SIKLUS KARBON
Konsentrasi karbondioksida (CO2) di atmosfer cenderung meningkat dari tahun ke
tahun sejalan dengan meningkatnya budidaya pertanian dan industri global. Walaupun lautan
dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer, aktifitas manusia
yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari kemampuan alam untuk
menguranginya. Menurut JANZEN (2004) bahwa karbon dapat diambil dan dikembalikan ke
atmosfer melalui beberapa cara.
5. Di permukaan laut yang lebih hangat, karbon dioksida terlarut dilepas kembali ke
atmosfer.
6. Erupsi vulkanik atau ledakan gunung berapi akan melepaskan gas ke atmosfer.
Gas-gas tersebut termasuk uap air, karbon dioksida, dan belerang. Jumlah karbon
dioksida yang dilepas ke atmosfer secara kasar hampir sama dengan jumlah
karbon dioksida yanghilang dari atmosfer akibat pelapukan silikat.
Siklus karbon sendiri dibagi menjadi dua macam, yaitu siklu karbon global dan siklus
karbon di samudera.
1. Siklus karbon global
Panah yang tebal menunjukkan fluks yang paling utama dari titik
keseimbangan CO2 di atmosfer yaitu produksi primer kotor dan respirasi oleh biosfer
daratan, dan pertukaran fisik antara atmosfer dan laut. Perubahan yang terus menerus
ini kira-kira seimbang setiap tahun, tetapi ketidakseimbangannya dapat
mempengaruhi konsentrasi CO2 atmosfer secara signifikan dari tahun ke tahun. Panah
yang tipis menandakan fluks alami tambahan (bentuk yang terlarut untuk fluks karbon
sebagai CaCO3) yang cukup penting pada skala waktu yang lebih panjang. Fluks 0,4
PgC/th dari CO2 atmosfer melalui tumbuh-tumbuhan ke karbon tanah kira-kira
seimbang pada skala waktu beberapa millenium oleh ekspor organik karbon terlarut
(DOC) di sungai.. Di samudera, DOC dari sungai berespirasi dan dilepaskan kembali
ke atmosfer, sedangkan produksi CaCO3 oleh organisme laut mengakibatkan separuh
DIC dari sungai kembali ke atmosfer dan setengahnya lagi mengendap dalam sedimen
dasar laut yang merupakan awal pembentukan batu karang karbonat. Gambar 1 juga
menunjukkan proses dengan skala waktu yang lebih panjang yaitu penguburan
material organik sebagai fosil karbon organik (termasuk bahan bakar fosil), dan luaran
gas CO2 sampai pada proses tektonis (vulcanism).
Pembakaran bahan bakar fosil dan perubahan penggunaan lahan menjadi
proses antropogenik utama yang melepaskan CO2 ke atmosfer. Hanya sebagian dari
CO2 ini yang tinggal di atmosfer, sisanya diserap oleh daratan (tanah dan tumbuhtumbuhan) atau oleh samudera. Penyerapan komponen ini menyebabkan ketidakseimbangan fluks dalam dua jalur alami yang besar yaitu antara samudera dan
atmosfer dan antara atmosfer dan daratan.
2. Siklus karbon di samudera
Karbon dioksida yang terlarut di dalam air laut ditemukan dalam tiga bentuk
utama, yaitu CO2 terlarut (non ionik, 1% dari jumlah total), ion karbonat (CO32,
8%) dan bikarbonat (HCO3, 91%), penjumlahan dari ketiganya disebut sebagai
dissolved inorganic carbon/DIC (karbon anorganik terlarut) (IPCC, 2001). DIC di
dalam samudera diangkut oleh proses fisik dan biologi. Tenggelamnya DOC dan
partikel organik karbon (POC) dari proses biologi mengakibatkan aliran karbon
mengarah ke bawah yang dikenal sebagai produksi ekspor. Material organik ini
ditranspor dan direspirasi oleh organisme nonfotosintesis (respirasi heterotropik) dan
pada akhirnya terangkat dan kembali ke atmosfer. Hanya sebagian kecil yang
mengendap pada sedimen laut dalam.
Penyerapan C02 oleh samudera sangat tergantung pada tinggi rendahnya suhu,
sehingga transfer panas antara udara dan laut berpengaruh pada pola regional dan
musiman dari transfer CO2. Permukaan air yang dingin cenderung lebih mudah
menyerap CO2, sedangkan permukaan laut yang hangat menyebabkan hal yang
sebaliknya dimana permukaan laut akan lebih mudah melepaskan gas CO2 ke
atmosfer. Daerah hangat (perairan tropis) dan dingin (perairan kutub) ini dihubungkan
oleh sirkulasi atau aliran arus laut yang oleh para ilmuwan disebut sebagai Sabuk
Laut. Fungsi sabuk laut ini adalah mendorong air laut yang sudah dipanaskan oleh
matahari di wilayah tropik ke daerah yang lebih dingin di daerah kutub. Proses
sebaliknya juga terjadi, yaitu air dingin di Artik dan Antartika dibawa ke daerah tropik
untuk dipanaskan (NOAA, 2007).
Organisme laut seperti kerang juga membentuk cangkangnya dari kalsium
karbonat padat (CaCO3) yang tenggelam atau terakumulasi pada sedimen, terumbu
karang dan pasir. Proses penipisan CO32- permukaan ini mengurangi kadar alkalinitas
dan cenderung meningkatkan pCO2 (CO2 partial pressure) dan membawa lebih
banyak luaran gas CO2 (IPCC, 2001). Pengaruh dari formasi CaCO3 pada pCO2
permukaan dan fluks udara-laut kemudian terhitung untuk produksi organik karbon.
Untuk lapisan permukaan laut secara global, perbandingan antara ekspor organik
karbon dan ekspor kalsium karbonat ("rain ratio") adalah suatu faktor kritis yang
mengontrol keseluruhan efek aktivitas biologi pada pCO2 permukaan laut (IPCC,
2001).