Anda di halaman 1dari 6

Panduan

Penolakan Resusitasi (DNR)

Rumah Sakit
Nunukan

Umum

Daerah

Kabupaten

Jalan Ujang Fatimah RT.04 Desa Binusan Kecamatan Nunukan


Telepon/fax manajemen 0556 2020755; UGD 0556-2020756
Website: rsud.nunukankab.go.id / e-mail: pkrsudnunukan@yahoo.co.id

PANDUAN
PENOLAKAN RESUSITASI (DNR)

A. PENGERTIAN
Resusitasi merupakansegala bentuk usaha medis, yang
dilakukan terhadap mereka yang berada dalam keadaan darurat
atau kritis, untuk mencegah kematian.
Do Not Resusitation (DNR) adalah sebuah perintah untuk
tidak dilakukan Resusitasi, yang merupakan pesan untuk tenaga
kesehatan ataupun masyarakat umum untuk tidak mencoba CPR
(cardiopulmonary resusitation) atau Resusitasi Jantung Paru (RJP)
jika terjadi permasalahan darurat pada jantung pasien atau
pernapasan berhenti.
Perintah ini ditulis atas permintaan pasien atau keluarga
tetapi harus ditandatangani oleh dokter yang berlaku. DNR
merupakan salah satu keputusan yang paling sulit, adalah
masalah etika yang menyangkut perawat ataupun dokter dan
tenaga kesehatan lainnya. Hal ini akan berhadapan dengan
masalah moral atau pun etik, apakah akan mengikuti sebuah
perintah 'jangan dilakukan resusitasi' ataupun tidak. Bagaimana
tidak jika tiba-tiba pasien henti jantung sebagai perawat yang
sudah handal dalam melakukan RJP membiarkan pasien mati
dengan begitu saja tapi masalahnya jika kita memiliki hati dan
melakukan RJP pada pasien tersebut, kita bisa dituntut oleh pasien
dan keluarga pasien tersebut. Ini adalah sebuah dilema. Jika terjadi
kedaruratan jantung pasien atau pernapasan berhenti.
Salah satu alasan utama orang menandatangani perintah
DNR adalah karena apa yang terjadi ketika staf rumah sakit
mencoba untuk melakukan RJP. Situasi ini umumnya disebut
sebagai "kode." Hal ini kadang-kadang diberikan nama samaran
yang berbeda di rumah sakit yang berbeda. Pada pasien biasa
ketika kode staf pasien suatu kawanan seluruh tim resusitasi
ruangan.

Dada

akan

dikompresi

dengan

tangan

untuk

mensimulasikan detak jantung dan sirkulasi darah. Sebuah tabung


dimasukkan

ke

dalam

mulut

dan

tenggorokan

dan

Pasien

diletakkan pada ventilator untuk bernafas untuk Pasien. Jika hati


Pasien dalam irama mematikan Pasien terkejut dengan jumlah
besar listrik untuk tersentak kembali ke irama. Obat yang
diberikan dan secara manual dipompa melalui sistem dengan

penekanan dada. Jika semua ini berhasil, hati Pasien mulai untuk
mengalahkan sendiri lagi dan pasien berakhir di ventilator untuk
membuatnya

napasnya.

Ini

tidak

biasanya

datang tanpa

konsekuensi.
Salah satu konsekuensi potensial utama dilakukan RJP
adalah kekurangan oksigen ke organ-organ tubuh. Meskipun
penekanan dada sedang dilakukan untuk mengedarkan darah
melalui tubuh, masih belum seefektif detak jantung biasa.
Meskipun oksigen dipompa ke paru-paru mekanik, penyakit itu
sendiri dapat mencegah beberapa oksigen dari mencapai aliran
darah.

Semakin

kemungkinan

lama

kerusakan

RJP

berlangsung,

pada

organ-organ.

semakin

besar

Tapi

tidak

jika

dilakukan RJP akan berdampak dari kerusakan otak, kerusakan


ginjal, hati, atau kerusakan paru-paru. Apa pun bisa rusak
berhubungan dengan kurangnya oksigenasi.
Ada juga kemungkinan trauma tubuh dari penekanan dada.
Hal ini sangat normal untuk mendengar retak tulang rusuk dan
tulang. Dibutuhkan banyak kekuatan untuk kompres jantung
dengan sternum dan tulang rusuk duduk di sampingnya. Terutama
orang tua biasanya mengalami kerusakan dari ini. Kejutan listrik
juga dapat traumatis dalam dan dari dirinya sendiri.
Jadi bahkan jika Pasien bangkit kembali, kemungkinan Pasien
pemulihan dan kelangsungan hidup dapat berpotensi jauh lebih
rendah daripada mereka sebelum resusitasi tersebut. Biasanya
Pasien berakhir pada ventilator setelah RJP. Jika Pasien memiliki
organ yang rusak, kerusakan terutama otak, ada kemungkinan
Pasien mungkin bukan karena ventilator tapi karena terlambatnya
oksigen masuk ke otak.
Pasien

DNR

biasanya

sudah

memberikan

tanda

utuk

melarang melakukan Resusitasi biasanya terdapat pada baju, di


ruaang perawatan ataupun di pintu masuk, sudah ada tandan
tulisan DNR. Pasien DNR tidak benar-benar mengubah perawatan
medis yang diterima. Pasien masih diperlakukan dengan cara yang
sama. Semua ini berarti bahwa jika tubuh pasien meninggal
(berhenti bernapas, atau jantung berhenti berdetak) tim medis
tidak akan melakukan CPR/RJP.
Menjadi DNR tidak berarti obat berhenti untuk diberikan.
Ketika dokter dan perawat berhenti berfokus pada pengobatan dan
mulai fokus pada tindakan penghiburan adalah sesuatu yang
disebut Perawatan Paliatif

