Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kelompok 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori Ekonomi
Mikro Islam, Bahan makalah ini disusun berdasarkan data-data sekunder yang
penulis himpun dari buku panduan Ekonomi Islam yang penulis rangkum kembali
menjadi beberapa kajian penting berkaitan dengan materi pembahasan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak terkait yang telah
memberikan kontribusi dalam proses penyelesaian makalah ini, tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang bersangkutan atas bimbingan
dan arahan dalam pembuatan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukan maupun untuk meningkatkan taraf pengetahuan.
Makalah
ini
masih
jauh
dari
kata
sempurna,
untuk
itu
penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan makalah ini
menuju arah yang lebih baik.
Penyusun,
Kelompok II (Dua)
Teori Konsumsi
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................. i
DAFTAR ISI........................................................................................................... ii
BAB I : PENDAHULUAN.................................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 1
BAB II : PEMBAHASAN..................................................................................... 2
A.
B.
C.
D.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsumsi pada hakikatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka
memenuhi kebutuhan. Konsumsi adalah kegiatan ekonomi yang penting, bahkan
terkadang dianggap paling penting dalam mata rantai kegiatan ekonomi, yaitu
produksi, konsumsi, distribusi. Dalam kerangka Islam perlu dibedakan dua tipe
pengeluaran yang dilakukan oleh konsumen muslim yaitu pengeluaran tipe pertama
dan pengeluaran tipe kedua. Pengeluaran tipe pertama adalah pengeluaran yang
dilakukan seorang muslim untuk memenuhi kebutuhan duniawinya dan keluarga
(pengeluaran dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dunia namun memiliki efek pada
pahala diakhirat). Pengeluaran tipe kedua adalah pengeluaran yang dikeluarkan
semata-mata bermotif mencari kebahagiaan di akhirat.
Dalam ekonomi konvesional perilaku konsumsi dituntun oleh dua nilai dasar,
yaitu rasionalisme dan utilitarianisme. Kedua nilai dasar ini kemudian membentuk
suatu perilaku konsumsi yang hedonistic, materialistic, serta boros (wastefull).
Perilaku konsumsi seperti demikian tentunya tidak dapat diterima begitu saja dalam
ekonomi Islam. Konsumsi yang Islami selalu berpedoman pada ajaran Islam dan
pencapaian Mashlahah merupakan tujuan dari Syariat Islam yang tentu saja harus
menjadi tujuan dari kegiatan konsumsi.
B. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
Tabel 4.1.
Karakteristik Kebutuhan dan Keinginan
Karakteristi
k
Sumber
Hasil
Ukuran
Sifat
Tuntutan
Keinginan
Hasrat (nafsu) manusia
Kepuasan
Preferensi atau selera
Subjektif
Dibatasi/ Dikehendaki
Kebutuhan
Fitrah Manusia
Manfaat & Berkah
Fungsi
Objektif
Dipenuhi
Islam
Ajaran islam tidak melarang manusia untuk memenuhi kebutuhan ataupun
keinginannya, selama dengan pemenuhan tersebut, maka martabat manusia bisa
meningkat. Semua yang ada dibumi ini diciptakan untuk kepentingan manusia,
namun manusia diperintahkan untuk mengonsumsi barang/jasa yang halal dan baik
saja secara wajar, tidak berlebihan. Pemenuhan kebutuhan ataupun keinginan tetap
dibolehkan selama hal itu mampu menambah mashlahah atau tidak mendatangkan
mudharat.
Sebagai missal, Islam menjelaskan mengenai motivasi atau keinginan
seseorang dalam menikahi seseorang ada empat sebab utama, yaitu karena
kecantikannya, karena kekayaannya, karena kedudukannya, dan karena agama atau
akhlaknya. Namun, islam menjelaskan bahwa kebutuhan utama dalam mencari
pasangan adalah kemuliaan agama/akhlak. Oleh karena itu, seorang muslim
diperbolehkan menikahoi wanita karena kecantikan ataupun kekayaannya selama
agama atau akhlaknya tetap menjadi pertimbangan utamanya.
