Anda di halaman 1dari 70

Paraplegia Inferior

KATA PENGANTAR

Puji syukur Penulis panjatkan kepadaTuhan YESUS Kristus atas kasih, karunia dan rahmatNya Penulis dapat menyelesaikan referat dengan judul Paraplegia Inferior dengan baik
serta tepat pada waktunya.
Adapun referat ini disusun dalam rangka memenuhi tugas akhir Kepaniteraan Ilmu Penyakit
Saraf

Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara di RSUD KUDUS Periode 13

November 2012 15 Desember 2012 dan juga bertujuan untuk menambah informasi bagi
Penulis dan pembaca tentang Paraplegia Inferior.
Penulis sangat bersyukur atas terselesaikannya tugas ini. Hal ini tidak terlepas dari
dukungan serta keterlibatan berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis ingin berterima
kasih kepada :
1. dr. Slamet Trijono, Sp.S selaku ketua SMF Ilmu Penyakit Saraf, dan pembimbing
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Kota Kudus.
2. dr. Susatyo Pramono Hadi,Sp.S selaku pengajar dan pembimbing kepaniteraan klinik
di bagian ilmu penyakit saraf RSUD kota kudus
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna.Oleh karena itu,
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Akhir
kata, Penulis mengucapkan terimakasih dan semoga referat ini dapat memberikan manfaat.

Kudus, 23 November 2012


Penulis

DAFTAR ISI

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 1

Paraplegia Inferior
Cover 1
Kata Pengantar
2
Daftar ISI
3
BAB I Pendahuluan 4
1.1.
Latar Belakang
4
1.2.
Tujuan...
....... 4
BAB II Susunan Saraf....5
2.1. Anatomi Vertebrae...5
2.2. Fisiologi Sistem Saraf.. 8
BAB III Paraplegi Inferior...12
3.1. Definisi Dan Klasifikasi ...12
3.2. Paraplegi Inferior Tipe Spastik..14
3.2.1. Tumor Medulla Spinalis..14
3.2.2. Spinal Cord Injury...24
3.2.3. Spondilitis Tuberculosis..30
3.2.4. Hereditary Spastic Paraplegia...43
3.2.5. Multiple Sclerosis.....45
3.2.6. Infark Arteri Cerebral Anterior....51
3.2.7. Syringomelia....53
3.3. Paraplegi Inferior Tipe Flaksid..55
3.3.1. Familial Paralysis periodic...55
3.3.2. Polio.58
3.3.3. Guillain-Barre syndrome.63
BAB VI Penutup......68
DAFTAR PUSTAKA..72

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 2

Paraplegia Inferior
Susunan neuromuskular terdiri dari Upper motor neuron (UMN) dan lower motor
neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf motorik
yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai inti-inti motorik
di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior. Berdasarkan perbedaan anatomik dan
fisiologik

kelompok

UMN

dibagi

dalam

susunan

piramidal

dan

susunan

ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus


kortikobulbar. Traktus kortikobulbar fungsinya untuk geraakan-gerakan otot kepala dan
leher, sedangkan traktus kortikospinal fungsinya untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan
anggota gerak. Sedangkan lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan
saraf-saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan
ke berbagai otot dalam tubuh seseorang.1
Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira ditengah punggung dan
dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula spinalis terdiri dari
berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas,
badan, oragan-organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan
sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke tubuh adalah
sistem saraf perifer. Medula spinalis terdiri atas traktus ascenden (yang membawa
informasi di tubuh menuju ke otak seperti rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi)
dan traktus descenden (yang membawa informasi dari otak ke anggota gerak dan
mengontrol fungsi tubuh).1
Motorneuron dengan aksonnya merupakan satu-satunya saluran bagi impuls
motorik yang dapat menggerakkan serabut otot. Bilamana terjadi kerusakan pada
motorneuron, maka serabut otot yang tergabung dalam unit motoriknya tidak dapat
berkontraksi, kendatipun impuls motorik masih dapat disampaikan oleh sistem
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 3

Paraplegia Inferior
pyramidal dan ekstrapiramidal kepada tujuannya. Kelemahan/kelumpuhan parsial yang
ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan
atau gerakan terganggu disebut dengan parese. 2
Paraparese merupakan kelemahan pada kedua tungkai, sedangkan paralisis adalah
kehilangan atau gangguan fungsi motorik pada suatu bagian tubuh akibat lesi pada
mekanisme saraf atau otot. Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh
termasuk tungkai,.3 Penyebab tersering paraplegia adalah spinal cord injury, spondylitis
tuberculosis, genetic disorder (hereditary spastic paraplegia), congenital (present at
birth), infection, autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder). 4

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan tinjauan pustaka ini antara lain untuk memenuhi persyaratan
dalam Kepaniteraan Klinik Ilmu penyakit saraf di RSUD KUDUS. Selain itu, tujuan
penulisan tinjauan pustaka ini juga untuk menambah pengetahuan bagi penulis dan bagi
orang lain yang membacanya terutama mengenai paraplegia inferior.

BAB II
SUSUNAN SARAF

2.1. Anatomi Vertebra


Tulang belakang atau vertebra adalah tulang tak beraturan yang membentuk
punggung yang mudah digerakkan. terdapat 33 tulang punggung pada manusia, 7 tulang
cervical, 12 tulang thorax (thoraks atau dada), 5 tulang lumbal, 5 tulang sacral, dan 4
tulang membentuk tulang ekor (coccyx). Sebuah tulang punggung terdiri atas dua
bagian yakni bagian anterior yang terdiri dari badan tulang atau corpus vertebrae, dan
bagian posterior yang terdiri dari arcus vertebrae.5

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 4

Paraplegia Inferior

Gambar 1. Tulang belakang


Medula spinalis mulai dari akhir medulla oblongata di foramenmagnum sampai
konus medullaris di level Tulang Belakang L1-L2. Medulla Spinalis berlanjut menjadi
Kauda Equina (di Bokong) yang lebih tahan terhadap cedera. Medula spinalis terdiri
atas traktus ascenden (yang membawa informasi di tubuh menuju ke otak seperti
rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa
informasi dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh). Ketika tulang
belakang disusun, foramen ini akan membentuk saluran sebagai tempat sumsum tulang
belakang atau medulla spinalis. Dari otak medula spinalis turun ke bawah kira-kira
ditengah punggung dan dilindungi oleh cairan jernih yaitu cairan serebrospinal. Medula
spinalis terdiri dari berjuta-juta saraf yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan
ke ekstremitas, badan, organ tubuh dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis
merupakan sistem saraf pusat dan yang mehubungkan saraf-saraf medula spinalis ke
tubuh adalah sistem saraf perifer. 1,5
Medula spinalis diperdarahi oleh 2 susunan arteri yang mempunyai hubungan
istemewa, yaitu arteri spinalis dan arteri radikularis. Arteri spinalis dibagi menjadi arteri
spinalis anterior dan posterior yang berasal dari arteri vertebralis, sedangkan arteri
radikularis dibagi menjadi arteri radikularis posterior dan anterior yang dikenal juga
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 5

Paraplegia Inferior
ramus vertebromedularis arteria interkostalis. Medula Spinalis disuplai oleh arteri
spinalis anterior dan arteri spinalis posterior. Nervus spinalis/akar nervus yang berasal
dari medula spinalis melewati suatu lubang di vertebra yang disebut foramen dan
membawa informasi dari medula spinalis samapi ke bagian tubuh dan dari tubuh ke
otak. 5
Ada 31 pasang nervus spinalis dan dibagi dalam empat kelompok nervus spinalis,
yaitu : 5
a. nervus servikal : berperan dalam pergerakan dan perabaan pada lengan, leher, dan
anggota tubuh bagian atas
b. nervus thorak : mempersarafi tubuh dan perut
c. nervus lumbal dan nervus sakral : mempersarafi tungkai, kandung kencing, usus
dan genitalia.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 6

Paraplegia Inferior

Gambar 2. Peta Dermatomal sistem sensorik saraf


Ujung akhir dari medula spinalis disebut conus medularis yang letaknya di L1 dan
L2. Setelah akhir medula spinalis, nervus spinalis selanjutnya bergabung membentuk
cauda equina. 5

2.2. Fisiologi Sistem Saraf


Sistem motorik berhubungan dengan sistem neuromuskular terdiri atas Upper
motor neurons (UMN) dan lower motor neuron (LMN). Upper motor neurons (UMN)
merupakan kumpulan saraf-saraf motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 7

Paraplegia Inferior
korteks motorik sampai inti-inti motorik di saraf kranial di batang otak atau kornu
anterior medula spinalis.1
Berdasarkan perbedaan anatomik dan fisiologik kelompok UMN dibagi dalam
susunan piramidal dan susunan ekstrapiramidal. Susunan piramidal terdiri dari traktus
kortikospinal dan traktus kortikobulbar. Melalui lower motor neuron (LMN), yang
merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang otak, pesan tersebut dari
otak dilanjutkan ke berbagai otot dalam tubuh seseorang. Kedua saraf motorik tersebut
mempunyai peranan penting di dalam sistem neuromuscular tubuh. Sistem ini yang
memungkinkan tubuh kita untuk bergerak secara terencana dan terukur. 1

2.2.1. Upper Motor Neuron


Traktus kortiko spinalis berfungsi menyalurkan impuls motorik pada sel-sel
motorik batang otak dan medula spinalis untuk geraakan-gerakan otot kepala dan
leher. Traktus kortikobulber membentuk traktus piramidalis, mempersarafi sel-sel
motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII & XII, berfungsi untuk
menyalurkan impuls motorik untuk gerak otot tangkas. Dalam klinik gangguan traktus
piramidalis memberikan kelumpuhan tipe UMN berupa parese/paralisis spastis
disertai dengan tonus meninggi, hiperrefleksi, klonus, refleks patologis positif, tak
ada atrofi. 1
Kelainan traktus piramidalis setinggi :
Hemisfer : memberikan gejala-gejala hemiparesi tipika
Setinggi batang otak : hemiparese alternans.
Setinggi medulla spinalis : tetra/paraparese.

Rangkaian neuron di korteks selanjutnya membentuk jalan saraf sirkuit meliputi


berbagai inti di sub korteks.dan kemudian kembali ke tingkat kortikal.
Terdiri dari :

korteks serebri area 4s, 6, 8


ganglia basalis antara lain nukleus kaudatus, putamen, globus pallidus, nukleus
Ruber, formasio retikularis, serebellum.

Susunan ekstrapiramidal dengan formasio retukularis :

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 8

Paraplegia Inferior

Pusat eksitasi / fasilitasi : mempermudah pengantar impuls ke korteks maupun ke

motor neuron.
Pusat inhibisi : menghambat aliran impuls ke korteks/motor neuron.
Pusat kesadaran

Susunan ekstrapiramidal berfungsi untuk gerak otot dasar / gerak otot tonik,
pembagian tonus secara harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal
Gangguan pada susunan ekstrapiramidal :

Kekakuan / rigiditas
Pergerakan-pergerakan involunter: Tremor, Atetose, Khorea, Balismus

2.2.2. Lower Motor Neuron


Merupakan neuron yang langsung berhubungan dgn otot, dapat dijumpai pada
batang otak dan kornu anterior medulla spinalis. Gangguan pada LMN memberikan
kelumpuhan tipe LMN yaitu parese yang sifatnya flaccid, arefleksi, tak ada refleks
patologis, atrofi cepat terjadi.2

2.2.3. Susunan Somestesia


Perasaan yang dirasa oleh bagian tubuh baik dari kulit, jaringan ikat, tulang
maupun otot dikenal sebagai somestesia.2 Terdiri :

Perasaan eksteroseptif dalam bentuk rasa nyeri, rasa suhu dan rasa raba.
Perasaan proprioseptif : disadari sebagai rasa nyeri dalam, rasa getar, rasa tekan,

rasa gerak dan rasa sikap.


Perasaan luhur : Diskriminatif & demensional

Menentukan tinggi lesi medula spinalis berdasarkan :

Gangguan Motorik biasanya timbul kelumpuhan yg sifatnya paraparese /


tetraparese
- Paraparese UMN : lesi terdapat supranuklear thd segmen medula spinalis
lumbosakral (L2-S2).

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 9

Paraplegia Inferior

Paraparese LMN : lesi setinggi segmen medula spinalis L2-S2 atau lesi infra

nuklear.
Tetraparese UMN : lesi terdapat supranuklear terhadap segmen medula

spinalis servikal IV.


Tetraparese : ekst.superior LMN, ekst. Inferior UMN

Gangguan Sensibilitas
- Gangguan rasa eksteroseptif
- Gangguan rasa proprioseptif
Gangguan sensibilitas segmental :
Lipatan paha : lesi Medula spinalis L1
Pusat : lesi med. spinalis thorakal 10
Papila mammae : lesi med. spinalis th. 4
Saddle Anestesia : lesi pada konus
Gangguan sensibilitas radikuler :
Ggn sensibilitas sesuai dgn radiks post.
Gangguan sensibilitas perifer :
Glove/stocking anestesia
Gangguan Susunan Saraf Otonom
- Produksi keringat
- Bladder : berupa inkontinensia urinae atau uninhibited bladder.
Autonomic bladder/ spastic bladder lesi medula spinalis supranuklear
terhadap segmen sakral.
Flaccid bladder/ overflow incontinence lesi pada sakral medula
spinalis.

BAB III
PARAPLEGI INFERIOR
3.1. Definisi dan Klasifikasi
Parese adalah kelemahan parsial yang ringan/tidak lengkap atau suatu kondisi
yang ditandai oleh hilangnya sebagian gerakan atau gerakan terganggu. Plegia adalah
kelemahan berat/kelumpuhan sebagai akibat kerusakan sistem saraf. 6
Plegia pada anggota gerak dibagi mejadi 4 macam, yaitu :

Monoplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu ekstremitas atas atau

ekstremitas bawah.
Paraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada kedua ekstremitas bawah.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 10

Paraplegia Inferior

Hemiplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada satu sisi tubuh yaitu satu

ekstremitas atas dan satu ekstremitas bawah pada sisi yang sama.
Tetraplegia adalah paralisis/ kelemahan berat pada keempat ekstremitas.

Paraplegia inferior adalah paralisis bagian bawah tubuh termasuk tungkai.3


Paraplegi terbagi menjadi tipe spastic (UMN) dan flaksid (LMN). Paraplegi
spastik adalah kekakuan otot dan kejang otot disebabkan oleh kondisi saraf tertentu.
Paraplegi spastik disebabkan oleh spondylitis TB , spinal cord injury, genetic disorder
(hereditary spastic paraplegia), autoimmune diseases, syrinx (a spinal chord disorder)4
tumor medulla spinalis, mutiple sclerosis,7
Paraplegi flaksid adalah kelemahan atau kurangnya otot yang tidak memiliki
penyebab yang jelas. Otot lemas sebagian karena kurangnya aktivitas dalam otot,
gerakan sukarela yang sebagian atau seluruhnya hilang. Paraplegi flaksid termasuk
polio, lesi pada neuron motorik yang lebih rendah, Guillain Barre sydrome.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 11

Paraplegia Inferior

Sumber : essential neurology edisi ke 4 16

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 12

Paraplegia Inferior
3.2. Paraplegi Inferior tipe Spastik
3.2.1. TUMOR MEDULLA SPINALIS
3.2.1.1. Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada
daerah cervical pertama hingga sacral, yang dapat dibedakan atas tumor primer dan
sekunder. Tumor primer adalah tumor yang jinak yang berasal dari tulang, serabut saraf,
selaput otak dan jaringan otak dan tumor yang ganas yang berasal dari jaringan saraf dan sel
muda seperti Kordoma. Tumor sekunder merupakan metastase dari tumor ganas di daerah
rongga dada, perut , pelvis dan tumor payudara.8
3.2.1.2.Epidemiologi
Di Indonesia. jumlah penderita tumor medula spinalis belum diketahui secara
pasti. Jumah kasus tumor medula spinalis di Amerika Serikat mencapai 15% dari total
jumlah tumor yang terjadi pada susunan saraf pusat denganperkiraan insidensi sekitar
0,5-2,5 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Jumlah penderita pria hampir sama
dengan wanita dengan sebaran usia antara 30 hingga50 tahun. Diperkirakan 25%
tumor terletak di segmen servikal, 55% di segmen thorakal dan 20% terletak
di segmen lumbosakral.9,10
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,astrositoma
dan hemangioblastoma. Ependimoma lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada
usia pertengahan(30-39 tahun) dan jarang terjadi pada usiaanak-anak. Insidensi
ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari ependydoma muncul
pada daerah lumbosakral.13
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf

pusat

tumbuh pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang
tersering pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumorspinal
intramedular yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% daritumor
intramedular pada anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% padaremaja.
Diperkirakan 60% dari astrositoma spinalis berlokasi di segmen servikaldan
servikotorakal. Tumor ini jarang ditemukan pada segmen torakal, lumbosakral atau
pada conus medularis.Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yangtumbuh
lambat dengan prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedularmedula
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 13

Paraplegia Inferior
spinalis. Rata-rata terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von
Hippel-Lindau syndrome (VHLS) biasanya muncul pada dekade awal danmempunyai
tumor yang multipel. Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. 11,12
Tumor intradural ekstramedular yang tersering adalah schwanoma, dan
meningioma. Schwanoma merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi
laki-laki lebih sering dari pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada
daerah lumbal. Meningioma merupakan tumor kedua tersering padakelompok
intradural-ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25%dari semua
tumor spinal. Sekitar 80%dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal,
25% pada daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2%pada foramen magnum. 11,12
3.2.1.3. Klasifikasi
Tumor ini dapat dibedakan atas :
A. Tumor primer:
1) Jinak
a)
b)
c)
d)

Osteoma dan kondroma berasal dari tulang


Neurinoma (Schwannoma) berasal serabut saraf
Meningioma berasal dari selaput otak
Glioma, Ependinoma berasal dari jaringan otak.

