. Meksiko US$ 287,0 miliar
7. Indonesia US$213,5 miliar
8. Ukraina US$ 1345 miliar
9. Rumania US$ 129,8 miliar
10. Kazakhtan US$ 124,4 miliar

Perkembangan hingga akhir tahun menunjukkan Utang Luar Negeri


(ULN) Indonesia pada 2013 berada dalam tren melambat. ULN Indonesia pada
Desember 2013 tercatat USD264,1 miliar, tumbuh 4,6% dibandingkan dengan
posisi akhir 2012 sebesar USD252,4 miliar. Pertumbuhan ULN pada 2013
tersebut tercatat lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ULN tahun 2012
sebesar 12,0%. Perlambatan pertumbuhan ULN juga tergambar pada dinamika
setiap triwulan selama 2013. Pada triwulan I-2013 pertumbuhan ULN masih
tercatat 11,2% (yoy), namun kemudian tumbuh dalam tren melambat menjadi
8,0% (yoy) pada triwulan II-2013, 7,0% (yoy) pada triwulan III-2013, dan 4,6%
(yoy) pada triwulan IV-2013.
Perlambatan pertumbuhan ULN Indonesia terjadi baik pada ULN sektor
swasta maupun sektor publik. ULN Indonesia pada Desember 2013 terdiri dari
ULN sektor publik sebesar USD123,5 miliar (46,8% dari total ULN) dan ULN
sektor swasta sebesar USD140,5 miliar (53,2% dari total ULN). Dengan posisi
tersebut, ULN sektor publik terkontraksi 2,0% dibandingkan dengan pertumbuhan
6,3% pada tahun 2012. Sementara itu, ULN sektor swasta pada periode yang
sama tumbuh 11,3% (yoy), juga lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan
pada tahun 2012 sebesar 18,3%.
Menurut sejarah, penyebab utama kenaikan utang pemerintah adalah
perang. Rasio utang GDP meningkat tajam selama perang dan turun dengan
lambar selama masa damai. Banyak ekonomi berpendapat bahwa pola sejarah ini
adalah cara yang tepat untuk menjalankan kebijakan fiskal. Sebagaimana yang
akan kita bahas secara penuh pada bab ini, defisit pendanaan perang tampak
optimal, baik karena tax smoothing maupun ekuitas pendanaan.
2.2 Masalah Pengukuran
Defisit anggaran pemerintah adalah selisih pengeluaran pemerintah dengan
penerimaan, yang sama dengan jumlah utang baru yang dibutuhkan pemerintah
untuk mendanai operasinya. Definisi ini tampaknya cukup sederhana, tetapi dalam
kenyataanya

perdebatan

mengenai

kebijakan

fiskal

kadang-kadang

mempersoalkan bagaimana defisit anggaran seharusnya diukur. Sebagian ekonom

percaya bahwa defisit yang saat ini diukur bukan merupakan indikator yang baik
dari kebijakan fiskal. Dalam bagian ini kita akan membahas empat masalah
dengan ukuran defisit anggaran biasa.

Masalah Pengukuran 1 : Inflasi


Pengukuran yang paling tidak kontroversial adalah koreksi terhadap

inflasi. Hampir seluruh ekonom sepakat bahwa utang pemerintah seharusnya


diukur dalam bentuk riil, bukan nominal. Defisit yang diukur seharusnya sama
dengan perubahan utang riil pemerintah, bukan perubahan utang nominal.
Namun demikian, defisit anggaran yang biasa diukur tidak mengoreksi
inflasi. Untuk melihat seberapa besarnya pengaruh kesalahan ini, perhatikanlah
contoh berikut. Anggaplah utang pemerintah riil tidak berubah, dengan kata lain
dalam bentuk riil, anggarannya seimbang. Dalam kasus ini, utang nominal harus
naik pada tingkat inflasi : yaitu ,
D
=
D

adalah tingkat inflasi dan D adalah stok utang pemerintah. ini

menunjukan

D= D . Pemerintah akan melihat perubahan utang nominal

Dimana

D dan akan melaporkan defisit anggaran sebesar

D . Jadi, sebagian

besar ekonomi percaya bahwa defisit anggaran yang dilaporkan berlebih sebesar
D .

