PERDARAHAN PERVAGINAM
Seorang wanita umur 35 tahun berobat ke poliklinik kebidanan dengan keluhan keluar
darah dari vagina, dan berbau. Pasien mempunyai tiga orang anak, terkecil umur 6 tahun. Dari
pemeriksaan sensorium komposmentis dan vital sign dalam batas normal. Haid teratur, tiap
bulan, lama 7 hari. Dokter meminta perawat untuk mempersiapkan dan mendampingi
pemeriksaan.
Pemeriksaan perut, inspeksi, palpasi dan perkusi dalam batas normal. Begitu pula
vulva tidak ada kelainan. Inspekulo: dinding vagina dalam batas normal, serviks membesar
berbenjol, berdarah. Vaginal toucher: serviks membesar, berbenjol, contact bleeding (+), uterus
sebesar telor bebek, mobile, ovarium tidak membesar. Untuk menegakkan diagnosis, dokter
melakukan pemeriksaan penunjang.
KATA SULIT
1 | Page
PERTANYAAN
1.
2.
3.
4.
JAWAB
1. Karena ada massa yang kaya akan pembuluh darah sehingga pada
saat vaginal toucher terdapat darah.
2. Karena sel-sel serviks hyperplasia.
3. Darah berbau busuk karena ada infeksi.
4. Ada, karena memiliki banyak anak merupakan salah satu faktor resiko
dari Ca serviks.
5. Karena penyebab terbanyak dari Ca serviks adalah virus, dan
progresivitas dari virus tersebut lama.
6. Karena yang mengatur hormonal haid ada di ovarium, sementara
dalam skenario ini ovariumnya normal.
7. Biopsi, Pap smear.
8. Ca serviks.
9. Merokok, HPV, HSV, usia, hamil muda, genetik, dan seks bebas.
10.
Tidak bisa.
11.
Karena untuk menghindari fitnah.
HIPOTESIS
Faktor resiko:
merokok, HPV, HSV,
usia, hamil muda,
genetic, dan seks
bebas.
Anamnesis: Haid
teratur, karena
ovariumnya tidak ada
gangguan.
Pemeriksaan fisik:
(dokter ditemani
perawat untuk
menghindari fitnah)
Diagnosis: Ca serviks
Prognosis: Tidak
punya anak
Pemeriksaan
penunjang:
Biopsi dan pap
smear
SASARAN BELAJAR
LI 1. Memahami dan menjelaskan perdarahan pervaginam.
LI 2. Memahami dan menjelaskan Ca serviks.
LO 2.1 Definisi.
LO 2.2 Etiologi.
LO 2.3
Epidemiologi.
LO 2.4
Klasifikasi.
LO 2.5
Patofisiologi.
Diagnosis.
Menoragia : perdarahan uterus memanjang (>7 hari) dan/atau berat (>80 mL) yang terjadi
dengan interval teratur.
Polimenorea: interval yang terlalu pendek (<21 hari) antara menstruasi-menstruasi teratur.
Oligomenorea: interval yang terlalu panjang (>35 hari) antara menstruasi-menstruasi teratur.
Etiologi
1. Penyebab organik
a. Penyakit saluran reproduksi
Kondisi terkait kehamilan merupakan penyebab paling umum dari perdarahan per
vaginam abnormal pada wanita subur (ancaman aborsi, aborsi inkomplet, dan
aborsi yang tidak dikenali; kehamilan ektopik; penyakit trofoblastik; gestasional).
Perdarahan implantasi juga cukup sering terjadi pada saat periode menstruasi
pertamaa yang tidak terjadi.
Lesi terus umumnya menyebabkan menoragi atau metroragia dengan menambah
luas daerah permukaan endometrium, mengacaukan pembuluh darah endometrium,
atau memuat pemukaan menjadi rapuh/meradang.
Lesi serviks biasanya mengakibatkan metroragia (khususnya perdarahan
pascakoitus) akibat erosi atau trauma langsung.
Penyebab iatrogenic mencakup alat kontrasepsi dalam rahim (intrauterine device,
IUD), steroid oral/suntik untuk kontrasepsi atau penggantian hormon, dan obat
penenang atau obat psikotropika lain. Kontrasepsi oral seringkali berkaitan dengan
perdarahan ireguler selama 3 bulan pertama pemakaian, ketika pasien lupa
memakan pil, atau jika pasien seorang perokok. Kontrasepsi kerja pamjang yang
hanya mengandung progesterone (Depo-Provera, Implanon) seringkali
menyebabkan perdarahan ireguler. Sejumlah pasien mungkin mengonsumsi obatobatan herbal (ginseng) yang tanpa disadari memiliki pengaruh terhadap
endometrium.
b. Penyakit sistemik
Diskrasia darah seperti penyakit von Wille brand dan defisiensi protrombin dapat
timbul sebagai perdarahan per vaginam dalam jumlah banyak selama masa remaja.
Kelainan-kelainan ini yang mengakibatkan defisiensi trombosit (leukemia, sepsis
berat) juga dapat terlihat bersama dengan perdarahan ireguler.
2. Penyabab difungsional
a. PUD anovulatoris
Merupakan jenis yang dminan pada masa pascamenarke dan pramenopauseyang
disebabkan oleh perubahan fungsi neuroendokrinologis.
Ditandai oleh produksi estradiol-17 secara terus-menerus tanpa pembentukan
korpus dan pelepasan progesterone.