2) Ganas
a)
b)

Astrocytoma, Neuroblastoma, yang berasal dari jaringan saraf.


sel muda seperti Kordoma.

B. Metastasis Ca. mamae, prostat,


Berdasarkan letak : Intradural - ekstramedular
Intradural - intramedular
Ekstradural

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 14

Paraplegia Inferior

Gambar 3. (A) Tumor intradural-intramedular, (B) Tumor intradural-ekstramedular,


dan (C) Tumor Ekstradural*

3.2.1.4. Etiologi Dan Patogenesis


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 15

Paraplegia Inferior
Penyebab tumor medula spinalis primer sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa penyebab yang mungkin dan hingga saat ini masih dalam tahap penelitian
adalah virus, kelainan genetik, dan bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogenik.
Adapun tumor sekunder (metastasis) disebabkan oleh sel-sel kanker yang menyebar
dari bagian tubuh lain melalui aliran darah yang kemudian menembus dinding
pembuluh darah, melekat pada jaringan medulaspinalis yang normal dan membentuk
jaringan tumor baru di daerah tersebut.14
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada lokasi tersebut. Riwayat
genetik kemungkinan besar sangat berperan dalam peningkatan insiden pada anggota
keluarga misal pada neurofibromatosis. Astrositoma dan neuroependimoma merupakan
jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2), di mana pasien
dengan NF2 memiliki kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat
terjadi pada 30% pasien dengan Von Hippel-Lindou Syndrome sebelumnya,
yang merupakan abnormalitas dari kromosom 3.13
3.2.1.5. Manisfestasi Klinis
Menurut Cassiere, perjalanan penyakit tumor medula spinalis terbagi dalam tiga
tahapan10, yaitu:
Ditemukannya sindrom radikuler unilateral dalam jangka waktu yang lama
Sindroma Brown Sequard
Kompresi total medula spinalis atau paralisis bilateral
Keluhan pertama dari tumor medula spinalis dapat berupa nyeri radikuler, nyeri
vertebrae, atau nyeri funikuler. Secara statistik adanya nyeri radikuler merupakan
indikasi pertama adanya space occupying lesion (SOL) pada kanalis spinalis dan
disebut pseudo neuralgia pre phase. Dilaporkan 68% kasus tumor spinal sifat
nyerinya radikuler, laporan lain menyebutkan 60% berupa nyeri radikuler, 24% nyeri
funikuler dan 16% nyerinya tidak jelas. 10
Nyeri radikuler dicurigai disebabkan oleh tumor medula spinalis bila:

Nyeri radikuler hebat dan berkepanjangan, disertai gejala traktuspiramidalis


Lokasi nyeri radikuler diluar daerah predileksi HNP seperti C5-7, L3-4, L5,S1

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 16

Paraplegia Inferior
Tumor medula spinalis yang sering menyebabkan nyeri radikuler adalah tumor
yang

terletak

intradural-ekstramedular,

sedang

tumor

intramedular

jarang

menyebabkan nyeri radikuler. Pada tumor ekstradural sifat nyeri radikulernya


biasanya hebat dan mengenai beberapa radiks. 10
Tumor-tumor intrameduler dan intradural-ekstrameduler dapat juga diawali
dengan gejala TIK seperti: hidrosefalus, nyeri kepala, mual dan muntah, papiledema,
gangguan penglihatan, dan gangguan gaya berjalan. Tumor-tumor neurinoma dan
ependimoma mensekresi sejumlah besar protein ke dalam likuor, yang dapat
menghambat aliran likuor di dalam kompartemen subarakhnoid spinal,dan kejadian ini
dikemukakan sebagai suatu hipotesa yang menerangkan kejadian hidrosefalus sebagai
gejala klinis dari neoplasma intraspinal primer.5
Bagian tubuh yang menimbulkan gejala bervariasi tergantung letak tumor di
sepanjang medula spinalis. Pada umumnya, gejala tampak pada bagian tubuh yang
selevel dengan lokasi tumor atau di bawah lokasi tumor. Contohnya, pada tumor
di tengah medula spinalis (pada segmen thorakal) dapat menyebabkan nyeri yang
menyebar ke dada depan (girdle shape pattern) dan bertambah nyeri saat batuk, bersin,
atau membungkuk. Tumor yang tumbuh pada segmen cervical dapat menyebabkan nyeri
yang dapat dirasakan hingga ke lengan, sedangkan tumor yang tumbuh pada segmen lumbo
sacral dapat memicu terjadinya nyeri punggung atau nyeri pada tungkai.7
Tumor Ekstradural
Sebagian besar merupakan tumor metastase, yang menyebabkan kompresi pada
medula spinalis dan terletak di segmen thorakalis. Nyeri radikuler dapat merupakan
gejala awal pada 30% penderita tetapi kemudian setelah beberapa hari, minggu/bulan
diikuti dengan gejala mielopati. Nyeri biasanya lebih dari 1 radiks,yang mulanya
hilang dengan istirahat, tetapi semakin lama semakin menetap/persisten, sehingga
dapat merupakan gejala utama, walaupun terdapat gejala yang berhubungan dengan
tumor primer. Nyeri pada tumor metastase ini dapat terjadi spontan, dan sering
bertambah dengan perkusi ringan pada vertebrae, nyeri demikian lebih dikenal dengan
nyeri vertebrae.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 17

Paraplegia Inferior
Tumor Metastasis Keganasan Ekstradural memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 5
1) Sebagian besar tumor spinal (>80 %) merupakan metastasis keganasan terutama
dari paru-paru, payudara, ginjal, prostat, kolon, tiroid, melanoma, limfoma, atau
sarkoma.
2) Yang pertama dilibatkan adalah korpus vertebra. Predileksi lokasi metastasis
tumor paru, payudara dan kolon adalah daerah toraks, sedangkan tumor prostat,
testis dan ovarium biasanya ke daerah lumbosakral.
3) Gejala kompresi medula spinalis kebanyakan terjadi pada level torakal, karena
diameter kanalisnya yang kecil (kira-kira hanya 1cm).
4) Gejala akibat metastasis spinal diawali dengan nyeri lokal yang tajam dan kadang
menjalar (radikuler) serta menghebat pada penekanan atau palpasi
Tumor Intradural-Ekstramedular 3
Tumor ini tumbuh di radiks dan menyebabkan nyeri radikuler kronik progresif.
Kejadiannya 70% dari tumor intradural, dan jenis yang terbanyak adalah neurinoma
pada laki-laki dan meningioma pada wanita.
1) Neurinoma (Schwannoma) memiliki karakteristik sebagai berikut:
Berasal dari radiks dorsalis
Kejadiannya 30% dari tumor ekstramedular
2/3 kasus keluhan pertamanya berupa nyeri radikuler, biasanya padasatu sisi
dan dialami dalam beberapa bulan sampai tahun, sedangkangejala lanjut
terdapat tanda traktus piramidalis
39% lokasinya disegmen thorakal.
2) Meningioma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
80% terletak di regio thorakalis dan 60% pada wanita usia pertengahan
Pertumbuhan lambat
Pada 25% kasus terdapat nyeri radikuler, tetapi lebih sering dengangejala
traktus piramidalis dibawah lesi, dan sifat nyeri radikulerbiasanya bilateral
dengan jarak waktu timbul gejala lain lebih pendek.
Tumor Intradural-Intramedular 10,11
Lebih sering menyebabkan nyeri funikuler yang bersifat difus seperti rasa terbakar dan
menusuk, kadang-kadang bertambah dengan rangsangan ringan seperti electric shock like pain
(Lhermitte sign)
1) Ependinoma memiliki ciri-ciri :
Rata-rata penderita berumur di atas 40 tahun
Wanita lebih dominan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 18

Paraplegia Inferior
Nyeri terlokalisir di tulang belakang
Nyeri meningkat saat malam hari atau saat bangun
Nyeri disestetik (nyeri terbakar)
Menunjukkan gejala kronis
Jenis miksopapilari rata-rata pada usia 21 tahun, pria lebih dominan
2) Astrositoma memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Prevalensi pria sama dengan wanita
Nyeri terlokalisir pada tulang belakang
Nyeri bertambah saat malam hari
Parestesia (sensasi abnormal)
3) Hemangioblastoma memiliki karakter sebagai berikut:
Gejala muncul pertama kali saat memasuki usia 40 tahun
Penyakit herediter (misal, Von Hippel-Lindau Syndrome) tampak pada 1/3

dari jumlah pasien keseluruhan.


Penurunan sensasi kolumna posterior
Nyeri punggung terlokalisir di sekitar lesi

3.2.1.6. Pemeriksaan Penunjang14


Cairan spinal
Cairan spinal (CSF) dapat menunjukkan peningkatan protein danxantokhrom, dan
kadang-kadang ditemukan sel keganasan. Dalam mengambil dan memperoleh cairan
spinal dari pasien dengan tumor medula spinalis harus berhati-hati karena blok
sebagian dapat berubah menjadi blok komplit cairan spinal dan menyebabkan
paralisis yang komplit.
Foto Polos
Foto polos tulang belakang berguna untuk skrining, memperlihatkan kelainan
pada 90 % pasien dengan tumor sekunder kolom tulang belakang. Evaluasi foto
polos harus termasuk penilaian :
1. Perubahan tulang kualitatif (litik, blastik, sklerotik). Kebanyakan metastasis
spinal memperlihatkan perubahan osteolitik. Perubahaan sklerotik atau
osteoblastik paling sering terjadi pada metastasis dari payudara atau prostat.
2. Daerah yang terkena (elemen posterior, pedikel, badan tulang belakang). Tidak
lazim metastasis spinal mengenai hanya elemen posterior (spine dan lamina).
Lebih sering fokus tumor berlokasi di badan tulang belakang, menyebabkan
kompresi kantung dural serta isinya dari depan. Paling sering, metastasis spinal
mengenai dari lateral, didaerah pedikel, dan meluas keanterolateral dan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 19

Paraplegia Inferior
keposterolateral. Erosi pedikel lebih dini dan paling sering kelainannya tampak
pada foto polos tulang belakang pasien dengan metastasis spinal. Radiograf
anteroposterior tulang belakang biasanya menampilkan totem of owls. Erosi
pedikel menimbulkan tanda winking owls; erosi pedikel bilateral
menampilkan tanda blinking owl.
3. Temuan lain (bayangan jaringan lunak paraspinal, tulang belakang yangkolaps,
fraktura dislokasi patologis, dan mal alignment). Daerah erosi pedikel sering
bersamaan dengan bayangan jaringan lunak paravertebral. Hilangnya integritas
struktural bisa menyebabkan kolaps tulang belakang dengan kompresi baji.
Destruksi lebih lanjut badan tulang belakang bisa berakibat fraktura dislokasi
patologis. Fraktura dislokasi patologis paling sering terjadi didaerah servikal,
dimana pergerakan leher luas, posisi tergantungnya kepala, dan hilangnya
sanggaan rangka iga, semua berperan menempatkannya pada risiko integritas
struktural kolom spinal dan alignment anatomik kanal spinal.
Scan Tulang
Menggunakan radioisotop, bisa memperlihatkan adanya tumor spinal metastatik
pada tahap lebih awal dibanding foto polos. Diduga 50-75 % ruang meduler
vertebral tergantikan sebelum perubahan radiografik tampak. Namun sken tulang
relatif tidak spesifik. Perubahan degeneratif dan infeksi, seperti tumor spinal,
menyebabkan take positif. Kegunaan sken tulang adalah untuk menunjukkan adanya
pertumbuhan skeletal multipel.
Mielografi
Dimasa lalu merupakan standar untuk menunjukkan lokasi dan tingkat kord spinal
dan akar saraf yang terganggu tumor spinal. Tumor spinal ekstradural, intradural
ekstrameduler dan intrameduler dibedakan dengan pola khas mielografik. Deviasi
kolom kontras menunjukkan asal (anterior, lateral, posterior) massa penekan. Bila
tingkat blok total ditemukan dengan mielografi lumbar adalah berbeda dengan
penilaian klinis, mielografi sisternal harus dilakukan untuk menentukan perluasan
lesi soliter atau untuk menentukan tingkat yang lebih proksimal yang terkena. MRI
sudah menggantikan mielografi sebagai prosedur diagnostik.9
Tomografi Aksial Terkomputer (CT scanning)
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 20

Paraplegia Inferior
Berguna menampilkan distribusi tumor spinal, pergeseran kord spinal dan akar saraf,
derajat destruksi tulang, dan perluasan paraspinal dari lesi dalam dataran horizontal.
Juga efektif membedakan kelainan degeneratif jinak tulang belakang dari lesi
neoplastik.
Mgnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemeriksaan terpilih untuk tumor spinal termasuk metastasis. MRI memungkinkan
penampilan kolom spinal menyeluruh dalam potongan sagital untuk memastikan
tingkat terbatas yang terkena, penyebaran tumor berdekatan pada tingkat multipel,
atau fokus tumor berbeda pada tingkat multipel. Rekonstruksi horizontal dan koronal
memberikan informasi penting atas geometri tumor, berguna dalam merencanakan
operasi dekompresi, juga memberi data mengenai integritas penulangan tulang
belakang, penting dalam memutuskan rekonstruksi tulang belakang. MRI mungkin
kontra indikasi pada pasien dengan prostetik dan implant, dimana disini dilakukan
mielografi disertai CT.
3.2.1.7. Penatalaksanaan
Tumor Jinak
Tindakan atas neurilemmoma, neurofibroma dan meningioma adalah reseksi bedah
yang biasanya dapat dilakukan lengkap. Terapi radiasi tidak diindikasikan. 11
Tumor Metastasis
Dirancang untuk mengurangi nyeri dan untuk mempertahankan atau memperbaiki
fungsi neurologis. Namun mengurangi nyeri serta menjaga atau memulihkan fungsi
neurologis berperan tidak ternilai dalam menjaga kualitas sisa hidup penderita kanser
dan mengurangi kesulitan perawatan. Tindakan radiasi, bedah atau kombinasinya
tetap kontroversi. Radioterapi biasa dipikirkan sebagai terapi inisial bagi kebanyakan
pasien dengan tumor spinal sekunder radiosensitif yang bergejala dengan tanpa
defisit neurologis atau minimal, terutama efektif untuk lesi limforetikuler. Operasi
dipikirkan sebagai pilihan terakhir. Indikasi operasi biasanya adalah gagal atas
radiasi, diagnosis tidak diketahui, fraktur/dislokasi patologis dan paraplegia yang
berlangsung cepat atau sudah berjalan lanjut.11

3.2.1.8. Prognosis
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 21

Paraplegia Inferior
Prognosis pasien dengan metastasis spinal simptomatis bervariasi. Tindakan
tergantung beratnya defisit, lamanya gejala, jenis tumor, lokasi tumor dan derajat
penyakit.12

