Anda di halaman 1dari 20

PERAN AKUNTANSI LINGKUNGAN DAN ETIKA BISNIS TERHADAP

PERUSAHAAN & KELESTARIAN LINGKUNGAN


Ngabey Ryvandhi Ikko W
Abstract
Akuntansi lingkungan dan etika bisnis merupakan suatu masalah yang
penting untuk kita bahas dan teliti. Pemahaman tentang lingkungan dan etika akan
membantu perusahaan mengembangkan perusahaan. Lingkungan dan etika
merupakan faktor penting bagi perusahaan untuk bertahan hidup dalam
menjalankan perusahaan. Pesatnya perkembangan akuntansi, perusahaan yang
tidak hanya berperan dalam memberikan kesejahteraan dalam bentuk materi tetapi
harus menyadari lingkungan dan etika. Selain perusahaan untuk menjalankan
usahanya harus memperhatikan lingkungan, tetapi peran pemerintah dan
masyarakat harus berpartisipasi untuk menciptakan lingkungan yang harmonis.
Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk menggambarkan perkembangan
akuntansi lingkungan dan bisnis, dan mengetahui sangat pentingnya akuntansi
lingkungan dan etika bisnis bagi perusahaan maupun lingkungan sekitar kita.
Keywords: environmental accounting & business ethics
PENDAHULUAN
Kerusakan lingkungan mulai banyak dirasakan oleh masayarakat di dunia
seiring dengan perkembangan sektor industri, khususnya di negara kita di
Indonesia. Bersamaan dengan berkembangnya sektor industri maka banyak
ditemukan dampak negatif yang ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Di satu sisi,
pertumbuhan industri tersebut memang berdampak positif, yaitu bertambahnya
lapangan pekerjaan, sehingga pertumbuhan ekonomipun otomatis juga akan
meningkat. Tapi di sisi lain, ada dampak negatif yang ditimbulkan dan
mempengaruhi kelestarian lingkungan, yaitu ketika beberapa pabrik-pabrik
tersebut tidak menghiraukan kelestarian lingkungan alam dengan membuang
limbah cair ke sungai tanpa proses pengelolaan limbah yang berwawasan

lingkungan. Hal ini tentunya akan merugikan manusia dan juga ekosistem di
sekitar lingkungan tersebut. Penggunaan bahan kimia atau senyawa kimia oleh
banyak sektor industri juga akan merusak lapisan ozon yang ditengarai semakin
menipis. Ozon merupakan gas alam di dalam atmosfer yang berfungsi untuk
menyerap sebagian besar radiasi matahari yang sangat berbahaya bagi mahkluk
hidup terutama ultraviolet. Kerusakan lingkungan di Indonesia semakin parah
sebagai dampak pemanasan global yang dipicu oleh ofek rumah kaca dan prilaku
manusia yang tidak bersahabat dengan alam sekitar.
Perlunya akuntansi lingkungan di dunia sangat dibutuhkan. Konsep yang
menganggap bahwa perusahaan sebagai badan hukum yang melakukan eksploitasi
dalam suatu wilayah dan negara untuk mendapat keuntungan dan kekkayaan alam
wilayah itu, mestinya juga menjadi penduduk yang baik yang melindungi alamnya
dan juga makhluk yang berada di dalamnya. Sebuah industri sebenarnya memiliki
hubungan yang erat dengan alam atau lingkungan sekitar. Disini alam dapat
menyediakan bahan-bahan baku yang dibutuhkan oleh suatu industri untuk
memproduksi suatu barang. Merupakan suatu hal yang wajib seandainya
perusahaan juga ikut bertanggungjawab melindungi bumi dari setiap kerusakan
laingkuangan yang kalau tidak dijaga akhirnya akan merusak industri itu sendiri,
sehingga dapat dilakukan pemabangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkunagan. Perusahaan yang hanya memberikan perhatian pada manajemen dan
pemilik modal, kini harus melihat kesisi baru yakni tanggung jawab perusahaan
terhadap stakeholder yang telah menjadi topik sangat menarik dan semakin
banyak dibahas, hal ini berkaitan dengan adanya kesadaran suatu perusahaan atau
institusi untuk tidak hanya menghasilkan laba setinggi-tingginya, tetapi juga
bagaimana laba tersebut dapat memberikan manfaat kepada masyarakat. Semakin
berkembangnya kegiatan perusahaan dalam menghasilkan laba secara otomatis
menimbulkan konsekuensi lingkungan hidup di sekitarnya. Etika Bisnis berjalan
lurus

dengan keberadaan perusahaan yang tidak bisa lepas dari lingkungan

mereka berada. Pada era globalisasi ini tuntutan terhadap perusahaan semakin
besar. Perusahaan diharapkan tidak hanya

mementingkan kepentingan

manajemen dan pemilik modal (investor dan kreditor) tetapi juga karyawan,

konsumen, serta masyarakat. Perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial


