Pendahuluan
Epilepsi merupakan gangguan susunan saraf pusat (SSP) yang dicirikan oleh
terjadinya bangkitan (seizures) yang bersifat spontan dan berkala. Manifestasi kliniknya dapat
berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, fungsi motorik, persepsi, dan sensasi, yang
dapat terjadi tersendiri ataupun dalam kombinasi. Epilepsi juga dihubungkan dengan
konsekuensi psikososial yang lebih berat bagi para penyandangnya. Stigma sosial yang
melekat pada epilepsi juga menghambat penyandangnya untuk terlibat dalam kegiatan
olahraga, pekerjaan, pendidikan, dan pernikahan.
Secara klinis, epilepsi merupakan gangguan paroksismal di mana cetusan neuron
korteks serebri mengakibatkan serangan penurunan kesadaran, perubahan fungsi motorik atau
sensorik, perilaku atau emosional yang intermiten dan stereotipik. Epilepsi juga dapat dibagi
berdasarkan penyebabnya, idiopatik (sebagian besar pasien), atau simtomatik, yang dapat
dikenali penyebabnya. Epilepsi idiopatik seringkali menunjukkan predisposisi genetik.
Pembahasan
Skenario : Seorang laki-laki berusia 23 thn dibawa ke UGD RS UKRIDA setelah mengalami
kejang-kejang. Sebelumnya pasien sedang belajar hingga larut malam bersama temantemannya lalu tiba-tiba pasien jatuh dari tempat duduknya, kedua lengan dan tungkai pasien
terlihat kaku dan kemudian kejang dengan kedua mata mengarah ke atas. Menurut temannya
hal tersebut terjadi selama kurang lebih 30 detik dan setelah itu pasien tidak sadarkan diri. 1
bulan yang lalu pasien pernah mengalami hal yg sama namun belum berobat secara teratur ke
dokter.
Anamnesis
Anamnesis mengambil peran besar dalam menentukan diagnosis. Oleh sebab itu,
anamnesis harus dilakukan sebaik mungkin sehingga dapat mengambil diagnosis dengan baik
pula dan mampu memberikan pertolongan bagi pasien.
Dalam melakukan anamnesis, terkandung pengertian komunikasi antar dokter pasien.
Dalam berkomunikasi, terdapat dua aspek yang penting, yaitu komunikasi verbal dan
nonverbal.
Komunikasi
verbaldalam
proses
wawancara
dan
nonverbal
misalnya
untuk menceritakan permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien
sendirilah yang paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan.
Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab pertanyaan,
atau pada pasien anak anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan permasalahannya.
atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari hari anamnesis dilakukan bersama
sama auto dan alloanamnesis.
Berdasarkan kasus :
Seorang laki-laki berusia 23 thn dibawa ke UGD RS UKRIDA setelah mengalami kejangkejang. Sebelumnya pasien sedang belajar hingga larut malam bersama teman-temannya lalu
tiba-tiba pasien jatuh dari tempat duduknya, kedua lengan dan tungkai pasien terlihat kaku
dan kemudian kejang dengan kedua mata mengarah ke atas. Menurut temannya hal tersebut
terjadi selama kurang lebih 30 detik dan setelah itu pasien tidak sadarkan diri. 1 bulan yang
lalu pasien pernah mengalami hal yg sama namun belum berobat secara teratur ke dokter.
Pemeriksaan saraf kranial, sensorik, motorik, dan refleks-refleks dalam batas normal.
Pemeriksaan tanda vital: Tekanan darah 120/80 mmHg, suhu 36,6 C, nafas 19 kali / menit,
nadi 88 kali / menit.
Pada anamnesis ditanyakan pula pada umur berapa terjadinya bangkitan pertama kali.
Keterangan ini dapat membantu menentukan sebab bangkitan yang mungkin. Pertanyaan
kepada keluarga untuk mencari factor penyebab. Perlu disusun riwayat perkembangan jiwaraga penderita sejak dikandung ibunya.
1. Penderita anak ke berapa dari berapa anak ?
2. Apakah sewaktu mengandung penderita ibu mengalami gangguan atau sakit ? Apakah
ada tindakan untuk menggugurkan kandungan ?
