Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
gejala, tanda dan hasil pemeriksaan fisik dan penunjang pada penderita, proses
penegakan diagnosis penderita pada skenario.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung atau payah jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda
dan gejala) ditandai oleh sesak napas (dispneu) dan mudah lelah (fatigue), baik
pada saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau
fungsi jantung, yang mengganggu kemampuan ventrikel (bilik jantung) untuk
mengisi dan mengeluarkan darah ke sirkulasi.Gagal jantung kongestif merupakan
suatu sindrom klinis yang ditandai dengan adanya abnormalitas fungsi ventrikel
kiri dan kelainan regulasi neurohormonal, disertai dengan intoleransi kemampuan
kerja fisis retensi cairan, dan memendeknya umur hidup.
B. Etiologi
Penyebab reversible dari gagal jantung antara lain: aritmia (misalnya: atrial
fibrillation), emboli paru-paru (pulmonary embolism), hipertensi maligna atau
accelerated, penyakit tiroid (hipotiroidisme atau hipertiroidisme), valvular heart
disease, unstable angina, high output failure, gagal ginjal, permasalahan yang
ditimbulkan oleh pengobatan (medication-induced problems), intake (asupan)
garam yang tinggi, dan anemia berat.
Menurut Cowie MR, Dar O (2008), penyebab gagal jantung dapat diklasifikasikan
dalam enam kategori utama:
1 Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas miokard, dapat
disebabkan oleh hilangnya miosit (infark miokard), kontraksi yang tidak
terkoordinasi (left bundle branch block), berkurangnya kontraktilitas
(kardiomiopati).
2 Kegagalan yang berhubungan dengan overload (hipertensi).
3 Kegagalan yang berhubungan dengan abnormalitas katup.
4 Kegagalan yang disebabkan abnormalitas ritme jantung (takikardi).
5 Kegagalan yang disebabkan abnormalitas perikard atau efusi perikard
(tamponade).
6 Kelainan kongenital jantung.
Faktor Predisposisi dan Faktor Pencetus
Faktor Predisposisi
Yang merupakan faktor predisposisi gagal jantung antara lain: hipertensi, penyakit
arteri koroner, kardiomiopati, enyakit pembuluh darah, penyakit jantung
kongenital, stenosis mitral, dan penyakit perikardial.
Faktor Pencetus
Yang merupakan faktor pencetus gagal jantung antara lain: meningkatnya asupan
(intake) garam, ketidakpatuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infak
miokard akut, hipertensi, aritmia akut, infeksi, demam, emboli paru, anemia,
tirotoksikosis, kehamilan, dan endokarditis infektif.
C. Patofisiologi
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak nafas dan
fatigue (saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung memompa darah dengan kecepatan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan metabolik jaringan atau kemampuan melakukan hal ini pada tekanan
pengisian yang meningkat.
juga dapat terjadi dan menyebabkan fibrilasi atrium yang bermanifestasi sebagai
denyut jantung irregularly irregular (tidak teratur secara tidak teratur).)
Manifestasi utama dari gagal jantung kanan adalah bendungan vena sistemik dan
edema jaringan lunak. Kongesti vena sistemik secara klinis tampak sebagai distensi
vena leher dan pembesaran hati yang kadang-kadang nyeri tekan. Bendungan ini
juga menyebabkan peningkatan frekuensi trombosis vena dalam dan embolus paru.
Edema menyebabkan penambahan berat dan biasanya lebih jelas di bagian
dependen tubuh, seperti kaki dan tungkai bawah. Pada gagal ventrikel yang lebih
parah, edema dapat menjadi generalista. Efusi pleura sering terjadi, terutama di sisi
kanan, dan mungkin disertai efusi perikardium dan asites. Pada gagal jantung
kanan ditemukan dispneu, namun bukan ortopneu atau PND. Pada palpasi
mungkin didapatkan gerakan bergelombang (heave) yang menandakan hipertrofi
ventrikel kanan dan/atau dilatasi, serta pada auskultasi didapatkan bunyi jantung
S3 atau S4 ventrikel kanan.