terhadap pihak-pihak di luar manajemen dan pemilik modal. Permasalahan ini
menjadikan perkembangan ilmu akuntansi pun berkembang yang selama ini
hanya memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan kepada pihak ketiga
(stockholders dan bondholders), yang mempunyai kontribusi langsung bagi
perusahaan, sedangkan pihak lain sering diabaikan. Adanya tuntutan ini, maka
akuntansi bukan hanya merangkum informasi tentang hubungan perusahaan
dengan pihak ketiga, tetapi juga dengan lingkungannya. Lingkungan yang ikut
dalam proses berjalannya perusahaan.
Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak
tahun 1970-an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan
meningkatnya kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat yang mendesak agar
perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan tidak hanya kegiatan
industri demi bisnis semata (Tony Djogo dalam Almilia dan Wijayanto dalam
Hasyim, 2010: 8). Corporate Social Responsibility sebagai konsep akuntansi yang
baru adalah transparansi pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial
yang dilakukan oleh perusahaan, dimana transparansi yang diungkapkan tidak
hanya informasi keuangan perusahaan tetapi juga diharapkan mengungkapkan
informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan
aktivitas perusahaan. Tanggung jawab lingkungan memiliki berbagai pengaruh
pada kinerja perusahaan. Sebuah pandangan muncul bahwa tanggung jawab
lingkungan perusahaan dapat berperan untuk kinerja finansial sebuah perusahaan.
Pendekatan ini telah diuraikan sebagai enlightened shareholder approach,
menyatakan bahwa pembuat keputusan perusahaan harus mempertimbangkan
berbagai hal mengenai sosial dan lingkungan jika mereka memaksimalkan
keuntungan jangka panjang (Brine, et al. N.d dalam Dharmayanti, 2011).
Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi saja. Melainkan
juga harus memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat di sekitarnya, untuk dapat terus bergerak maju dan tetap menjaga
keberlangsungan perusahaannya.
PEMBAHASAN

Pengertian Akuntansi Lingkungan


Menurut (Sahid dalam Yuliusman, 2008: 12), ada beberapa pengertian
akuntansi lingkungan, para ilmuwan memberikan pengertian yang luas dan ada
pula yang sempit. Pengertian luas yang terdapat dalam himpunan istilah
lingkungan untuk akuntansi lingkungan yang merupakan proses:
1. Mengenali, mencari dan kemudian mengurangi efek-efek lingkungan
negatif dari pelaksanaan praktek laporan yang konvensional.
2. Mengenali secara terpisah biaya-biaya dan penghasilan yang berhubungan
dengan lingkungan dalam sistem laporan yang konvensional.
3. Mengambil langkah-langkah aktif untuk menyusun inisiatif-insiatif untuk
memperbaiki efek-efek lingkungan yang timbul dari praktek-praktek
laporan konvensional.
4. Merencanakan bentuk-bentuk baru sistem laporan finansial dan non
finansial, sistem informasi dan sistem pengawasan untuk lebih mendukung
keputusan manajemen yang secara lingkungan tidak berbahaya.
5. Mengembangkan bentuk-bentuk baru dalam bentuk kinerja, pelaporan dan
penilaian untuk tujuan internal dan eksternal.
6. Mengenali, menguji, mencari dan memperbaiki area-area dimana kriteria
finansial konvensional dan kriteria lingkungan bertentangan.
7. Mencoba cara-cara di mana sistem keberlanjutan dapat dinilai dan
digabungan menjadi kebiasaan yang berhubungan dengan organisasi.
Menurut (Helvegia,2001) Akuntansi lingkungan menunjukkan biaya riil atas
input dan proses bisnis serta memastikan adanya efisiensi biaya, selain itu juga
dapat digunakan untuk mengukur biaya kualitas dan jasa. Tujuan utamanya adalah
dipatuhinya perundangan perlimdungan lingkungan untuk menemukan efisiensi
yang mengurangi dampak dan biaya lingkungan.
Akuntansi lingkungan ini merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi
dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi biaya
lingkungan. Menurut Mathew dan Parrerra (1996), akuntansi lingkungan ini
digunakan untuk memberikan gambaran bentuk komprehensif akuntansi yang
memasukkan extrenalities kedalam rekening perusahaan seperti informasi tenaga

kerja, produk, dan pencemaran lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan
limbah produksi merupakan salah satu contoh dampak negatif dari operasional
perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol
terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan
oleh