Masalah Pengukuran 2 : Aset Modal


Banyak ekonom percaya bahwa penilaian yang akurat atas defisit anggaran

pemerintah memerlukan perhitungan atas aset pemerintah serta kewajibannya.


Biasanya, ketika mengukur utang pemerintah secara keseluruhan, kita seharusnya

mengurangi aset pemerintah dari utang pemerintah. karena itu, defisit anggaran
seharusnya diukur sebagai perubahan utang dikurangi perubahan aset.
Prosedur anggaran yang memperhitungkan aset dan kewajiban disebut
pengangguran modal, karena memperhitungkan perubahan modal. Sebagai
contoh, anggaplah pemerintah menjual sebuah gedung atau sebagian dari
tanahnya dan menggunakan uangnya untuk membayar hutang. Di bawah prosedur
anggaran berlaku, defisit yang dilaporkan akan lebih rendah. Di bawah
penganggaran modal, penerimaan yang diterima dari penjualan tidak akan
mengurangi defisit, karena penurunan utang akan dioffset oleh penurunan aset.

Masalah Pengukuran 3 : Kewajiban Yang Tidak Dihitung


Sebagian ekonom berpendapat bahwa defisit anggaran yang diukur adalah

keliru karena mengabaikan beberapa kewajiban pemerintah yang penting. Sebagai


contoh, perhatikanlah pensiunan pegawai negeri. Pegawai negeri memberikan
jasanya kepada pemerintah saat ini, tapi bagian kompensasi mereka dipotong
untuk masa depan. Pada dasarnya mereka memberikan pinjaman kepada
pemerintah. manfaat pensiun masa depan mereka menunjukan kewajiban
pemerintah tidak jauh berbeda dengan utang pemerintah. namun, kewajiban ini
tidak dimasukan sebagai bagian dari utang pemerintah dan akumulasi kewajiban
ini tidak dimasukan sebagai bagian dari defisit anggaran. Menurut, beberapa
perkiraan, besar kewajiban implisit ini nyaris sama dengan utang pemerintah.

Masalah Pengukuran 4 : Siklus Bisnis


Banyak perubahan defisit anggaran pemerintah terjadi secara otomatis

menanggapi perekonomian yang berfluktuasi. Misalnya, ketika perekonomian


mengalami resesi, pendapatan akan turun sehingga kemampuan seseorang untuk
membayar pajak berkurang. Laba juga turun, sehingga perusahaan membayar
lebih sedikit pajak pendapatan. Semakin banyak orang yang menjadi bergantung
pada bantuan pemerintah, seperti asuransi kesejahteraan dan pengangguran,
sehingga pengeluaran pemerintah naik.

Untuk memecahkan masalah ini, pemerintah menghitung defisit anggaran


yang disesuaikan secara siklis. Defisit yang disesuaikan secara siklis didasarkan
pada estimasi mengenai beberapa pengeluaran pemerintah dan penerimaan pajak
yang terjadi jika perekonomian beroperasi pada tingkat output dan kesempatan
kerja alamiahnya.
2.3 Pandangan Tradisional Atas Utang Pemerintah
Untuk menganalisis dampak jangka panjang dari perubahan kebijakan ini,
kita kembali ke model-model yang terdapat dalam Bab 3 sampai Bab 8. Model
dalam bab 3 menunjukan bahwa pemotongan pajak mendorong pengeluaran
konsumen dan mengurangi tabungan nasional.
Pemotongn pajak yang di danai oleh pinjaman pemerintah akan memiliki
banyak dampak terhadap perekonomian. Dampak langsung dan pemotongan paja
adalah mendorong pengeluaran konsumen. Pengeluaran konsumen yang lebih
tinggi mempengaruhi perekonomian baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
Dalam jangka pendek, pengeluaran konsumen yang lebih tinggi akan
meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa dan dengan demikian
meningkatan output serta kesemptan kerja. Namun demikian, tingkat bunga juga
akan naik ketika investor bersaing untuk arus tabungan yang lebih kecil. Tingkat
bunga yang tinggi akan menahan investasi dan mendorong aliran masuk modal
dan luar negeri. Nilai dolar akan naik terhadap mata uang sing, dan perusahaan AS
menjadi kurang kompetitif di pasar dunia.
Dalam jangka panjang mengecil nya tabungan nasional yang disebabkan
oleh pemotongan paja akan berarti persediaan modal yang lebih kecil dan utang
luar negeri yng lebih besar. Karena itu, output negara akan lebih keci dan bagian
yang lebih besar dari output akan di miliki oleh pihak asing.
Dampak