D. Hipertensi
Belum ada kesatuan pendapat mengenai definisi hipertensi. Namun, secara umum
hipertensi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana tekanan darah saat istirahat
lebih dari normal. Pada tahun 1993, JNC/DETH membuat klasifikasi untuk
hipertensi sebagai berikut :
Sistolik
(mmHg)
Diastolik
(mmHg)
<>
<>
130 139
85 89
Stadium 1
140 159
90 99
Stadium 2
160 179
100 109
Stadium 3
180 209
110 119
Stadium 4
> 210
> 120
Kategori
Normal
Normal Tinggi
Hipertensi
Klasifikasi Tekanan
Darah untuk Usia > 18
tahun
Dari semua kasus hipertensi yang ada, sekitar 95% kasus merupakan hipertensi
primer/esensial, yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi
Defek Septum Ventrikel (VSD, Ventricular Septal Defect) adalah suatu lubang
pada septum ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung
bagian bawah (memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan). Akibatnya jumlah
darah di dalam pembuluh darah paru-paru meningkat dan menyebabkan:
- sesak nafas
- bayi mengalami kesulitan ketika menyusu
- keringat yang berlebihan
- berat badan tidak bertambah
2. Regurgitasi Mitral
Regurgitasi Katup Mitral (Inkompetensia Mitral, Insufisiensi Mitral), (Mitral
Regurgitation) adalah kebocoran aliran balik melalui katup mitral setiap kali
ventrikel kiri berkontraksi
Regurgitasi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala.
Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan
stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran
kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel kanan berkontraksi.
Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk meningkatkan kekuatan
denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah lebih banyak untuk
mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri.
Ventrikel yang membesar dapat menyebabkan palpitasi ( jantung berdebar keras),
terutama jika penderita berbaring miring ke kiri.
Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah tambahan yang
mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat membesar sering
berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak teratur (fibrilasi atrium),
yang menyebabkan berkurangnya efisiensi pemompaan jantung.
Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar dan tidak memompa;
berkurangnya aliran darah yang melalui atrium, memungkinkan terbentuknya
bekuan darah.
Jika suatu bekuan darah terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat
menyumbat arteri yang lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya.
Regurgitasi yang berat akan menyebabkan berkurangnya aliran darah sehingga
terjadi gagal jantung, yang akan menyebabkan batuk, sesak nafas pada saat
melakukan aktivitas dan pembengkakan tungkai.
3. Penyakit Jantung Hipertensi
Adalah penyakit jantung yang terjadi sebagai akibat komplikasi hipertensi pada
jantung dimana kelainan anatomik (hipertrofi dan atau dilatasi), baik disertai
maupun tanpa disertai kelaianan fungsional( dekompensasi jantung).
Simptomatik jika: berdebar-debar, rasa melayang(dizzy), impoten karena kenaikan
tekanan darah. Penyakit jantung/vaskuler hipertensi seprti cepat capek, cepat lelah,
sesak nafas, sakit dada, bengkak kedua kaki dan perut. Gangguan vaskuler lainnya
BAB III
PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang pada
penderita tersebut, kemungkinan penderita menderita gagal jantung kiri. Gagal
jantung tersebut disebabkan oleh hipertensi yang penderita derita. Tidak adanya
peningkatan JVP, hepatomegali, ascites, dan pembengkakan pada kedua kaki pada
pemeriksaan fisik menyingkirkan dugaan gagal jantung kanan. Selain itu, sesak
napas penderita pada aktivitas ringan dan mau tidur serta auskultasi paru
didapatkan suara vesikuler menyingirkan dugaan kelainan penderita akibat sistem
pernapasan. Berikut ini adalah hasil analisis lebih lanjut penulis terhadap kasus
dalam skenario.