perusahaan

memerlukan

pengidentifikasian,

pengukuran,

penyajian,

pengungkapan, dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan


operasional perusahaan.
Tujuan Konsep Akuntansi Lingkungan
Tujuan dari akuntansi lingkungan adalah untuk meningkatkan jumlah
informasi relevan yang diperuntukkan bagi mereka yang memerlukan atau dapat
menggunakannya. Keberhasilan akuntansi lingkungan tidak hanya tergantung
pada ketepatan dalam menggolongkan semua biaya-biaya yang dibuat perusahaan.
Akan tetapi kemampuan dan keakuratan data akuntansi perusahaan dalam
menekan dampak lingkungan yang ditimbulkan dari aktifitas perusahaan. Tujuan
lain dari pentingnya pengungkapan akuntansi lingkungan berkaitan dengan
kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan oleh perusahaan maupun organisasi
lainnya yaitu mencakup kepentingan organisasi publik dan perusahaan-perusahaan
publik yang bersifat lokal. Pengungkapan ini penting terutama bagi para
stakeholders untuk dipahami, dievaluasi dan dianalisis sehingga dapat memberi
dukungan bagi usaha mereka. Oleh karena itu, akuntansi lingkungan selanjutnya
menjadi bagian dari suatu sistem sosial perusahaan. Di samping itu, maksud dan
tujuan dikembangkannya akuntansi lingkungan antara lain meliputi:
1. Akuntansi lingkungan merupakan sebuah alat manajemen lingkungan.
2. Akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi dengan masyarakat.
Sebagai alat manajemen lingkungan, akuntansi lingkungan digunakan untuk
menilai keefektifan kegiatan konservasi berdasarkan ringkasan dan klasifikasi
biaya konservasi lingkungan. Data akuntasi lingkungan juga digunakan untuk
menentukan biaya fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya keseluruhan konservasi
lingkungan dan juga investasi yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan
lingkungan. Selain itu, akuntansi lingkungan juga digunakan untuk menilai

tingkat keluaran dan capaian tiap tahun untuk menjamin perbaikan kinerja
lingkungan yang berlangsung terus menerus.
Secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep akuntansi lingkungan
bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan
lingkungan yang dihadapinya. Banyak perusahaan besar industri dan jasa yang
kini menerapkan akuntansi lingkungan. Tujuannya adalah meningkatkan efisiensi
pengelolan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari
sudut pandang biaya (environmental) dan manfaat atau efek (economic benefit).
Akuntansi lingkungan diterapkan oleh berbagai perusahaan untuk menghasilkan
penilaian kuantitatif tentang biaya dan dampak perlindungan lingkungan
(environmental protection). Ada beberapa perusahaan jasa yang menawarkan jasa
mereka untuk menyusun panduan akuntansi lingkungan bagi perusahaanperusahaan besar. Misalnya, perusahaan elektronik Jepang Fujitsu menyewa jasa
perusahaan konsultasi akuntan untuk menyusun panduan akuntansi lingkungan
(environmental accounting guidelines) sesuai dengan petunjuk yang dikeluarkan
oleh Kementerian lingkungan hidup Jepang. Namun mereka menambahkan
beberapa item-item baru dengan tujuan untuk mendapatkan akuntansi lingkungan
hidup yang lebih efisien. Selain itu penggunaan teknologi informasi juga
memungkinkan arus informasi dari pabrik-pabrik mereka di seluruh dunia
berjalan tanpa penundaan. Hasilnya kesadaraan lingkungan diantara para
pekerjanya meningkat, upaya mengurangi biaya berhasil baik dan terdapat basil
positif tentang penanganan persoalan lingkungan serta pengurangan dampak
negatif lingkungan yang didukung oleh perusahaan-perusahaan dan anak
perusahaan diseluruh dunia.
Banyaknya perhatian mengenai persoalan lingkungan menjadi penting
untuk mempertimbangkan akuntansi lingkungan dalam mengungkapkan infortnasi
agar data akuntansi lingkungan yang dibuat dan dipublikasikan sesuai dengan
tingginya tingkat perbandingan. Panduan yang dibuat juga diharapkan mampu
menjamin pengungkapan infotmasi yang diumbil ketika mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan dari berbagai stakeholders. Guna mencapai keberhasilan
dalam penerapan akuntansi lingkungan bagi perusahaan-perusahaan. Pertama dan

