Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dwi Rangga Seto

NIM : 115020300111106

1) Kualitas dari bukti lisan hasil wawancara yang didapatkan Indah Sanjaya dari Agus
Kuncoro selaku asisten presiden masih dinilai kurang berkompeten. kompetensi bukti
audit harus memenuhi empat kriteria, yaitu relevansi, sumber, obyektifitas dan waktu.
Dan juga, bidang yang ditangani oleh Agus Kuncoro tidak mencakup keseluruhan
transaksi yang dilakukan PT Maju Makmur sehingga terkadang pertanyaan Indah
Sanjaya tidak terjawab seluruhnya. Untuk dapat mendukung temuan audit, Indah
Sanjaya harus mencari sumber dan bukti lain yang dapat menguatkan pernyataan dari
Agus Kuncoro baik dari pihak internal maupun eksternal perusahaan.Hal ini karena
bukti lisan yang didapatkan masih dari satu pihak saja sehingga belum terjamin
kebenarannya, sehingga perlu dilakukan crosscek dengan pihak yang lain untuk
mendapatkan bukti yang kompeten. Sesuai dengan standar lapangan ke tiga, Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan
keterangan dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas
laporan keuangan auditan. Dari hal tersebut maka lebih baik juga Indah Sanjaya juga
melakukan konfirmasi kepada pihak independen di luar perusahaan, untuk tujuan audit
auditor independen, sehingga diharapkan bukti tersebut memberikan jaminan keandalan
yang lebih daripada bukti yang diperoleh dari dalam perusahaan itu sendiri. Sedangkan
bukti yang didapat dari hasil wawancara dengan Agus Kuncoro selaku asisten presiden
dapat dikatakan masih belum kompeten, karena hanya bersifat subyektif dan terlalu
menguntungkan klien, oleh sebab itu perlu mencari bukti-bukti penguat yang lain.
2) Kecurangan-kecurangan yang dapat terjadi atas piutang usaha dalam PT Maju Makmur
contohnya adalah :
a) Adanya komisi berdasarkan pada penjualan perusahaan.
b) Perhitungan piutang yang hanya dilakukan satu kali dalam setahun.
c) Tidak ada pemeriksaan terhadap buku besar pembantu, kecuali oleh auditor.
d) Penyusunan estimasi piutang tak tertagih yang hanya berdasarkan dari kebiasaan
dari tahun ke tahun.
e) Penagihan atas piutang kepada pelanggan yang mencapai 60 hari dianggap terlalu
lama, dan waktu yang diberikan kepada pelanggan untuk melunasi hutangnya
adalah lima sampai enam bulan.

f) Kecurigaan terjadi saat pengiriman faktur tagihan ketiga saat piutang tidak
dibayarkan dalam jangkan waktu 90 hari, yang mengirimkan adalah Agus
Kuncoro, seharusnya yang mengirimkan adalah bagian controller.
g) Umur rata-rata piutang yang meningkat drastis yaitu 53 hari.
h) Penyelesaian komplain pelanggan terhadap faktur, diselesaikan secara personal,
seharusnya diselesaikan atas nama perusahaan.
i) Tidak adanya pemeriksaan atas piutang tak tertagih oleh Langgeng Santoso,
menjadikan Agus Kuncoro memiliki kesempatan yang besar untuk melakukan
penggelapan terhadap piutang yang tak tertagih.
j) Pengiriman faktur penjualan yang dikirim dua kali, yang pertama oleh Divisi
Penjualan dan yang kedua oleh Agus Kuncoro, memberikan peluang kepada Agus
untuk melakukan koreksi terhadap piutang, dan mungkin saja untuk melakukan
penggelapan. Dan tentu saja pengiriman dua faktur ini menyebabkan kepercayaan
pelanggan menjadi berkurang.
k) Tidak adanya indikator yang tegas yang menjelaskan batas risiko kredit tersebut
dikatakan baik atau buruk.
l) Umur rata-rata piutang yang terlalu lama dan berjalan semakin lambat.
m) Sering terjadinya penghapusan piutang pada tahun tersebut.
n) Persentase beban piutang tak tertagih yang ditentukan dengan alasan yang tidak
jelas.
Beberapa hal tersebut menimbulkan potensi kecurangan karena tingkat piutang tak tertagih
perusahaan cukup tinggi.
3) Penjualan fiktif berpotensi terjadi karena adanya kebijakan komisi dari perusahaan
berdasarkan penjualan perusahaan. Karyawan perusahaan berusaha untuk meningkatkan
penjualan demi mendapatkan komisi dari perusahaan dengan menggunakan segala cara
yang bisa. Piutang usaha berhubungan langsung dengan penjualan secara kredit. Hal ini
mengindikasikan kemungkinan terjadinya penjualan fiktif dalam perusahaan. Cara yang
digunakan untuk menimbulkan penjualan fiktif adalah dengan cara melakukan
pencatatan di buku besar penjualan dan mengirimkan faktur penjualan fiktif kepada
pelanggan yang fiktif juga. Salah satu alasan dilakukannya penjualan fiktif adalah untuk
menaikkan laba perusahaan, hal ini mungkin saja karena niat PT Maju Makmur yang
ingin menjadi perusahaan publik, jika labanya meningkat, tentu perusahaannya akan
sangat diminati oleh investor.