2. Mashlahah dan Kepuasan
Kepuasan adalah merupakan suatu akibat dari terpenuhinya suatu keinginan,
sedangkan mashlahah merupakan suatu akibat atas terpenuhinya suatu kebutuhan atau
fitrah. Berbeda dengan kepuasan yang bersifat individualis, mashlahah tidak hanya
bisa dirasakan oleh individu. Mashlahah bisa jadi dirasakan oleh selain konsumen,
yaitu dirasakan oleh sekelompok masyarakat sebagai misal ketika seseorang
3
(4.1)
M = Mashlahah
F = Manfaat
B = Berkah
(4.2)
(4.3)
Dimana i adalah fekuensi kegiatan dan p adalah pahala per unit kegiatan.
Dengan mensubtitusi persamaan (4.3) kepersamaan (4.2), maka
B = Fip
(4.4)
(4.5)
Dari formulasi diatas dapat ditunjukkan bahwa ketika pahala suatu kegiatan
tidak ada (misalnya ketika mengonsumsi barang yang haram atau barang halal namun
dalam jumlah berlebih-lebihan), maka mashlahah yang akan diperoleh konsumen
adalah hanya sebatas manfaat yang dirasakan didunia (F). sebagai misal ketika
5
seorang membeli lotere atau judi yang diharamkan, maka ia tidak akan mendapatkan
berkah, melainkan hanya manfaat duniawi saja seperti kemenangan atau kepuasan
psikis.
Demikian pula sebaliknya, jika suatu kegiatan yang sudah tidak memberikan
manfaat (di dunia), maka nilai keberkahannya juga menjadi tidak ada sehingga
mashlahah dari kegiatan tersebut juga tidak ada. Misalnya penggemar rokok yang
membeli rokok hanya akan mendapatkan kepuasan saja. Dengan kata lain, mashlahah
yang ia dapatkan adalah semu atau tiada. Hal ini karena tidak terdapatnya manfaat
dari rokok, bahkan terdapat banyak bahaya (terutama bagi kesehatan). Oleh karena
itu, nilai pahala dan keberkahan atas pembelian rokok juga tidak ada, meskipun masih
terdapat perbedaan pendapat dari para ulama tentang keharaman merokok.
b) Pengukuran Mashlahah Konsumen
Untuk mengeksplorasi konsep Mashlahah konsumen secara detail, maka disini
konsumsi dibedakan menjadi dua, yaitu konsumsi yang ditujukan untuk ibadah dan
konsumsi untuk memenuhi kebutuhan/ keinginan manusia semata. Konsumsi ibadah
pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan harta dijalan Allah (fii
Sabilillah), contoh jenis konsumsi ini adalah pembelian barang/jasa untuk diberikan
kepada orang miskin, sedekah, waqf maupun ibadah lainnya. Sedangkan konsumsi
untuk memenuhi kebutuhan/keinginan manusia adalah konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan/ keinginan manusia sebagaimana konsumsi sehari-hari.
Konsumsi ibadah pada dasarnya adalah segala konsumsi atau menggunakan
harta di jalan Allah (fii sabilillah). Islam memberikan imbalan terhadap belanja
(konsumsi) ibadah dengan pahala yang sangat besar, misalnya seniali 700 unit, dan
setiap kali dilakukan amal kebaikan akan mendapatkan imbalan pahala yang sama,
yaitu tujuh ratus kali lipat. Konsumsi ibadah ini meliputi belanja untuk kepentingan
jihad, pembangunan sekolah, rumah sakit, usaha penyelidikan ilmiah dan amal
kebaikan lain, Besaran angka ini hanya menunjukkan suatu contoh bahwa imbalan
6
pahala suatu amal kebaikan adalah sangat besar dibandingkan dengan imbalan siksa
atas suatu perbuatan dosa (hal yang haram).