3.2.2. SPINAL CORD INJURY 7


3.2.2.1. Mekanisme Spine dan Spinal Cord Injury
Meskipun trauma mungkin melibatkan sumsum tulang belakang saja, kolom
vertebral hampir selalu terluka pada saat yang sama. Sebuah klasifikasi yang berguna
dari cedera tulang belakang adalah salah satu yang membagi mereka ke frakturdislokasi, fraktur murni, dan dislokasi murni.Frekuensi relatif dari jenis ini adalah
sekitar 3:01:01. Kecelakaan kendaraan bermotor, merupakan penyebab paling umum
dari paraplegia traumatis dan tetraplegia. Pasien dalam kelompok ini (yaitu, mereka
yang terlibat dalam kecelakaan motor tunggal dan beberapa kendaraan, kecelakaan
sepeda motor, dan melukai pejalan kaki), menyumbang sekitar 48% dari semua kasus
baru SCI. Penyebab lainnya adalah jatuh (21%), dan cedera olahraga rekreasi (13%),
kecelakaan industri (12%), dan tindak kekerasan (16%). Pada orang tua, jatuh adalah
penyebab semakin umum SCI. Ada perbedaan regional dalam penyebab (yaitu, di
kota-kota besar, luka tembak dan penusukan terlihat lebih sering) dan frekuensi relatif
penyebab berbeda dalam masyarakat yang berbeda Cedera lahir, khususnya dalam
pengiriman sungsang, dapat mengakibatkan saraf tulang belakang diregangkan atau
dikompresi disebabkan oleh traksi dan hiperekstensi dari tulang belakang leher. 15
Kecuali untuk luka tembak, pecahan peluru, dan menusuk, pukulan langsung
ke tulang belakang adalah penyebab relatif jarang cedera tulang belakang yang serius.
Ketiga jenis cedera tulang belakang yang disebutkan sebelumnya diproduksi oleh
sejenis mekanisme, biasanya kompresi vertikal kolom tulang belakang yang
anteroflexion ditambahkan, atau, mungkin salah satu mekanisme kompresi vertikal
dan retroflexion (sering disebut sebagai hyperextension). Yang paling penting variabel
dalam mekanika cedera tulang belakang adalah struktur tulang pada tingkat dari
cedera dan intensitas, arah, dan sudut dampak memaksa.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 22

Paraplegia Inferior
Dalam kasus cedera parah fleksi ke depan, kepala dibengkokkan tajam ke
depan ketika gaya diterapkan. Yang berdekatan serviks-vertebra dipaksa bersamasama pada tingkat tegangan maksimum. tepi anteroinferior dari bagian atas tubuh
vertebral mendorong ke bawah, kadang-kadang membelah menjadi dua. Bagian
posterior tubuh retak dipindahkan ke belakang. Bersamaan, ada robeknya interspinous
dan posterior yg membujur ligamen. derajat cedera anteroflexion kurang parah
menghasilkan dislokasi saja. Kerentanan terhadap efek anteroflexion meningkat oleh
kehadiran spondylosis serviks atau ankylosing spondylitis atau oleh kongenital
stenosis dari kanal tulang belakang.
Contoh kerusakan saraf tulang belakang, yang dapat tetap mendalam dan
permanen, disebabkan oleh tonjolan ke dalam tiba-tiba ligamentum flavum atau
dislokasi tulang belakang transien diikuti oleh penataan kembali spontan.
Jenis kerusakan saraf tulang belakang, tanpa bukti radiologis fraktur atau
dislokasi, sangat umum pada anak-anak. Yang pecah dari elemen ligamen pendukung
telah terjadi tetap dapat diungkapkan oleh fleksi lembut dan perluasan leher bawah
pengawasan radiologis yang menunjukkan sedikit dislokasi vertebra (tulang belakang
ketidakstabilan).
3.3.2.2. Patofisiologi Spinal Cord Injury
Sebagai hasil dari geseran sumsum tulang belakang, ada penghancuran abuabu dan putih materi dan sejumlah variabel perdarahan, terutama dalam bagian
vaskular pusat. Perubahan ini, ditunjuk sebagai nekrosis traumatis dari sumsum tulang
belakang, yang maksimal pada tingkat cedera dan satu atau dua segmen atas dan di
bawahnya. Jarang adalah pia-arachnoid terkoyak. Pemisahan konstituen patologis
entitas-seperti hematomyelia, gegar otak, memar, dan hematorrhachis (perdarahan ke
dalam kanal tulang belakang) - adalah nilai yang kecil secara klinis atau patologik.
Sebagai lesi menyembuhkan, ia meninggalkan fokus gliotic atau kavitasi dengan
jumlah variabel hemosiderin dan besi pigmen. Progresif kavitasi (siringomielia
traumatis) dapat berkembang setelah selang beberapa bulan atau tahun dan karena
meluas atas lesi utama.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 23

Paraplegia Inferior
Tidak ada perubahan histologis, baik oleh cahaya atau mikroskop elektron,
dapat dideteksi selama beberapa menit setelah dampak. Perubahan yang paling awal
jaringan terdiri dari hiperemi dan perdarahan kecil dalam materi abu-abu pusat. Pada 1
jam pertama, perdarahan yang mikroskopis menyatu dan terlihat menjadi
makroskopik. Saturasi oksigen berkurang di wilayah tersebut. Dalam waktu 4 jam,
bagian tengah membengkak kabel dan edema menyebarkan meliputi materi putih di
sekitarnya, namun, nekrosis mungkin tidak jelas hingga 8 jam, sebuah observasi yang
telah menyebabkan berbagai strategi dirancang untuk cadangan saluran panjang.
3.3.2.3. Manifestasi Klinis
Ketika sumsum tulang belakang tiba-tiba dan hampir atau sama sekali terputus, tiga
gangguan fungsi yang sekaligus jelas:
1) semua gerakan otonom di bagian dari tubuh bawah lesi segera dan hilang secara
permanen;
2) semua sensasi dari (aboral) bagian bawah dihapuskan
3) fungsi refleks di semua segmen dari sumsum tulang belakang terisolasi
ditangguhkan.
Efek terakhir, disebut kejutan tulang belakang, melibatkan tendon serta sebagai
refleks otonom. Ini adalah durasi variabel (1 sampai 6 minggu tapi kadang-kadang
jauh lebih lama) dan begitu dramatis yang digunakan Riddoch sebagai dasar untuk
membagi efek klinis transeksi medula spinalis menjadi dua tahap, yaitu shock
belakang dan areflexia diikuti oleh tahap aktivitas refleks tinggi.
Tahap Syok Spinal atau Areflexia
Hilangnya fungsi motorik pada saat injury-tetraplegia dengan lesi C4-C5 atau di
atasnya, paraplegia dengan lesi T1-10 disertai dengan kelumpuhan atonic langsung
kandung kemih dan usus, lambung atonia, hilangnya sensasi di bawah tingkat yang
sesuai dengan lesi sumsum tulang belakang, otot keadaan normal. Kontrol fungsi
otonom di segmen bawah lesi terganggu. Vasomotor tone, berkeringat, dan
piloerection di bagian bawah tubuh sementara dihapuskan. Hipotensi sistemik dapat
menjadi parah dan berkontribusi terhadap kerusakan saraf tulang belakang. Semakin
rendah ekstremitas kehilangan panas jika dibiarkan terbuka, dan mereka membengkak
jika tergantung. Kulit menjadi kering dan pucat, dan ulcerations tulang dapat
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 24

Paraplegia Inferior
berkembang lebih prominences. M. detrusor kandung kemih dan otot polos dari
rektum yang lemah. Urine terakumulasi sampai tekanan intravesicular cukup untuk
mengatasi sphincters, kemudian driblets escape (inkontinensia overflow).
Ada juga distensi pasif usus, retensi kotoran, dan tidak adanya peristaltik (ileus
paralitik). Genital reflex (Ereksi penis, bulbokavernosus refleks, kontraksi otot dartos)
dihapuskan atau mendalam tertekan. Lamanya tahap syok spinal dengan flexia
lengkap adalah bervariasi seperti yang disebutkan, permanen, atau hanya fragmentaris
aktivitas refleks yang kembali bertahun-tahun setelah cedera.
Pada pasien lain, minimal genital dan fleksor aktivitas refleks dapat dideteksi
dalam beberapa hari dari cedera. Dalam mayoritas, ini aktivitas refleks minimal
muncul dalam jangka waktu 1 sampai 6 minggu. Biasanya bulbokavernosus tersebut
refleks adalah yang pertama untuk kembali. Kontraksi sfingter anal dapat ditimbulkan
oleh rangsangan plantar atau perianal, dan lainnya genital refleks muncul kembali
pada sekitar waktu yang sama.
Tahap peningkatan reflek
Muncul dalam beberapa minggu atau bulan setelah cedera tulang belakang. Biasanya,
setelah beberapa minggu, respon reflex stimulasi, yang awalnya minim dan
unsustained, menjadi lebih kuat
Secara bertahap pola khas refleks fleksi tinggi muncul: dorsofleksi dari jempol kaki
(Babinski tanda), mengipasi jari-jari kaki lainnya, dan kemudian, fleksi atau lambat
penarikan gerakan kaki, kaki, dan paha dengan kontraksi dari otot fascia lata tensor ,
Stimulasi taktil, Achilles refleks dan kemudian kembali refleks patela. Retensi urin
menjadi kurang lengkap, dan pada interval teratur urin dikeluarkan oleh kontraksi
spontan otot detrusor. Reflex Buang air besar juga dimulai. Setelah beberapa bulan
kejang, dan bisa disertai dengan berkeringat banyak, piloerection,
Setiap sisa gejala yang bertahan setelah 6 bulan cenderung permanen, meskipun pada
sebagian kecil pasien beberapa kembalinya. Fungsi (terutama sensasi) dimungkinkan
setelah waktu ini. Kehilangan motorik dan fungsi sensorik di atas lesi, datang
bertahun-tahun

setelah trauma, terjadi kadang-kadang dan karena rongga

memperbesar di segmen proksimal dari kabel ("siringomielia").


Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 25

Paraplegia Inferior
3.3.2.4. Pemeriksaan dan Pengelolaan Pasien
Tingkat lesi sumsum tulang belakang dan vertebral dapat ditentukan dari
temuan klinis. Kelumpuhan diafragma terjadi dengan lesi dari tiga segmen atas
serviks (transien yang berhubungan penangkapan pernapasan umum cedera kepala
berat). kelumpuhan pada lengan dan kaki biasanya menunjukkan fraktur atau dislokasi
di tulang leher keempat untuk kelima. Jika kaki yang lumpuh dan lengan masih
bisa diculik dan tertekuk, lesi kemungkinan berada di kelima vertebra serviks
keenam. Kelumpuhan kaki dan hanya tangan menunjukkan lesi serviks pada tingkat
keenam ketujuh.
Tingkat (rasa nyeri dan suhu) di bawah tingkat lesi dalam semua kasus
sumsum tulang belakang dan cauda equina cedera, prognosis untuk pemulihan lebih
menguntungkan jika ada gerakan atau sensasi selama 48 sampai 72 jam pertama.
Skala Frankel untuk menetapkan cedera sensori.
1)
2)
3)
4)

Lengkap: motor dan sensorik loss di bawah lesi


Tidak lengkap: beberapa pelestarian sensorik di bawah zona cedera
Tidak lengkap: sensorik motorik dan hemat, namun pasien nonfunctional
Tidak lengkap: sparing motor dan sensorik dan pasien fungsional (berdiri dan

berjalan)
5) Pemulihan lengkap fungsional: refleks mungkin abnormal
Jelas, kelompok 2, 3, dan 4 memiliki prognosis yang lebih menguntungkan untuk
emulihan daripada kelompok 1.

Setelah derajat cedera pada tulang belakang dan kabel telah dinilai, beberapa
pusat terus mengelola metilprednisolon di tinggi dosis (bolus 30 mg / kg diikuti
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 26

Paraplegia Inferior
dengan 5,4 mg / kg setiap jam), dimulai dalam waktu 8 jam dari cedera dan
dilanjutkan selama 23 jam. Menurut Cord multicenter Nasional Spinal akut Studi
(Bracken et al) menghasilkan sedikit perbaikan tapi signifikan di kedua motorik dan
fungsi sensorik.
Juga, dalam serangkaian kecil pasien, administrasi GM1 ganglioside (100 mg
intravena setiap hari dari saat kecelakaan) ditemukan untuk meningkatkan pemulihan
akhir untuk tingkat sederhana (Geisler et al) namun temuan ini belum telah dikuatkan.
MRI cocok untuk menampilkan proses ini, tetapi jika tidak myelography
tersedia dengan CT scan merupakan alternatif. Ketidakstabilan elemen tulang
belakang bisa sering disimpulkan dari dislokasi atau dari fraktur tertentu dari pedikel,
articularis pars, atau proses melintang,
Risiko terbesar bagi pasien dengan cedera tulang belakang dalam 10 hari
pertama ketika lambung dilatasi, ileus, syok, dan infeksi merupakan ancaman terhadap
kehidupan. Menurut Messard dan rekan, mortalitas Tingkat jatuh cepat setelah 3
bulan, di luar waktu ini, 86 persen dari paraplegics dan 80 persen lumpuh akan
bertahan selama 10 tahun atau lebih.
Pasien dengan paraplegia, selain psychologic dukungan, berkaitan dengan
pengelolaan kandung kemih dan usus gangguan, perawatan kulit, pencegahan emboli
paru, dan pemeliharaan gizi. Nyeri kronis (hadir dalam 30 sampai 50 persen dari
kasus) membutuhkan penggunaan obat anti-inflamasi, suntikan anestesi lokal, dan
stimulasi saraf transkutan. Kombinasi dari clonazepam karbamazepin atau gabapentin
dan salah satu atau antidepresan trisiklik, Nyeri bandel memerluka suntikan epidural
dari analgesik atau kortikosteroid atau ditanamkan stimulator saraf tulang belakang
yang diterapkan pada kolom dorsal, tetapi sering bahkan langkah-langkah ini tidak
efektif. Kelenturan dan kejang fleksor mungkin sulit, baclofen oral, diazepam, atau
Tizanidine
Dalam paraplegia spastik permanen dengan kekakuan dan kejang yang parah
adduktor dan fleksor kaki, intratekal baclofen, disampaikan oleh pompa otomatis
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 27

Paraplegia Inferior
dalam dosis 12 sampai dengan 400 mg / hari, juga telah membantu. Obat ini diyakini
bertindak pada sinapsis refleks tulang belakang (Penn dan Kroin).