4) Agus Kuncoro tidak dapat memberikan alasan yang jelas dasar penetapan piutang tak
tertagih. Penetapan piutang tak tertagih yang didasarkan sebesar 0,7% atas penjualan
kredit bersih tidaklah tepat. Sebaiknya penetapan tersebut didasarkan atas umur piutang.
Selain itu, banyaknya penghapusan piutang dan faktur penjualan kredit yang meningkat
dapat menjadi masalah bagi auditor.
5) Auditor dapat mengabaikan tes pengujian efektifitas prosedur pengendalian (test of
controll) jika pada kondisi risiko pengendalian dan risiko inheren berada pada level
maksimum atau buruk yang menandakan bahwa integritas manajemen rendah dan
berakibat pada sistem pengendalian internal lemah. Oleh sebab itu, dilihat dari risiko
pengendalian dan cost and benefit, auditor daripada melakukan test of control yang
sudah jelas berada di level maksimum lebih baik memperluas pengujian substantive.
6) Jika risiko inheren dan risiko pengendaliannya tinggi maka risiko deteksi yang
diharapkan ialah rendah dengan tingkat kewajaran laporan keuangan yang juga rendah.
Hal ini dapat diatasi dengan memperluas pengujian substantif disertai dengan
konfirmasi piutang. Bagi auditor, risiko pengendalian (CR) dan risiko bawaan (IR)
merupakan suatu yang harus diterima (given). Laporan keuangan atau kegiatan yang
merupakan objek audit adalah merupakan hasil dari kerentanan sifat pos/akun/kegiatan
itu sendiri dikombinasikan dengan pengendalian intern yang diterapkan oleh
manajemen. Auditor tidak dapat memengaruhi kedua risiko tersebut. Auditor hanya
dapat memengaruhi dan mengendalikan risiko deteksi (DR). Oleh karena itu, untuk
menghindari terjadinya risiko audit, audit harus mengendalikan auditnya sedemikian
rupa untuk menghindari terjadinya risiko deteksi.
7) Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) SA Seksi 330 (PSA No. 07) mengatur
mengenai Proses Konfirmasi dalam pelaksanaan audit.
Paragraf 4 mendefinisikan konfirmasi sebagai proses pemerolehan dan penilaian suatu
komunikasi langsung dari pihak ketiga sebagai jawaban atas suatu permintaan informasi
tentang unsur tertentu yang berdampak terhadap asersi laporan keuangan. SA Seksi 326
mendefinisikan asersi sebagai pernyataan yang dibuat oleh satu pihak yang secara
implisit dimaksudkan untuk digunakan oleh pihak lain (pihak ketiga). Untuk laporan
keuangan historis, asersi merupakan pernyataan dalam laporan keuangan oleh
manajemen sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
Konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak ketiga mengenai asersi laporan
keuangan yang dibuat oleh manajemen. Pada dasarnya, bukti audit yang berasal dari
pihak ketiga dianggap lebih dapat diandalkan dibandingkan dengan bukti yang berasal

