Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986 emfisema
menduduki peringkat ke-5 sebagai penyebab kesakitan terbanyak dari 10
penyebab kesakitan utama. SKRT DepKes RI menunjukkan angka
kematian karena emfisema menduduki peringkat ke-6 dari 10 penyebab
tersering kematian di Indonesia. Penyakit emfisema di Indonesia
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah orang yang menghisap
rokok, dan pesatnya kemajuan industri(1).
Di negara-negara barat, ilmu pengetahuan dan industri telah maju
dengan mencolok tetapi menimbulkan pula pencemaraan lingkungan dan
polusi. Ditambah lagi dengan masalah merokok yang dapat menyebabklan
penyakit bronkitis kronik dan emfisema.Di Amerika Serikat kurang lebih 2
juta orang menderita .Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara
penyakit kronis yang dapat menimbulkan gangguan aktifitas. Emfisema
terdapat pada 65% laki-laki dan 15% wanita(1).
Emfisema merupakan suatu perubahan anatomis paru yang
ditandai dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal
bronkus terminal, yang disertai kerusakan dinding alveolus. Rokok adalah
penyebab utama timbulnya emfisema paru. Biasanya pada pasien perokok
berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan
pada saluran napas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk
yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak napas, hipoksemia,
dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal
yang dapat menyebabkan kegagalan napas dan meninggal dunia(1).

B. Tujuan
1

1. Tujuan Umum
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat
mengetahui dan menerapkan bagaimanapencegahan emfisema itu
sendiri.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasisiwa mampu memahami konsep emfisema
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami penatalaksanaan
emfisema
c. Agar mahasiswa mengetahui diagnosa banding emfisema

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi

Emfisema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh


pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal broncus terminalis, disertai
dengan kerusakan alveoli yang irreversible(1).

B. Etiologi
1.rokok
rokok dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia, menghabat fungsi magrofag
alveolar.
2.polusi
Polusi dapat juga menyebabkan terjadinya empisema apadila ditempat industri
yang tinggi.
3. infeksi.
Infeksi saluran pernapasan menyebabkan kerusakan paru lebih berat, penyakit
infeksi saluran napas seperti pneumonia, bronchitis akut, asma bronkhiale.
4. faktor ginetik.
Depenisi alpa- 1 anti tripsin cara yang tepat, dan bagaimana dapat menimbulkan
empisema belum jelas.

5. obsruksi jalan napas.


Empisema terjadi karena tertutupnya lumen bronkus atau bronkhiolus sehinggah
terjadi mekanisme ventil(1).

C. Patofisiologi

Empisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai robekan


alveolus-alveolus.-irreversible dan menyeluruh (terlokalisasi)- mengenai
sebagian atau seluruh paru(1).
Emfisema merupakan kelainan dimana terjadi kerusakan pada dinding
alveolus yang akan menyebabkan overdistensi permanen ruang udara. Perjalanan
udara akan terganggu akibat dari perubahan ini. Kesulitan selama ekspirasi pada
emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) diantara
alveoli, jlan napas kolaps sebagian, dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau
recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di antara ruang
alveolus (disebut blebs) dan diantara parenkim paru-paru (disebut bullae). Proses
ini akan menyebabkan peningkatan ventilator pada dead space atau area yang
tidak mengalami pertukaran gas atau darah(1).

Kerja napas meningkat dikarenakan terjadinya kekurangan fungsi jaringan


paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Emfisema juga
menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi
O2 dan penurunan ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan
usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia muda biasanya
berhubungan dengan bronchitis kronis dan merokok(1).

D. Mekanisme klinik
1. demam
2. berkeringat malam
3. nyeri pleura
4. dipsnea
5. anoreksia
6. penurunan berat badan.

E. Penatalaksanaan medis
Tujuan pengobatan adalah untuk mengalirkan cairan dalam kavitas pleura
dan mencapai ekspansi paru yang sempurna.
Cairan dialirkan dan diberikan antibiotik yang sesuai berdasarkan organisme
penyebab.
Untuk drainase cairan pleura tergantung pada tahap penyakit dan dilakukan
dengan:
1. aspirasi jarum ( terosintesis) dengan kateter perkutan yang kecil, jika
cairanb tidak terlalu banyak.
2. drainase dada tertutup mengunakan selang inter kosta dengan diameter
besar yang disambungkan ke drainase water seal.

3. darinase terbuka dengan cara reseksi iga untuk mengangkat pleura yang
mengalami penebalan, pus dan debris serta unuk mengangkat jaringan paru
yang sakit dibawahnya(2).

F. Patogenesis
Terdapat empat perubahan patologik yang dapat timbul pada pasien enfisema
yaitu :
a.

Hilangnya elastisitas paru-paru

Protease (enzim paru-paru) mengubah atau merusak alveoli dan saluran napas
kecil dengan cara merusak serabut elastin. Sebagai akibatnya, kantung alveolus
kehilangan elastisitasnya dan jalan napas kecil menjadi kolaps atau menyempit.
Beberapa alveoli menjadi rusak dan yang lainnya kemungkinan menjadi
membesar.
b.

Hiperinflasi paru-paru

Pembesaran alveoli sehingga paru-paru sulit untuk dapat kembali keposisi


istirahat normal selama ekspirasi.
c.

Terbenuknya bullae

Dinding alveolus membengkak dan berhubungan untuk membentuk suatu bullae


(ruangan tempat udara diantara parenkim paru-paru) yang dapat dilihat pada
pemeriksaan X-ray.
d.