keseluruhan

dari

pemotongan

pajak

tersebu

terhadap

kesejahteraan ekonomi sulit dinilai. Generasi sekarang akan menerima manfaat


dari konsumsi yang lebih tinggi. Generasi mendatang akan menanggug lebih

banyak beban dari deficit anggaran dewasaini: mereka akan melahirkan di negara
yang memiliki prseiaan modal yang lebih kci dn utang luar negeri yang lebih
besar.
2.4 Pandangan Ricardian Atas Utang Merintah
Pandangan tradisional atas utang pemerintah mengansumsikan bahwa
ketika pmerintah memotong pajak dan menjalani deficit anggaran, konsumen
menanggapi pendapatan setelah pajak mereka yang lebih tinggi dengan
melakukan pengeluaran lebih banyak. Pandangan alternative yang disebut
ekuivalensi ricardian mempertanyakan asumsi ini. Menurut pandangan ricardian,
konsumen melihat ke depan dank arena itu mendasarkan pengeluaran mereka
tidak hanya pada pendaatan sekarang tetapi juga pada pendapatan masa dpan yang
mereka harapkan.

Logika Dasar Ricardian


Pemerintah mendani pemotongan pajak dngan menjalakan deficit

anggaran. Pada beberapa titik di masa depa pemerintah harus menngkatkan pajak
utuk membayar utng dn bung yang terakumulasi, sehingga kebijkan tersebut benrbenar menununjukan pemotongan paja saat di gabungkan dengan kenaikan pajak
di masa depan.
Konsumen melihat ke depan memahmi bahwa pinjaman pemerintah saat
ini akan mengakibatkan pajak yang lebih tinggi di masa dpan. Pemotongan pajak
yng didnai oleh utang pemeritah tidak akan mengurangi beban pajak, pemotongan
pajak tersebut hanya menjadwal ulang pajak. Karena itu, pemotongan pajak
sehrusnya tidk menorong konsumen melakukan pengeluaran lebih banyak.
Prinsip umum nya dalah bahwa utang pemerinth ekuivalen dengan dengan
pajak masa dpan dan jika konsumen cukup melihat kedepan pajak masa depan aan
ekuivalen dengan pajak saat ini. Jadi mendanai pemerintah denan utang adalah
ekuivalen dengan mendanainya dengan pajak. Pandangan ini disebut ekuivalensi
ricardian yang diambil dari nama eonm terkenal abad kesembilan belas, David
Ricardo.
6

Logika ikuivalensi ricardian tidak berarti bahwa seluruh perubahan dalam


kebijakan fiscal tidak relevan. Perubahan dalam kebijakan fiscal mempengaruhi
pngeluaran konsumen jika perubahan kebijakan itu mempengaruhu pembelian
pemerntah saat ini dan masa depan.
Menurut analisis Barro unit pengambila keputusan yang relevan bukan
individu yang hidup nya terbatas tetapi keluarga yang berlangsung selama nya.
Dengan kata lain individu memutuskn berapa banyak yang akan di konsumsi tidak
hanya berdasarkan pendapatan nya sendiri, tetapi juga pada pendapatan dari
anggota-anggota keluarga mereka di masa depan.