3.2.3. SPONDILITIS TUBERCULOSA


Spondilitis tuberculosa merupakan salah satu penyakit tertua yang telah
didokumentasikan disaat zaman besi dan mumi kuno di mesir dan peru pada tahun
1779 oleh percivall pott tetapi hal tersebut tidak dihubungkan dengan basil
tuberkulosa hingga ditemukannya basil tersebut oleh Koch tahun 1882, sehingga
etiologi untuk kejadian tersebut menjadi jelas. Di waktu yang lampau, spondilitis
tuberkulosa merupakan istilah yang dipergunakan untuk penyakit pada masa anakanak, yang terutama berusia 3 5 tahun. Saat ini dengan adanya perbaikan pelayanan
kesehatan, maka insidensi usia ini mengalami perubahan sehingga golongan umur
dewasa menjadi lebih sering. Setelah ditemukannya obat anti tuberculosa dan
berkembangnya kualitas kesehatan masyarakat, penyakit spondilitis tuberculosa ini
mulai jarang ditemukan di negara maju namun angka penyakit ini masih tinggi di
negara berkembang. Penyakit ini memiliki potensi morbiditas yang cukup serius
meliputi defisit neurologi permanent dan deformitas. Terapi dengan obat-obatan atau
kombinasi terapi dengan operasi dapat mengontrol penyakit ini pada sebagian besar
penderita.9
3.2.3.1.Definisi
Spondilitis Tb atau Pott disease ialah suatu osteomielitis kronik tulang belakang
yang disebabkan oleh kuman tbc. Infeksi umumnya mulai dari korpus vertebra lalu ke
diskus intervertebralis dan ke jaringan sekitarnya. Daerah yang paling sering terkena,
berturut-turut ialah daerah torakal terutama bagian bawah, daerah lumbal dan servikal
1 - 4. Akibat perkejuan akan terbentuk abses yang dapat meluas ke sekitamya dan
mencari jalan keluar. Paling sering mengikuti fascia otot psoas, berkumpul dalam fosa
iliaka sampai terjadi fistel kulit.10
3.2.3.2.Epidemiologi
Saat ini spondilitis tuberkulosa merupakan sumber morbiditas dan mortalitas
utama pada negara yang belum dan sedang berkembang, terutama di Asia, dimana
malnutrisi dan kepadatan penduduk masih menjadi merupakan masalah utama. Perlu
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 28

Paraplegia Inferior
dicermati bahwa di Amerika dan Inggris insidensi penyakit12 ini mengalami
peningkatan pada populasi imigran,tunawisma lanjut usia dan pada orang dengan
tahap lanjut infeksi HIV (Medical Research Council TB and Chest Diseases Unit
1980). Selain itu dari penelitian juga diketahui bahwa peminum alkohol dan pengguna
obat-obatan terlarang adalah kelompok beresiko besar terkena penyakit ini. Di
Amerika Utara, Eropa dan Saudi Arabia, penyakit ini terutama mengenai dewasa,
dengan usia rata-rata 40-50 tahun sementara di Asia dan Afrika sebagian besar
mengenai anak-anak (50% kasus terjadi antara usia 1-20 tahun).
Pada kasus-kasus pasien dengan tuberkulosa, keterlibatan tulang dan sendi
terjadi pada kurang lebih 10% kasus. Walaupun setiap tulang atau sendi dapat terkena,
akan tetapi tulang yang mempunyai fungsi untuk menahan beban (weight bearing) dan
mempunyai pergerakan yang cukup besar (mobile) lebih sering terkena dibandingkan
dengan bagian yang lain. Dari seluruh kasus tersebut, tulang belakang merupakan
tempat yang paling sering terkena tuberkulosa tulang (kurang lebih 50% kasus)(Gorse
et al. 1983), diikuti kemudian oleh tulang panggul, lutut dan tulang-tulang lain di kaki,
sedangkan tulang di lengan dan tangan jarang terkena. Area torako-lumbal terutama
torakal bagian bawah (umumnya T 10) dan lumbal bagian atas merupakan tempat
yang paling sering terlibat karena pada area ini pergerakan dan tekanan dari weight
bearing mencapai maksimum, lalu dikuti dengan area servikal dan sakral.
Defisit neurologis muncul pada 10-47% kasus pasien dengan spondilitis
tuberkulosa. Di negara yang sedang berkembang penyakit ini merupakan penyebab
paling sering untuk kondisi paraplegia non traumatik7. Insidensi paraplegia, terjadi
lebih tinggi pada orang dewasa dibandingkan dengan anakanak. Hal ini berhubungan
dengan insidensi usia terjadinya infeksi tuberkulosa pada tulang belakang, kecuali
pada dekade pertama dimana sangat jarang ditemukan keadaan ini.
3.2.3.3. Faktor Resiko11
1. Usia dan jenis kelamin
Bayi dan anak muda mempunyai kekebalan yang lemah. Hingga usia 2
tahun infeksi biasanya dapat terjadi dalam bentuk yang berat seperti tuberkulosis
milier dan meningitis tuberkulosa, yang berasal dari penyebaran secara
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 29

Paraplegia Inferior
hematogen. Setelah pubertas daya tahan tubuh mengalami peningkatan dalam
mencegah penyebaran secara hematogen, tetapi menjadi lemah dalam mencegah
penyebaran penyakit di paru-paru. Angka kejadian pada pria terus meningkat
pada seluruh tingkat usia tetapi pada wanita cenderung menurun dengan cepat
setelah usia anak-anak, insidensi ini kemudian meningkat kembali pada wanita
setelah melahirkan anak. Puncak usia terjadinya infeksi berkisar antara usia 40-50
tahun untuk wanita, sementara pria bisa mencapai usia 60 tahun.
2. Nutrisi
Kondisi malnutrisi (baik pada anak ataupun orang dewasa) akan
menurunkan resistensi terhadap penyakit.
3. Faktor toksik
Perokok tembakau dan peminum alkohol akan mengalami penurunan daya
tahan tubuh. Demikian pula dengan pengguna obat kortikosteroid atau
immunosupresan lain.
4. Penyakit
Adanya penyakit seperti infeksi HIV, diabetes, leprosi, silikosis, leukemia
meningkatkan resiko terkena penyakit tuberkulosa.
5. Lingkungan yang buruk (kemiskinan)
Kemiskinan mendorong timbulnya suatu lingkungan yang buruk dengan
pemukiman yang padat dan kondisi kerja yang buruk disamping juga adanya
malnutrisi, sehingga akan menurunkan daya tahan tubuh.
6. Ras
Ditemukan bukti bahwa populasi terisolasi contohnya orang Eskimo atau
Amerika asli, mempunyai mempunyai daya tahan tubuh yang kurang terhadap
penyakit ini.

3.2.3.4.Patofisiologi
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen
atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke
tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada
penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi
yang paling sering adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius. Pada anakKepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 30

Paraplegia Inferior
anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer di paruparu sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner (usus,
ginjal, tonsil).
Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar yang
memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus
Batsons yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkann banyak vertebra
yang terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini
diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus
melibatkan tiga atau lebih vertebra.
Infeksi tuberkulosa pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area
infeksi secara bertahap bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis
korpus vertebra sepanjang ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih
vertebrae yang berdekatan melalui perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior
atau secara langsung melewati diskus intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan
fokus yang multipel yang dipisahkan oleh vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga
berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru
dan pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular 10 sehingga
menimbulkan tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis,
yang avaskular, relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa.
Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam
ruang diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus vertebra
karena nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan
kapasitas fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan
timbulnya endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosi.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan
menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 31

Paraplegia Inferior
kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung syaraf
posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang
progresifitasnya (angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan
jumlah vertebra yang terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut
merupakan tanda bahwa penyakit ini sudah meluas.
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang normal
di area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana
sebagian besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi
parsial kolaps; sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun
tampak hal itu disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan melalui
prosesus artikular.
Proses penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya fibrosis
dan kalsifikasi jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan fibrosa itu
mengalami osifikasi, sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra yang kolap.
Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan
kolapsnya korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan, dan
tulang nekrotik serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan
berakumulasi di bawah ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian
berjalan sesuai dengan pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan
tampak secara eksternal pada jarak tertentu dari tempat lesi aslinya.
3.2.3.5.Klasifikasi
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk
spondilitis:
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
(2) Sentral
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 32

Paraplegia Inferior
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain. Sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat
terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di
temukan di regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan
melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau
karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
(4) Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

3.2.3.6.Diagnosa
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung padabanyak
faktor. Biasanya onset Pott's disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat.
Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari
bulan hingga tahun sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah
infeksi tuberkulosa.
Anamnesa dan inspeksi
1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam,
demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta
cachexia.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 33

Paraplegia Inferior
2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai
nyeri dada.
3. Nyeri terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang
menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di
daerah telinga atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan
menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian
torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa
nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien
akan menahan punggungnya menjadi kaku.
4. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki
pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung.
5. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan
kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam
posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital.
Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya
gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher
atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi
leher.
6. Di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak menjadi kaku. Bila
berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya.
Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap
mempertahankan punggungnya tetap kaku (coin test).
7. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang
terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui
fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien
tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan menyokong tulang
belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot
psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul.
8. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang
belakang), skoliosis, bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan
dislokasi.
9. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis).
Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 34

Paraplegia Inferior
lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul
paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon
dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang
bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal.
10. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut
seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang
ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa.
11. Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang
dikenal dengan nama Potts paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut
ataupun kronis (setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan
peningkatan tekanan mekanik kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang
dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia ini biasanya terjadi pada pasien
berusia kurang dari 10 tahun (kurang lebih 2/3 kasus) dan tidak ada predileksi
berdasarkan jenis kelamin untuk kejadian ini.
Palpasi
1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit
diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan
dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat
paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot
sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar
dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi
destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess.
2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena
Perkusi
Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus
vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium :

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 35

Paraplegia Inferior

Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari

100mm/jam.
Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein

Derivative (PPD) positif.


Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal),
sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru

yang aktif)
Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang

bersifat relatif.
Tes darah untuk

haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (DD)


Cairan serebrospinal dapat abnormal (pada kasus dengan meningitis

titer

anti-staphylococcal

dan

anti-streptolysin

tuberkulosa). Xantokrom, Bila dibiarkan pada suhu ruangan akan


menggumpal, Pleositosis (dengan dominasi limfosit dan mononuklear).
Pada tahap akut responnya bisa berupa neutrofilik seperti pada meningitis
piogenik (Kocen and Parsons 1970; Traub et al 1984). Kandungan protein
meningkat. Kandungan gula normal pada tahap awal tetapi jika gambaran
klinis sangat kuat mendukung diagnosis, ulangi pemeriksaan. Kandungan
protein cairan serebrospinal dalam kondisi spinal terblok spinal dapat

mencapai 1- 4g/100ml.
Kultur cairan serebrospinal. Adanya basil tuberkel merupakan tes
konfirmasi yang absolut tetapi hal ini tergantung dari pengalaman
pemeriksa dan tahap infeksi.

2. Radiologis
Gambarannya bervariasi tergantung tipe patologi dan kronisitas infeksi.

Foto rontgen dada dilakukan pada seluruh pasien untuk mencari bukti
adanya tuberkulosa di paru (2/3 kasus mempunyai foto rontgen yang

abnormal).
Foto polos seluruh tulang belakang juga diperlukan untuk mencari
bukti adanya tuberkulosa di tulang belakang. Tanda radiologis baru
dapat terlihat setelah 3-8 minggu onset penyakit.
- Tahap awal tampak lesi osteolitik di bagian anterior superior atau
Sudut inferior corpus vertebrae, osteoporosis regional yang
kemudian

berlanjut

sehingga

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 36

tampak

penyempitan

diskus

Paraplegia Inferior
intervertebralis yang berdekatan, serta erosi corpus vertebrae
anterior yang berbentuk scalloping karena penyebaran infeksi dari
-

area subligamentous.
Infeksi tuberkulosa jarang melibatkan pedikel, lamina, prosesus

transversus atau prosesus spinosus.


Keterlibatan bagian lateral corpus vertebra akan menyebabkan

timbulnya deformita scoliosis (jarang)


Pada pasien dengan deformitas gibbus yang sudah lama akan
tampak tulang vertebra yang mempunyai rasio tinggi lebih besar

dari lebarnya (long vertebra atau tall vertebra)


Dapat terlihat keterlibatan jaringan lunak,
paravertebral

dan

psoas.

Tampak

bentuk

seperti

abses

fusiform

atau

pembengkakan berbentuk globular dengan kalsifikasi. Abses psoas


akan tampak sebagai bayangan jaringan lunak yang mengalami
peningkatan densitas dengan atau tanpa kalsifikasi pada saat
penyembuhan.
3. Computed Tomography Scan (CT)
Terutama bermanfaat untuk memvisualisasi regio torakal dan keterlibatan iga
yang sulit dilihat pada foto polos. Keterlibatan lengkung syaraf posterio seperti
pedikel tampak lebih baik dengan CT Scan.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Mempunyai manfaat besar untuk membedakan komplikasi yang bersifat
kompresif dengan yang bersifat non kompresif pada tuberkulosa tulang
belakang. Bermanfaat untuk membantu memutuskan pilihan manajemen
apakah akan bersifat konservatif atau operatif dan membantu menilai respon
terapi. Kerugiannya adalah dapat terlewatinya fragmen tulang kecil dan
kalsifikasi di abses.
5. Neddle biopsi / operasi eksplorasi (costotransversectomi) dari lesi spinal.
mungkin diperlukan pada kasus yang sulit tetapi membutuhkan pengalaman
dan pembacaan histologi yang baik (untuk menegakkan diagnosa yang absolut)
(berhasil pada 50% kasus).
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 37

Paraplegia Inferior
6. Aspirasi pus paravertebral yang diperiksa secara mikroskopis untuk mencari
basil tuberkulosa dan granuloma, lalu kemudian dapat diinokulasi di dalam
guinea babi.
3.2.3.7.Komplikasi
1) Cedera corda spinalis (spinal cord injury).
Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus tuberkulosa
sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis atau dapat juga langsung
karena keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa. Jika cepat
diterapi sering berespon baik (berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI
dan mielografi dapat membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau
karena invasi dura dan corda spinalis.
2) Empyema tuberkulosa karena rupturnya abses paravertebral di torakal ke dalam
pleura.
3.2.3.8.Manajemen Terapi
Tujuan terapi pada kasus spondilitis tuberkulosa adalah :
1. Mengeradikasi infeksi atau setidaknya menahan progresifitas penyakit
2. Mencegah atau mengkoreksi deformitas atau defisit neurologis.
Untuk mencapai tujuan itu maka terapi untuk spondilitis tuberkulosa terbagi menjadi :
Terapi konservatif
1. Pemberian nutrisi yang bergizi
2. Pemberian kemoterapi atau terapi anti tuberkulosa. Obat anti tuberkulosa yang
utama adalah :
- Isoniazid (INH) dosis INH adalah 5 mg/kg/hari 300 mg/hari
- Rifampin (RMP) dosisnya : 10 mg/kg/hari 600 mg/hari.
- Pyrazinamide (PZA) dosis : 15-30mg/kg/hari
- Ethambutol (EMB) dosis : 15-25 mg/kg/hari
- Streptomycin (STM) dosis : 15 mg/kg/hari 1 g/kg/hari
3. Istirahat tirah baring (resting)
Terapi pasien spondilitis tuberkulosa dapat pula berupa local rest pada turning
frame / plaster bed atau continous bed rest. Istirahat dapat dilakukan dengan
memakai gips untuk melindungi tulang belakangnya dalam posisi ekstensi terutama
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 38

Paraplegia Inferior
pada keadaan yang akut atau fase aktif. Pemberian gips ini ditujukan untuk
mencegah pergerakan dan mengurangi kompresi dan deformitas lebih lanjut.
Istirahat di tempat tidur dapat berlangsung 3-4 minggu, sehingga dicapai keadaan
yang tenang dengan melihat tanda-tanda klinis, radiologis dan laboratorium.
Terapi Operatif
Intervensi operasi banyak bermanfaat untuk pasien yang mempunyai lesi kompresif
secara radiologis dan menyebabkan timbulnya kelainan neurologis. Tindakan operasi
juga dilakukan bila setelah 3-4 minggu pemberian terapi obat antituberkulosa dan tirah
baring (terapi konservatif) dilakukan tetapi tidak memberikan respon yang baik
sehingga lesi spinal paling efektif diterapi dengan operasi secara langsung untuk
mengevakuasi pus tuberkulosa, mengambil sekuester tuberkulosa serta tulang yang
terinfeksi dan memfusikan segmen tulang belakang yang terlibat.
Selain indikasi diatas, operasi debridement dengan fusi dan dekompresi juga
diindikasikan bila:

Diagnosa yang meragukan hingga diperlukan untuk melakukan biopsi


Terdapat instabilitas setelah proses penyembuhan
Terdapat abses yang dapat dengan mudah didrainase
penyakit yang lanjut dengan kerusakan tulang yang nyata dan mengancam atau

kifosis berat.
Penyakit yang rekuren.

Setelah tindakan operasi pasien beristirahat di tempat tidur selama 3-6 minggu.
3.2.3.9.Prognosa
Prognosa pasien dengan spondilitis tuberkulosa sangat tergantung dari usia dan
kondisi kesehatan umum pasien, derajat berat dan durasi defisit neurologis serta terapi
yang diberikan.
a. Mortalitas
Mortalitas pasien spondilitis tuberkulosa mengalami penurunan seiring dengan
ditemukannya kemoterapi (menjadi kurang dari 5%, jika pasien didiagnosa dini
dan patuh dengan regimen terapi dan pengawasan ketat).
b. Relaps
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 39

Paraplegia Inferior
Angka kemungkinan kekambuhan pasien yang diterapi antibiotik dengan regimen
medis saat ini dan pengawasan yang ketat hampir mencapai 0%.
c. Kifosis
Kifosis progresif selain merupakan deformitas yang mempengaruhi kosmetis
secara signifikan, tetapi juga dapat menyebabkan timbulnya defisit neurologis
atau kegagalan pernafasan dan jantung karena keterbatasan fungsi paru.
d.Defisit neurologis.
Defisit neurologis pada pasien spondilitis tuberkulosa dapat membaik secara
spontan tanpa operasi atau kemoterapi.
e. Usia
Pada anak-anak, prognosis lebih baik dibandingkan dengan orang dewasa.
f. Fusi
Fusi tulang yang solid penting untuk pemulihan permanen spondilitis tuberkulosa.

