PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan komplek gangguan klinis, kimiawi dan
metabolik yang timbul akibat menurunnya fungsi ginjal secara kronis dimana ciri
utama adalah penurunan laju filtrasi glomerulus.
(1)
B. Tujuan Penulisan
Referat ini bertujuan membahas tentang penatalaksanaan kelainan ginjal yang
bersifat kronik yang mencakup definisi, klasifikasi, etiologi, patogenesis, manifestasi
perjalanan klinis, data laboratorium, diagnosis, penatalaksanaan, dan prognosis.
Selain ini juga sebagai pemenuhan prasyarat untuk mengikuti ujian di Departemen
Anak RS. Margono Soekarjo Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu keadaan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat irreversibel, dengan akibat terjadinya penurunan laju filtrasi
glomerulus. Sedangkan penulis lain menyebutkan GGK sebagai keadaan
kerusakan ginjal yang tidak mampu lagi mempertahankan homeostatis tubuh. (2,9)
B. Klasifikasi
Dalam arti luas GGK menunjukkan bahwa pada anak tersebut telah
terjadi penurunan fungsi ginjal, tetapi beratnya gangguan fungsi ini bervariasi
dari ringan sampai berat. Kebanyakan penulis membuat klasifikasi berdasarkan
persentasi laju filtrasi glomerulus yang tersisa. (2)
Dalam keadaan normal renal plasma flow = 125 ml/menit/1,73 m 2 dan
klirens urea = 48 72 ml/menit/1,73 m2. Pada penilaian uji fungsi ginjal, dipakai
ukuran 1,73 m2 yang sama dengan luas permukaan orang dewasa. (5)
GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu (5) :
1. Gagal ginjal dini
Ditandai dengan berkurangnya sejumlah nefron sehingga fungsi ginjal ada
sekitar 50-80% dari normal. Dengan adanya adaptasi ginjal dan respon
metabolik untuk mengkompensasi penurunan faal ginjal maka tidak tampak
gangguan klinis.
2. Insufisiensi ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal berkisar antara 25-50% dari normal. Gejala
mulai dengan adanya gangguan elektrolit, gangguan pertumbuhan dan
kesimbangan kalsium dan fosfor. Pada tingkat ini laju filtrasi glomerulus
(LFG) berada di bawah 89 ml/menit/1,73 m2.
3. Gagal ginjal kronik
Pada tingkat ini fungsi ginjal dibawah 25% dari normal dan telah
menimbulkan berbagai gangguan seperti asidosis metabolik, osteodistrofi
ginjal, anemia hipertensi dan sebagainya, LFG pada tingkat ini telah
berkurang menjadi di bawah 30 ml/menit/1,73 m2.
3
(1,8)
diatas
tahun
dapat
disebabkan
oleh
penyakit
glomerular
D. Patogenesis
Tanpa memandang penyebab kerusakan ginjal, bila tingkat kemunduran
fungsi ginjal mencapai kritis, penjelekan sampai ginjal stadium akhir tidak dapat
dihindari. Mekanisme yang tepat, yang dapat mengakibatkan kemudnuran fungsi
secara progresif belum jelas, tetapi faktor-faktor yang dapat memainkan peran
penting mencakup cedera imunologi yang terus menerus; hiperfiltrasi yang
ditengahi secara hemodinamik dalam mempertahankan kehidupan glomerulus;
masukan diet protein dan fosfor; proteinuria yang terus menerus; dan hipertensi
sistemik.
Endapan kompleks imun atau antibodi anti-membrana basalis glomerulus
secara terus menerus pada glomerulus dapat mengakibatkan radang glomerulus
yang akhirnya menimbulkan jaringan parut.