Estrogen yang tidak diimbangi mengarah pada proliferasi endometrium terus
menerus yang pada akhirnya menghasilkan suplai darah berlebih dan dikeluarkan
dengan mengikuti pola irregular dan tidak diprediksi.
b. PUD ovulatoris
Insidensi: sampai dengan 10% dari wanita yang berovulasi.
Bercak darah pada pertengahan siklus setelah lonjakan LH biasanya bersifat
fisiologis. Polimenorea paling sering terjadi akibat pemendekan fase folikular dari
menstruasi. Sebagai alternative, fase luteal mungkin memanjang akibat korpus
luteum yang menetap.
Diagnosis
Evaluasi lebih lanjut terhadap uterus dapat dicapai pada wanita yang tidak hamil dengan
melakukan biopsy endometrium atau histeroskopi. USG pelvis juga dapat diindikasikan jika
penyebab perdarahan tidak dapat dikonfirmaksi.
Patofisiologi
Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi pada siklus berovulasi maupun pada siklus tidak
berovulasi.
Siklus berovulasi
Perdarahan teratur dan banyak terutama pada tiga hari pertama siklus haid. Penyebab
perdarahan adalah terganggunya mekanisme hemostasis lokal di endometrium.
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa
Mayoritas wanita dengan perdarahan per vaginam abnormal dapat diobati secara
medikamentosa, khususnya jika tidak terdapat lesi struktural.
Kontrasepsi oral secara efektif dapat mengoreksi banyak kasus ketidakteratruan
menstruasi yang sering ditemukan (PUD anovulatoris dan ovulatoris). Meskipun
demikian, PUD kadang-kadang dapat ditemukan dalam bentuk perdarahan akut yang
memerlukan terapi estrogen oral atau intravena dosis tinggi dalam jangka pendek untuk
menunjang endometrium secara sementara.
Obat anti inflamasi non-steroid (asam mefenamat) terlihat dapat mengurangi kehilangan
darah pada saat menstruasi terutama pada pasien ovulatoris.
2. Bedah
Kelainan-kelainan struktural seringkali memerlukan intervensi bedah untuk menghilangkan
gejala.
Dilatasi dan kuretase (D & K) dapat bersifat diagnostik maupun terapeutik, terutama
pada wanita dengan perdarahan per vaginam akut akibat pertumbuhan endometrium
secara berlebihan.
Histeroskopi adalah prosedur pembedahan yang dapat dilakukan dalam satu hari untuk
mendiagnosis dan mengobati lesi uterus abnormal. Rongga uterus direngangkan dengan
menggunakan cairan sehingga memungkinkan visualisasi langsung kelainana dan
digunakan instrument histeroskopi. Ablasi endometrium dapat secara dramatis
mengurangi jumlah kehilangan darah dengan pola siklik.
Histeroktomi biasanya merupakan tindakan yang hanya dilakukan pada wanita dengan
lesi struktural yang tidak dapat disembuhkan dengan pembedahan yang lebih
konservatif (leiomioma besar multiple, prolaps uterus). Tindakan ini dapat diindikasikan
pada wanita dengan PUD persisten, tetapi dilakukan hanya jika terapi medikamentosa
tidak berhasil.
LO 2.2 Etiologi.
1. Faktor Penyebab
Penyebab terjadinya kelainan pada sel-sel serviks tidak diketahui secara pasti, tetapi
diduga kuat hal ini disebabkan oleh HPV (Human Papilloma Virus) yang didukung oleh
berbagai faktor risiko. HPV adalah anggota famili Papovirida, dengan diameter 55 m. Virus
ini mempunyai kapsul isohedral yang telanjang dengan 72 kapsomer, serta mengandung DNA
sirkuler dengan untaian ganda. Berat molekulnya 5 x 10 6 Dalton. HPV (Human Papilloma
Virus) merupakan virus penyebab kutil genitalis (kondiloma akuminata) yang ditularkan
melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya adalah HPV tipe 16, 18,
31,35,39,45,51,52,56,58,59 dan 68. Varian HPV resiko rendah seperti HPV 6,11,42,43 dan 44
10
2. Faktor Resiko
Wanita banyak partner
Bila berganti-ganti pasangan, hal ini terkait dengankemungkinan tertularnya penyakit
kelamin, salah satunya HumanPapilloma Virus (HPV). Virus ini akan mengubah sel-sel
dipermukaan mukosahingga membelah menjadi lebih banyak. Bila terlalu banyakdan tidak
sesuai dengan kebutuhan, akan menjadi sel kanker.2
Wanita yang menikah pada usia muda.