Sebagai ilustrasi, tabel 4.2 berikut menyajikan mashlahah atas ibadah madhah
atau amal saleh, yaitu ibadah tidak secara langsung terkait dengan kemanfaatan dunia
bagi pelakunya. Dalam hal ini, pelaku ibadah tidak akan merasakan manfaat duniawi
bagi dirinya, melainkan perasaan aman dan tenteram akan berkah yang akan
diberikan Allah, baik di dunia maupun kelak di akhirat.
Tabel 4.2.
Mashlahah dari Belanja di Jalan Allah
Frekuensi Kegiatan
Mashlahah = Berkah
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
(2)
700
700
700
700
700
700
700
700
(1 x 2)
700
1400
2100
2800
3500
4200
4900
5600
Dalam tabel 4.2. di atas ditunjukkan mashlahah dari kegiatan ibadah mahdhah
yang sifatnya ibadah murni tidak untuk mendapatkan manfaat di dunia, seperti
membelanjakan harta untuk pendidikan, penelitian, membantu umat islamdan
sebagainya. Pada tabel 4.2. di atas terlihat bahwa besarnya mashlahah adalah
merupakan perkalian antara frekuensi dengan pahala. Karena manfaat (duniawi)
ibadah mahdhah ini tidak dinikmati secara langsung oleh pelakunya, maka kandungan
yang ada di dalam mashlahah yang diterima sepenuhnya berupa berkah, dan nilai
keberkahan ini selalu meningkat dengan semakin meningkanya ibadah mahdhah yang
dilakukan.
c) Karakteristik Manfaat dan Berkah dalam Konsumsi
7
Total Kepuasan
Utilitas Marginal
Konsumsi
(MU)
(1)
1
2
3
4
5
6
7
8
(2)
10
18
24
28
30
32
32
30
(3)
8
6
4
2
2
0
-2
Dari tabel di atas terlihat bahwa nilai utilitas marginal semakin menurun.
Penurunan ini bisa dirasakan secara intuitif, jika seseorang mengonsumsi suatu
barang/jasa secara terus-menerus secara berurutan, maka nilai tambahan kepuasan
yang diperoleh semakin menurun. Hal ini terjadi karena munculnya masalah
kebosonan yang setrusnya, kalau berlanjut, akan menjadi kejenuhan yang
menyebabkan
orang
yang
bersangkutan
bukannya
merasa
senang
dalam
mengonsumsi barang tersebut melainkan justru rasa kurang senang. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai utilitas marginal yang negatif. Sebelum mencapai nilai
negative, nilai utilitas marginal mencapai kejenuhan terlebih dahulu yang ditunjukkan
oleh nilai nol pada variable tersebut. Pada saat mencapai kejenuhan ini, utilitas total
mencapai nilai maksimumnya.
2. Hukum Mengenai Mashlahah
Hukum mengenai penurunan utilitas marginal tidak selamanya berlaku
padaMashlahah. Mashlahah dalam konsumsi tidak seluruhnya secara langsung dapat
dirasakan,
atau
berkah.
manfaatnya sudah bisa dirasakan setelah konsumsi. Dalam hal berkah, dengan
meningkatnya frekuensi kegiatan, maka tidak akan ada penurunan berkah karena
10
pahala
yang
diberikan
atas
ibadah
mahdhah
tidak
pernah
menurun.
Pahala *)
Mashlahah
Marginal
(2)
= (1 x 2)
Mashlahah
(1)
1
700
700
700
2
700
1400
700
3
700
2100
700
4
700
2800
700
5
700
3500
700
6
700
4200
700
7
700
4900
700
8
700
5600
700
*) Pahala sejumlah 700 ini hanya merupakan contoh ilustrasi ketika manusia
Manfaat
Pahala per
Total
Fisik
unit
Pahala
Mashlahah
F*(1+ip)
Kegiatan
(f)
(p)
(ip)
( i )
1
2
3
4
5
6
7
8
10
18
24
28
30
32
32
30
27
27
27
27
27
27
27
27
27
54
81
108
135
162
189
216
280
990
1968
3052
4080
5216
6080
6510
Mashlahah
Marginal
(MM)
710
978
1084
1028
1136
864
430
C. Keseimbangan Konsumen
1. Keterkaitan Antarbarang
Pilihan untuk konsumsi sangat dipengaruhi oleh keterkaitan antara dua barang
dan preferensi konsumen. Secara umum, keterkaitan ini bisa digolongkan menjadi
dua, yaitu saling menggantikan (subtitusi), saling melengkapi (komplementer) atau
tidak ada keterkaitan ( independen).