B. TUJUAN
Untuk menyediakan suatu proses dimana pasien bisa memilih
prosedur yang nyaman dalam hal bantuan hidup oleh tenaga
medis emergensi dalam kasus henti jantung henti nafas.
C. PERTIMBANGAN STATUS DNR
DNR diberikan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu yaitu:
1. sudah tidak ada harapan hidup walaupun pasien itu masih
sadar, misal pasien dengan kanker stadium empat parah,
jadi rasanya tidak perlu adanya resusitasi.
2. Pasien yang pada penyakit kronis dan terminal.
3. Pasien dengan kontra indikasi CPR ataupun pasien yang di
cap eutanasia ( dibiarkan mati ataupun suntik mati karena
kehidupan yang sudah tidak terjamin).
4. Kaku mayat.
5. Dekapitas: yaitu suatu tindakan untuk memisahkan kepala janin dari
tubuhnya dengan cara memotong leher janin agar janin dapat lahir per
vaginam. Dekapitasi dilakukan pada persalinan yang macet pada letak
lintang dan janin sudah meninggal.
6. Dekomposisi.
7. Lividitas dependen.
8. Jelas trauma kepala atau tubuh yang masif yang tidak
memungkinkan untuk hidup (pastikan pasien tidak memiliki
tanda-tanda vital)
D. PROSEDUR MENOLAK RESUSITASI (DNR)
Untuk menentukan status DNR ini diperlukan konsultasi dan
kesepakatan para dokter yang merawat pasien dan tentu saja
persetujuan dari keluarga pasien. Karena apabila walaupun
menurut para dokter yang merawat si pasien bahwa keadaan
pasien sudah tidak memungkinkan untuk dapat survive dan status
DNR diperlukan, tetapi keluarga pasien tidak menghendaki status
DNR tersebut, maka status DNR tidak dapat diberikan. Karena hal
itu dapat dianggap neglecting patient, dan pihak keluarga dapat
menuntut dokter yang merawat pasien dan rumah sakit tempat
pasien dirawat. Jadi sebelum menentukan DNR, maka keluarga
pasien perlu diberitahu tentang keadaan pasien.
Tetapi terkadang, keluarga pasien sendiri yang meminta
status DNR, walaupun pasien masih sadar. Pertimbangan mereka

biasanya karena mereka tidak ingin pasien mengalami kesakitan,


mengingat bagaimanapun juga keadaan pasien sudah parah, atau
karena pasien sudah lanjut usia. Karena apabila kita ingat dan
bayangkan

proses

resusitasi

itu

sebenarnya

memang

menyakitkan. Bayangkan saja tubuh yang sudah sakit parah atau


renta diberikan kompresi jantung, atau bahkan diberikan DC
shock, pasti sakit sekali. makanya terkadang keluarga pasien yang
meminta DNR alias dibiarkan meninggal dengan tenang.
Prosedur yang direkomendasikan :
1. Meminta informed consent dari pasien atau walinya
2. Mengisi formulir DNR. Tempatkan kopi atau salinan pada rekam
medis pasien dan serahkan juga salinan pada pasien atau
keluarga
3. Menginstruksikan pasien atau caregiver memasang formulir
DNR di tempat-tempat yang mudah dilihat seperti headboard,
bedstand, pintu kamar atau kulkas
4. Dapat juga meminta pasien mengenakan gelang DNR di
pergelangan tangan atau kaki (jika memungkinkan)
5. Tinjau kembali status DNR secara berkala dengan pasien atau
walinya, revisi bila ada perubahan keputusan yang terjadi dan
catat dalam rekam medis. Bila keputusan DNR dibatalkan, catat
tanggal terjadinya dan gelang DNR di musnahkan.
6. Perintah DNR harus mencakup hal-hal di bawah ini :
a. Diagnosis
b. Alas an DNR
c. Kemampuan pasien untuk membuat keputusan
d. Dokumentasi bahwa status DNR telah ditetapkan dan
oleh siapa
7. Perintah DNR dapat dibatalkan dengan keputusan pasien
sendiri atau dokter yang merawat, atau oleh wali yang sah.
Dalam hal ini, catatan DNR di rekam medis harus pula
dibatalkan dan gelang DNR (jika ada) di musnahkan.

Perintah Do Not Resuscitate (DNR) harus dengan dasar yang kuat.


Bila keluarga pasien memberikan surat perintah DNR dari dokter
pribadinya, yaitu dengan mengikuti prosedur berikut :
1. Hubungi kontrol medik.
2. Berikan keterangan yang jelas mengenai situasi yang ada.
3. Pastikan agar diagnosis yang mengakibatkan DNR sudah
dijelaskan (misal : kanker).
4. Buat laporan status pasien secara jelas (tanda-tanda vital,
pemayaran EKG).

5. Pastikan mengisi form DNR tertulis. Pastikan mencatat nama


dokternya.
6. Dokter kontrol medik menentukan apakah menyetujui atau
menolak perintah DNR.
7. Bila pasien dalam henti jantung saat tiba di UGD, mulai BHD
sambil

menghubungi

kontrol medik.
8. Pikirkan potensi untuk donasi organ. Pasien dengan cedera
mematikan mungkin tetap membutuhkan tindakan gadar
hingga ditentukan apakah pasien mungkin potensial sebagai
donor organ atau jaringan.
9. Bila mungkin, letakkan telapak tampak segera atau leads EKG
untuk memastikan irama asistol atau agonal dan lampirkan
strip kopi pada laporan.

Anda mungkin juga menyukai