Umumnya sel-sel mukosa akan matur setelah wanita berusia 20 tahun keatas. Jadi,
seorang wanita paling rawan menjalin hubungan seksual padausia remaja, di bawah usia
16tahun. Hal ini berkaitan dengan kematangan sel-sel mukosapada servikssi wanita. Pada
usia muda, sel-sel mukosa padaserviks masih rentan terhadap rangsangansehingga tidak siap
menerima rangsangan dari luar. Termasukzat-zat kimiayang dibawa sperma.Karena masih
rentan, sel-sel mukosabisa berubahsifat menjadi kanker.Sifat sel selalu berubahsetiap saat,
mati dan tumbuh lagi.Karena ada rangsangan, sel bisa tumbuh lebih banyak dari sel yang
mati, sehinggaperubahannya tidak seimbang lagi. Kelebihan sel ini akhirnya bisaberubah
sifatmenjadi sel kanker.2
Multiparitas dan jarak persalinan terlalu dekat
Setiap persalinan akan menimbulkan perlukaan, persalinan yang terlalu sering akan
menyebabkan proses penyembuhan luka persalinan dengan perlukaan yang baru akibat
persalinan berikutnya menjadi tidak seimbang. Hal ini menimbulkan kerentanan terhadap
infeksi bakteri. Selain itu imunitas ibu yang multiparitas biasanya menurun akibat terlalu
sering hamil.2
Wanita perokok
Tembakau mengandung bahan-bahan karsinogen baik yang dihisap sebagai rokok/sigaret
atau dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycyclicaromatic hydrocarbon heterocyclic
nitrosamines. Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah serviks 56 kali lebih
tinggi dibandingkan di dalam serum. Efek langsung bahan-bahan tersebut pada serviks
adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi kokarsinogen infeksi virus.2
Golongan ekonomi lemah
Umumnya pada golongan ekonomi lemah, higienitas pada organ genital kurang baik.
Higienitas yang buruk ini menyebabkan rentan terhadap infeksi. Selain itu golongan ekonomi
menengah ke bawah jug tidak mampu melakukan Pap Smear untuk screening rutin kanker
serviks, atau malas untuk datang melakukan screening.2
Kekurangan vitamin
Zat-zat gizi seperti betakaroten, vitamin C, dan asam folat dapatmemperbaiki atau
memperkuat mukosa diserviks. Bila kekurangan ketigazat gizi ini bisa menyebabkan kanker
serviks,karena akan mempermudah rangsangansel-sel mukosa tadi menjadi kanker. Beta
karoten banyak terdapat dalam wortel, vitamin Cterdapat dalam buah-buahan berwarna
oranye, sedangkan asam folatterdapat dalam makanan hasil laut.2
11
LO 2.3 Epidemiologi.
Menurut Elit et al. (2011) di seluruh dunia setiap tahun ada 510.000 wanita terdiagnosa
kanker serviks, dan 288.000nya meninggal akibat. Data lain dari Globocan tahun 2008,
menunjukkan bahwa kanker serviks atau kanker leher rahim menempati urutan ketiga setelah
kanker payudara dan kanker kolorektal. Dengan kejadian rata-rata 15 per 100.000 perempuan
dan dengan jumlah kematian sebesar 7,8 % per tahun dari seluruh kanker pada perempuan di
dunia. Data lengkap tentang prevalensi kanker di Indonesia masih dikumpulkan dan saat ini telah
dikembangkan registrasi kanker berbasis populasi. Sebagian data menyebutkan juga kanker
serviks sebagai urutan teratas dari 10 jenis kanker ginekologi. Setiap hari di Indonesia ada 40
orang wanita terdiagnosa dan 20 wanita meninggal karena kanker serviks. Karena kanker serviks
merupakan penyakit yang telah diketahui penyebabnya dan telah diketahui perjalanan
penyakitnya. Ditambah juga sudah ada metode deteksi dini kanker serviks dan adanya
pencegahan dengan vaksinasi, seharusnya dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.
Banyaknya kasus kanker serviks di Indonesia salah satunya disebabkan pengetahuan tentang
kanker servik yang kurang sehingga kesadaran masyarakat untuk deteksi dini pun masih rendah
LO 2.4
Klasifikasi.
Terdapat beberapa klasifikasi untuk tingkat kanker serviks seperti International Federation of
Gyneacology and obstetrics (FIGO) dari World Health Organization (WHO) dan sistem tumor
nodul dan metastasis (TNM) dari International Union Against Cancer(UICC).
12
13
LO 2.5 Patofisiologi.
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Histologi antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari portio dengan epitel
kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks.Pada wanita SCJ ini
14
berada di luar ostius uteri eksternum, sedangkan pada wanita umur > 35 tahun, SCJ berada di
dalam kanalis serviks. Tumor dapat tumbuh :
1. Eksofilik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa yang mengalami infeksi
sekunder dan nekrosis.
2. Endofilik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stomaserviks dan cenderung untuk
mengadakan infiltrasi menjadi ulkus.
3. Ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan
melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas.
Serviks normal secara alami mengalami proses metaplasi/erosi akibat saling desak-mendesak
kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio yang erosif (metaplasia
skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS I, II,
III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi mikroinvasif atau invasif,
prose keganasan akan berjalan terus.
Periode laten dari NIS I s/d KIS 0 tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya
fase pra invasif berkisar antara 3 20 tahun (rata-rata 5 10 tahun).
Perubahan epitel displastik serviks secara kontinyu yang masih memungkinkan terjadinya
regresi spontan dengan pengobatan / tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian Concept dari
Richard. Histopatologik sebagian besar 95-97% berupa epidermoid atau squamos cell carsinoma
sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma dan yang paling jarang
adalah sarcoma.
Kanker serviks merupakan kanker ginekologi yang pada tahap permulaan menyerang
pada bagian lining/permukaan cervix.Kanker jenis ini tidak dengan segera terbentuk menjadi sel
yang bersifat ganas melainkan secara bertahap berubah hingga akhirnya menjadi sel kanker.