3.2.4. HEREDITARY SPASTIC PARAPLEGIA15


Harding (1993) membagi Herediter Spatik Paraplegia (HSP) sindrom menjadi
jenis murni dan rumit, tergantung pada manifestasi klinis. Komplikasi meliputi
epilepsi, keterbelakangan mental, demensia, parkinsonisme, ataksia, amyotrophy,
neuropati perifer, dan kebutaan atau tuli. Satu multisistem sindrom, paraplegia spastik
(SPG1), memperoleh CRASH singkatan (corpus callosum hypoplasia, retardation,
adducted thumbs, spasticity, and hydrocephalus). Bahkan pada HSP murni, respon
yang dimunculkan sensorik mungkin abnormal, dan saluran spinocerebellar
terpengaruh pada otopsi pada deskripsi asli Strumpell pada tahun 1890.
3.2.4.1. Genetika
Sindrom ini secara genetik heterogen, sebagian besar menunjukkan autosomal
dominan warisan keluarga, tapi ada pula yang resesif autosomal dan lain X terkait.
Heterogenitas Locus jelas karena X-linked bentuk peta untuk kromosom Xq28, Xq21,
atau Xq11. Autosomal dominan keluarga memetakan sepuluh lokus yang berbeda
Keluarga dipetakan ke 16q24.3 memiliki mutasi homozigot pada gen untuk
paraplegin, sebuah ATPase mitokondria.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 40

Paraplegia Inferior
Mutasi juga telah ditemukan dalam gen untuk spastin, heat shock protein 60,
kinesin rantai berat, atlastin, spartin, protein prion, presenilin, atau ekspansi triplet
nukleotida, antisipasi terlihat di beberapa keluarga. Dalam satu X-linked keluarga,
mutasi mempengaruhi gen untuk protein proteolipid, P.856 yang juga terlibat dalam
Pelizaeus-Merzbacher penyakit. Tidak semua bentuk keluarga yang diwariskan karena
infeksi human T-cell lymphotropic virus tipe I (HTLV-I) dapat mempengaruhi lebih
dari satu orang dalam keluarga.
3.2.4.2. Manifestasi Klinis
Sindrom ini juga klinis heterogen. Beberapa kasus mulai awal, yang lain
setelah usia 35 tahun. Beberapa ringan dan beberapa yang parah. Bentuk-bentuk yang
rumit berbeda dalam sifat dari asosiasi klinis. Semua biasanya progresif lambat.
Gangguan gaya berjalan spastik adalah salah satu koordinasi, mungkin tidak ada
kelemahan dalam tes otot manual.
Refleks tendon terlalu aktif, dan Babinski tanda-tanda dan clonus sering
terlihat. Sensasi ini biasanya normal pada pemeriksaan rutin, namun studi kuantitatif
dapat menunjukkan kelainan. Gejala sfingter mungkin muncul pada akhir-onset
bentuk. Manifestasi sering berbeda dalam anggota keluarga yang sama. 15
3.2.4.3. Laboratorium Data
Laboratorium penelitian, termasuk MRI dari kabel otak atau tulang belakang,
biasanya unrevealing. Namun, satu keluarga menunjukkan lesi materi putih di otak,
dan beberapa pertunjukan terkemuka penipisan corpus callosum. Membangkitkan
potensi sensorik mungkin abnormal bahkan tanpa kehilangan sensori terbukti secara
klinis. Stimulasi magnetik biasanya menunjukkan kelainan konduksi motorik pusat;
respon yang baik ada atau tertunda. CSF ini tidak diagnostik.
3.2.4.4. Diagnosa dan Pengobatan
Diagnosis biasanya terlihat dari data klinis dan keluarga. Kasus sporadis bisa
menjadi hasil dari mutasi baru, tetapi kebanyakan terbukti menjadi multiple
sclerosis, seperti yang terakhir kemudian dalam diagnosis diferensial amyotrophic
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 41

Paraplegia Inferior
lateral primer. Diagnosis pasti dapat dibuat dalam beberapa identifikasi oleh dari gen
penyebab.
Manajemen terutama gejala. Terapi fisik dan latihan pengkondisian dapat
membantu pasien tetap bergerak. Baclofen (Lioresal), baik lisan maupun intratekal,
dantrolene, dan Tizanidine (Zanaflex) dapat mengurangi spastisitas, tetapi tidak ada
uji coba terkontrol dalam HSP. Oxybutynin (Ditropan) bisa menghilangkan urgensi
kemih.

3.2.5. MULTIPLE SCLEROSIS17


3.2.5.1. Epidemiologi
Multiple sclerosis adalah salah satu gangguan neurologis yang paling umum,
mempengaruhi sekitar 300.000 pasien di Amerika Serikat, dan insiden tertinggi pada
orang dewasa muda. Hal ini didefinisikan secara klinis oleh ketentuan keterlibatan
berbagai bagian dari sistem saraf pusat pada waktu yang berbeda bahwa gangguan
lainnya yang menyebabkan pusat multifocal disfungsi telah dikeluarkan.
Gejala awal biasanya dimulai sebelum usia 55 tahun, dengan insiden puncak
antara usia 20 dan 40; perempuan terpengaruh hampir dua kali sesering pria.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi penyakit meningkat dengan jarak
meningkat dari ekuator, dan tidak ada populasi dengan resiko tinggi untuk penyakit
ini ada antara lintang 40 N dan 40 S. Sebuah kecenderungan genetik disarankan
oleh studi kembar, kejadian familial sesekali, dan hubungan yang kuat antara
penyakit dan antigen HLA tertentu (HLA DR2). Bukti ini mendukung keyakinan
bahwa penyakit ini memiliki dasar autoimun.
3.2.5.2. Patologi

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 42

Paraplegia Inferior
Kelainan ini ditandai patologis oleh pengembangan daerah focal-sering
perivenular-tersebar demielinasi diikuti oleh gliosis reaktif; mungkin ada kerusakan
aksonal juga. Lesi ini terjadi pada masalah putih otak dan sumsum dan saraf (II) optik.
3.2.5.3. Patofisiologi
Penyebab multiple sclerosis tidak diketahui, tetapi kerusakan jaringan dan gejala
neurologis yang diduga hasil dari mekanisme kekebalan diarahkan terhadap myelin
antigen. Infeksi virus atau faktor lain dapat memicu masuknya sel T dan antibodi ke
dalam sistem saraf pusat dengan mengganggu sawar darah-otak. Hal ini menyebabkan
peningkatan ekspresi sel-adhesi molekul, metaloproteinase matriks, dan sitokin pro
inflamasi, yang bekerja untuk menarik tambahan sel-sel kekebalan tubuh, memecah
matriks ekstraseluler untuk membantu migrasi mereka, dan mengaktifkan respon
autoimun terhadap antigen seperti protein dasar mielin, mielin terkait glikoprotein,
mielin

oligodendrocyte

glikoprotein,

protein

proteolipid,

a-crystallin,

phosphodiesterases, dan S-100. Pengikatan target antigen tersebut oleh antigenpresenting sel memicu respon autoimun yang mungkin melibatkan sitokin, makrofag,
dan komplemen. Serangan iImmune terhadap akson myelin, yang memperlambat
konduksi saraf dan menyebabkan gejala neurologis.
3.2.5.4. Manifestasi Klinis
Awal atau penyajian gejala
Keluhan awal yang umum adalah kelemahan fokal, mati rasa, kesemutan, atau
kegoyangan dalam anggota tubuh; tiba-tiba kehilangan atau kabur penglihatan pada
satu mata (neuritis optik), diplopia, ketidakseimbangan, atau gangguan kandung
kemih-fungsi (urgensi kemih atau keraguan). Seperti gejala sering transient,
menghilang setelah beberapa hari atau minggu, meskipun beberapa sisa defisit dapat
ditemukan pada pemeriksaan neurologis hati.
Pasien lain hadir dengan paraparesis spastik akut atau secara bertahap progresif dan
defisit sensorik, ini harus meningkatkan kekhawatiran tentang kemungkinan lesi
struktural yang mendasari kecuali ada bukti pada pemeriksaan klinis dari penyakit
yang lebih luas.
Tabel 5-8. Gejala dan tanda-tanda dari beberapa sclerosis.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 43

Paraplegia Inferior

Perkembangan Gejala
Mungkin ada selang waktu beberapa bulan atau tahun setelah episode awal
sebelum gejala neurologis lanjut muncul. Gejala baru dapat berkembang, atau gejala
lama kambuh dan progresif. Kambuh mungkin dipicu oleh infeksi dan, pada
perempuan, lebih mungkin dalam 3 bulan atau lebih setelah melahirkan. Kenaikan
dalam tubuh suhu dapat menyebabkan kerusakan sementara pada pasien dengan
defisit tetap dan stabil. Dengan waktu dan setelah sejumlah kambuh dan biasanya
tidak lengkap remisi-pasien dapat menjadi semakin dinonaktifkan oleh kelemahan,
kekakuan, gangguan sensorik, kegoyangan anggota badan, gangguan penglihatan,
dan kencing inkontinensia.
Berdasarkan perjalanannya, penyakit ini dibagi menjadi bentuk hilang-timbul
(85% kasus) di mana perkembangan tidak terjadi antara serangan, sebuah bentuk
progresif sekunder (80% kasus setelah 25 tahun) ditandai dengan kursus secara
bertahap progresif setelah pola hilang-timbul awal, dan bentuk progresif primer
(10% kasus) di mana ada perkembangan bertahap dari cacat dari onset klinis.
Pemeriksaan dalam kasus-kasus lanjutan biasanya mengungkapkan atrofi
optik, nystagmus, dysarthria, dan atas neuron motorik, sensorik, atau defisit
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 44

Paraplegia Inferior
cerebellar dalam beberapa atau semua anggota badan. Perhatikan bahwa diagnosis
tidak dapat didasarkan pada gejala tunggal atau tanda tetapi hanya pada gambaran
klinis total yang menunjukkan keterlibatan yang berbeda bagian dari sistem saraf
pusat pada waktu yang berbeda.
3.2.5.5. Diagnosa
Diagnosis multiple sclerosis memerlukan bukti bahwa setidaknya dua wilayah
yang berbeda dari pusat telah terpengaruh pada waktu yang berbeda. Penyakit yang
pasti dapat didiagnosis pada pasien dengan kursus hilang-timbul dan tanda-tanda
dari setidaknya dua lesi yang melibatkan wilayah yang berbeda dari white matter
pusat. Multiple sclerosis kemungkinan didiagnosis ketika pasien memiliki bukti
penyakit multifokal materi putih tapi hanya memiliki satu serangan klinis, atau
memiliki sejarah setidaknya dua episode klinis, tetapi hanya tanda-tanda lesi tunggal.
3.2.5.6. Pemeriksaan Penunjang
Cairan cerebrospinal (CSF) umumnya tidak normal, dengan limfositosis ringan
atau konsentrasi protein sedikit meningkat, terutama jika diperiksa segera setelah
kambuh. Elektroforesis protein CSF menunjukkan adanya band diskrit di wilayah
imunoglobulin G (IgG) (band oligoclonal) pada 90% pasien. Antigen bertanggung
jawab atas antibodi tidak diketahui. Jika bukti klinis lesi ada hanya pada satu situs
dalam sistem saraf pusat, diagnosis multiple sclerosis tidak dapat benar dibuat
kecuali daerah lain telah dipengaruhi subklinis, yang dideteksi oleh tanggapan
electrocerebral ditimbulkan oleh satu atau lebih hal berikut: stimulasi visual bermata
dengan Pola checkerboard (membangkitkan potensi visual), stimulasi mono dengan
klik berulang (pendengaran batang otak membangkitkan potensi), dan stimulasi
listrik dari perifer saraf (membangkitkan potensi somatosensory).
MRI juga dapat mendeteksi lesi subklinis dan telah menjadi hampir sangat
diperlukan dalam mengkonfirmasikan diagnosis (Gambar 5-2A, 2B-Gambar 5).

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 45

Paraplegia Inferior

Gambar 5-2. J: Sebuah mid-sagital T2-tertimbang MRI dari sumsum tulang belakang serviks pada
wanita muda dengan multiple sclerosis. Sebuah wilayah abnormal intensitas sinyal tinggi (Panah)
terlihat. (Courtesy of RA Heyman.)
B: Aksial T2-tertimbang gambar otak MR seorang pasien dengan multiple sclerosis menunjukkan
beberapa, terutama belang-belang, putih peduli plak (panah); perhatikan lokasi khas di daerah
periventricular (panah). (Courtesy of RA Heyman.)

Pada pasien dengan bentuk tulang belakang dari gangguan dan tidak ada bukti
penyakit disebarluaskan, tulang belakang atau MRI myelography mungkin
diperlukan untuk mengecualikan kemungkinan lesi pembedahan diobati tunggal
bawaan atau diperoleh. Wilayah foramen magnum harus divisualisasikan untuk
mengecualikan kemungkinan lesi seperti Arnold-Chiari malformasi, di mana bagian
dari otak kecil dan batang otak yang lebih rendah mengungsi ke kanalis servikalis,
menghasilkan campuran piramida dan defisit cerebellar pada tungkai.
3.2.5.7. Pengobatan
Pada pasien dengan penyakit hilang-timbul, pengobatan dengan interferon 1 diberikan IM sekali seminggu atau interferon-1b diberikan subkutan pada hari
lain mengurangi tingkat kekambuhan. Glatiramer asetat (sebelumnya kopolimer 1,
campuran polimer acak simulasi komposisi asam amino dari protein dasar mielin)
diberikan melalui suntikan subkutan setiap hari juga efektif. Selain efeknya terhadap
kambuh, interferon b-1a dan asetat glatiramer juga dapat menunda timbulnya
kecacatan pada pasien dengan kekambuhan penyakit. Intravena imunoglobulin

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 46

Paraplegia Inferior
(IVIG) infus juga dapat mengurangi tingkat kekambuhan pada hilang-timbul
penyakit, namun rekomendasi pengobatan dini.
Efek samping yang paling umum dari interferon adalah sindrom seperti flu dan
(dalam kasus interferon-1b ) reaksi di tempat suntikan. Asetat glatiramer umumnya
ditoleransi dengan baik, tetapi dapat menghasilkan eritema di lokasi injeksi, dan
sekitar 15% dari pasien mengalami episode transien flushing, dyspnea, dada sesak,
palpitasi, dan kecemasan setelah suntikan. Ketiga agen disetujui untuk digunakan
dalam hilang-timbul multiple sclerosis dan tersedia dengan resep. Mereka mahal,
tapi biaya mereka harus diseimbangkan dengan mengurangi kebutuhan untuk
perawatan medis dan mengurangi waktu yang hilang dari pekerjaan yang mengikuti
penggunaannya.
Kortikosteroid dapat mempercepat pemulihan dari kambuh akut, tetapi tingkat
pemulihan itu sendiri tidak berubah. Administrasi jangka panjang steroid tidak
mencegah kambuh dan tidak boleh digunakan karena efek samping yang tidak dapat
diterima. Tidak ada jadwal standar pengobatan dengan kortikosteroid, tetapi rejimen
yang paling umum digunakan adalah metilprednisolon intravena (1 g per hari)
selama 3-5 hari, diikuti oleh lancip prednison oral (1 mg / kg / d selama 1 minggu,
dengan pengurangan cepat atas berikutnya 1-2 minggu). Untuk serangan ringan,
beberapa dokter lebih memilih pengobatan oral dengan prednison 60 atau 80 mg / d,
atau deksametason 16 mg / d, diberikan selama seminggu dan diturunkan dosisnya
selama 2 minggu berikut. ACTH (kortikotropin) tidak lagi digunakan.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa interferon -1b (dan mungkin
interferon -1a) efektif dalam mengurangi tingkat perkembangan yang ditentukan
secara klinis dan dengan MRI pada penyakit progresif sekunder, tetapi ada hanya
terbatas pengalaman dengan asetat glatiramer dalam pengaturan ini. Pengobatan
dengan

cyclophosphamide,

azathioprine,

methotrexate,

cladribine,

atau

mitoxandrone dapat membantu mencegah perjalanan penyakit progresif sekunder,


namun penelitian tidak dapat disimpulkan.
Tidak ada terapi imunomodulator tertentu telah terbukti efektif dalam multiple
sclerosis primer progresif, dan manajemen adalah dengan langkah-langkah gejala.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 47

Paraplegia Inferior
Latihan fisik dan Terapi penting, namun tenaga yang berlebihan harus dihindari,
terutama selama periode kambuh akut. Kelelahan adalah masalah serius bagi banyak
pasien, dan kadang-kadang merespon amantadine atau salah satu dari selective
serotonin reuptake inhibitor antidepresan. Pengobatan untuk aspek-aspek lain dari
multiple sclerosis canggih seperti defisit kognitif, nyeri, tremor, dan ataksia adalah
umumnya kurang berhasil.
3.2.5.8. Prognosa
Setidaknya pemulihan parsial dari episode akut dapat diantisipasi, tetapi tidak
mungkin untuk memprediksi kapan kekambuhan berikutnya akan terjadi. Fitur yang
cenderung menyiratkan prognosis lebih menguntungkan termasuk jenis kelamin
perempuan, onset sebelum usia 40, dan presentasi dengan visual atau somatosensori,
bukan disfungsi piramida atau cerebellar.