Konsumen Dan Pajak Masa Depan


Esensi dari pandangan Ricardian adalah bahwa ketika orang-orang

memilih konsumsi mereka, secara rasional mereka melihat pajak masa depan yang
diakibatkan oleh utang pemerintah. Namun sejauh mana konsumen memandang
ke depan? Para pendukung pandangan tradisonal atas utang pemerintah percaya
bahwa prosepek pajak masa depan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap
konsumsi saat ini seperti yang diasumsikan pandangan Ricardian. Berikut ini
adalah sebagian dari pendapat mereka.
Myopia para pendukung pandangan Ricardian terhadap kebijakan fiscal
mengasumsikan bahwa masyarakat bersikap rasional ketika mengambil
keputusan, seperti memilih beberapa banyak dari pendapatan mereka yang
dikonsumsi dan yang ditabung. Ketika pemerintah meminjam uang untuk
membayar pengeluaran saat ini, konsumen yang rasional melihat pajak masa
depan yang dibutuhkan untuk mendukung utang tersebut. Jadi, pandangan
Ricardian mengasumsikan bahwa masyarakat memiliki pengetahuan dan
pandangan jauh ke depan yang baik.
Salah satu pendapat terhadap pandangan tradisional mengenai pemotongan
pajak adalah bahwa masyarakat berpandangan pendek, barangkali karena mereka
tidak sepenuhnya memahami implikasi dari deficit anggaran.
Batas Peminjaman pandangan Ricardian atas utang pemerintah
mengasumsikan bahwa konsumen mendasarkan pengeluaranya tidak hanya pada
7

pendapatan saat ini, tetapi juga pada pendapatan seumur hidupnya yang meliputi
pendapatan saat ini dan pendapatan yang diharapkan dimasa yang akan dating.
Menurut pandangan Ricardian, pemotongan pajak yang didanai oleh utang akan
meningkatkan pendapatan sekarang, tetapi tidak mengubah pendapatan atau
konsumsi hidup seseorang. Para pendukung pandangan tradisional berpendapat
bahwa pendapatan sekarang lebih penting daripada pendapatan seumur hidup
untuk konsumen yang menghadapi

hambatan-hambatan dalam meminjam.

Batasan peminajaman adalah batas seberapa banyak seseorang bias meminjam


dari bank atau lembaga-lembaga keuangan lain.
Genarasi Masa Depan selain myopia dan batas peminjaman, argument
ketiga dari pandangan tradisional atas utang pemerintah adalah bahwa konsumen
mengharapkan implikasi pajak masa depan tidak menimpa mereka tetapi menimpa
generasi berikutnya.
2.5 Perspektif Lain Tentang Utang Pemerintah
Perbedaan tentang kebijakan atas utang pemerintah memiliki banyak
pendapat. Menurut pandangan tradisional defisit anggaran pemerintah membesar
permintaan agregat dan mendorong output dalam jangka pendek tetapi mengcrowd out modal dan menekan pertumbuhan perekonomian dalam jangjka
panjang. Menurut pandangan Recardian, defisit anggaran pemerintah tidak
memiliki dampak ini, karena konsumen memahami bahwa defisit anggaran hanya
mencerminkan penundaan beban pajak. Dengan kedua teori ini sebagai latar
belakang, selanjutnya kita akan membahas beberapa persepektif lain tentang utang
pemerintah.
Anggaran Berimbang Versus Kebijakan Fisikal Optimal
Topik yang sering menjadi perbedaan politik adalah apakah konstitusi
federal harus menetapkan anggaran berimbang bagi pemerintah federal juga.
Kebanyakan ekonom menentang aturan ketat yang menuntut pemerintah
menyeimbangkan anggarannya. Ada 3 alasan mengapa kebijakan fiskal optimal,
kadang menyebabkan defisit atau surplus anggaran.