Tahap perkembangan ini yang kemudian disebut sebagai tahap pre-kanker (pre-cancerous
yaitu displasia, neoplasia intraepitel cervik/CIN, dan lesi squamosa intraepitel/SIL) kanker cervik
diawali dengan terbentuknya tumor yang bersifat bulky (benjolan) yang berada pada vagina
bagian atas kemudian tumor ini berubah menjadi bersifat invasif serta membesar hingga
memenuhi bagian bawah dari pelvis.
Jika invasinya kurang dari 5 mm maka dikategorikan sebagai karsinoma dengan invasi
mikro(microinvasif) dan jika lebih dari 5 mm atau melebar hingga lebih dari 7 mm maka disebut
sebagai tahap invasif.
Pada tahap ini disebut juga tahap kanker dan membutuhkan evaluasi tahap perkembangan
kanker/stage.Akhirnya, tumor tersebut berubah menjadi bersifat destruktif dengan manifestasi
ulcerasi hingga terjadi infeksi serta nekrosis jaringan.
15
Infeksi HPV yang berjenis oncogenik merupakan factor utama penyebab kanker
serviks.HPV merupakan virus tumor yang ber-DNA rantai ganda yang menyerang lapisan epitel
basal pada daerah transformasi cervik dimana sel-selnya sangat rapuh.HPV menginfeksi cervik
ketika trauma mikro terjadi atau erosi pada lapisan tersebut. Virus ini mampu menghindari
deteksi system imun dengan cara membatasi ekspresi gen dan replikasinyanya hanya pada
lapisan supra basal dan dapat tetap berada pada lokasi tersebut untuk jangka waktu yang lama.
Pada umumnya screening awal (pap smear) mampu mengidentifikasi abnormalitas
namun pemeriksaan sebaiknya dilanjutkan melalui colposcopy, CT scan, atau MRI untuk
mendapatkan hasil yang definitive. Federation of Gynecology and Obstetrics memberikan
batasan mengenai tahapan-tahapan pada kanker cervik yang selanjutnya tahapan-tahapan ini
menjadi langkah penting guna menentukan terapi.
Perjalanan penyakit kanker serviks dan waktu dimana screening dilakukan (uji Pap smear & uji
HPV)
Kanker
16
Displasia Ringan
Displasia Sedang
Displasia Keras
Karsinoma Insitu
Ca Serviks
HPV
17
Nasiell et.al.16 melaporkan waktu yang dibutuhkan untuk progresivitas lesi tipe NIS2 menjadi
karsinoma in-situ paling cepat terjadi pada kelompok perempuan usia 26-50 tahun yaitu 40-41
bulan, sementara pada kelompok perempuan usia dibawah 25 tahun dan diatas 50 tahun berturutturut adalah 54-60 bulan, dan 70-80 bulan.
18
19
6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang panggul. Bila nyeri
terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi hidronefrosis.Selain itu, bisa juga
timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.
7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema kaki, timbul iritasi
kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah (rektum), terbentuknya fistel vesikovaginal
atau rektovaginal, atau timbul gejala-gejala akibat metastasis jauh.
LO 2.7
Diagnosis.
a. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan dan pesalinan,
perilaku seks yang sering berganti ganti pasangan (promiskusitas), waktu coitus pertama kali,
penyakit yang pernah dialami misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisitis kronis, gaya
hidup seperti meroko, hygienis, jenis makanan san social ekonomi rendah, juga keluhan
perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala Klinis kurang menunjang sebagai penunjuk
diagnostic karena lesi prakanker umumnya asimptomatik kecuali pada keganasan yang sudah
lanjut.
b.Pemeriksaan Fisik
Diagnosis kanker serviks tidaklah sulit apalagi tingkatannya sudah lanjut.Yang menjadi masalah
adalah bagaimana melakukan skrining untuk mencegah kanker serviks, dilakukan dengan
deteksi, eradikasi, dan pengamatan terhadaplesi prakanker serviks. Kemampuan untuk
mendeteksi dini kanker serviks disertaidengan kemampuan dalam penatalaksanaan yang tepat
akan dapat menurunkanangka kematian akibat kanker serviks.
1. Keputihan. Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, berbaubusuk
akibat infeksi dan nekrosis jaringan.
2. Pendarahan kontak merupakan 75-80% gejala karsinoma serviks. Perdarahantimbul
akibat terbukanya pembuluh darah, yang makin lama makin seringterjadi diluar
senggama.
3. Rasa nyeri, terjadi akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.
4. Gejala lainnya adalah gejala-gejala yang timbul akibat metastase jauh.
5. Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.
6. Status pasien :
Ada atau tidaknya anemia.
Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk darah.
Status lokalis abdomen: umumnya tak khas, jarang menimbulkan kelainan
berupa benjolan, kecuali bila sudah ada penyebaran ke rektum menimbulkan
obstipasi ileusobstruktif.
Palpasi hepar, supraklavikula, dan diantara kedua paha untuk melihat ada
tidaknya benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya metastase.
c. Pemeriksaan Ginekologi
20
d. Pemeriksaan Penunjang
Alur diagnosis ada 2
Screening : pemeriksaan sitologi,inspeksi visual,HPV DNA
Diagnosis definitif harus didasarkan pada konfirmasi histopatologi dari hasil biopsi lesi
sebelum pemeriksaan dan tatalaksana lebih lanjut dilakukan.1 Tindakan penunjang
diagnostik dapat berupa kolposkopi, biopsi terarah, dan kuretase endoservikal
SCREENING
Sasaran yang akan menjalani skrining
WHO mengindikasikan skrining dilakukan pada kelompok berikut
setiap perempuan yang berusia antara 25-35 tahun, yang belum pernah menjalani tes Pap
sebelumnya, atau pernah mengalami tes Pap 3 tahun sebelumnya atau lebih.