3.2.6. INFARK ARTERI CEREBRAL ANTERIOR


Arteri ini, melalui cabang-cabang kortikal yang, memasok anterior tigaperempat dari permukaan medial dari lobus frontal, termasuk yang medial-orbital
permukaan, tiang frontal, strip lateral permukaan belahan otak sepanjang perbatasan
unggul, dan anterior empat perlima dari corpus callosum. Cabang yang mendalam,
yang timbul dekat lingkaran Willis (proksimal atau distal ke anterior arteri
comunikan), memasok tungkai anterior dari kapsul internal, bagian inferior dari
kepala nukleus berekor, dan anterior bagian dari globus pallidus. Yang terbesar dari
cabang-cabang yang mendalam adalah arteri Heubner.
Gambaran klinis tergantung pada lokasi dan ukuran infarct, yang, pada
gilirannya, berhubungan dengan situs oklusi tersebut, pola lingkaran Willis, dan
modifikasi faktor iskemia lainnya yang disebutkan sebelumnya.
Oklusi batang arteri serebri anterior, proksimal untuk koneksi dengan arteri
berkomunikasi anterior (A1 segmen, dalam istilah neuroradiologic), biasanya
ditoleransi dengan baik, karena jaminan aliran yang memadai akan datang dari arteri
dari sisi berlawanan. Gangguan maksimal terjadi ketika kedua arteri timbul dari satu
batang otak anterior, dalam hal oklusi batang akan menyebabkan infark bagian
anterior dan medial dari kedua otak belahan otak dan mengakibatkan paraplegia,

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 48

Paraplegia Inferior
inkontinensia, abulia dan motor aphasic gejala, dan perubahan kepribadian lobus
frontal.
Oklusi arteri serebral anterior biasanya lesi emboli, karena oklusi lengkap infark
serebral anterior menghasilkan defisit sensorimotor dari kaki berlawanan dan kaki
dan, ke tingkat yang lebih rendah, dari bahu dan lengan, dengan hemat dari tangan dan
wajah. Gangguan motor lebih parah di kaki dan kaki daripada di pinggul dan paha.
Kehilangan sensori, ketika itu terjadi, adalah terutama dari modalitas diskriminatif dan
ringan atau tidak ada di beberapa kasus. Kepala dan mata dapat menyimpang ke sisi
lesi.
Iinkontinensia urin dan pemahaman kontralateral refleks mungkin terlihat.
Dengan oklusi sisi kiri, mungkin ada apraxia simpatik dari lengan kiri dan kaki atau
paksa salah arah pergerakan lengan kiri (lengan alien atau tangan). Juga, transcortical
bermotor aphasia dapat terjadi dengan oklusi cabang Heubner itu dari otak kiri
anterior arteri. Alexander dan Schmitt menyebutkan kasus-kasus di mana hemiplegia
yang tepat (Dominan di kaki) dengan tangan kanan menggenggam dan meraba-raba
dan apraxia buccofacial disertai dengan penurunan atau tidak adanya spontan,
agraphia pidato, bekerja, berbicara, dan kemampuan terbatas untuk nama benda dan
menulis.
Gangguan perilaku yang dapat diabaikan adalah abulia, sebagai kelambanan dan
kurangnya spontanitas dalam semua reaksi, kebisuan atau kecenderungan untuk
berbicara dengan berbisik-bisik, dan distractibility.
Cabang oklusi dari arteri serebri anterior menghasilkan fragmen-satunya dari
sindrom total, biasanya kelemahan spastik atau corticosensory rugi pada kaki dan kaki
yang berlawanan.
Dengan oklusi cabang penetrasi dari serebral anterior arteri pada satu atau kedua
sisi, anggota badan anterior internal kapsul dan berekor biasanya terlibat. Dalam
serangkaian 18 kasus infark berekor wilayah sepihak dikumpulkan oleh Caplan dan
rekan, sebuah hemiparesis transien hadir di 13. Dysarthria dan baik abulia atau agitasi
dan hiperaktif juga umum.
Gagap dan kesulitan bahasa terjadi dengan dua leftsided lesi dan mengabaikan
visuospatial dengan tiga dari kanan-sisi yang. Sampai sejauh mana gejala-gejala yang
disebabkan oleh gangguan struktur tetangga sulit untuk menentukan. Dengan berekor
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 49

Paraplegia Inferior
bilateral infark, sindrom tidak perhatian, abulia, pelupa, dan kadang-kadang agitasi
dan psikosis diamati. Sementara dyskinesias choreoathetosis dan lainnya juga telah
dikaitkan iskemia dari ganglia basal, yang terjadi kadang-kadang di bawah kondisi
berdiri terlalu lama dan latihan (Caplan dan Sergay; Margolin dan Marsden).

3.2.7. SIRINGOMIELIA16
Siringomielia adalah penyakit neurologis 'klasik'. Gejala-gejala dan tandatanda karena suatu intramedulla (dalam sumsum tulang belakang), berisi cairan
rongga memperpanjang selama beberapa segmen dari sumsum tulang belakang
(Gambar 6.9a). Rongga, atau syrinx, adalah paling nyata dalam kabel dada leher dan
bagian atas. Mungkin ada menjadi terkait Arnold-Chiari malformasi pada tingkat
foramen magnum, di mana medula dan terbawah bagian dari otak kecil berada di
bawah tingkat foramen magnum. Mungkin ada kyphoscoliosis terkait. 17
Anomali kongenital terkait menunjukkan bahwa siringomielia sendiri adalah
konsekuensi dari malformasi ini bagian dari SSP. Rongga, dan defisit neurologis
akibatnya, cenderung untuk mendapatkan lebih besar, sangat lambat, dengan
berlalunya waktu. Kerusakan inimmungkin terjadi sebagai eksaserbasi mendadak,
antara periode stasioner yang lama terjadi. 17
Gejala-gejala dan tanda-tanda adalah akibat langsung dari lesi yang meluas
selama beberapa segmen dalam substansi kabelnya. Ada kombinasi dari tanda-tanda
segmental dan saluran. Selama panjang kabel dipengaruhi oleh syrinx ada segmental
gejala dan tanda-tanda. Ini ditemukan terutama di atas anggota badan, karena syrinx
adalah di punggung leher dan bagian atas bagian dari kabelnya. 17

Nyeri kadang-kadang, tetapi biasanya sementara pada saat yang eksaserbasi.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 50

Paraplegia Inferior

Sensory kerugian yang mempengaruhi rasa sakit dan suhu, dan sering
meninggalkan fungsi kolom posterior utuh. Hilangnya sensoris nyeri dan

suhu dengan rasa proprioseptif dikenal sebagai sensorik rugi.


Areflexia, karena gangguan dari peregangan monosynaptic refleks dalam

kabelnya.
tanda-tanda neuron yang lebih rendah motor pemborosan dan kelemahan.

Low signal cavity


within the upper
cervical cord, with
mild ArnoldChiari
malformation

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 51

Paraplegia Inferior

Gambar 6.9 ditarik secara simetris, tetapi umumnya ekspresi klinis siringomielia adalah
asimetris. Perpanjangan syrinx ke medulla (syringobulbia), atau karena terkait Arnold-Chiari
meduler kompresi malformasi, dapat mengakibatkan tanda-tanda cerebellar dan bulbar.

3.3. Paraplegi Inferior tipe Flaksid


3.3.1. FAMILIAL PARALYSIS PERIODIK6
Familial Paralysis Periodik terdiri dari penyakit yang ditandai dengan serangan
episodik kelemahan ekstremitas.
Atas dasar klinis, ada tiga jenis utama:
1) paralisis periodik hipokalemia (Hopp, MIM 170.400),
2) hyperkalemic (HyPP, MIM 170.500),
3) sindrom Andersen, atau paralisis periodik dengan aritmia jantung (MIM
170.390).
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 52

Paraplegia Inferior
HyPP untuk gen untuk subunit alpha dari saluran natrium, SCN4A, pada kromosom
17q13. Hopp paling sering ke gen untuk saluran dihidropiridin-sensitif L-jenis
kalsium otot, CACNL1A3 pada 1q32, tetapi juga dapat memetakan ke gen SCN4A.
Andersen sindrom peta untuk gen untuk saluran kalium dalam hati rektifikasi, KCNJ2
pada kromosom 17q23. Heterogenitas Locus memvalidasi klasifikasi klinis, meskipun
banyak peneliti sekarang benjolan kondisi sebagai channelopathies, termasuk
paramyotonia congenita dan myotonias nondystrophic lainnya.
Serangan serupa di semua tiga kondisi, tetapi agak berbeda dalam keparahan dan
durasi (Tabel 127.1). Dua jenis utama pertama kali dipisahkan oleh tingkat kalium
serum selama serangan spontan atau diinduksi. Tes Provokatif dapat dilakukan dengan
pemberian intravena glukosa dan insulin untuk mendorong tingkat kalium bawah atau
dengan pemberian garam kalium untuk meningkatkan tingkat serum, meskipun tes ini
digunakan lebih jarang karena induksi langka aritmia jantung dan karena
meningkatkan ketersediaan tes DNA.

Age of onset
Sex
Incidence of
paralysis
Degrees of
paralysis
Effect of cold
Effect of food
(especially
glucose)
Serum

Low-serum

High-serum

Paramyotonia

Potassium

Potassium

Congenital

Periodic

Periodic

Paralysis
Usually second or
latter part of first
decade
Male
preponderance
Interval of weeks or
months

Paralysis
First decade

First decade

Equal

Equal

Interval of hours or
days

Tends to be severe

Tends to be mild
but can be severe

May not be present;


otherwise, interval
of weeks or months
Tends to be mild but
can be severe

May induce an
attack
May induce an
attack

May induce an
attack
Relieves an attack

Tends to induce an
attack
Relieves an attack

Low

High

Tends to be high

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 53

Paraplegia Inferior
potassium
Oral

Prevents an attack

Precipitates an
attack

potassium
During sleep
After precipitants
Onset
*Modified from Hudson AJ. Brain 1963;86:811.

Precipitates an
attack
After precipitants

Ketidakpastian terbesar kekhawatiran paramyotonia congenital, yang seperti


HyPP, peta ke gen SCN4A. Sebagian besar peneliti menganggap ini sindrom terpisah
yang terwujud dengan myotonia saja, tanpa serangan kelumpuhan. Beberapa pihak
berwenang percaya bahwa ada penyakit tertentu mutasi dalam gen saluran natrium.
Kata paramyotonia digunakan karena kondisi ini diperkirakan berbeda dari myotonia
biasa dalam dua cara: Paramyotonia dibawa oleh dingin (tapi begitu juga bentuk lain
dari myotonia), dan itu adalah paradoxic dalam hal itu menjadi lebih parah dengan
latihan, sedangkan myotonia penyakit lainnya terbantu dengan latihan. Dalam
keluarga dengan HyPP, banyak orang memiliki myotonia, dan dalam keluarga diduga
dengan paramyotonia congenita, beberapa individu memiliki serangan kelumpuhan
(termasuk keluarga asli dijelaskan oleh Eulenberg di Jerman dan Kaya di Amerika
Serikat). Beberapa orang dengan paramyotonia congenita rentan terhadap serangan
yang disebabkan oleh pemberian kalium. Penyakit yang alelik, pemetaan gen yang
sama. Demikian pula, rekening gen yang sama SCN4A untuk varian paramyotonic,
seperti myotonia fluctuans, acetazolamide-responsif myotonia, dan myotonia
menyakitkan.
Jenis ketiga paralisis periodik familial, sindrom Andersen, pertama kali
dianggap normokalemic, kemudian hyperkalemic. Bahkan, serangan spontan telah
dikaitkan dengan tingkat kalium yang tinggi, rendah, atau normal. Namun demikian,
pasien sensitif terhadap kalium diberikan, yang selalu disebabkan serangan sebelum
tes provokatif dianggap berbahaya. Bahaya dikhawatirkan karena anak-anak yang
terkena dampak cenderung memiliki aritmia jantung yang mengarah pada kebutuhan
untuk alat pacu jantung. Sindrom ini dinamakan Andersen karena dia menggambarkan
seorang anak dismorfik, sejak saat itu dysmorphism telah menjadi salah satu dari lima
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 54

Paraplegia Inferior
kriteria untuk diagnosis, yang lain paralisis periodik, sensitivitas kalium, myotonia
(biasanya ringan), dan aritmia jantung. Disritmia ini dapat didahului oleh suatu
interval QT berkepanjangan tanpa gejala pada EKG.

Vakuola ditemukan dalam otot pada tahap awal dari kedua Hopp dan HyPP. Ini
vakuola tampaknya muncul baik dari waduk terminal retikulum sarkoplasma dan dari
proliferasi tubulus T. Pada tahap selanjutnya, mungkin ada degenerasi serat otot,
mungkin berhubungan dengan kelemahan terus-menerus dalam interval antara
serangan.