a) Stabilisasi
Deisit atau surplus anggaran bisa menstabilisasi perekonomian. Pada
dasarnya, aturan anggaran berimabang akan menarik kembali kekuatan
penstabilan otomatis dari sistem pajak dan transfer. Ketika perekonomian
mengalami resensi, pajak secara otomatis turun, dan transfer secara
otomatis naik. Meski membantu menstabilkan perekonomian, respon
otomatis ini mendorong anggaran menjadi defisit. Aturan anggaran
berimbang yang ketat akan meminta pemerintah menaikan pajak atau
mengurangi pengeluaran dalam masa resesi, tetapi tindakan ini akan
menekan permintaan agregat.
b) Tax Smoothing
Defisit atau surplus anggaran bisa digunakan mengurangi distorsi intensif
yang disebabkan oleh sistem pajak. Tarif pajak yang tinggi menimbulkan
biaya dalam masyarakat dengan menekan aktivitas ekonomi. Pajak atas
penghasilan pekerja, misalnya menurunkan intensif bagi orang-orang
untuk bekerja selama berjam-jam. Karena disinsentif ini akanmenjadi
sangat besar pada tarif pajak yang sangat tinggi, maka jumlah biaya
sosial pajak diminimalkan dengan mempertahankan tarif pajak yang
reletif stabil, bukan membuatnya tinggi dalam beberapa tahun dan rendah
pada tahun-tahun lainnya. Agar tarif pajak tetap rendah, diperlukan
defisit pada tahun-tahun disaat terjadi pendapatan rendah (resensi) yang
tidak biasa atau pengeluaran tinggi (perang) yang tidak biasa.
c) Redistribusi Integenerasi
Defisit anggaran bisa digunakan untuk menggeser beban pajak dari
generasi sekarang ke generasi mendatang. Sebagai contoh, sebagian
ekonomi berpendapat bahwa jika generasi sekarang berperang untuk
mempertahankan kemerdekaan, generasi mendatang akan memetik
manfaatnya

sekaligus

menanggung

sebagian

bebannya.

Untuk

membiayai sebagian biaya perang, generasi sekarang bisa mendanai


perang dengan defisit anggaran. Pemerintah kemudian bisa melunasi
utang dengan menggenakan pajak pada generasi mendatang.

Dampak Fiskal Terhadap Kebijakan Moneter


Kita mengetahui bahwa salah satu cara yang dapat dilakukan pemerintah

untuk mendanai defisit anggaran adalah mencetak uang, kebijakan yang

menyebabkan inflasi yang lebih tinggi. Ketika suatu negara mengalami


hiperinflasi, alasan tipkalannya adalah bahwa pembuat kebijakan fiskal
mengandalkan pajak inflasi untuk membayar sebagian dari pengeluaran mereka.
Selain berkaitan antara defisit anggaran dan inflasi ini, sebagian ekonomi
menyatakan bahwa tingkat utang yang tinggi juga mendorong pemerintah
menciptakan inflasi. Karena sebagian besar utang pemerintah dispesifikasikan
dalam bentuk nominl, maka nilai utang rill turun ketika tingkat harga naik. Ini
merupakan redistribusi biasa antara kreditor dan debitor yang disebabkan oleh
inflasi yang tidak diharapkkan disini debitor adalah pemerintah dan kreditor
adalah sektor swasta. Namun debitor ini, tidak seperti yang lain, memiliki akses
ke pencetakan uang. Tingkat utang yang tinggi dapat mendorong pemerintah
mencetak uang, skaligus mempertinggi tingkat harga dan menurunkan nilai rill
utangnya.
Utang Dan Proses Politik
Sebagian ekonomi mengkhawatirkan bahwa kemungkinan mendanai
pengeluaran pemerintah dengan berutang membuat seluruh proses politik menjadi
buruk. Gagasan ini memiliki sejarah yang panjang. Ekonom abad kesembilan
belas Knut Wicksell mengklim bahwa jika manfaat dari beberapa jenis
pengeluaran pemerintah melebihi biayanya, maka adalah mungkin untuk
membiayai pengeluaran tersebut dengan cara yang akan mendapatkan dukungan
penuh dari para pemilih. Ia menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah
seharusnya dilakukan hanya bila dukungan itu, dalam kenyataan, mendekati bulat
(penuh). Akan tetapi, dalam kasus pembiayaan dengan utang, Wicksell
memperhatikan bahwa bunga (dari pembayaran pajak masa depan) tidak
ditampilkan sama sekali atau ditunjukan secara tidak tepat dalam penyusunan
persetujuan pajak.
Banyak ekonom telah menggemakan tema ini. Dalam bukunya yang terbit
pada tahun 1977, Democracy in Deficit, James Buchanan dan Richard Wagner
menjelaskan aturan anggaran berimbang untuk kebijakan fiskal dengan alasan
bahwa hal itu akan menjadikan biaya-biaya riil dari sarana publik disadari oleh
para pembuat kebijakan; hal itu cenderung menghilangkan khayalan bahwa
keputusan fiskal yang mereka ambil tidak ada biayanya. Demikian pula Martin
Feldstein (mantan penasahat ekonomi Ronald Reagen dan pemerhati defisit
anggaran) berpendapat bahwa hanya hambatan anggaran yang kuat yang harus
10