3. Apakah penderita lahir cukup bulan ?
4. Apakah persalinan berjalan normal atau sukar ?
5. Apakah bayi segera menangis setelah lahir ?
6. Apakah bayi tampak pucat atau biru ?
7. Penyakit, kecelakaan apa yang pernah di alami penderita ?
8. Pada umur berapa anak dapat duduk, jelan, dan bicara dengan jelas ?
9. Pada umur berapa penderita mendapat bangkitan pertama ? Apakah bangkitan ini
terjadi pada waktu penderita sakit disertai demam ? Apakah penderita pernah kejang
meskipun tidak demam ?
10. Bagaimana perkembangan mental penderita dibandingkan dengan anak-anak lain,
bagaimana sifatnya, bagaimana ia dalam pergaulan dengan anak-anak lain ?
11. Pada umur berapa penderita bersekolah dan bagaimana prestasi nya ?
12. Apakah ada di antara ayah dan ibu ada hubungan keluarga ?
13. Apakah di pihak ibu atau ayah ada anggota-anggota keluarga yang menderita epilepsy,
gangguan saraf / jiwa ?
14. Bagaimana keadaan kesehatan saudara-saudara kandung penderita ?1
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang perlu dilakukan meliputi:
Pemeriksaan fisik dilakukan untuk eliminasi kemungkinan-kemungkinan
seperti:
1. Trauma kepala
2. Infeksi telinga atau sinus
3. Gangguan kongenital
4. Gangguan neurologik
5. Kecanduan alkohol/obat terlarang
Pemeriksaan umum dan neurologis dilakukan seperti biasa. Pada kulit dicari adanya
tanda neurofibromatosis berupa bercak-bercak coklat, bercak-bercak putih, dan
adenoma seboseum pada muka pada skelrosi tuberose. Hemangioma pada muka dapat
menjadi tanda adanya penyakit Sturge-Weber. Pada toksoplasmosis, fundus okuli
mungkin menunjukkan tanda-tanda korio renitis. Mencari kelainan bawaan, asimetri
pada kepala, muka, tubuh, ekstrimitas
Pemeriksaan Penunjang
Tujuannya adalah mendeteksi adanya kelainan otak yang bisa diobati sebagai dasar
penyakit dan menyingkirkan faktor faktor yang bisa memprovokasi serangan. Lakukan
pemeriksaan darah untuk mencari bukti kecanduan alkohol, hipoglikemia, atau hipokalsemia.
Semua pasien harus menjalani pemeriksaan rontgen toraks.
EEG bisa membantu menunjukkan jenis epilepsi, letak fokus epileptik (aktivitas
gelombang yang lambat bisa menunjukkan adanya tumor), dan menjadi pedoman untuk terapi
obat. Diagnosis epilepsi tak dapat ditegakkan hanya dari EEG- epilepsi merupakan diagnosis
klinis, bukan elektrik. Sekitar 10 15% populasi memiliki EEG yang abnormal.
Jika ada kemungkinan aritmia jantung transien sebagai penyebab kejang, pemantauan
EKG 24 jam terus menerus harus dilakukan. Lakukan CT scan kepala untuk menyingkirkan
penyakit otak fokal. Sangat bernilai pada epilepsi onset-lambat, kejang parsial, dan pada
pasien dengan kejang umum dimana EEG mengungkapkan adanya kelainan fokal, khususnya
jika disertai oleh adanya gelombang lambat.1
Working Diagnosis
Epilepsi Tonik-Klonik
Pengertian
Epilepsi adalah sekelompok penyakit yang ditandai dengan kejang / bangkitan
berulang.
melainkan gejala proses lain yang mempengaruhi otak dalam berbagai cara, tetapi umumnya
memiliki ekspresi klinis final berupa kejang.
Etiologi
Penyebab epilepsi dapat dibagi menjadi 3 yaitu epilepsi idiopatik (bila faktor penyebabnya
tidak diketahui) dan epilepsi simtomatik (penyebabnya di ketahui) dan kriptogenik (dianggap
sebagai simptomatik tetapi penyebab belom diketahui). Kebanyakan sebab:
1. Idiopatik (70 %): penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi
genetik.