Pada penderita hipertensi, tahanan perifer sistemik menjadi lebih tinggi dari orang
normal akibat adanya vasokontriksi pembuluh darah. Itu berarti ventrikel kiri harus
bekerja lebih keras untuk melawan tahanan tersebut agar ejeksi darah maksimal
sehingga suplai darah ke semua jaringan tercapai sesuai kebutuhannya. Ventrikel
kiri kemudian mengompensasi keadaan tersebut dengan hipertrofi sel-sel otot
jantung. Hipertrofi ventrikel kiri (left ventricle hyperthropy, LVH) memungkinkan
jantung berkontraksi lebih kuat dan mempertahankan volume sekuncup walaupun
terjadi tahanan terhadap ejeksi. Namun, lama kelamaan mekanisme kompensasi
tersebut tidak lagi mampu mengimbangi tekanan perifer yang tetap tinggi.
Kegagalan mekanisme kompensasi menyebabkan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri. Penurunan kontraktilitas ventrikel kiri akan diikuti oleh penurunan
curah jantung yang selanjutnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Semua hal
tersebut akan merangsang mekanisme kompensasi neurohormonal seperti
pengaktifan sistem saraf simpatis dan sistem RAA (renin-angiotensin-aldosteron).
Pengaktifan sistem saraf simpatis akan meningkatkan kontraktilitas jantung hingga
mendekati normal. Hal itu terjadi karena saraf simpatis mengeluarkan
neurotransmiter (norepinefrin-NE) yang meningkatkan permeabilitas Ca2+
membran. Hal tersebut meningkatkan influks Ca2+ dan memperkuat partisipasi
Ca2+ dalam proses kontraksi sel. Selain itu, stimulasi simpatis juga menyebabkan
vasokontriksi perifer yang bertujuan mencegah penurunan tekanan darah lebih
lanjut. Di sisi lain, penurunan curah jantung menyebabkan penurunan perfusi
jaringan organ tubuh lainnya. Salah satunya adalah ginjal. Penurunan perfusi darah
ke ginjal merangsang ginjal untuk menurunkan filtrasi dan meningkatkan
reabsorbsi. Peningkatan reabsorbsi inilah yang menyebabkan kencing penderita
berkurang dan peningkatan kadar serum ureum (65 mg/dl) di mana harga
rujukannya sebesar 10-50 mg/dl. Walaupun terjadi penurunan filtrasi glomerulus,
dalam keadaan mantap stabil laju filtrasi kreatinin sama dengan laju ekskresinya.
Hal inilah yang menyebabkan kadar kreatinin serum penderita sebesar 1,4 mg/dl
masih mendekati batas normal (normal 0,6-1,3 mg/dl). Kedua hal di atas
menunjukkan adanya penurunan fungsi ginjal. Penurunan perfusi ginjal juga
merangsang sel-sel juxtaglomerulus untuk mensekresi renin. Kemudian renin
menghidrolisis angiotensinogen menjadi angiotensin I yang selanjutnya oleh
angiotensin converting enzyme (ACE) akan diubah menjadi angiotensin II.
Angiotensin II kemudian ditangkap oleh reseptornya di pembuluh darah (vascular
ATR1) dan terjadi vasokontriksi. Bila angiotensin II diterima oleh reseptor sel
korteks adrenal (adrenal ATR1) maka korteks adrenal akan mensekresi aldosteron.
Aldosteron kemudian diikat oleh reseptornya di ginjal. Proses tersebut membuka
ENaC (epithelial Na Channel) yang menyebabkan peningkatan retensi Na+.
Karena Na+ bersifat retensi osmotik, peningkatan Na+ akan diikuti peningkatan
H2O. Hasil akhir semua proses tersebut adalah peningkatan aliran darah balik ke
jantung akibat adanya peningkatan volume intravaskuler.