menyeimbangkan anggaran yang dapat memaksa politisi menilai apakah


manfaat pengeluaran benar-benar sesuai dengan biayanya.
Argumen ini membuat beberapa ekonom menyepakati amandemen
konstitusi yang akan meminta kongres menyetujui anggaran berimbang.
Seringkali proposal ini menghilangkan klausa pada kondisi bahaya nasional,
seperti perang dan depresi, ketika defisit anggaran merupakan respon kebijakan
yang bisa diterima. Beberapa kritik terhadap proposal ini berpendapat bahwa,
meskipun klausa tersebut tidak dibuat, amandemen konstitusi semacam itu akan
membelenggu para pembuat kebijakan dengan sangat erat. Pihak lain mengklim
bahwa kongres akan dengan mudah menghindari persyaratan anggaran berimbang
dengan trik-trik akuntansi. Jelaslah bahwa perdebatan mengenai keinginan untuk
mengamandemenkan anggaran berimbang lebih bersifat politis dari pada
ekonomis.
Dimensi-dimensi Internasional
Utang pemerintah bisa mempengaruhi peran negara dalam perekonomian
dunia. Ketika defisit anggaran pemerintah menurunkan tabungan nasional, hal itu
sering menyebabkan defisit perdagangan yang didanai dengan meminjam dari
mancanegara. Sebagi contoh, banyak pengamat menyalahkan kebijakan fiskal AS
atas perubahan Amerika Serikat dari kreditor besar dalam perekonomian dunia
menjadi debitor besar. Hubungan antara defisit anggaran dan defisit perdagangan
ini menyebabkan dua dampak lanjut terhadap utang pemerintah.
Pertama, tingkat utang pemerintah yang tinggi dapat meningkatkan resiko
bahwa perekonomianakan mengalami pelarian modal (capital flight) penurunan
yang merugikan dalam pemerintah atas aset nasional di pasar uang dunia. Investor
nasional menyadari bahwa pemerintah sebuah negara bisa dengan mudah
menyelesaikan utang mereka dengan mengaku atau menyatakan pailit.semakin
tinggi tingkat utang pemerintah, semakin tinggi tingkat utang pemerintah,
semakin besar godaan untuk menyatakan pailit. Jadi, ketika utang pemerintah
melonjak, investor internasional menjadi khawatir dan membatasi jumalah
pinjamannya. Jika hilangnya kepercayaan ini terjadi secara tiba-tiba, hasilnya
akan menjadi gejala pelarian modal klasik: goncangan nilai mata uang dan
kenaikan tingkat bunga. Kedua, tingkat utang pemerintah yang tinggi yang
didanai oleh utang luar negeri bisa menurunkan pengaruh politis negara tersebut

11

dalam percaturan global. Ketakutan ini ditekankan oleh ekonom Ben Friedman
dalam bukunya Day of Reckoning yang terbit pada tahun 1988.
2.6 Study Kasus
Dari data Direktorat Jendral Pengelolaan Utang Kementrian Keuangan
yang dikutip, senin (28/10/2013), total utang pemerintah Indonesia hingga
September 2013 mencapai Rp 2.273,76 T dengan rasio 27,5% terhadap PDB. Dari
jumlah tersebut, Rp 681,7 T merupakan utang luar negeri yang di dapat dari
beberapa Negara dan juga lembaga-lembaga multilateral. Jumlah utang luar negeri
meningkat disbanding akhir tahun 2012 yang sebesar 614,871 T.
APBN-P 2013 mencapai Rp 1.726,2 T, naik sebelumnya Rp 1.683 T.
deficit anggaran untuk akhir tahun 2013 sebesar 4,3 dari PDB. Dan untuk tahun
ini ditetapkan 2,38% terhadap PDB atau 224,2 T, karena penerimaan Negara lebih
kecil. Untuk menutup deficit tersebut, pemerintah akan menarik utang baru yang
mayoritas utang baru dari penjualan surat utang atau obligasi. Namun sampai saat
ini ada 3 negara dan 3 lembaga yang rajin memberi utang kepada Indonesia,
mereka adalah :
a)
b)
c)
d)
e)
f)