Epidemiologi
Epilepsi merupakan salah satu gangguan neurologis kronis yang paling umum
di Amerika Serikat, dengan prevalensi sekitar 0,5%. Resiko kumulatif seumur hidup
mengalami kejang adalah 8%. Setengah risiko seumur hidup mengalami epilepsi selama
masa kanak kanak atau remaja. Selama masa kanak kanak, angka tertinggi selama
tahun pertama kehidupan dan kemudian menurun tajam, angka menurun lagi selama
remaja; diatas usia 50, angka epilepsi mulai meningkat kembali, sebagai akibat sekunder
dari penyakit serebrovaskular dan cedera vaskular serebral.
Angka mortalitas pasien epilepsi adalah 2 sampai 4 kali dibanding populasi
non epilepsi, dengan mortalitas tertinggi pada 10 tahun setelah diagnosis ditegakkan. 10%
kematian pada pasien epilepsi berhubungan dlangsung dengan kejang atau status
epileptikus, sementara 5% kematian merupakan akibat sekunder dari kecelakaan fatal
selama kejang. Resiko bunuh diri pada penderita epilepsi adalah 25 kali dibanding
populasi umum.4
Patogenesis
Kejang epilepsi (serangan epilepsi, epileptic fit) dipicu oleh perangsangan sebagian besar
neuron secara berlebihan, spontan, dan sinkron sehingga menyebabkan aktivasi fungsi
motorik (kejang), sensorik (kesan sensorik), otonom (misal, saliva), atau fungsi kompleks
(kognitif, emosional) secara lokal atau umum.
Cl- yang diaktivasi oleh Ca2+. Kejang epilepsi terjadi jika jumlah neuron yang terangsang
terdapat dalam jumlah yang cukup.
Dendrit sel piramidal mengandung kanal Ca2+ bergerbang voltase yang akan membuka
pada saat depolarisasi sehingga menigkatkan depolarisasi. Pada lesi neuron akan lebih
banyak kanal Ca2+ yang diekspresikan. Kanal Ca2+ akan dihambat oleh Mg2+,
sedangkan hipomagnesia akan meningkatkan aktivitas kanal ini. Peningkatan
konsentrasi K+ ekstrasel akan mengurangi efluks K+ melaui kanal K+. Hal ini berarti K+
memiliki efek depolarisasi, dan karena itu pada waktu bersamaan meningkatkan
pengaktifan kanal Ca 2+.
Dendrit sel piramidal juga didepolarisasi oleh glutamat dari sinaps eksitatorik.
Glutamat bekerja pada kananl kation yang tidak peremeabel terhadap Ca 2+ (kanal
AMPA) dan pada kanal yang permeable terhadap Ca 2+ (kanal NMDA). Kanal NMDA
normalnya dihambat oleh Mg2+. Akan tetapi, depolarisasi yang dipicu oleh pengaktifan
kanal AMPA menghilangkan penghambatan Mg2+ (kerjasama dari kedua kanal). Jadi,
defisiensi Mg2+ dan depolarisasi memudahkan pengaktifan kanal NMDA.
Pemilihan obat. Disesuaikan dengan keadaan klinis, efek samping, interaksi anatar
Obat Anti Epilepsi (OAE), dan harga obat.
Strategi pengobatan. Dimulai dengan terapi lini pertama OAE sesuai dosis, kemudian
ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi / didapat hasil tang optimal dan
konsentrasi plasma OAE pada kadar yang maksimal. Jika bangkitan masih tidak
teratasi, secara bertahap ganti ke OAE lini kedua sebelum pemberian politerapi.
Konseling. Beritahukan kepada keluarga dan pasien bahwa penggunaan OAE jangka
lama tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen ( meskipun penyebab
dasar kejang dapat menimbulkan keadaan demikian ) dan pencegahan kejang untuk 12 tahun dapat menurunkan kemungkinan bangkitan berulang. Perubahan obat atau
dosis harus sepengetahuan dokter.
Tindak lanjut. Periksa pasien secara berkala, dan awasi adanya toksisitas OAE.
Pemeriksaan darah dan uji fungsi hati harus dilakuakan secara periodik kepada
beberapa OAE. Penting juga dilakukan evaluasi ulang fungsi neurologis secara rutin.