3.3.2. POLIO15
3.3.2.1. Definisi
Akut anterior poliomyelitis (kelumpuhan anak, Heine-Medin penyakit) adalah
penyakit akut, umum disebabkan oleh infeksi virus polio. Hal ini ditandai oleh
kerusakan neuron motorik di sumsum tulang belakang, otak, dan batang otak dan
dengan penampilan flaccid paralysis dari otot-otot diinervasi oleh neuron yang terkena
dampak. Meskipun penyakit ini mungkin telah terjadi selama berabad-abad, gambaran
yang jelas pertama diberikan oleh Jacob Heine pada tahun 1840, dan dasar
pengetahuan kita tentang epidemiologi penyakit itu diletakkan oleh Medin pada tahun
1890. Penelitian dari Landsteiner, Popper, Flexner, Lewis, dan lain-lain dalam dekade
pertama abad ke-20 membuktikan bahwa penyakit ini disebabkan oleh virus.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 55

Paraplegia Inferior
3.3.2.2. Patologi dan Patogenesis
Invasi sistem saraf terjadi sebagai manifestasi relatif terlambat dan jarang.
Virus secara lisan tertelan biak dalam tenggorokan dan ileum dan mungkin di limfoid
jaringan amandel dan patch Peyer. Virus ini kemudian menyebar ke kelenjar getah
bening leher dan mesenterika dan dapat dideteksi dalam darah segera sesudahnya.
Viremia disertai dengan tidak ada gejala atau penyakit ringan singkat (demam,
menggigil). Hal ini masih belum jelas diketahui bagaimana virus keuntungan akses
ke sistem saraf dalam kasus lumpuh. Kemungkinan yang paling mungkin adalah
dengan penyebaran langsung dari darah pada daerah yang rusak dari sawar darah
otak. Kurang mungkin adalah penyebaran saraf dari usus atau dari persimpangan
neuromuskular.
Virus ini memiliki predileksi untuk sel motor besar, menyebabkan
chromatolysis dengan inklusi acidophilic dan nekrosis sel. Degenerasi neuron
disertai dengan reaksi inflamasi dalam meninges yang berdekatan dan ruang
perivaskular, dan dengan proliferasi sekunder mikroglia tersebut. Pemulihan dapat
terjadi pada sel-sel rusak sebagian tetapi sel-sel yang rusak parah phagocytized dan
dihapus. Perubahan degeneratif yang paling intens di ventral-tanduk sel dan sel
motor di medula, namun neuron di tanduk posterior, ganglion posterior-akar, dan
tempat lain di SSP kadang-kadang terlibat. Jarang, inflamasi juga hadir dalam materi
putih. Meskipun perubahan patologis yang paling intens di sumsum tulang belakang,
medula, dan area motorik dari korteks serebral, bagian manapun dari sistem saraf
mungkin akan terpengaruh, termasuk otak tengah, pons, serebelum, ganglia basalis,
dan korteks serebral nonmotor.
3.3.2.3.Epidemiologi
Epidemiologi akut anterior poliomyelitis adalah seluruh dunia dalam distribusi
tetapi lebih umum di daerah beriklim sedang. Ini dapat terjadi dalam bentuk
sporadis, endemik, atau epidemi pada setiap saat sepanjang tahun, tetapi paling
sering terjadi pada akhir musim panas dan awal musim gugur. Akut anterior
poliomielitis dulunya adalah bentuk paling umum dari infeksi virus dari sistem saraf.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 56

Paraplegia Inferior
Sebelum 1956, antara 25.000 dan 50.000 kasus terjadi setiap tahun di Amerika
Serikat.
Sejak munculnya vaksin yang efektif, kejadian penyakit ini telah menurun
secara drastis di Amerika Serikat, serta di negara-negara maju lainnya. Bahkan, di
negara-negara, lumpuh poliomyelitis menjadi jarang klinis, kecuali untuk kasuskasus terisolasi dan epidemi kecil di daerah di mana penduduk belum divaksinasi. Di
Amerika Serikat, pada 1980-an dan 1990-an kurang dari 10 kasus polio paralitik
terjadi setiap tahun, dan sebagian besar vaksin-terkait. Sejak beralih ke semua vaksin
virus polio jadwal tidak aktif (IPV) pada tahun 2000, tidak ada kasus adat telah
terjadi. Paralytic poliomyelitis, bagaimanapun, masih merupakan masalah kesehatan
di enam negara berkembang di dunia. Di seluruh dunia pada tahun 2003, hanya 682
kasus polio paralitik dilaporkan ke WHO.
Tiga jenis antigen berbeda virus polio telah ditetapkan. Semua tiga jenis dapat
menyebabkan lumpuh polio atau meningitis viral, tapi tipe I tampaknya menjadi
yang paling sering dikaitkan dengan penyakit lumpuh.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Hal ini jarang terjadi sebelum usia
6 bulan. Pada abad ke-20 ke-19 dan awal, poliomyelitis berubah dari endemik
penyakit epidemi. Pada awal epidemi, 90% dari kasus paralitik terjadi pada orang
muda dari 5 tahun. Sebagai epidemi terulang, terjadi pergeseran kasus paralitik
kepada individu yang lebih tua, sehingga sebagian besar kasus terjadi pada anakanak yang lebih tua dari 5 tahun dan pada remaja. Kelumpuhan juga terlihat lebih
sering pada dewasa muda.
3.3.2.4. Gejala
Gejala-gejala pada awal poliomyelitis yang mirip dengan infeksi akut (demam,
menggigil, mual, sujud). Pada sekitar 25% dari pasien, ini gejala mereda awal dalam
36 jam sampai 48 jam, dan pasien yang tampaknya baik untuk 2 hari sampai 3 hari
sampai ada kenaikan suhu sekunder (tipe Dromedarius) disertai dengan gejala iritasi
meningeal. Pada kebanyakan pasien, ini tahap kedua penyakit secara langsung
mengikuti pertama, tanpa periode intervensi kebebasan dari gejala. Sakit kepala
meningkat dalam keparahan dan nyeri otot muncul, paling sering di leher dan
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 57

Paraplegia Inferior
punggung. Mengantuk atau mabuk kadang-kadang berkembang, tetapi pasien yang
marah dan khawatir, saat terangsang. Kejang yang kadang-kadang terlihat pada tahap
ini, pada bayi.
Ketika itu terjadi, kelumpuhan biasanya terjadi antara hari kedua dan kelima,
setelah timbulnya tanda-tanda keterlibatan sistem saraf, mungkin gejala awal atau
dalam kasus yang jarang terjadi, mungkin tertunda selama 2 minggu sampai 3
minggu. Setelah terjadinya kelumpuhan, mungkin ada perpanjangan hilangnya motor
untuk 3 hari sampai 5 hari. Kemajuan lebih lanjut dari tanda-tanda dan gejala jarang
terjadi setelah waktu ini. Demam berlangsung selama 4 hari sampai 7 hari dan reda
secara bertahap. Suhu dapat kembali normal sebelum kelumpuhan berkembang atau
saat kelumpuhan ini maju. Otot tungkai biasanya terlibat, tetapi dalam kasus yang
parah otot pernapasan dan jantung mungkin akan terpengaruh. Akut cerebellar
ataxia, kelumpuhan saraf terisolasi wajah, dan myelitis melintang telah diamati pada
individu yang terinfeksi virus polio.
3.3.2.5. Data Laboratorium
Leukositosis hadir dalam darah. Tekanan CSF dapat meningkat. Sebuah
pleocytosis CSF berkembang pada periode sebelum terjadinya kelumpuhan.
Awalnya, polymorphonuclear (PMN) leukosit mendominasi, namun pergeseran ke
limfosit terjadi dalam beberapa hari. Kadar protein CSF adalah sedikit lebih tinggi,
kecuali pada pasien dengan tingkat yang parah kelumpuhan, ketika mungkin
meningkat sampai 100 mg / dL menjadi 300 mg / dL dan dapat bertahan selama
beberapa minggu.
3.3.2.6. Diagnosa
Akut anterior poliomielitis dapat didiagnosis tanpa kesulitan, pada kebanyakan
pasien, bila ada perkembangan akut flaccid paralysis asimetris, disertai dengan
perubahan karakteristik dalam CSF. Diagnosis presumtif dapat dibuat dalam tahap
preparalytic dan dalam kasus nonparalytic selama epidemi. Diagnosis dapat diduga
pada pasien yang belum divaksinasi atau yang memiliki cacat dalam respon
kekebalan tubuh mereka. Diagnosis infeksi virus polio dapat dibentuk oleh
pemulihan virus dari tinja (biasanya berlangsung 2 minggu sampai 3 minggu),
pencucian tenggorokan (selama minggu pertama), atau jarang, dari CSF atau darah.
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 58

Paraplegia Inferior
Pemulihan virus dari tenggorokan atau tinja dan demonstrasi tambahan
kenaikan empat kali lipat dalam pasien cukup titer antibodi yang diperlukan sebelum
diagnosis virus tertentu dapat dilakukan. Polymerase chain reaction (PCR)
amplifikasi genom pengujian CSF biasanya positif. MRI generasi terakhir mungkin
menunjukkan peradangan lokal dengan tanduk anterior sumsum tulang belakang.
3.3.2.7. Pengobatan
Pengobatan pada dasarnya adalah dukungan. Perhatian harus diberikan untuk
respirasi, menelan kandung kemih, dan usus dan fungsi.
Pengobatan pasien dengan kelumpuhan otot pernapasan atau keterlibatan bulbar
membutuhkan perawatan yang besar. Mereka harus diperhatikan tanda-tanda malu
pernapasan, dan segera setelah ini menjadi jelas, bantuan pernafasan mekanik harus
segera diberikan.
Perkembangan kecemasan pada pasien yang sebelumnya tenang adalah
peringatan serius baik anoxia otak atau hiperkarbia dan mungkin mendahului bekerja
pernapasan atau sianosis. Pengobatan dalam tahap penyembuhan, dan selanjutnya,
terdiri dari fisioterapi, pendidikan ulang otot, penerapan peralatan koreksi yang tepat,
dan bedah ortopedi
3.3.2.8. Pencegahan penyakit
Oral polio vaksinasi (OPV) dengan virus hidup yang dilemahkan efektif dalam
pencegahan infeksi lumpuh. Respon antibodi tergantung pada perbanyakan virus
dilemahkan

dalam

saluran

pencernaan. Tingkat

antibodi

yang

signifikan

mengembangkan lebih cepat dan bertahan lebih lama daripada mereka yang
mengikuti imunisasi intramuskular dengan polioviruses formal (IPV). OPV juga
mampu menyebar dan dengan demikian imunisasi kontak individu divaksinasi, tetapi
juga dapat menyebabkan vaksin polio terkait. Karena itu, rekomendasi untuk
vaksinasi di Amerika Serikat diubah menjadi jadwal semua-IPV. Namun, di daerah
endemik di dunia, OPV masih disukai.
3.3.2.9. Prognosa

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 59

Paraplegia Inferior
Kurang dari 10% dari pasien meninggal akibat penyakit akut. Kematian
biasanya hasil dari kegagalan pernapasan atau komplikasi paru. Tingkat kematian
tertinggi dalam bentuk bulbar dari penyakit, di mana tingkat seringkali lebih besar
dari 50%. Prognosis buruk ketika kelumpuhan luas atau ketika ada kemajuan lambat
kelumpuhan, dengan eksaserbasi dan keterlibatan otot baru selama hari. Prognosis
berkaitan dengan kembali fungsi tergantung pada usia (bayi dan anak-anak memiliki
pemulihan lebih) dan tingkat kelumpuhan, karena otot kelompok hanya sebagian
lumpuh lebih mungkin untuk pulih.
Gejala baru berkembang di sekitar 50% dari pasien 30 tahun sampai 40 tahun
setelah poliomyelitis akut. Gejala baru telah secara kolektif disebut sindrom
postpolio. Dalam beberapa pasien, kelemahan progresif lambat dengan atrofi dan
fasikulasi mengembangkan dan telah disebut sebagai atrofi otot progresif postpolio.

3.3.3. GUILLAIN-BARRE SINDROM


3.3.3.1. Definisi
Guillain-Barre syndrome (GBS, neuropati demielinasi inflamasi akut) ditandai
dengan onset akut disfungsi saraf perifer dan kranial. Virus pernapasan atau infeksi
gastrointestinal, imunisasi, atau operasi sering mendahului gejala neurologis oleh 5
hari sampai 3 minggu. Gejala dan tanda-tanda termasuk kelemahan simetris cepat
progresif, hilangnya refleks tendon, diplegia wajah, paresis oropharyngeal dan
pernapasan, dan sensasi gangguan di tangan dan kaki. Memperburuk kondisi selama
beberapa hari sampai 3 minggu, diikuti oleh periode stabilitas dan kemudian
perbaikan

secara

bertahap

untuk

fungsi

normal

atau

mendekati

normal.

Plasmapheresis awal atau infus intravena gamma globulin manusia (IVIG)


mempercepat pemulihan dan mengurangi kejadian cacat jangka panjang neurologis.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 60

Paraplegia Inferior
3.3.3.2. Etiologi
Penyebab GBS tidak diketahui. Hal ini dianggap karena dimediasi kekebalan
penyakit dengan gambaran klinis yang sama (yaitu, mirip patologis, elektropsikologi,
dan perubahan CSF) dapat diinduksi pada hewan percobaan dengan imunisasi dengan
saraf perifer keseluruhan, saraf perifer myelin, atau, dalam beberapa spesies, perifer
saraf mielin P2 protein dasar atau galactocerebroside. Meskipun tidak ada bukti
sensitisasi terhadap antigen pada manusia dengan GBS spontan, aktivitas penyakit
tampaknya berkorelasi dengan munculnya antibodi serum terhadap myelin saraf
perifer. Ketika GBS didahului oleh infeksi virus, tidak ada bukti infeksi virus
langsung dari saraf perifer atau akar saraf.
3.3.3.3. Elektrofisiologi dan Patologi
Kecepatan konduksi Saraf berkurang di GBS, namun nilai-nilai mungkin
normal pada awal kursus. Latency sensorik dan motorik distal yang berkepanjangan.
Sebagai hasil dari demielinasi dari akar saraf, F-gelombang kecepatan konduksi sering
diperlambat atau tanggapan tidak hadir. Perlambatan konduksi dapat bertahan selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemulihan klinis. Secara umum, tingkat
keparahan kelainan neurologis tidak terkait dengan tingkat perlambatan konduksi,
namun berkaitan dengan tingkat blok konduksi atau kerugian aksonal. Lama
kelemahan yang paling mudah terjadi bila ada dikurangi senyawa bermotor potensial
aksi (CMAP) amplitudo kurang dari 20% dari normal.
Histologi, GBS ditandai dengan demielinasi segmental fokal (Gambar 106,1)
dengan infiltrat perivaskular dan endoneurial limfosit dan monosit atau makrofag. Lesi
ini tersebar di seluruh saraf, akar saraf, dan saraf kranial. Dalam lesi terutama parah,
ada baik degenerasi aksonal dan demielinasi segmental. Selama pemulihan,
remyelination terjadi, tetapi infiltrat limfositik dapat bertahan.

3.3.3.4. Insidensi
GBS adalah neuropati yang paling sering demielinasi diperoleh, dengan kejadian
0,6-1,9 kasus per 100.000 penduduk. Insiden meningkat secara bertahap dengan usia,
namun penyakit ini dapat terjadi pada semua usia. Pria dan wanita sama-sama
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 61

Paraplegia Inferior
terpengaruh. Peningkatan insiden pada pasien dengan penyakit Hodgkin, serta dengan
operasi kehamilan atau umum.
3.3.3.5. Gejala dan Tanda
GBS sering muncul hari sampai minggu setelah gejala virus pernapasan atas
atau infeksi gastrointestinal. Biasanya, gejala neurologis pertama adalah akibat dari
kelemahan ekstremitas simetris, sering dengan paresthesia. Berbeda dengan sebagian
besar neuropati lainnya, otot proksimal kadang-kadang terpengaruh lebih sering
daripada otot distal pada awalnya.
Kadang-kadang, wajah, mata, atau otot orofaringeal mungkin akan terpengaruh
pertama, lebih dari 50% dari pasien mengalami diplegia wajah, dan disfagia dan
dysarthria berkembang dalam jumlah yang sama. Beberapa pasien memerlukan
ventilasi mekanis. Refleks tendon mungkin normal untuk beberapa hari pertama tetapi
kemudian hilang. Tingkat gangguan sensorik bervariasi.
Pada beberapa pasien, semua modalitas sensorik yang diawetkan, yang lain telah
ditandai penurunan persepsi posisi sendi, getaran, nyeri, dan suhu di kaus kaki-dansarung tangan distribusi. Pasien kadang-kadang menunjukkan papilledema, ataksia
sensorik, dan sementara respon plantar ekstensor. Disfungsi otonom, termasuk
hipotensi ortostatik, tekanan darah labil, takiaritmia dan bradyarrhythmia, atau
takikardia istirahat sering terjadi dalam kasus yang lebih parah dan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas. Banyak memiliki kelembutan otot, dan saraf mungkin
sensitif terhadap tekanan, tetapi tidak ada tanda-tanda iritasi meningeal seperti kaku
kuduk.
3.3.3.6. Varian
Akut neuropati motorik aksonal (AMAN) adalah varian dari GBS. Ada bermotor
degenerasi aksonal dan demielinasi sedikit atau tidak ada atau peradangan. Meskipun
keterlibatan aksonal, pemulihan adalah mirip dengan bentuk demielinasi. AMAN
dapat mengikuti infeksi Campylobacter jejuni atau injeksi parenteral dari gangliosides.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 62