Cedera hiperfiltrasi dapat merupakan akhir jalur umum yang penting
pada destruksi glomerulus akhir, tidak tergantung mekanisme yang memulai
cedera ginjal. Bila nefron hilang karena alasan apapun, nefron sisanya
mengalami hipertrofi struktural dan fungsional yang ditengahi, setidak-tidaknya
sebagian, oleh peningkatan aliran darah glomerulus. Peningkatan aliran darah
sehubungan dengan dilatasi arteriola aferen dan konstriksi arteriola eferen akibat
angiotensi II menaikkan daya dorong filtrasi glomerulus pada nefron yang
bertahan hidup. Hiperfiltrasi yang bermanfaat pada glomerulus yang masih
hidup ini, yang berperan memelihara fungsi ginjal, dapat juga merusak
glomerulus dan mekanismenya belum dipahami. Mekanisme yang berpotensi
menimbulkan kerusakan adalah pengaruh langsung peningkatan tekanan
hidrostatik pada integritas dinding kapiler, atau keduanya. Akhirnya, kelainan ini
menyebabkan perubahan pada sel mesangium dan epitel dengan perkembanagan
sklerosis glomerulus. Ketika sklerosis meningkat, nefron sisanya menderita
peningkatan beban ekskresi, mengakibatkan lingkaran setan peningkatan aliran
darah glomerulus dan hiperfiltasi. Penghambatan enzim pengubah angiotensi
mengurangi hiperfiltrasi dengan jalan menghambat produksi angiotensin II,
dnegan demikian melebarkan arteriola eferen, dan dapat memperlambat
penjelekan gagal ginjal.
5
penelitian
yang
kontroversial
pada
model
binatang
atau
karena
penekanan
sekresi
hormon
paratiroid,
yang
fungsi
ginjal
mulai
mundur,
mekanisme
kompensatoir
Retensi natrium
Osteodistrofi ginjal
Retardasi pertumbuhan
Anemia
Kecenderungan
perdarahan
Infeksi
Neurologis (kelelahan,
konsentrasi jelek, nyeri
kepala, mengantuk,
kehilangan memori,
bicara tidak jelas,
kelemahan dan kram
otot, kejang-kejang,
neuropati, perifer,
Mekanisme
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Pembuangan bikarbonat urin
Penurunan eksresi amonia
Diuresis zat terlarut
Kerusakan tubulus
Adaptasi
tubulus
fungsional
terhadap ekskresi natrium
Sindrom nefrotik
Gagal jantung kongestif
Anuria
Masukan garan secara berlebihan
Kehilangan nefron
Diuresis zat terlarut
Kenaikan aliran darah medula
Penurunan laju filtrasi glomerulus
Asidosis
Masukan kalium yang berlebihan
Hipoaldosteronisme
Penurunan
absorpsi
kalsium
intestinum
Produksi 1,25-hidroksi vitamin D
oleh ginjal terganggu
Hipokalsemia dan hiperfosfotemia
Hiperparatiroidisme sekunder
Defisiensi kalori-protein
Osteodistrofi ginjal
Asidosis
Anemia
Faktor-faktor yang tidak diketahui
Penurunan produksi eritropoetin
Hemolisis ringan
Perdarahan
Penurunan ketahanan hidup eritrosit
Masukan besi tidak cukup
Masukan asam folat tidak adekuat
Penghambat eritropoiesis
Trombositopenia
Defek pada fungsi trombosit
Defek pada fungsi granulosit
Fungsi imun seluler terganggu
Faktor-faktor uremik
Keracunan aluminium
asteriksis)
Ulserasi
saluran Hiperekskresi asam lambung
pencernaan
Hipertensi
Kelebihan beban natrium dan air
Produksi renin berlebihan
Hipertrigliseridemia
Penurunan
aktivitas hipoprotein,
lipase plasma
Perikarditis
dan Belum diketahui
kardiomiopati
Intoleransi glukosa
Resisten insulin jaringan
E. Manifestasi dan Perjalanan Klinis
GGK biasanya timbul perlahan, keluhan awal seringkali tidak jelas /
tidak spesifik, berupa kelemahan, letih, lesu, nyeri kepala, anoreksia dan nausea.
Gejala lebih spesifik adalah poliuria, nokturia, polidipsi, pembengkakan ringan
pada wajah, nyeri tulang dan sendi, hambatan pertumbuhan, kulit yang gatal dan
kering, kram otot, parestesia dan tanda-tanda neuropati sensorik atau motorik.
Dengan berlanjutnya gagal ginjal kronik dapat terjadi muntah-muntah,
diare, keadaan kacau, mudah memar, edema dan menurunnya volume kemih.