a. Komplemen
Bentuk hubungan antara dua buah barang dalam konteks ini bisa dilihat ketika
seorang konsumen mengonsumsi suatu barang, barang A, maka dia mempunyai
kemungkinan (chance) untuk mengonsumsi barang yang lain, barang B. Makna
kata kemungkinan di sini menunjukkan derajat komplementaritas dari kedua barang
12
barang
yang
lain.
Sebagai
contoh
di
sini
adalah
antara barang yang satu dengan barang yang lain lebih tidak pasti lagi jika
disbanding dengan kasus-kasus sebelumnya.
b. Substitusi
Kalau dalam komplement hubungan antara kedua barang adalah positif, tetapi
dalam kasus substitusi hubungan keduanya adalah negatif. Hubungan yang negatif
adalah jika jumlah konsumsi barang yang satu naik, maka jumlah konsumsi barang
lainnya akan turun. Hubungan negatif disini terjadi karena adanya penggantian antara
barang yang satu dengan yang lain. Adapun pengganti tersebut disebabkan oleh
berbagai macam alasan : alasan ketersediaan barang ataupun alasan harga. Sebagai
contoh adalah antara gas dan minyak, antara the dan kopi. Pada kasus yang pertama
(gas dan minyak) terdapat proses penggantian yang mana hal ini bisa disebabkan
karena harga gas yang terus-menerus meningkat sehingga konsumen tidak mampu
lagi menjangkau gas. Dalam kasus the dan kopi terjadi proses penggantian yang
disebabkan karena pada suatu waktu dan tempat tertentu, kopi susah untuk
didapatkan sehingga para konsumen kopi menggantinya dengan meminum the.
Sebagaimana dalam kasus hubungan komplemen, dalam kasus ini juga
mengenal adanya tingkatan/derajat substitusi, yaitu :
1) Substitusi Sempurna
Hubungan antara dua buah barang dikatakan substitusi sempurna jika
penggunaan dua buah barang tersebut bisa ditukar satu sama lainnya tanpa
mengurangi sedikitpun kepuasan konsumen dalam menggunakannya. Sebagai
contoh di sini adalah konsumsi terhadap gula. Konsumen tidak pernah
mempermasalahkan mengenai asal dari pabrik mana gula yang dipakai,
apakah gula local atau gula impor, apakah produksi pabrik di Jawa atau di luar
Jawa, konsumen tidak pernah mempermasalahkannya karena mereka tidak
bisa merasakan perbedaan dalam hal kepuasan yang mereka dapat dari
penggunaan gula-gula ini.
2) Substitusi Dekat
Dua buah barang bisa dikatakan substitusi dekat jika fungsi kedua barang
tersebut mampu menggantikan satu sama lain. Namun demikian, penggantian
satu terhadap yang lainnya disini menimbulkan perbedaan kepuasan yang
14
mereka peroleh. Sebagai contoh seorang perokok yang telah mentyukai merek
tertentu, ia akan selalu merokok dari merek pilihannya tersebut. Dia pada
suatu saat tertentui bisa mengganti rokok yang diisapnya dengan rokok merek
lain. Namun, pengganti ini akan jelas menimbulkan turunnya kepuasan yang
dia terima dari merokok merek lain ini.
3) Substitusi Jauh
Dua buah barnag dikategorikan sebagai substitusi jauh jika dalam
penggunaanya konsumen bisa mengganti suatu barang dengan barang lainnya
hanya dalam keadaan terpaksa saja. Dalam keadaan normal konsumen yang
bersangkutan tidak akan mengganti barang yang dikonsumsinya dengan
barang lainnya. Sebagai contoh adalah nasi (beras) dan roti (gandum).