utama sekali yang perlu diperhatikan manajemen perusahaan adalah adanya


kesesuaian antara evaluasi yang dibuat perusahaan terhadap dampak lingkungan
yang ditimbulkan. Langkah kedua, yaitu menentukan apa yang menjadi target
perusahaan dengan cara mengidentifikasi faktor-faktor utama yang berdampak
pada lingkungan perusahaan serta menyusun suatu perencanaan untuk mengurangi
dampak lingkungan. Langkah ketiga, memilih alat ukur yang sesuai dalam
menentukan persoalan lingkungan. Langkah keempat, melakukan penilaian
adminstrasi untuk menetapkan target dimasingmasing segmen. Langkah kelima,
menghasilkan segmen akuntansi untuk mengukur masing-masing divisi
perusahaan. Langkah keenam, melakukan pengujian dimasing-masing divisi.
Langkah terakhir adalah melakukan telaah kinerja. Pada telaah kinerja diharapkan
dapat menghasilkan segmen akuntansi yang dapat mendukung prestasi
manajemen lingkungan dimasing-masing divisi.
Sebagai alat komunikasi dengan publik, akuntansi lingkungan digunakan
untuk menyampaikan dampak negatif lingkungan, kegiatan konservasi lingkungan
dan hasilnya kepada publik. Tanggapan dan pandangan terhadap akuntansi
lingkungan dari berbagai pihak, pelanggan dan masyarakat digunakan sebagai
umpan balik untuk mengubah pendekatan perusahaan dalam pelestarian atau
pengelolaan lingkungan. Di dalam akuntansi lingkungan ada beberapa komponen
pembiayaan yang harus dihitung, misalnya:
1. Biaya operasionalisasi bisnis yang terdiri dari biaya depresiasi fasilitas
lingkungan, biaya memperbaiki fasilitas lingkungan, jasa atau pembayaran
(fee) kontrak untuk menjalankan fasilitas pengelolaan lingkungan, biaya
tenaga kerja untuk menjalankan operasionalisasi fasilitas pengelolaan
lingkungan serta biaya kontrak untuk pengelolaan limbah (recycling).
2. Biaya daur ulang yang dijual, atau biasa juga disebut dengan Cost
incurred by upstream and down-stream business operations
3. Biaya penelitian dan pengembangan (Litbang) yang terdiri dari biaya total
untuk material dan tenaga ahli, tenaga kerja lain untuk pengembangan
material yang ramah lingkungan, produk dan fasilitas pabrik.
Etika Bisnis

Menurut Valasques (2002) etika bisnis adalah studi yang dikhususkan


mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral
sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Kemudian
menurut Hil dan Jones (1998)

etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk

membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan kepada setiap
pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk mengambil keputusan
strategis yang terkait dengan masalah moral yang kompleks. Dan menurut Sim
(2003) Etika adalah istilah filosofis yang berasal dari "etos," kata Yunani yang
berarti karakter atau kustom. Definisi erat dengan kepemimpinan yang efektif
dalam organisasi, dalam hal ini berkonotasi kode organisasi menyampaikan
integritas moral dan nilai-nilai yang konsisten dalam pelayanan kepada
masyarakat.
Dari

pendapat-pendapat

para

ahli

dapat

disimpulkan

bahwa

etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup
seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat.
Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku
karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat
dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, beberapa indikator yang
dapat dipakai untuk menyatakan apakah seseorang dan suatu perusahaan telah
melaksanakan etika bisnis dalam kegiatan usahanya antara lain adalah: Indikator
ekonomi; indikator peraturan khusus yang berlaku; indikator hukum; indikator
ajaran agama; indikator budaya dan indikator etik dari masing-masing pelaku
bisnis.
1. Indikator etika bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan
atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan
sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2. Indikator

etika

bisnis

menurut

peraturan

khusus

yang

berlaku,

Berdasarkan indikator ini seseorang pelaku bisnis dikatakan beretika


dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturanaturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.

3. Indikator etika bisnis menurut hukum, Berdasarkan indikator hokum


seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan
etika bisnis apabila seseorang pelaku bisnis atau suatu perusahaan
telah mematuhi

segala

norma

hukum

yang

berlaku

dalam

menjalankan kegiatan bisnisnya.


4. Indikator etika

berdasarkan

ajaran

agama adalah pelaku bisnis

dianggap beretika bilamana dalam pelaksanaan bisnisnya senantiasa


merujuk kepada nilai- nilai ajaran agama yang dianutnya.
5. Indikator etika berdasarkan nilai budaya adalah etiap pelaku bisnis
baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan
bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat
yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6. Indikator etika bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila
masing-masing

pelaku

bisnis

bertindak

jujur

dan

tidak

mengorbankan integritas pribadinya.


Bisnis yang baik tidak sekedar mencari keuntungan, tetapi memiliki misi yang
luhur yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membuat hidup manusia
lebih manusiawi melalui pemenuhan kebutuhan secara baik. Bisnis yang baik
(good business) bukan saja yang menguntungkan, tetapi juga yang baik secara
moral atau etika. Penerapan dan pelaksanaan etika bisnis dalam kegiatan bisnis
sehari-hari harus terus menerus dan konsisten dijalankan oleh para pengusaha
sehingga tingkat terjadinya pelanggaran terhadap etika bisnis semakin hari
semakin menurun.
Prinsip Etika Bisnis
Etika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh
perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman agar
memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam memandang
etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich (1998: 31-33)
mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi.

Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil


keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang
dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti bahwa
perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan bidang yang
dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang dimilikinya.
Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan
visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan
kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip kejujuran.
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua pihak,
baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip kejujuran ini dapat
dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat meningkatkan
kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.Terdapat tiga lingkup
kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan
bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran.
Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak.
Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan
harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam
suatu perusahaan.
3. Prinsip tidak berniat jahat.
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan prinsip
kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat perusahaan itu.
4. Prinsip keadilan.
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai
kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lainlain,menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat
dipertanggung jawabkan.
5. Prinsip hormat pada diri sendiri.

Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip kejujuran,


tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
Etika Bisnis Berdasarkan Akuntansi Lingkungan
Perusahaan memerlukan dukungan dari stakeholders seperti pemegang
saham, pegawai, konsumen, kreditur, supplier, pemerintah dan aktivis untuk dapat
mencapai tujuan jangka panjangnya. Dukungan untuk bisnis secara umum
tergantung

pada

kredibilitas

penempatan

stokeholders

dalam komitmen

perusahaan. Kini stakeholder menginginkan kegiatan perusahaan akan lebih


menghargai kepentingan dan hal-hal yang bermanfaat bagi mereka, dalam arti
yang luas perusahaan diminta untuk menentukan sikap etis dalam mencapai
kesuksesan.
Berikut ini beberapa faktor yang menyebabkan perubahan terhadap penilaian
keberhasilan perusahaan yakni (Dharmayanti, 2011):
1. Urusan lingkungan.
Dimulai dari masalah pencemaran udara yang berfokus pada pipa asap
pabrik yang menyebabkan iritasi pada masyarakat sekitar pabrik. Selain
pencemaran udara, yang harus diperhatikan adalah pencemaran air.
2. Sensivitas moral.
Berkaitan

dengan

tekanan

publik

akan

adanya

keadilan

dalam

ketengakerjaan. Hal tersebut kini telah tercantum dalam hukum, peraturan,


kontrak dan kegiatan-kegiatan perusahaan.
3. Penilaian buruk dan aktivis.
Tekanan masyarakat atau kelompok tertentu menyerang instansi dinilai
buruk, seperti perusahaan Indorayon yang diboikot karena membuang
limbah dengan proses yang tidak standar. Para investor berpandangan
bahwa investasi mereka seharusnya tidak hanya untuk mendapatkan
pendapatan namun juga untuk masalah-masalah etis.
4. Ekonomi dan tekanan persaingan.
Perkembangan

pasar

global

yang

memberikan

kesempatan

bagi

perusahaan untuk mendistribusikan produknya ke seluruh dunia. Oleh

karena itu diperlukan restrukturisasi yang memungkinkan produktivitas


yang lebih tinggi dan biaya yang lebih rendah.
5. Skandal keuangan kesenjangan ekspektasi dan kesenjangan kredibilitas.
Penyalahgunaan jabatan dalam bidang keungan telah membuat krisis
kepercayaan terhadap laporan keunagan perusahaan dan pemerintah. Hal
tersebut

menyebabkan

seharusnya

pihak

terjadinya

perusahaan

kesenjangan

menyampaikan

ekspektasi
keadaan

dimana

perusahaan

sebenarnya malah melakukan manipulasi.


6. Kegagalan kepemimpinan dan penilaian resiko.
Pemerintah menyadari penting untuk melindungi kepentingan publik,
dimana dewan direksi perusahaan telah memperkirakan penilaian dan
meyakini bahwa resiko yang dihadapi oleh perusahaan telah diatur dengan
baik, serta resiko etika kini telah menjadi aspek kunci proses pencapaian
tujuan perusahaan.
7. Peningakatan keinginan transparansi
Kurangnya kepercayaan stakeholder akan kegiatan yang dijalani
perusahaan menimbulkan kegiatan investor dan stakeholder yang lain.
8. Sinergi semua faktor dan penguatan institusional.
Hubungan diantara semua faktor berdampak pada ekspektasi publik
terdapat masalah etika. Dimana akibatnya masyarakatnya akan lebih sadar
akan pentingnya kontrol terhadap perilaku perusahaan yang tidak etis.
Kesadaran publik tersebut berimbas pada dunia politik, yang menyatakan
reaksinya dalam hal penyusunan hukum dan peraturan. Hal tersebut akan
mengakomodasi kesadaran publik dalam proses penguatan institusi dan
penegakan hukum.
Penyusunan Standar Akuntansi Lingkungan dan Etika Bisnis terkait Regulasi
Lingkungan

Berdasarkan UU No. 23 tahun 1997 mengenai Pengelolaan Lingkungan


Hidup beserta peraturan pelaksanaannya, kinerja pengelolaan lingkungan wajib
diungkapkan dan disampaikan oleh setiap orang atau penanggung-jawab kegiatan.
Pada umumnya informasi yang disampaikan kepada umum hanyalah AMDAL dan