Hipertensi, asidosis, retensi cairan dan anemia dapat menimbulkan gejala-gejala
gagal jantung umumnya terdapat nyeri kepala dan dapat terjadi bangkitan
kejang. (1)
Temuan fisik bervariasi berdasarkan keparahan dan stadium kulit yang
pucat, kuning kecoklatan, hambatan pertumbuhan, kelemahan dan penyusutan
otot, edema, kulit kering atau memar dengan tanda-tanda garukan karena
pruritus, hipertensi sistolik dan diastolik, tanda-tanda kelebihan beban sirkulasi
seperti edema paru, takikardi, takipnea, distensi vena jugularis, cardiomegali,
irama mendua (gallop rythym) dan bising sistolik ejeksi, deformitas tulang
dengan/tanpa nyeri tekan akibat osteodistropi ginjal, nafas uremik yang
karakteristik, lidah berselaput, tanda-tanda neuropati seperti hilangnya reflek
tendon dalam, hilangnya sensasi atau kekuatan otot. Serta retinopati uremik
dengan eksudat, penyempitan vascular dan mungkin juga perdarahan. (1,7,10)
F. Perjalanan Klinis
Gambaran umum perjalanan GGK dapat diperoleh dengan melihat
hubungan antara bersihan kreatinin dan kecepatan filtrasi glomerulus (GFR)
sebagai persentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar
BUN dengan rusaknya massa nefron secara progresif oleh penyakit Ginjal
Kronik. (4)
Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium.
Stadium I.
Dinamakan penurunan cadangan ginjal.
Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN normal, dan penderita
asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan
kemih yang lama/dengan mengadakan tes GFR yang teliti.
Stadium II
Dinamakan insufisiensi ginjal
Dimana > dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25 %
dari normal. Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat di atas batas
normal. Pada stadium kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi
kadar normal pada stadium insufisiensi ginjal ini pula gejala-gejala nokturia dan
poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai timbul. Gejala-gejala ini
timbul sebagai respon terhadap stres dan perubahan makan/minum yang tibatiba.
Stadium III
Atau stadium akhir gagal ginjal progresif disebut gagal ginjal stadium akhir atau
uremia.
Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90 % dari massa nefron telah
hancur. Nilai GFR hanya 10 % dari keadaan normal. Pada keadaan ini kreatinin
serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respon
terhadap GFR yang mengalami penurunan, penderita mulai merasakan gejalagejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan
homeostasis cairan elektrolit dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita pasti akan meninggal kecuali kalau mendapatkan pengobatan dalam
bentuk transplantasi ginjal atau dialisis. (4)
falangs
distal
jari
telunjuk
dan
tengah
merupakan
indikator
Nyeri kepala
10
Lelah
Kegagalan pertumbuhan
Letargi
Polidipsi
Poliuria(1,9)
Muntah
poliuria
hambatan pertumbuhan
nokturia
polidipsia
kram otot
parastesia
tanda-tanda neuropati
wajah
-
sensorik/motorik(1)
Kulit pucat
Hambatan pertumbuhan
Hipertensi
Penyusutan otot
Edema
Nafas uremi
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah rutin meliputi :
-
Hb (anemia)
I. Penatalaksanaan
Penanganan. Manajemen anak yang menderita gagal ginjal kronis
mmerlukan pemantauan keadaan klinis penderita secara ketat (pemeriksaan fisik
dan tekanan darah) dan keadaan laboratorium. Pemeriksaan darah yang
dilakukan secara rutin meliputi hemoglobin (anemia), elektrolit (hiponatremia,
hiperkalemia, asidosis), BUN dan kreatinin (timbunan nitrogen dan tingkat
fungsi ginjal), kadar kalsium dan fosfor, dan aktivitas alkali fosfatase
(hipokalsemia, hiperfosfatemia, osteodistrofi). Pemeriksaan periodik jkadar
hormon paratiroid yang utuh dan pemeriksaan roentgenografi tulang dapat
bernilai dalam mendeteksi bukti awal adanya osteodistrofi. Roentgenografi dada
dan ekokardiografi dapat membantu sepenuhnya dalam
penilaian fungsi
jantung. Keadaan nutrisi dapat dimonitor dengan evaluasi kadar albumin, seng,
transferin, asam folat dan besi dalam serum secara periodik. Secara optimal
penderita harus ditatalaksana bersama dengan pusat medis yang mampu
menyediakan pelayanan medis, perawatan sosial, dan dukungan nutrisi ketika
penderita menjelek menjadi gagal ginjal stadium akhir.(12)
Penanganan tersebut adalah dibagi 2 golongan yaitu :
A. Pengobatan konservatif
1.
yang cukup
1,5
13
1,7 mEq Na+ dalam setiap juta unitnya dan 1 tablet effervescent Calcium
(Sandoz) mengandung 13 mEq Na+.
Air
Kecuali pada keadaan anuria, penderita gagal ginjal kronik boleh
minum air secara ad libitum dimana rasa haus akan mengatur kebutuhan
yang diperlukan.