Perempuan yang ditemukan lesi abnormal pada pemeriksaan tes Pap sebelumnya
perempuan yang mengalami perdarahan abnormal pervaginam, perdarahan pasca
sanggama atau perdarahan pasca menopause atau mengalami tanda dan gejala abnormal
lainnya
perempuan yang ditemukan ketidaknormalan pada leher rahimnya
d. Pemakaian alat kontrasepsi lebih dari 5 tahun, terutama IUD atau kontrsepsi
hormonal.
e. Mengalami perdarahan setiap hubungan seksual.
f. Mengalami keputihan atau gatal pada vagina.
g. Sudah menopause dan mengeluarkan darah pervagina.
h. Berganti-ganti pasangan dalam senggama.
Persiapan Pemeriksaan Pap Smear
a. Menghindari persetubuhan, penggunaan tampon, pil vagina, ataupun mandi berendam
dalam bath tub, selama 24 jam sebelum pemeriksaan, untuk menghindari
kontaminasi ke dalam vagina yang dapat mengacaukan hasil pemeriksaan.
b. Tidak sedang menstruasi , karena darah dan sel dari dalam rahim dapat mengganggu
keakuratan hasil pap smear.
Cara pengambilan sampel Pap smear :
a. Pemeriksaan ini dilakukan di atas kursi pemeriksaan khusus ginekologis.
b. Sampel sel-sel diambil dari luar serviks dan dari liang serviks dengan melakukan
usapan dengan spatula yang terbuat dari bahan kayu atau plastik.
c. Setelah usapan dilakukan, sebuah cytobrush (sikat kecil berbulu halus, untuk
mengambil sel-sel serviks) dimasukkan untuk melakukan usapan dalam kanal serviks.
d. Setelah itu, sel-sel diletakkan dalam object glass (kaca objek) dan disemprot dengan
zat untuk memfiksasi, atau diletakkan dalam botol yang mengandung zat pengawet,
kemudian dikirim ke laboratorium untuk diperiksa.
22
23
24
(b) Dilakukan pap test ulang segera, dengan skreping lebih dalam diambil 3
sediaan
(c) Rujuk untuk biopsi konfirmasi.
5) Kelas V : Ditemukannya sel-sel ganas. Dalam hal ini seperti ditempuh 3 jalan
seperti pada hasil kelas IV untuk konfirmas
26
displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel
putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses keratosis
Prosedur screening dengan inspeksi visual asam asetat memiliki banyak kelebihan, yaitu
sebagai berikut:
a. Inspeksi visual serviks dengan menggunakan asam asetat atau cairan Lugol untuk
mewarnai lesi prekanker sehingga lesi tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang,
sehingga identifikasi prekanker dapat dilakukan secara klinis.
b. Prosedur tersebut mengurangi kebutuhan adanya laboratorium dan transportasi specimen,
sehingga hanya membutuhkansedikit peralatan dan hasil tesnya dapat diketahui secara
cepat oleh pasien.
c. Hampir semua petugas pelayanan kesehatan (dokter, perawat dan bidan professional) bisa
melakukan prosedur ini secara efektif, dengan syarat telah mendapatkan pelatihan dan
supervise yang adekuat.
d. Sebagai uji screening, IVA menghasilkan hasil yang lebih akurat dalam mengidentifikasi
lesi prekanker dibandingkan sitologi serviks. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
dengan IVA, dari wanita yang berisiko tinggi mengalami karsinoma serviks, 45-79% dia
antaranya teridentifikasi adanya lesi prekanker, namun spesifitasnya lebih rendah dan
terdapat risiko overtreatment. Sedangkan tingkat sensitivitas pemeriksaaan sitologi
sebesar 47-62%.2,4
Namun sama seperti pemeriksaan sitologi, salah satu kekurangan pemeriksaan IVA
adalah bahwa hasilnya sangat bergantung pada tingkat akurasi dari interpretasi individu. Oleh
karena itu, pelatihan dan system pengontrolan kualitas merupakan hal yang sangat penting.4
IVA memiliki banyak kelebihan yang signifikan dibandingkan Pap smear
untuk kondisi dengan sarana dan prasarana terbatas,
terutama dari segi peningkatan jangkauan screening,
perbaikan dalam perawatan dan follow up, serta kualitas program secara umum.
Syarat mengikuti tes IVA adalah :2
a. Sudah pernah melakukan hubungan seksual
b. Tidak sedang datang bulan/haid
c. Tidak sedang hamil
d. 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual
28
Uji Colposcopy
Jika pada saat pap smear ditemukan ketidaknormalan pada serviks, maka langkah
selanjutnya adalah dilakukan colposcopy. Colposcopy adalah suatu pengujian yang
memungkinkan dokter untuk melihat serviks (leher rahim) lebih dekat dengan menggunakan
sebuah alat bernama colposcope.
Cara ini merupakan cara penilaian sel invito dengan pembesaran 200 kali karena
abnormalitas pada neoplasma yang terlihat dengan pembesaran umumnya terlihat pada inti sel.