pengendalian pencemaran udara, sedangkan informasi kinerja pengelolaan


lingkungan lainnya secara rinci hanya disampaikan kepada instansi lingkungan
hidup, sehingga bagi masyarakat yang ingin mengetahuinya harus mengakses
sendiri. Beberapa perusahaan besar terutama yang sudah tercatat di pasar modal
serta mempunyai dampak langsung terhadap lingkungan, telah mengungkapkan
kinerja pengelolaan lingkungannya secara sukarela.
Dalam pengembangan sebuah standar sangat dipengaruhi oleh norma yang
berlaku, contoh Indonesia dalam mengembangkan standar akan berupaya
mengakomodasi norma-norma internasional, dalam hal ini adalah standar yang
dibuat oleh International Accounting Standards Committee (IASC). Selain itu,
kepentingan stakeholder juga merupakan salah satu faktor yang menentukan
dalam penyusunan sebuah standar, dalam kaitannya dengan permasalahan
lingkungan, norma internasional dan stakeholder juga memegang peran yang
penting. Namun, standar yang dikembangkan IASC belum memuat secara
eksklusif tentang permasalahan lingkungan (Nyquist dalam Hasyim, 2010: 8).
Intervensi ini sangat diperlukan karena tuntutan dari masyarakat dan
kesadaran perusahaan secara luas terhadap kualitas lingkungan tidak sebesar di
beberapa negara yang lebih maju seperti di Amerika, Kanada, Inggris, Australia
maupun beberapa negara Eropa. Keputusan manajemen perusahaan untuk
menyesuaikan maupun mengungkapkan informasi akan lebih besar apabila
terdapat tuntutan yang besar dari stakeholder utama maupun terdapat tekanan
politik. Bahkan studi (Murray et al. dalam Hasyim, 2010: 9) menunjukkan bahwa
pemegang saham tidak merespon adanya pengungkapan informasi tanggung
jawab sosial dan lingkungan di Inggris. Oleh karena itu kebijakan terkait
lingkungan tersebut perlu untuk dikordinasikan tidak hanya pada tingkat negara,
namun harus dikordinasikan antarnegara sehingga hasil perjanjian-perjanjian
lingkungan seperti Kyoto Protocol maupun Konvensi Lingkungan di Bali dapat
diwujudkan secara optimal.
Pemerintah

Indonesia

sudah

mulai

memperhatikan

pengelolaan

lingkungan hidup sejak tahun 1972. Pada tahun tersebut Pemerintah Indonesia
menyongsong Konfrensi Lingkungan Hidup Sedunia I yang diselenggarakan di

Stockholm, Swedia pada bulan Juni 1972. Tetapi pada saat itu pemerintah
Indonesia belum mengenal lembaga khusus yang menangani masalah lingkungan
hidup. Konferensi Stockholm mulai berupaya melibatkan seluruh pemerintah di
dunia dalam proses penilaian dan perencanaan lingkungan hidup, mempersatukan
pendapat dan kepedulian negara maju dan berkembang untuk menyelamatkan
bumi, menggalakkan partsispasi masyarakat serta mengembangkan pembangunan
dengan memperhatikan lingkungan hidup. Sebagai tindak lanjut dari konfrensi
tersebut, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) No.16/1972 Pemerintah
Indonesia membentuk panitia antar departemen yang disebut dengan panitia
Perumus dan Perencana Kerja Bagi Pemerintah di Bidang Lingkungan Hidup.
Program kebijakan lingkungan hidup tertuang dalam butir 10 GBHN 1973-1978
dan Bab 4 Repelita II. Keberdaaan lembaga yang khusus mengelola lingkungan
hidup dirasakan mendesak agar pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup baik di
tingkat pusat maupun di daerah lebih terjamin. Pada tahun 1975 dikeluarkan
Keppres No.27/1975 yang merupakan dasar pembentukan Panitia Inventarisasi
dan Evaluasi Kekayaan Alam dengan tugas pokoknya adalah menelaah secara
nasional pola-pola permintaan dan penawaran, serta perkembangan teknologi,
baik di masa kini maupun di masa mendatang serta implikasi sosial, ekonomi,
ekologi dan politis dari pola-pola tersebut.
Penyusunan Rancangan Undang Undang (RUU) Lingkungan Hidup dimulai pada
tahun 1976 disertai persiapan pembentukan kelompok kerja hukum dan aparatur
dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kemudian
menjadi Undang Undang (UU) No.4/1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dengan adanya UU ini kesadaran masyarakat
Indonesia akan arti penting untuk memelihara lingkungan hidup mulai tumbuh.
Untuk menindaklanjuti undang-undang tersebut kemudian ditetapkan Peraturan
Pemerintah (PP) No.29/1986 tentang Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL)
yang merupakan pedoman pelaksanaan suatu proyek pembangunan. Setiap proyek
yang diperkirakan memiliki dampak penting diharuskan melakukan studi
AMDAL. Pada tahun 1997 Pemerintah Indonesia telah memperbaharui UU
No.4/1982 dengan UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Berdasarkan Keppres No.23/1990 dibentuk Badan Pengendalian Dampak