Tetapi bila kecepatan filtrasi glomerulus menurun sampai di bawah
10 ml/min/ 1,73 M2 atau timbul oliguria (200 ml/m 2/hari), kelebihan intake
air akan mudah menimbulkan keracunan air dan hiponatremia. Maka pada
keadaan demikian, intake air harus mulai dibatasi .
Jumlah air yang diperkenankan adalah jumlah insensible water
losses (400 ml/m2/hari) + volume urine .
Pengawasan yang baik cukup dengan melihat kenaikan berat badan
dan kadar natrium plasma.
Kalium
Kebanyakan anak dengan gagal ginjal kronik tetap mempunyai kadar
kalium yang normal. Barulah kemudian bila kegagalan memasuki tahap
termilan muncullah bahaya-bahaya hiperkalemia.
Pada keadaan demikian, semua jenis makanan yang mengandung K +
harus dikeluarkan dari diit. Intake K+ adalah : sayur-sayuran yang berwarna
hijau, buah-buahan, kacang-kacangan, buah coklat, kembang gula, soda,
daging an beberapa jenis antibiotika .
Bila kadar K+ serum melampaui 5,5 mEq/1 diperlukan exchange
resin (Kayexalate 0,5-1 gram/kg/hari). 1 gram resin akan mengeluarkan
1 mEq K+ dan menggantinya dengan 1 mEq Na+ atau Calcium. Kadar K+
serum harus dimonitor dan perubahan-perubahan EKG harus selalu diawasi
untuk mencegah terjadinya akibat-akibat hiperkalemia.
yaitu
terjadinya
hyperparathyroidisme
sekunder
dan
demineralisasi tulang.
Dengan cara mengurangi intake Phosphat sesuai dengan derajat
penurunan fungsi ginjal, rangsangan pada kelenjar parathyroid tidak terjadi
sehingga renal osteodystrophy akibat hiperparathyroidisme dapat dicegah.
Jenis-jenis produk susu (diary product) banyak mengandung Phosphat. Jadi
diit rendah protein juga berguna untuk mengurangi intake Phosphat. Intake
Phosphat dapat pula dikurangi dengan cara menghambat absorbsi Phosphat
dalam saluran pencernaan makanan yaitu dengan memberikan alumina gel
sebagai pengikat Phosphat (11).
15
Vitamain
diubah
menjadi
bentuk
aktifnya
(1,25-
4.
ginjal
biasanya
terjadi
bersama
dengan
Kemungkinan Komplikasi
Desintensi lesi
Terapi besi yang paling
diperlukan
Hipertensi
Kejang-kejang
Berkurangnya klirens alat
dialisis
Penjedalan pada jalan masuk
vaskuler
18
1-5 mg/kg) dan nifedipin (Pfizer Labs, New York, NY; 0,2-1,0 mg/kg/24
jam). Minoksidil dan kaptopril seharusnya hanya digunakan pada penderita
yang tekanan darahnya tidak cukup terkendali dengan cara-cara yang
disebutkan di atas dan harus diberikan dengan petunjuk ahli nefrologik
anak. Kaptopril dapat menimbulkan hiperkalemia.
7.
B. Dialisis
Indikasi dialisis pada bayi, anak dan remaja sangat bervariasi dan tergantung
dari status klinis pasien. Tindakan dialisis baik peritoneal maupun
hemodialisis harus dilakukan sebelum LFG mencapai 5 ml/menit/1,73 m 2
dan hasilnya akan lebih baik daripada LFG < 5 ml/menit/1,73m 2 yang
disertai manifestasi klinis yang berat. (2,7,8,10)
C.
Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan pilihan ideal untuk pengobatan gagal ginjal
tahap akhir (end stage renal failure). Indikasi transplantasi ginjal adalah
pasien gagal ginjal tahap akhir dengan gagal tumbuh berat atau mengalami
kemunduran klinis setelah mendapat pengobatan yang optimal. (2,7,8,10)
J. Prognosis
Prognosis gagal ginjal kronik pada anak telah mengalami perbaikan
dramatis. Saat ini hanya sedikit anak-anak yang meninggal karena uremia.
Walaupun demikian, suatu proporsi penderita anak yang cukup bermakna masih
belum dapat mencapai rehabilitasi fisik dan emosional yang lengkap.
19
BAB III
KESIMPULAN
GGK adalah suatu keadaan penurunan fungsi ginjal yang bersifat ireversibel
dengan akibat terjadinya penurunan laju filtrasi glomerulus.