Pada stadium awal gagal jantung, semua mekanisme kompensasi neurohormonal
tersebut memang bermanfaat. Akan tetapi, pada stadium lanjut, mekanisme
tersebut justru semakin memperparah gagal jantung yang terjadi dan dapat
menyebabkan gagal jantung tak terkompensasi. Mengapa hal tersebut dapat
terjadi? Pertama, setelah terpajan dalam jangka waktu yang lama, jantung menjadi
kurang tanggap terhadap NE. Akhirnya kontraktilitas jantung kembali menurun.
Kedua, aktivitas simpatis dan RAA tetap terjadi. Akibatnya vasokontriksi, retensi
cairan, peningkatan preload, dan peningkatan afterload tetap terjadi. Sel-sel
ventrikel semakin terenggang dan kekuatan kontraksinya semakin menurun.
Ventrikel kiri semakin tidak mampu memompa darah ke sistemik. Darah menjadi
terbendung di atrium kiri menyebabkan hipertrofi atrium kiri (left atrium
hyperthropy, LAH) sebagai mekanisme kompensasi. Hipertrofi ventrikel akan
menggeser letak musculus papillaris sehingga dapat terjadi regurgitasi mitral
fungsional (terdengar sebagai bising pansistolik di apex yang menjalar ke lateral).
Hal itu semakin memperberat kerja jantung dan penanda adanya pembesaran
jantung (kardiomegali) selain ditunjukkan oleh ictus cordis yang bergeser ke lateral
bawah dan batas jantung kiri bergeser ke lateral bawah serta foto thorax CTR 0,60.
garam jika sensitif terhadap garam, mengurangi berat badan jika mengalami
obesitas, menghindari lemak berlebih, mengurangi stres psikis, menghindari rokok,
olahraga teratur.
2. Terapi farmakologis yang bisa diberikan adalah blocker golongan kardioseletif
seperti atenolol, diuretik untuk mengurangi timbunan cairan, digitalis efek cepat
(digoxin) untuk meningkatkan kontraktilitas, dan jika perlu diberikan golongan Ca
antagonis untuk mengurangi impuls saraf.
DAFTAR PUSTAKA
Burndside, JW., McGlynn, TJ. 1995. Diagnosis Fisik. Alih Bahasa : Lumanto,
Henny. Jakarta : EGC. hlm 246
Gray, HH dkk. 2005. Lecture Notes on Cardiology Fourth Edition. Alih Bahasa :
Azwar Agoes dan Asri Dwi R. Jakarta : Erlangga.
Joesoef, HA., Setianti, Budhi. 2003. Hipertensi Sekunder. Dalam : Buku Ajar
Kardiologi. Editor : Rilanto, LI dkk.Jakarta : FK UI. hlm 206-208
ODonnell, MM., Carleton, PF. 2006. Disfungsi Mekanis Jantung dan Bantuan
Sirkulasi. Dalam : Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6
Volume I. Editor : Price, SA., Wilson, LM. Alih Bahasa : Pendit, BU dkk. Jakarta :
EGC. hlm 632-639
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. Alih Bahasa :
Pendit, BU. Jakarta : EGC. hlm 266-270
Sitompul, Barita., Sugeng, JI. 2003. Gagal Jantung. Dalam : Buku Ajar Kardiologi.
Editor : Rilanto, LI dkk. Jakarta : FK UI. hlm 115-125
Sutedjo, A.Y. 2007. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Yogyakarta: Amara Books.
Tagor, GM.H. 2003. Hipertensi Esesial. Dalam : Buku Ajar Kardiologi. Editor :
Rilanto, LI dkk. Jakarta : FK UI. hlm 197-205
Yogiantoro, Mohammad. 2006. Hipertensi Esensial. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Editor : Sudoyo, AW dkk. Jakarta : FK UI. hlm
599-608
Wilson, LM. 2006. Gangguan Asam Basa. Dalam : Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume I. Editor : Price, SA., Wilson, LM. Alih
Bahasa : Pendit, BU dkk. Jakarta : EGC. hlm 384-385