Meskipun roti bisa mengganti nasi, namun bagi kebanyakan orang Indonesia,
mereka tidak akan makan roti sebagai menu utamanya sepanjang masih ada
nasi.
c. Domain Konsumsi
Melihat macam-macam hubungan antara dua barang seperti disebut dimuka,
maka hubungan yang relevan dengan piliyhan konsumen di sini adalah hubungan
yang kedua substitusi. Hal ini dikarenakan dua buah barang yang sifatnya saling
mengganti, maka akan menimbulkan pilihan, yang kadang menyulitkan bagi
konsumen. Sementara kalau dua buah barang yang sifatnya komplementari, maka
tidak akan menimbulkan pilihan bagi konsumen karena barang penyertanya sudah
merupakan konsekuensi lanjutan dari konsumsi barang utamanya.
2. Hubungan Antarbarang yang Dilarang oleh Islam
Hukum Islam menegaskan tidak dimungkinkan adanya substitusi antara
barang haram dan barang halal, kecuali dalam keadaan darurat.
Lemma 1
Islam melarang adanya penggantian (substitusi) dari barang atau transaksi yang
halal dengan barang atau transaksi yang haram.
15
Lemma 2
Islam melarang mencampuradukkan antara barang atau transaksi yang halal
dengan barang atau transaksi yang haram.
Berdasarkan lemma diatas, maka perlu ditegaskan disini bahwa hubungan
seperti yang ditampilkan dalam grafik dibawah ini tidak akan pernah terjadi dalam
Islam.
16
17
10
Halal
Gambar 1.1.
Hubungan Barang Halal-haram yang Dituntunkan Islam
Grafik diatas merupakan sebuah garis yang berimpit denagn sumbu
horizontal. Untuk menunjukkan bahwa garis ini berimpit denagn sumbu horizontal,
maka sumbu horizontal dicetak tebal. Penafsiran dari garis ini adalah : berapa pun
jumlah barang halal yang dikonsumsi, maka jumlah barang haram yang dikonsumsi
adalah tetap nol. Maknanya, barang haram tidak pernah dikonsumsi dalam situasi
yang bagaimaana pun.
Halal
0,0
Halal
Gambar 1.2.
Mukmin
dalam
memilih
barang
yang
dikonsumsinya
akan
Jika harga suatu barang meningkat, ceteris paribus, maka jumlah barang yang
diminta turun, demikian juga sebaliknya.
19
Pengertian cateris paribus di sini adalah denagn menganggap hal-hal lain tetap
tidak berubah atau konstan, baik dalam arti tingkat berkah, tingkat manfaat, tingkat
pendapatan, preferensi, dan sebagainya.
Hubungan yang digambarkan dalam hukum permintaan diatas juga akan
menjadi lebih jelas jika digambarkan dalam kurva permintaan berikut ini.
BAB III
PENUTUP
20
A. Kesimpulan
seseorang,
diterimanya
akan
meningkat hingga titik tertentu dan akhirnya akan menurun, dengan asumsi
jumlah konsumsi masih dibolehkan oleh Islam. Namun, bagi orang yang tidak
peduli terhadap adanya berkah, peningkatanmashlahah adalah identik dengan
pengingkatan manfaat duniawi semata.
Hukum permintaan menyatakan bahwa jika harga suatu barang/ jasa
meningkat, maka jumlah barang/jasa yang diminta konsumen akan menurun,
selama kandungan mashlahahpada barang tersebut dan faktor lain tidak
berubah.
B. Saran
Hendaknya manusia dalam melakukan kegiatan konsumsinya harus tetap
berada dalam koridor yang telah ditetapkan oleh ajaran Islam karena dengan
21
DAFTAR PUSTAKA
22
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). 2013. Ekonomi Islam.
Jakarta: Rajawali Pers.
23