Klasifikasi GGK dalam arti luas menunjukkan bahwa pada anak telah terjadi
penurunan fungsi ginjal, tetapi beratnya fungsi ini bervariasi dari ringan sampai
berat. Dalam keadaan normal renal plasma flow = 125 ml/menit/1,73 m2 dan Klerens
urea 48-72 ml/menit/1,73 m2. GGK dibagi atas 4 tingkatan yaitu gagal ginjal dini,
insufisiensi ginjal kronik, gagal ginjal kronik, gagal ginjal terminal.
Dua penyebab utama GGK pada anak adalah kelainan kongenital dan
glomerulonefritis kronik. Penyebab GGK pada anak sangat erat hubungannya dengan
usia saat timbulnya GGK.
Dua adaptasi penting penting dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap
ancaman ketidakseimbangan cairan elektrolit sisa nefron yang ada mengalami
hipertrofi dalam usahanya untuk melaksanakan saluran beban kerja ginjal yaitu
terjadinya peningkatan kecepatan filtrasi beban solut dan reabsorbsi tubulus dalam
setiap nefron meskipun GFR untuk saluran massa nefron yang terdapat dalam ginjal
turun dibawah nilai normal.
GGK biasanya timbul perlahan-lahan, keluhan awal seringkali tidak jelas atau
tidak spesifik. Dengan berlanjutnya gagal ginjal kronik keluhan semakin jelas dan
gejala yang timbul lebih spesifik. Temuan fisik bervariasi berdasarkan keparahan dan
stadium. Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi 3 stadium
yaitu stadium penurunan cadangan ginjal, insufisiensi ginjal, dan stadium akhir gagal
ginjal progresif (gagal ginjal stadium akhir atau uremia).
Penatalaksanaan GGK secara garis besar dapat dibagi dalam, yaitu
pengobatan konservatif, Dialisis dan Transplantasi ginjal. Pengobatan konservatif
bertujuan untuk memanfaatkan faal ginjal yang masih ada, menghilangkan berbagai
faktor pemberat dan bila mungkin memperlambat progresivitas gagal ginjal.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Bergstein Jerry. M, Gagal Ginjal Kronik (Uremia Kronik) dalam Behrman RE,
Vaughan V.C. (editor), Nelson, Ilmu Kesehatan Anak, terjemahan, edisi 12, Cet.
I, Penerbit EGC, Jakarta, 1992 : 128-131.
2. Sekarwana Nanan, Gagal Ginjal Kronik dalam (Ikatan Dokter Anak), Alatas H,
Tambunan T, Trihono P.P. (editor), Buku Ajar Nefrologi Anak, jilid 2, Jakarta,
1996 : 465-485.
3. William H.E, William H.W, Jessie G.R, Paisley W. John. (editor), Chronic Renal
Failure, Gellis S. Sydney, Kagan M. Benjamin in Current Paediatric Therapy,
edisi 11, 1993 : 370-372.
4. Wilson M. L, Price A. S, Gagal Ginjal Kronik, Wijaya Caroline. (editor), Konsep
Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 4, Buku 2, EGC, Jakarta : hal 812-817.
5. Latief A. Napitupulu P. Pudjindi A. Ghozali U.M. Putra TS. Nefrologi, Hassan R.
Alatas H. (editor), Buku II, Cetakan VII, Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI,
Jakarta 1997 : hal 810.
6. Harrington R, Zimmerman W, Chronic Renal Failure in, Sons and John Willey
(editor), Phathophysiology Series, USA, 1982 : hal 185-209.
7. Barrat M.T., Baillod A Rosemarie, Chronic Renal Failure and Reguler Dialysis in
Pediatric Urology, Johnson JH, Williams Inner D. (editor), 2 nd edition, 1978 : 3746.
8. Mansjour A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani Ika W, Setiowulan W, Gagal Ginjal
Kronik, Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, Buku 1, FKUI, Jakarta, 1999 : hal
531-533.
9. Brenner M. Barry, Lazarus M, Chronic Renal Failure in Pathophysiology and
Clinical Considerations, Nelson (ed.), Philadelphia, Saunders, 1983 : 1155-1165.
10. Sjaifullah Noer, R.H. Sardjito DJ, Darto Saharso, Peranan Gagal Ginjal Kronik,
Bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Unair/R.S. Dr. Soetomo, Surabaya 1985.
21