Maka inti sel harus diwarnai terlebihdahulu dengan biru tolvidin 1%. Dalam 20-30 detik inti sel
akanmengambil zat warna.Zat warna yang tersisa dibersihkan dengan larutan garam
fisiologik dan pemeriksaan dapat segera dimulai dengan menyentuhujung alat ke
serviks.Colposcope akan dimasukkan ke dalam vagina dan kemudian gambar yang ditangkap
oleh alat tersebut akan ditampilkan pada layar computer atau televisi. Dengan cara seperti ini,
kondisi yang terjadi dalam leher rahim akan sangat jelas terlihat.
Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau
peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan
untuk mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena
(IVP), enema barium, dan sigmoidoskopi.Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT
abdomen / pelvis digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya
nodus limpa regional (Gale & charette, 1999).
Suatu uji HPV yang sederhana, akurat, cepat, terjangkau dan dapat diterima secara luas
akan berpotensi besar untuk mengurangi karsinoma serviks di negara-negara berkembang
dan akan lebih hemat biaya pada kondisi dengan sumber daya terbatas. Suatu asosiasi yang
dinamakan Program for Appropriate Technology in Health (PATH) telah meluncurkan suatu
proyek yang diberi nama Screening Techologies to Advance Rapid Testing for Cervical
Cancer Prevention Project (START Project), yang bertujuan untuk memajukan strategi
pencegahan karsinoma serviks di negara-negara dengan sumber daya terbatas, dengan cara
memfasilitasi pengembangan dan validasi format uji biokimia yang tepat, terjangkau, dan
efektif untuk mendeteksi CIN dan karsinoma serviks tahap awal dengan deteksi HPV tipe
onkogenik.
32
33
DIAGNOSIS DEFINITIF
1. Biopsi Serviks dan Kuretase
Selama melakukan colposcopy, dokter mungkin saja melakukan biopsy dan tentunya
biopsy ini dilakukan berdasarkan apa yang dia temukan selama pemeriksaan itu. Biopsi serviks
dilakukan dengan cara mengambil sejumlah contoh jaringan serviks untuk kemudian diperiksa di
bawah mikroskop. Dibutuhkan hanya beberapa detik untuk melakukan biopsi contoh jaringan
dan hanya menimbulkan ketidaknyamanan dalam waktu yang tidak lama. Jika diperlukan maka
akan dilakukan biospi disekitar area serviks, tergantung pada temuan saat melakukan colposcopy.
Bersamaan dengan biopsi serviks, kuretase endoserviks juga bisa dilakukan. Selama
kuretase, dokter akan menggunakan sikat kecil untuk menghilangkan jaringan pada saluran
endoserviks, area antara uterus dan serviks. Kuretase akan menimbulkan sedikit nyeri, tapi nyeri
akan hilang setelah kuretase dilakukan. Hasil biopsi dan kuretase biasanya baru bisa dilihat
paling tidak 2 minggu.
2. Biopsi Kerucut (Konisasi)
Konisasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks sedemikian rupa sehingga
yang keluarkan berbentuk kerucut (konus), dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut.
Untuk tujuan diagnostik, tindakan konisasi harus selalu dilanjutkan dengan kuretase.Batas
jaringan yang dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi.Jika karena suatu hal
pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes Schiller. Pada tes ini
digunakan pewarnaan dengan larutan lugol (yodium 5g, kalium yodida 10g, air 100 ml) dan
eksisi dilakukan di luar daerah dengan tes positif (daerah yang tidak berwarna oleh larutan
lugol).
1. Polip serviks
2. Erosi porsio
3. Cervicitis
4. Perdarahan uterus
5. Pendarahan uterus disfungsional
6. Trauma karena adanya kehamilan ektopik
7. Molahidatidosa
8. Aborsi
9. Endometriosis
10.
Solusio plasenta
11.
Plasenta previa
LO 2.9 Penatalaksanaan.
Terdapat beberapa metode pengobatan lesi prakanker serviks
1. Terapi NIS dengan Destruksi Lokal
Yang termasuk pada metode terapi ini adalah krioterapi, elektrokauter, elektrokoagulasi,
dan CO2 laser. Penggunaan setiap metode ini bertujuan untuk memusnahkan daerah-daerah
35
terpilih yang mengandung epitel abnormal, yang kelak akan digantikan dengan epitel skuamosa
yang baru.
a.
Krioterapi
Krioterapi ialah suatu usaha penyembuhan penyakit dengan cara mendinginkan bagian yang
sakit sampai dengan suhu di bawah nol derajat Celcius. Pada suhu sekurang-kurangnya 25
derajat Celcius sel-sel jaringan termasuk NIS akan mengalami nekrosis. Sebagai akibat dari
pembekuan tersebut, terjadi perubahan-perubahan tingkat seluler dan vaskuler, yaitu (1) selsel mengalami dehidrasi dan mengerut; (2) konsentrasi elektrolit dalam sel terganggu; (3)
syok termal dan denaturasi kompleks lipid protein; (4) status umum sistem
mikrovaskular.23,24 Pada awalnya digunakan cairan Nitrogen atau gas CO2, tetapi pada saat
ini hampir semua alat menggunakan N2O.
b. Elektrokauter
Metode elektrokauter dapat dilakukan pada pasien rawat jalan. Penggunaan elektrokauter
memungkinkan untuk pemusnahan jaringan dengan kedalaman 2 atau 3 mm. Lesi NIS I yang
kecil di lokasi yang keseluruhannya terlihat pada umumnya dapat disembuhkan dengan
efektif.25
c.
d. CO2 Laser
Penggunaan sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan
listrik dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen, dan gas
CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang gelombang 10,6u.
Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat dibedakan dalam dua bagian, yaitu
penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari mukosa serviks menguap karena cairan
intraselular mendidih, sedangkan jaringan yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya.
Volume jaringan yang menguap atau sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran.28
2. Terapi NIS dengan Eksisi
a. LEEP ( Loop Electrosurgical Excision Procedures)
Ada beberapa istilah dipergunakan untuk LEEP ini. Cartier dengan menggunakan kawat loop
kecil untuk biopsi pada saat kolposkopi yang menyebutnya dengan istilah diatermi loop.29
Prendeville et al. menyebutnya LLETZ (Large Loop Excisional Tranformation Zona).30
b. Konisasi
36
Tindakan konisasi dapat dilakukan dengan berbagai teknik: 1) konisasi cold knife, 2)
konisasi diatermi loop (=LLETZ), dan 3) konisasi laser.Di dalam praktiknya, tindakan
konisasi juga sering merupakan tindakan diagnostik.
c. Histerektomi Tindakan histerektomi pada NIS kadang-kadang merupakan terapi terpilih
pada beberapa keadaan, antara lain, sebagai berikut.
1) Histerektomi pada NIS dilakukan pada keadaan kelanjutan konisasi.
2) Konisasi akan tidak adekuat dan perlu dilakukan histerektomi dengan mengangkat bagian
atas vagina.
3) Karena ada uterus miomatosus; kecurigaan invasif harus disingkirkan.
4) Masalah teknis untuk konisasi, misalnya porsio mendatar pada usia lanjut
Pembedahan
Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar),
seluruh kanker seringkali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui
LEEP.Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak. Karena kanker bisa
kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear setiap 3
bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.Pada kanker invasif,
dilakukan histerektomi dan pengangkatan struktur di sekitarnya (prosedur ini disebut
histerektomi radikal) serta kelenjar getah bening.Pada wanita muda, ovarium (indung telur)
yang normal dan masih berfungsi tidak diangkat.
2.
Terapi penyinaran
Terapi penyinaran (radioterapi) efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul. Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk
merusak sel-sel kanker dan menghentikan pertumbuhannya. Ada 2 macam radioterapi, yaitu :
Radiasi eksternal : sinar berasar dari sebuah mesin besar. Penderita tidak perlu dirawat di
rumah sakit, penyinaran biasanya dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.
37
Radiasi internal : zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke
dalam serviks. Kapsul ini dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di
rumah sakit. Pengobatan ini bisa diulang beberapa kali selama 1-2 minggu.
Efek samping dari terapi penyinaran adalah :
3.
Kemoterapi
Jika kanker telah menyebar ke luar panggul, kadang dianjurkan untuk menjalani
kemoterapi. Pada kemoterapi digunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel kanker. Obat
anti-kanker bisa diberikan melalui suntikan intravena atau melalui mulut. Kemoterapi
diberikan dalam suatu siklus, artinya suatu periode pengobatan diselingi dengan periode
pemulihan, lalu dilakukan pengobatan, diselingi denga pemulihan, begitu seterusnya.
4.
Terapi biologis
Pada terapi biologis digunakan zat-zat untuk memperbaiki sistem kekebalan tubuh dalam
melawan penyakit. Terapi biologis dilakukan pada kanker yang telah menyebar ke bagian
tubuh lainnya. Yang paling sering digunakan adalah interferon, yang bisa dikombinasikan
dengan kemoterapi
38
LO 2.10 Komplikasi.
a. Retensi Urin
Terjadi akibat rudapaksa pleksus saraf dan pembuluh darah kecil intra pelvis, hingga
timbul gangguan sirkulasi darah, disuria, retensi uri saat histerektomi total radikal.
b. Kista Limfatik Pelvis
Terjadi akibat pasca pembersihan kelenjar limfe pelvis, drainase limfe tidak lancar
sehingga dapat terbentuk kista limfatik retroperitoneal.
Penanganan untuk kanker serviks invasive biasanya membuat seseorangtidak hamil.Pada
beberapa wanita terutama wanita yang lebih mudadan yang belum memulai keluargainfertilitas merupakan efek sampingyang paling tidak disukai daripenatalaksanaan.Jika
pasienmengkhawatirkan tentang kemampuannya untuk dapat hamil, maka dokterperlu
memberikan penjelasan tentang untung rugi daripenatalaksanaantersebut dengan jelas.
komplikasi
yang
dapat
terjadi
pasca
terapi
antara
lain:
berkaitan saat terapi radiasi ; reaksi kulit, sistitits radiasi, dan enteritis
LO 2.11 Pencegahan.
Pengendalian kinder serviks dengan pencegahan dapat dibagi menjadi tiga bagian,
yaitu pencegahan prmer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier Strategi kesehatan
masyarakat dalam mencegah kematian karena kanker serviks antara lain adalah dengan
pencegahan primer dan pencegaan sekunder.
1.