Paraplegia Inferior
Sindrom Miller-Fisher ditandai dengan kiprah ataksia, areflexia, dan
ophthalmoparesis, kelainan pupil kadang-kadang hadir. Hal ini dianggap sebagai
varian dari GBS karena sering didahului oleh infeksi pernafasan, itu berlangsung
selama berminggu-minggu dan kemudian meningkatkan, dan CSF kandungan protein
meningkat. Tidak ada kelemahan tungkai, bagaimanapun, dan conductions saraf
umumnya normal, namun, H-refleks mungkin akan terpengaruh. Dalam beberapa
kasus, MRI menunjukkan lesi hyperintense batang otak.
GBS lainnya termasuk varian motor yang akut dan neuropati aksonal sensorik,
neuropati sensori akut atau neuronopathy, dan neuropati otonom akut atau
pandysautonomia.
3.3.3.7. Diagnosis dan Diagnosis Diferensial
Sejarah perkembangan karakteristik subakut simetris motor atau neuropati
sensorimotor setelah melahirkan, penyakit virus, atau operasi, bersama-sama dengan
elektrofisiologi yang kompatibel dan konten CSF tinggi protein dengan jumlah sel
normal, mendefinisikan GBS.
Di masa lalu, penyakit utama yang harus dibedakan dari GBS adalah
polineuropati difteri dan polio akut. Keduanya kini jarang ditemukan di Amerika
Serikat. Polineuropati difteri biasanya dapat dibedakan dengan periode laten yang
panjang antara infeksi pernapasan dan terjadinya neuritis, frekuensi kelumpuhan
akomodasi, dan evolusi yang relatif lambat gejala.
Akut anterior poliomielitis berbeda karena asimetri kelumpuhan, tanda-tanda
iritasi meningeal, demam, dan pleocytosis CSF. Ensefalitis akut adalah manifestasi
neurologis West-Nile yang paling umum tetapi sindrom lumpuh akut adalah yang
paling sering berikutnya. Kelemahan asimetris atau monomelic adalah karakteristik,
tetapi beberapa kasus berkembang secara GBS seperti.
Beberapa kasus memiliki prodrome seperti flu tanpa ensefalitis terkenal.
Kadang-kadang, pasien dengan infeksi HIV memiliki gangguan identik dengan GBS.
Porphyric neuropati menyerupai GBS klinis namun dibedakan oleh protein CSF
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 63

Paraplegia Inferior
normal, krisis perut berulang, gejala mental, onset setelah terpapar barbiturat atau
obat-obatan

lainnya,

dan

tingkat

urin

tinggi

'-aminolevulinic

asam

dan

porphobilinogen.
Pengembangan sindrom GBS-seperti selama makan parenteral berkepanjangan
harus meningkatkan kemungkinan hypophosphatemia-induced disfungsi saraf.
Neuropati beracun yang disebabkan oleh n-heksana inhalasi atau thallium atau
menelan arsenik akut dapat dimulai atau subacutely. Botulisme mungkin sulit untuk
melakukan diskriminasi atas dasar klinis dari bentuk murni motor GBS, tapi mata otot
dan siswa sering terpengaruh. Tes elektropsikologi di botulisme mengungkapkan
kecepatan konduksi saraf normal dan respon terhadap stimulasi saraf memfasilitasi
berulang. Tick kelumpuhan, yang terjadi hampir secara eksklusif pada anak-anak,
harus disingkirkan dengan pemeriksaan hati-hati kulit kepala.

3.3.3.8. Pengobatan
Plasmapheresis awal telah terbukti berguna pada pasien dengan GBS. IVIG
terapi juga dilaporkan untuk menjadi bermanfaat. Administrasi glukokortikoid tidak
memperpendek kursus atau mempengaruhi prognosis. Ventilasi mekanis dibantu
kadang-kadang diperlukan, dan tindakan pencegahan terhadap aspirasi isi lambung
makanan atau harus diambil jika otot orofaringeal terpengaruh. Keratitis Exposure
harus dicegah pada pasien dengan diplegia wajah.
3.3.3.9. Pemeriksaan Penunjang
Kadar protein CSF meningkat pada kebanyakan pasien dengan GBS tetapi
mungkin normal dalam beberapa hari pertama setelah onset. Jumlah sel CSF biasanya
normal, tetapi beberapa pasien dengan GBS sebaliknya khas memiliki 10 sampai 100
sel mononuklear / L dari CSF. Yg mononucleosis menular, cytomegalovirus
(CMV) infeksi, virus hepatitis, infeksi HIV, atau penyakit virus lainnya dapat
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 64

Paraplegia Inferior
didokumentasikan oleh studi serologi. Peningkatan titer imunoglobulin (Ig) G atau
antibodi IgA ke GM1 atau gangliosides GD1a dapat ditemukan dalam bentuk aksonal
dari GBS, anti-GQ1b antibodi yang terkait erat dengan sindrom Miller-Fisher.
3.3.3.10. Prognosis
Gejala biasanya paling parah dalam waktu 1 minggu dari onset namun dapat
berlanjut selama 3 minggu atau lebih. Kematian jarang terjadi, tetapi dapat mengikuti
aspirasi pneumonia, emboli paru, infeksi kambuhan, atau disfungsi otonom. Tingkat
pemulihan bervariasi. Dalam beberapa, itu cepat, dengan restorasi fungsi normal
dalam beberapa minggu.
Dalam kebanyakan, pemulihan lambat dan tidak lengkap selama berbulan-bulan.
Pemulihan dipercepat oleh lembaga awal plasmapheresis atau terapi imunoglobulin
intravena. Dalam seri diobati, sekitar 35% dari pasien memiliki Hiporefleksia sisa
permanen, atrofi, dan kelemahan otot distal atau paresis wajah. Sebuah penyakit
biphasic, dengan pemulihan parsial diikuti oleh kambuh, hadir dalam waktu kurang
dari 10% dari pasien. Kekambuhan setelah pemulihan penuh terjadi pada sekitar 2%.

BAB IV
PENUTUP

Kelumpuhan dari kedua ekstremitas bawah dapat terjadi pada penyakit sumsum tulang
belakang, akar saraf, atau, lebih jarang, saraf perifer. Jika onset akut, mungkin sulit untuk
membedakan kelumpuhan tulang belakang dari neuropatik karena unsur kejutan tulang
belakang, yang hasil dalam penghapusan refleks dan dalam keadaan normal. Dalam penyakit
sumsum tulang belakang akut dengan keterlibatan saluran kortikospinalis, kelumpuhan atau
kelemahan mempengaruhi semua otot di bawah tingkat tertentu, biasanya, jika materi putih
secara ekstensif rusak atau hilang, sensorik di bawah level tertentu hilang (hilangnya rasa
nyeri dan rasa suhu karena kerusakan traktus spinotalamikus, dan kehilangan rasa getaran
akibat keterlibatan posterior kolom).7
Juga, pada penyakit bilateral dari sumsum tulang belakang, sfingter kandung kemih
dan usus biasanya terpengaruh. Kelainan ini mungkin disebabkan oleh lesi intrinsic dari kabel
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 65

Paraplegia Inferior
atau massa ekstrinsik yang mempersempit kanal tulang belakang, kedua jenis lesi yang jelas
pada MRI. Dalam penyakit saraf perifer, kehilangan motor yang cenderung melibatkan otot
distal kaki lebih dari yang proksimal (pengecualian varietas tertentu dari sindrom GuillainBarre dan jenis neuropati diabetes dan porfiria); sphincteric Fungsi biasanya terganggu hanya
sementara. 7
Untuk tujuan klinis akan sangat membantu untuk memisahkan paraplegias akut dari
yang kronis dan membagi kedua menjadi dua kelompok: mereka awal dalam kehidupan
dewasa dan mereka yang terjadi pada masa bayi.
Penyebab paling umum dari paraplegia akut (atau quadriplegia jika kabel serviks yang
terlibat) adalah trauma tulang belakang, biasanya berhubungan dengan fraktur-dislokasi
tulang belakang. Penyebab kurang umum yakni hematomyelia karena kelainan vaskular,
sebuah malformasi arteriovenosa dari kabel yang menyebabkan iskemia oleh jelas
mekanisme, atau infark kabel akibat oklusi arteri spinalis anterior atau, lebih sering, untuk
oklusi segmental cabang aorta (karena aneurisma bedah atau ateroma, vaskulitis, dan inti
embolism pulposus). 7
Paraplegia atau quadriplegia karena myelitis pascainfeksi, demyelinative atau
necrotizing myelopathy, atau abses epidural atau tumor dengan kompresi sumsum tulang
belakang cenderung untuk mengembangkan agak lebih perlahan-lahan, selama jam, hari, atau
lebih lama. Perdarahan Epidural atau subdural dari penyakit pendarahan atau terapi warfarin
menyebabkan paraplegia akut atau subakut, dalam beberapa kasus pendarahan perlu
dilakukan pungsi lumbal. 7
Paralitik poliomyelitis dan akut Guillain- Barre 'sindrom gangguan murni motor
dengan meningitis ringan (sekarang langka), yang kedua didominasi motor tetapi sering
dengan gangguan sensorik-harus dibedakan dari akut dan subakut myelopathies dan dari satu
sama lain. Dalam kehidupan dewasa, multiple sclerosis dan untuk sebagian besar tumor kasus
paraplegia tulang belakang subakut dan kronis, namun berbagai proses ekstrinsik dan
intrinsik dapat menghasilkan efek yang sama. .7
Penyakit neurologis bawaan seperti Friedreich ataksia dan paraplegia keluarga, distrofi
otot, tumor, dan varietas kronis polineuropati cenderung muncul kemudian, selama masa
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 66

Paraplegia Inferior
kanak-kanak dan remaja, dan progresif lambat. Transverse (demyelinative) myelitis
merupakan penyebab paraplegia akut di masa kecil.
Terutama dalam menegakkan diagnosis adalah scan MR dari tulang belakang dan
kadang-kadang teknik pencitraan lain. penyelidikan ini akan mengungkapkan l kompresi
patologi kabedan kebutuhan untuk intervensi bedah saraf. Area demielinasi juga dapat
divisualisasikan dalam kabelnya. Jika tidak ada lesi kabel tekan atau intrinsik ditunjukkan
oleh pemindaian, investigasi lain mungkin bisa membantu:16

CSF analisis, potensi visual yang membangkitkan, MR scan otak-multiple sclerosis;


EMG studi-motor neuron penyakit;
hematologis tes dan vitamin B12 serum estimasi degenerasi subakut gabungan kabelnya.

Perlakukan penyebab spesifik :

Trauma: steroid intravena, pemulihan keselarasan dan stabilisasi dengan cara operatif dan

non-operatif.
Multiple sclerosis: mempertimbangkan penggunaan metilprednisolon dosis tinggi.
Penyakit ganas: dekompresi bedah, steroid, radioterapi, kemoterapi.
Spondylotic myelopathy: dekompresi bedah.
Degenerasi subakut gabungan kabel: suntikan vitamin B12
siringomielia: mempertimbangkan operasi.
penyakit Motor neuron: riluzole.
tumor sumsum tulang belakang jinak: mempertimbangkan operasi.
arteriovenosa malformasi: embolisasi atau operasi
ekstradural Abses: pembedahan dan antibiotik.
Thoracic disc: operasi, yang mungkin sulit.
Spinal neurofibroma dan meningioma: pembedahan.
Atlanto-aksial subluksasi di rheumatoid arthritis: mempertimbangkan operasi, yang sulit.
Dari apa pun penyebabnya, ada sekelompok pasien yang telah menjadi lumpuh parah,

dan akan tetap demikian pada jangka panjang. Mobilitas mereka akan sangat bergantung pada
kursi roda seperti pada multiple sclerosis. Dorongan dan keahlian perawat, fisioterapi, ahli
gizi, pekerja sosial, terapis okupasi, unit rehabilitasi, psikolog dan dokter. Mereka juga
membutuhkan dukungan emosional dari keluarga mereka dan teman-teman. Mereka harus
datang untuk berdamai dengan cacat besar dan percaya pada nilai mereka meskipun
kehilangan fungsi normal di bagian bawah tubuh mereka.
Perhatian harus diberikan sebagai berikut:
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 67

Paraplegia Inferior
1) pendidikan pasien tentang tingkat keterlibatan kabel
2) Hilangnya fungsi motorik
a. penerimaan kursi roda dan keterampilan kursi roda;
b. fisioterapi: pasif untuk mencegah kontraktur sendi; aktif untuk memperkuat
non-lumpuh otot;
c. obat untuk mengurangi spastisitas: baclofen, dantrolene, Tizanidine.
3) Sensory loss
perawatan kulit;
menjaga terhadap benda panas, keras atau tajam;
mengambil berat tubuh dari kursi dari kursi roda secara rutin setiap 15 atau 20
menit.
4) Kandung kemih:
refleks pengosongan kandung kemih, drainase kondom;
obat kolinergik atau antikolinergik yang diperlukan;
kewaspadaan terhadap infeksi saluran kemih.
5) Usus: keteraturan diet, obat pencahar dan supositoria.
6) Fungsi seksual:
sering kekecewaan besar;
kenikmatan seksual yang normal, ejakulasi pria, orgasme, keterampilan motorik
untuk melakukan hubungan, semua kurang;
konseling pasien dan pasangan membantu penyesuaian.
7) Berat dan kalori:
Makan dan minum adalah kegiatan menyenangkan masih dibiarkan terbuka bagi
mereka. Berat mempersulit mobilitas mereka
8) Psikologis : kekecewaan, depresi, rasa malu, kebencian, kemarahan dan rasa peran
diubah dalam keluarga adalah beberapa pengalaman perasaan yang dialami pasien
lumpuh.
9) Dukungan keluarga
10) Pekerjaan: harga diri pasien mungkin jauh lebih tinggi jika ia dapat masih melanjutkan
pekerjaan sebelumnya, atau jika ia dapat dilatih untuk mendapatkan pekerjaan baru.
11) Adaptasi rumah
12) Adaptasi mobil: konversi kontrol untuk penggunaan lengan dan tangan dapat
memberikan banyak kemerdekaan.
13) Saran keuangan
14) Rekreasi kegiatan dan hari libur
15) Saran hukum: mungkin diperlukan jika paraplegia adalah hasil dari kecelakaan, atau
jika paraplegia pasien mengarah ke pernikahan disintegrasi, yang kadang-kadang
terjadi.
16) Respite perawatan:
Masuk ke unit sakit kronis muda selama 1-2 minggu, direncanakan, teratur;
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 68

Paraplegia Inferior

petugas perawatan di rumah pasien selama 1-2 minggu, sementara kerabat


mengambil libur

BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Sherwood L. 2007. Human physiology from cells to system. Edisi ke-6. Canada: Thomson
Brooks/ Cole;.p. 77-211.
2. Mardjono M, dkk, Neurologi Klinis Dasar.1988. Jakarta : Dian Rakyat.
3. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC.
4. Diana Kohnle. 2011. Paraplegia. Keck Medical Center of University Of Sourthern
California. Diakses dari
http://www.keckmedicalcenterofusc.org/condition/document/230663 diakses 5 Desember
2012
5. R. Putz, R. Pabst. 2006.Atlas Anatomi Manusia Sobotta. Edisi 21.Jilid 2. Jakarta: EGC.
6.

Aminorf, J.M., Greenberg, A.D., and Simon, P.R., 2005. Clinical Neurology. Edisi 7.
USA:Lange Medical Books/McGraw-Hill.p 155-157

7. Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of Neurology. Edisi 8. New
York : McGraw-Hill. p 50-52; 1049-1092
8. Huff, J.S. 2010.Spinal Cord Neoplasma. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/779872-print. Diakses 2 Desember 2012
9. Japardi, Iskandar. 2002. Radikulopati Thorakalis. Diakses dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1994/1/bedah-iskandar%20japardi43.pdf.
Diakses 4 Desember 2012.
10. American Cancer Society. 2009. Brain and Spinal Cord Tumor
in Adults. http://www.cancer.org/acs/groups/cid/documents/ webcontent/003088-pdf.
Diakses 4 Desember 2012.
11. Mumenthaler, M. and Mattle, H. 2006.Fundamental of Neurology. NewYork: Thieme. p
146-147.6.
12. Harrop, D.S. and Sharan, A.D. 2009. Spinal Cord Tumors - Management of Intradural
Intramedullary Neoplasms. http://emedicine.medscape.com/article/249306-print. Diakses
4 Desember 2012
13. National Institute of Neurological Disorders and Stroke. 2005. Brain and Spinal Cord
Tumors - Hope Through Research..
http://www.ninds.nih.gov/disorders/brainandspinaltumors/detail_brainandspinaltumors.ht
m. Diakses 4 Desember 2012
14. Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi IV. Jakarta: PT. GramediaPustaka Utama
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 69

Paraplegia Inferior
15. Rowland, Lewis P.2005.Merritt's Neurology. Edisi 11. New York : Lippincott Williams &
Wilkins.
16. Wilkinson I, Lennox G. 2005.Essential neurology. Edisi 4. Massachusetts: Blackwell Publishing.p
83-110.

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Saraf


Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
RSUD KUDUS
Page 70

Anda mungkin juga menyukai