Penghentian obat. Dilakuakn secara bertahap. Jika penghentian obat dilakuakan secara
tiba-tiba, pasien harus dalam pengawasan ketat karena dapat mencetuskan bengkitan
atau bahkan status epileptikus. Jika bangkitan timbul selama atau sesudah penghentian
obat, OAE harus diberikan lagi sekurang-kurangnya 1-2 tahun.
Untuk keberhasilan pengobatan epilepsi, disamping ketepatan diagnosis dan dosis
OAE, diperlukan juga kepatuhan, sikap dan pengetahuan penderita menghadapi penyakit
epilepsinya. Memulai pengobatan:
Pengobatan OAE dapat dimulai bila terjadi dua kali bangkitan dalam selang waktu
yang tidak lama ( maksimum satu tahun ).
Pada umumnya, bangkitan tunggal tidak memerlukan terapi OAE, kecuali bila
terdapat pertimbangan kemungkinan berulang yang tinggi.
Obat
Dosis
Kadar
Efek
samping
dab
reaksi
10
dewasa
optimal
idiosinkrasi
Serangan umum
(tonik-klonik)/
parsial(fokal)
Fenitoin
200-400 10-20
mg
mcg/ml
Nistagmus,ataksia,disartria,
sedasi, bingung, hyperplasia
gingiva,
hirsutism,
anemia
megaloblastik, ruam, demam,
SLE, limfadenopati, neuropati
perifer, diskinesis
Karbamezepin
6001200
mg
4-8
mcg/ml
Nistagmus,disartria, diplopia,
ataksia,
hepatotoksik,
hiponatremia.
Mungkin
menyebabkan
eksaserbasi
myoclonic seizures
Asam valproat
15002000mg
50-100
mcg/ml
mual,
muntah,
diare,
mengantuk,
alopesia,
berat
badan
bertambah,
hepatotoksik, trombositopenia,
tremor, pankrestitis
Fenobarbital
100-200 10-40
mg
mcg/ml
Mengantuk, nistagmus,
ruam,
gangguan
belajar,
hiperaktivitas
Primidon
7501500
mg
Sedasi,
vertigo,
anemia
irritabel
Lamotrigin
100-500 mg
Topiramat
200-400 mg
Somnolen,
mual,
dispepsia,irritable,
pusing,
nistagmus,
diplopia,
glaucoma,renal kalkuli, berat
badan
turun,
hipohidrosis,hipertermia
Oxcarbazepin
9001800
mg
Levetirasetam
10003000
mg
Somnolen,
ataksia,
sakit
kepala, gangguan perilaku
Zonisamid
200-600 -
5-15
mcg/ml
Somnolen,
nistagmus,
ataksia,
mual,
ruam
kulit,
megaloblastik,
ataksia,
anoreksia,
11
mg
mual,muntah,
ruam,bingung,
renal
kalkuli.
Jangan
digunakan pada orang alergi
sulfonamid
Tiagabin
32-56
mg
Somnolen,
ansietas,
kurang
konsentrasi,
diare
Gabapentin
9003600
mg
Sedasi,
lelah,
ataksia,
nistagmus, berat badan turun
Etosusimid
1001500
mg
40-100
mcg/ml
Mual,
vomiting,
sakit
kepala,
ketidakseimbangan,
urtikaria, pruritus
Asam valproat
15002000
mg
50-100
mcg/ml
Seperti di atas
Klonazepam
0,040,2mg
20-80
ng/ml
Asam valproat
15002000
mg
50-100
ncg/ml
Seperti di atas
Klonazepam
0,040,2mg
20-80
ng/ml
Seperti di atas
Absense
mal)
pusing,
termor,
(petit
anoreksia,
letargi,
SLE,
Serangan
mioklonik
2 nd terapi
epilepsi
Parsial
Karbamazepin, fenitoin
Tonik-klonik
Karbamazepin,
valproat
fenitoin,
12
Lena (absence)
Klonazepam
Mioklonik
Klonazepam
Atonik/tonik
Klonazepam
Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet, pembedahan dan vagal nerve
stimulation (VNS), yaitu implantasi dari perangsang saraf vagal, makan makanan yang
seimbang (kadar gula darah yang rendah dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat
menyebabkan terjadinya serangan epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang
berlebihan dapat mencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan
menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi selain juga menghindari faktor
pencentus lainnya.