Pencegahan Primer
Pencegahan primer merupakan kegiatan uang dapat dilakukan oleh setiap orang
untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya kanker
serviks. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menekankan perilaku hdup sehat untuk
mengurangi atau menghindari faktor resiko seperti kawin muda, pasangan seksual ganda
40
dan lain-lain. Selain itu juga pencegahan primer dapat dilakukan dengan imuisasi HPV
pada kelompok masyarakat
2.
Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder kanker serviks dilakukan dengan deteksi dini dan skrining
kanker serviks yang bertujuan untuk menemukan kasus-kasus kanker serviks secara dibni
sehingga kemungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan.Perkembangan kanker serviks
memerlukan waktu yang lama.Dari prainvasif ke invasive memerlukan waktu sekitar 10
tahun atau lebih.Pemeriksaan sitologi merupakan metode sederhana dan sensitive untuk
mwndeteksi karsinoa pra invasive.Bila diobati dengan baik, karsinoma pra invasive
mempunyai tingkat penyembuhan mendekati 100%.Diagnosa kasus pada fase invasive
hanya memiliki tingkat ketahanan sekitar 35%.Program skrining dengan pemeriksaan
sitologi dikenal dengan Pap mear test dan telah dilakukan di Negara-negara maju.
Pencegahan dengan pap smear terbukimampu menurunkan tingkat kematian akibat kanker
serviks 50-60% dalamkurun waktu 20 tahun (WHO,1986).
Selain itu, terdapat juga tiga tingkatan pencegahan dan penanganan kanker serviks,
yaitu :
1. Pencegahan Tingkat Pertama
a. Promosi Kesehatan Masyarakat misalnya :
1) Kampanye kesadaran masyarakat
2) Program pendidikan kesehatan masyarakat
3) Promosi kesehatan
b. Pencegahan khusus, misalnya :
1) Interfensi sumber keterpaparan
2) Kemopreventif
2. Pencegahan Tingkat Kedua
a. Diagnosis dini, misalnya screening
b. Pengobatan, misalnya :
1) Kemoterapi
2) Bedah
3. Pencegahan Tingkat Ketiga
Rehabilitasi, misalnya perawatan rumah sedangkan penanganan kanker umumnya
ialah secara pendekatan multidiscipline. Hasil pengobatan radioterapi dan operasi radikal
kurang lebih sama, meskipun sebenarnya sukar untuk dibandingkan karena umumnya yang
dioperasi penderita yang masih muda dan umumnya baik.
Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya.Anda dapat
melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya menderita
kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari
antara lain :
41
1.
Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang
sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena, vitamin A, C, dan E,
dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
2.
3.
4.
5.
Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan
menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
6.
Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan sudah
bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
7.
Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVAdengan biaya yang lebih murah dari Pap smear.
Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
8.
LO 2.12 Prognosis.
42
Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate
untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%.
1. Stadium 0
100% penderita dalam stadium ini akan sembuh
2. Stadium 1
Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%.Untuk stadium
IB 5-years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan
kanker pada limfonodi mereka.
3. Stadium 2
Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B.dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70 - 90%..
Untuk stadium 2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%
5. Stadium 4
Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%
43
44
45
DAFTAR PUSTAKA
1. Sanghvi, H., M. Lacoste and M. Mc Cormick (eds). 2006. Preventing Cervical Cancer in
Low-Resource Settings: from Research to Practice. Report of a conference in Bangkok, 4-7
December 2005. JHPIEGO: Baltimore.
2. Elit, L., W. Jimenez, J. Mc Alpine, P. Ghatage, D. Miller, and M. Plante. 2011. SOGC-GOCSCC Joint Policy Statement: Cervical Cancer Prevention in Low Resource Setting. Journal of
Obstetrician and Gynaecologists of Canada. 33 (3): 272-279.
3. Bradley, L., M. Barone, C. Mahe, R. Lewis, and S. Luciani. 2005. Delivering Cervical Cancer
Prevention Services in Low-Resource Settings. International Journal of Gynecology and
Obstetrics. 89: S21-S29.
4. Cervical Cancer Action Coalition. 2007. New Options for Cervical Cancer Screening and
Treatment in Low Resource Settings. Issue Brief.
5. Burke L, Antonioli DA, Ducatman BS. 1991.The normal cervix.Dalam: Colcoscopy text and
atlas: Appleton & Lange; p.29-45
6. Ferenczy A. 1997. Anatomy and histology of the cervix. Dalam: Blaustein A, ed, Pathology of
the female genital tract, New York : Springer Vierlag Inc; p.102-10
7. Jordan JA. 1976. Scanning electrons microscopy of the physiological epithelial. Dalam:
Jordan JA, Singer A, eds. The cervix. London: Wb Saunders; p.44-50
8. Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati
9. McCance, K. and S. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic Basis For Disease In
Adults And Children 5th Edition. St. Louis: Elsevier Mosby.
10. Hatch KD. Cervical Cancer. In: Berek JS, Hacker NV eds. Practical Gynecologic Oncology,
2nd ed. Williams & Wilkins, Baltimore; 1994: p. 242-82.
11. Hacker NF. Cervical Cancer. In : Practical Gynecology Oncology. 3rd Ed. Berek and Hacker,
Lippincott Williams and Wilkins. USA; 2000. p.3-38
12. Norwitz & Schorge. 2006. At a glance obstetric & ginekologi. Erlangga: Jakarta.
13. http://almanhaj.or.id/content/2883/slash/0
46