Lingkungan

(Bapedal)

yang

bertugas

melaksanakan

pemantauan

dan

pengendalian kegiatan-kegiatan pembangunan yang berdampak penting terhadap


lingkungan hidup. Kemudian sejalan dengan perkembangan masalah pengelolaan
lingkungan

hidup,

pembentukan

Bapedal

diperbaharui

dengan

Keppres

No.77/1994, dan kemudian diperbaharui lagi dengan Keppres No.196/1998 dan


Keppres No.10/2000. Melalui Keppres No.2/2002 telah ditetapkan Perubahan
Keppres No.101/2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara serta Keppres No.4/2002 telah
ditetapkan Perubahan atas Keppres No.108/2001 Tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Menteri Negara.
Undang-undang No 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
menyatakan bahwa dalam rangka mendayagunakan sumber daya alam untuk
memajukan kesejahteraan umum perlu dilaksanakan pembangunan berkelanjutan
yang berwawasan lingkungan hidup. Pembangunan berwawasan lingkungan
merupakan upaya sadar dan terencana memadukan sumber daya ke dalam proses
pembangunan sehingga menjamin kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup
generasi kini dan mendatang. Pendayagunaan sumber daya alam serta pengelolaan
lingkungan yang efektif dapat dipantau dan ditinggkatkan manfaatnya bila suatu
usaha

atau

kegiatan

memiliki

sistem

administrasi

pembangunan

yang

mendokumentasikan secara sistematis, berkala dan objektif dari setiap kegiatan


yang dilakukannya. Instrumen yang diharapkan mampu meningkatkan kinerja
perusahaan dan mengukur ketaatan pelaksanaan kegiatan pembangunan terhadap
semua peraturan lingkungan yang berlaku di Indonesia dicanangkan pada tahun
1994 oleh Pemerintah Indonesia melalui Audit Lingkungan.
Pada pertengahan tahun 1990-an the Internasional Accounting Standards
Commitee (IASC) mengembangkan konsep tentang prinsip-prinsip akuntansi
lingkungan yang di dalamnya terdapat etika bisnis internasional. Termasuk di
dalamnya mengembangkan Akuntansi lingkungan dan etika bisnis dan audit hakhak azasi manusia. Kemudian standar industri semakin berkembang dan
auditor/accreditor profesional seperti the American Institute of Certified Public

Auditors (AICPA) mengeluarkan prinsip-prinsip universal tentang environmental


audits.
Dalam pendekatan pengelolaan kualitas lingkungan, audit lingkungan
hanya merupakan salah satu alat pengelolaan lingkungan. Pemerintah Republik
Indonesia melalui Menteri Negara Lingkungan Hidup telah mengeluarkan
Keputusan

Nomor

KEP-42/MENLH/11/1994

tentang

Pedoman

Umum

Pelaksanaan Audit Lingkungan. Gaung audit lingkungan mulai menggema ketika


WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) berpendapat bahwa sistem AMDAL yang
ada sepatutnya dilengkapi dengan audit lingkungan. Namun kenyataanya masih
sangat sulit untuk menelusuri terjadinya proses audit lingkungan terhadap pelaku
usaha, hal ini dikarenakan tidak adanya kewajiban pelaku usaha untuk melakukan
audit lingkungan, yang kini ada hanyalah kesukarelaan.
Pentingnya Akuntansi lingkungan dan Etika Bisnis

Menurut (Gurvy Kavei dalam Royani, 2006: 86) ada lima keuntungan
mempraktekkan akuntansi lingkungan yang beretika:
1. Profitabilitas dan kinerja finansial yang lebih kokoh, misalnya melalui
efisiensi lingkungan.
2. Meningkatkan akuntabilitas dan asesmen dari komunitas investasi.
3. Mendorong komitmen karyawan karena mereka diperhatikan dan dihargai.
4. Menurunkan kerentanan gejolak dengan komunitas.
5. Mempertinggi reputasi dan corporate branding.
Peran dan Fungsi Akuntansi Lingkungan dan Etika Bisnis
Fungsi Internal
Fungsi internal merupakan fungsi yang berkaitan dengan pihak internal
perusahaan sendiri. Pihak internal adalah pihak yang menyelenggarakan usaha,
seperti rumah tangga konsumen dan rumah tangga produksi maupun jasa lainnya.
Adapun yang menjadi aktor dan faktor dominan pada fungsi internal ini adalah
pimpinan perusahaan, karena pimpinan perusahaan merupakan orang yang
bertanggungjawab dalam setiap pengambilan keputusan maupun penentuan setiap
kebijakan internal perusahaan, hanya dengan sistem informasi lingkungan
perusahaan, fungsi internal memungkinkan untuk mengukur biaya konservasi

lingkungan dan menganalisis biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan


yang efektif dan efisien serta sesuai dengan pengambilan keputusan. Dalam fungsi
internal ini diharapkan Akuntansi lingkungan dan etika bisnis berfungsi sebagai
alat manajemen bisnis yang dapat digunakan oleh manajer ketika berhubungan
dengan unit-unit bisnis.
Fungsi Eksternal
Fungsi ekternal merupakan fungsi yang berkaitan dengan aspek pelaporan
keuangan. SFAC No. 1 menjelaskan bahwa pelaporan keuangan memberikan
informasi yang bermanfaat bagi investor dan kreditor, dan pemakai lainnya dalam
mengambil keputusan investasi, kredit dan yang serupa secara rasional. Informasi
tersebut harus tersebut harus bersifat komprehensif bagi mereka yang memiliki
pemahaman yang rasional tentang kegiatan bisnis dan ekonomis dan memiliki
kemauan untuk mempelajari informasi dengan cara yang rasional.
Pada fungsi ini faktor penting yang perlu diperhatikan perusahaan adalah
pengungkapan hasil dari kegiatan konservasi lingkungan dalam bentuk data
akuntansi lingkungan yang di dalamnya terdapat etika bisnis. Informasi yang
diungkapkan mereka hasil yang diukur secara kuantitatif dari kegiatan konservasi
lingkungan. Termasuk di dalamnya adalah informasi tentang sumber-sumber
ekonomi suatu perusahaan, klaim terhadap sumber-sumber tersebut (kewajiban
suatu perusahaan untuk menyerahkan sumber-sumber pada entitas lain atau
pemilik modal), dan pengaruh transaksi, peristiwa, dan kondisi yang mengubah
sumber-sumber ekonomi dan klaim terhadap sumber tersebut. Fungsi eksternal
memberi kewenangan bagi perusahaan untuk mempengaruhi pengambilan
keputusan stakeholders, seperti pelanggan, rekan bisnis, investor, penduduk lokal
maupun bagian administrasi, oleh karena itu perusahaan harus memberikan
informasi tentang bagaimana manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan
pengelolaan kepada pemilik atas pemakaian sumber ekonomi yang dipercayakan
kepadanya. Diharapkan dengan publikasi hasil akuntansi lingkungan dan etika
bisnis akan berfungsi dan berarti bagi perusahaan-perusahaan dalam memenuhi
pertanggungjawaban serta transparansi mereka bagi para stakeholders yang secara

semultan sangat berarti untuk kepastian evaluasi dari kegiatan konservasi


lingkungan.
KESIMPULAN
Akuntansi lingkungan dan etika bisnis telah menjadi topik yang perlu
mendapat perhatian akuntan. Isu tentang akuntansi lingkunagn dan etika bisnis ini
menjadi penting karena perusahaan perlu mempertanggungjawabkan dampak
aktivitas operasinya kepada pihak-pihak

yang berkepentingan.

Akuntansi

pertanggungjawaban sosial dan lingkungan serta etika bisnis yang baik telah
diterapkan oleh perusahaan di Indonesia. Namun penerapan dari akuntansi
lingkungan masih dianggap kurang karena adanya kendala dalam penerapannya.
Akuntan perlu mencari jalan keluar untuk meningkatkan penerapannya. Untuk
menigkatkatkan penerapan akuntansi laingkuangan dapat dilakukan upaya-upaya
sebagai berikut:
1. Pembuatan standar pelaporan sustainability reporting (SR). Standar yang
baku dan mewajibkan penerapannya khusus bagi perusahaan yang
aktivitasnya berdampak pada lingkungan.
2. Mewajibkan perusahaan untuk menyusun SR dengan pedoman yang telah
ada, misalnya pedoman SR yang dikeluarkan oleh GRI.
3. Memberikan penghargaan bagi perusahaan yang telah menerapkan
sustainability reporting dengan baik.
4. Audit lingkungan untuk meningkatkan kredibilitas sustainability reporting.
5. Mekanisme GCG perlu dikembangkan untuk melindungi seluruh
pemangku kepentingan.

Daftar Pustaka

Wahyu Mega Pratiwi, Erni Wuryani. 2013. Akuntansi Lingkungan Sebagai


Strategi Pengolaan Dan Pengungkapan Tanggung Jawab Lingkunagn Pada
Perusahaan Manufaktur. Jurnal Akuntansi Unesa. September. Vol 2, No 1.

Yhosi Aniela. 2012. Peran Akuntansi Lingkungan Dalam Meningkatkan Kinerja


Lingkugan dan Kinerja Keuangan Perusahaan. Juranal Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya. Vol 1, No1.
Ismail, Maria. 2013. Implikasi Akuntansi Lingkungan Serta Etika Bisnis Sebagai
Faktor

Pendukung

Keberlangsungan

Perusahaan

Di

Indonesia.

Juranal

Akuntansiku. Vol 1, No 1.
Almilia, Luciana. 2007. Pengaruh

Environmental

Performance Dan

Environmental Disclosure Terhadap Economic Performance.


Suaryana, Agung. 2011. Implementasi Akuntansi Sosial Dan Lingkungan Di
Indonesia. Jurnal Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis. Januari. Vol 6, No 1.

Martusa, Riki. 2011. Peranan Environmental Accounting terhadap Global


Warming.

DA Nuswantara. 2008. Akuntansi Lingkungan: Antara Mandatory Dan


Voluntary. Pelangi Ilmu. Vol 2, No 2.

Anda mungkin juga menyukai