Kolapsnya jalan napas kecil dan udara terperangkap

Ketika pasien berusaha untuk ekshalasi secara kuat, tekanan positif intratoraks
akan menyebabkan kolapsnya jalan napas(3).
G. Jenis jenis Emfisema
a) Emfisema sentrilobular termasuk kelainan pada asinus proksimal (bronkioli
respiratorik), namun bila progresif, dilatasi dan destruktif dari dinding distal
alveoli juga akan terjadi. Secara khas perubahan akan lebih sering dan lebih berat
dibagian atas daripada dibagian zone bawah lobus, bentuk emfisema ini adalah
penyakit yang paling dominan pada perokok(4).
b) Emfisema panasinar ; terjadi pelebaran alveoli yang progresif dan duktus
alveoli, serta hilangnya dinding batas antara duktus alveoli dan alveoli. Dengan

progresifitas dan destruktif dari dinding alveoli ini, ada simplikasi dari struktur
paru. Bila proses menjadi difus, biasanya lebih jelas tandanya pada lobus bawah,
bentuk emfisema ini lebih sering terjadi pada wanita dewasa, walaupun perokok
dapat menyebabkan bentuk dari emfisema ini, namun hubungan tersebut tidak
sesering pada emfisema sentilobuler(4).
c) Emfisema parasepta atau sub pleura ; biasanya terbatas pada zona sub pleura
dan sepanjang septa interlobaris, yang ditandai dengan keterlibatan asinus distal,
alveoli dan kadang-kadang duktus alveoli(4).
Bentuk ini sering menimbulkan gelembung bula yang besar langsung di bawah
pleura, dan juga dapat menimbulkan pneumotoraks pada dewasa muda.
d) Emfisema ireguler ; emfisema ini sering dihubungkan dengan parut paru,
bentuk ini biasanya terbatas ekstensinya, karena itu hanya menyebabkan dampak
yang kecil pada fungsi(4).

H. Diagnosa Banding
Konsep Dasar EMPIEMA
A. DEFINISI
Emphiema thoraksis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya
penumpukan cairan terinfeksi atau pus pada kavitas pleural, Emphiema thorak
juga dapat berarti adanya proses supuratif pada rongga pleura(5).
B. ETIOLOGI
1. Infeksi yang berasal dari dalam paru :
a.
b.

Pneumonia
Abses paru

c.

Bronkiektasis

d.

TBC paru

e.

Aktinomikosis paru

f.

Fistel Bronko-Pleura

2.

Infeksi yang berasal dari luar paru :

a.

Trauma Thoraks

b.

Pembedahan thorak

c.

Torasentesi pada pleura

d.

Sufrenik abses

e.

Amoebic liver abses

C. PATHOFISIOLOGI DAN PATHWAYS


Akibat invasi basil piogenik ke pleura akan mengakibatkan timbulnya
radang akut yang diikuti pembentukan eksudat serous. Dengan banyaknya sel
PMN yang mati akan meningkatkan kadar protein dimana mengakibatkan
timbunan cairan kental dan keruh. Adanya endapan-endapan fibrin akan
membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut(6).
Apabila nanah menembus bronkus, timbul fistel bronkus pleural.
Sedangkan bila nanah menembus dinding thorak dan keluar melalui kulit disebut
emphiema nesessitasis. Emphiema dapat digolongkan menjadi akut dan kronis.
Emphiema akut dapat berlanjut ke kronis. Organisasi dimuli kira-kira setelah
seminggu dan proses ini berjalan terus sampai terbentuknya kantong tertutup(6).
D. TANDA DAN GEJALA
1. Emphiema akut
a. Panas tinggi dan nyeri pleuritik
b. Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura
c. Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia,
dan clubbing finger
d. Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural
e. Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah
dan nanah banyak sekali
2. Emphiema kronis

a. Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan


b. Badan lemah, kesehatan semakin menurun
c. Pucat, clubbing finger
d. Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura
e. Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kea rah yang sakit
f. Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Foto thorak
b. Tes kultur dan kepakaan dari drainase hasil aspirasi dari pleura

F. KOMPLIKASI
a. Fistel Bronko pleura
b. Syok
c. Sepsis
d. Gagal jantung kongesti
G. PENATALAKSANAAN
a. Pengosongan nanah
b. Antibiotika
c. Penutupan rongga emphiema
d. Pengobatan kausal
e. Pengobatan tambahan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Empisema merupakan Suatu perubahan anatomis paru yang ditandai
dengan melebarnya secara abnormal saluran udara bagian distal bronkus terminal,
yang disertai kerusakan dinding alveolus.
Empesema adalah suatu kelainan anatomik paru yang ditandai oleh
pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal broncus terminalis, disertai
dengan kerusakan alveoli yang irreversible.

B. Saran
Penanganan untuk empisema sebaiknya haruslah diperhatikan secara
menyeluruh dan secara hati-hati agar tidak salah untuk penanganannya atau
penatalaksanaannya karena ada penyakit yang menyerupai empisema tersebut.
Dan kami mengharapkan kritik dan sarannya untuk kekurangan dari
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC

10

2. Brom.P.J.A, Jetsen.M, Hidayat.S, van de Burgh.N, Leunissen.P, Kant.I,


Houba.R, Soeprapto.H. Respiratology Symtoms, Lung Function, and nasal
cellularity in Indonesian wood workers : a dose-response analysis.
Occupational Environment Medicene, 2002, 59 :338-344
3. Tabrani.R.H. Prinsip Gawat Paru. Buku Kedokteran ECG. Jakarta,1996.
4. Ganong.W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17 cetakan I. Buku
Kedokteran EGC, 1999
5. Amin.M. Penyakit Paru Obstruksif Kronik. Laboratorium-SMF Penyakit
Paru.

Fakultas

Kedokteran

Universitas

Airlangga-RSUD

DR.

Sutomo,2000.
6. Mills,John & Luce,John M.1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Sepesialis Penyakit Dalam Indonesia.

11

Anda mungkin juga menyukai