Pencegahan
Epilepsi yang idiopatik tidak dapat dicegah. Tetapi, tindakan preventif dapat dipakai
untuk epilepsy sekunder yang diketahui sebabnya.
Menghindari benturan kepala adalah cara yang paling efektif untuk mencegah epilepsi
post-trauma.
Perhatian perinatal yang memadai dapat mengurangi kasus epilepsi yang disebabkan
oleh trauma pada kelahiran.
Penggunaan obat untuk menurunkan suhu tubuh pada anak yang demam dapat
mengurangi kemungkinan kejang dan timbulnya epilepsy pada kemudian hari.
Infeksi sistem saraf pusat merupakan penyebab epilepsi yang cukup sering pada
daerah tropis. Penghindaran terhadap infeksi dapat mengurangi angka kejadian
epilepsi. 6
Komplikasi
Kerusakan otak akibat hypoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang
berulang, dapat timbul depresi dan keadaan cemas.
Jika jatuh selama kejang, dapat melukai kepala atau mematahkan tulang.
Jika memiliki epilepsi, akan lebih dari 15 kali lebih mungkin untuk tenggelam saat
13
berenang atau mandi dari sisa penduduk karena kemungkinan mengalami kejang
sementara di air.
Kejang selama hamil bahaya bagi ibu dan bayi, dan obat anti-epilepsi tertentu
meningkatkan risiko cacat lahir. Walaupun kebanyakan wanita dengan epilepsi
mempunyai bayi yang sehat.
Status epilepticus. Kondisi ini terjadi jika kejang terus-menerus yang berlangsung > 5
menit atau mengalami kejang berulang sering tanpa sadar kembali/Orang dengan
status epilepticus memiliki risiko kerusakan otak permanen dan kematian.
Prognosis
Prognosis epilepsi bergantung pada beberapa hal, di antaranya jenis epilepsi
factor penyebab, saat pengobatan dimulai, dan ketaatan minum obat. Pada umumnya
prognosis epilepsi cukup menggembirakan. Pada 50-70% penderita epilepsi serangan
dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50 % pada suatu waktu akan dapat
berhenti minum obat. Serangan epilepsi primer, baik yang bersifat kejang umum
maupun serangan lena atau melamun atau absence mempunyai prognosis terbaik.
Sebaliknya epilepsi yang serangan pertamanya mulai pada usia 3 tahun atau yang
disertai kelainan neurologik dan atau retardasi mental mempunyai prognosis relative
jelek
Differential Diagnosis
Generalized seizures
14
Tipe seizure (bangkitan/ serangan) epilepsi tiap penderita kemungkinan berbeda satu
sama lain karena terdapat berbagai jenis serangan epilepsi. Secara umum serangan
epilepsi dapat dibagi dalam 2 kelompok besar:
1. Primary Generalized Seizures (epilepsi tipe umum)
2. Partial Seizures (epilepsi tipe parsial)
15
Partial seizures
Partial seizures terbagi lagi dalam 3 jenis:
1. Simple partial seizures (epilepsi parsial simpel/sederhana)
2. Complex partial seizures (epilepsi parsial kompleks)
3. Secondarily generalized seizures (epilepsi bangkitan umum sekunder)
Bangkitan umum sekunder
Partial seizures sering sebagai aura yang terjadi beberapa detik, sebelum generalized
seizures. Biasanya dalam bentuk :
Kesehatan Anda.
Epilepsy
(seizure
disorder).
2008.
Diunduh
dari,
16
Setiawan, Iqbal Mochtar, alih bahasa; Titik Resmisari, Liena, editor bahasa
Indonesia. Teks & atlas berwarna patofisiologi. Jakarta: EGC; 2006. h.338-9.
7. Price, Wilson. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC; 2006.
8. McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis and Treatment.
Epilepsy. McGraw-Hill Companies, Inc; 2010. p.878-84.
9. Howard WL. Buku saku neurologi. Ed 5. Jakarta: EGC; 2001. h.93-105.
10. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.Buku Ajar Neurologi Klinis.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2005.