Jepang Rp 263,25 T per September 2013


Perancis Rp 25,23 T per September 2013
Jerman Rp 23,27 T per September 2013
Bank Dunia Rp 146,77 T per September 2013
ADB Rp 107,74 T per September 2013
IDB Rp 6,12 T per September 2013
Di atas adalah sebagian dari Negara dan lembaga yang memberikan

pinjaman dana kepada pemerintah Indonesia. Seandainya rakyat Indonesia


dilibatkan langsung

untuk melunasi utang pemerintah, setiap orang harus

menyisihkan dana sebesar Rp 9,1 juta, dan ini jumlah yang tidak kecil. Angka
tersebut didasarkan pada total utang pemerintah yang kini tercatat Rp 2.273,76 T
per September 2013 dibagi dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa.
Meski utang sudah menumpuk, pemerintah masih berusaha untuk mencari
peluang pinjaman. Dalam konteks menggenjot pertumbuhan ekonomi, skema
utang atau pinjaman memang tidak diharamkan. Namun, bank dunia sudah
12

mengingatkan agar Negara berkembang harus mulai mengurangi utang di tengah


kondisi perekonomian dunia yang masih diliputi ketidakpastian. Namun,
himbauan itu seolah hanya berlalu saja.
Tahun ini, pemerintah melalui Kementrian Keuangan menargetkan bias
mendapat utang Rp 331 T melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN).
Sejauh ini sepanjang januari-september 2013, pemerintah sukses merealisasikan
penjualan surat utang sebesar Rp 271,535 T.
Sedangkan pada neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun 2013
masih mengalami deficit sebesar US$ 4,06 milliar, lebih tinggi dari tahun
sebelumya yang juga mengalami minus US$ 1,67 milliar. Dengan kata lain, deficit
neraca perdagangan Indonesia sepanjang tahun lalu ambruk hingga 143%.
Sektor migas kembali menyumbang peran terbesar dalam deficit
perdaganan Indonesia 2013 dengan nilai mencapai US$ 12,63 milliar. Sementara
neraca perdagangan sector nonmigas mengalami surplus hingga US$ 8,57 milliar.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Utang pemerintah pada saat ini, khusunya utang luar negeri sudah
berperan sebagai factor yang mengganggu APBN. Bahkan factor yang berasal dari
utang luar negeri tersebut sudah menampakkan signal negative pada pertengahan
1980an ketika terjadi transfer negative, dimana utang pokok dan bunga yang
dibayar kepada Negara donor dan kreditor ketika itu sudah lebih besar daripada
utang yang diterima oleh pemerintah.

13

Hubungan utang dengan ekonomi rakyat terlihat pada dimensi APBN


sekarang ini, yang sulit dijelaskan sebagai bentuk anggaran suatu pemerintahan
yang normal. APBN dengan utang yang berat, baik utang luar negeri maupun
utang dalam negeri merupakan symbol ketidakwajaran dari instrument kebijakan
ekonomi Negara ini. Dalam keadaan seperti ini, maka ekonomi masyarakat
terganggu. Pada satu sisi utang luar negeri Indonesia sudah menjadi beban kronis
dari APBN sehingga anggaran Negara tersebut tidak memiliki ruang yang
memadai untuk maneuver. Anggaran pengeluaran habis terkikis oleh pengeluaran
untuk utang luar negeri. Dengan demikian, APBN Indonesia sudah menjadi
instrument yang sulit bergerak, kartu mati, dan bahkan menggangu ekonomi
nasional secara keseluruhan.

14

Anda mungkin juga menyukai