dari dalam perusahaan yang sedang diaudit. SA Seksi 326 (PSA No.07) tentang Bukti
Audit menyatakan bahwa, pada umumnya, dianggap bahwa Bukti audit yang diperoleh
dari sumber independen di luar entitas memberikan keyakinan yang lebih besar atas
keandalan untuk tujuan audit independen dibandingkan dengan bukti audit yang
disediakan hanya dari dalam entitas tersebut.
Ada dua bentuk konfirmasi, yakni
1. Konfirmasi positif, yaitu konfirmasi yang meminta debitur untuk memberi jawaban, baik
jika jumlah yang tercantum dalam konfirmasi itu disetujui atau tidak disetujui oleh
debitur.
2. Konfirmasi negatif, yaitu konfirmasi yang meminta debitur untuk memberi jawaban,
hanya apabila jumah yang tercantum dalam konfrimasi tidak disetujui.
Konfirmasi positif : biasanya dibuat sebagai surat tersendiri, walaupun bisa juga dijadikan
satu dengan laporan bulanan untuk pelanggan. Bentuk positif bisa juga dalam bentuk
Formulir kosong, karena dalam surat permintaan konfirmasi tidak dicantumkan saldo
piutang kepada pelanggan yang dikirimi konfirmasi. Dalam konfirmasi semacam itu,
debitur diminta untuk mengisi atau menuliskan besarnya saldo dalam formulir jawaban
konfirmasi. Pemakaian bentuk ini memberi kepastian yang tinggi tentang informasi
yang dikonfirmasi. Bentuk konfirmasi mana yang akan digunakan tergantung pada
pertimbangan auditor. Dalam mengambil keputusan,, auditor harus mempertimbankan
tingkat resiko deteksi yang diterapkan serta komposisi saldo-saldo debitur. Bentuk
positif digunakan apabila risiko deteksi rendah atau saldo-saldo individual pelanggan
berjumlah relative besar.
Konfirmasi negatif : konfirmasi negatif bila responden tidak menjawab maka saldo
dianggap benar, padahal ada kemungkinan debitur tidak acuh terhadap permintaan
konfirmasi atau tidak menanggapi permintaaan untuk memberitahukan adanya
perbedaan. SA 330.20 menyebutkan bahwa bentuk negative sebaiknya digunakan ahnya
apabila ketiga kondisi berikut terpenuhi :
1. Tingkat resiko deteksi bisa diterima untuk asersi-asersi bersangkutan adalah moderat
atau tinggi.
2. Sebagian besar saldo debitur berjumlah kecil.
Auditor tidak yakin bahwa penerima permintaan

konfirmasi

(Responden)

akan

mempertimbankan permintaan.
8) Menurut SA Seksi 330, konfirmasi dilaksanakan untuk memperoleh bukti dari pihak
ketiga mengenai asersi laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen. Konfirmasi
piutang merupakan prosedur audit yang umum berlaku. Seperti diuraikan dalam

paragraf 06, umumnya dianggap bahwa bukti yang diperoleh dari pihak ketiga akan
memberikan bukti audit yang bermutu lebih tinggi kepada auditor dibandingkan
dengan bukti yang diperoleh dari dalam entitas yang diaudit. Oleh karena itu,
terdapat anggapan bahwa auditor akan meminta konfirmasi piutang usaha dalam suatu
audit, kecuali jika terdapat salah satu dari keadaan berikut ini:
a) Piutang usaha merupakan jumlah yang tidak material dalam laporan keuangan
b) Penggunaan konfirmasi akan tidak efektif.
c) Gabungan tingkat risiko bawaan dan risiko pengendalian taksiran sedemikian
rendah, dan tingkat risiko taksiran tersebut, bersamaan dengan bukti yang
diharapkan untuk diperoleh dari prosedur analitik atau pengujian substantif rinci,
adalah cukup untuk mengurangi risiko audit ke tingkat yang cukup rendah untuk
asersi laporan keuangan yang bersangkutan. Dalam banyak situasi, baik konfirmasi
piutang usaha maupun pengujian substantif rinci diperlukan untuk mengurangi risiko
audit ke tingkat yang cukup rendah bagi asersi laporan keuangan yang bersangkutan.
9) Item yang menjadi jejak audit atas saldo pada tanggal 11 Juli 2010 adalah :
Faktur Penjualan
Bukti Pelunasan Piutang
Skedul umur piutang
Menurut saya, tingkat kepercayaan terhadap data tersebut lemah, seperti dapat dilihat bahwa
tiga lembar faktur penjualan disetujui sendiri oleh Divisi Penjualan dan disimpan dalam
file sementara. Tidak jelas fungsi dan tujuan dari ketiga faktur penjualan tersebut.
Kepercayaan data dari sumber data pada lampiran 4.c, kurang dapat meyakinkan
auditor, karena data-data tersebut telalu banyak otorisasi dan dokumen-dokumen yang
terkait dengan siklus tersebut dibuat dalam jumlah yang banyak sehingga
memungkinkan terjadinya kecurangan dalam pencatatan.
10) Penggunaan estimasi piutang tidak tertagih menurut Agus Kuncoro ada pada kisaran
0.7% dari penjualan berdasarkan kesepakatan sejak beberapa tahun yang lalu. Dan hal
tersebut irasional. Permasalahannya bagi auditor adalah hal tersebut akan memicu
terjadinya salah saji material terhadap laporan keuangan khususnya piutang usaha
karena bisnis retail terkait dengan penjualan kredit dan akun yang sangat berpengaruh
adalah akun piutang. Pengujian yang biasanya dilakukan oleh auditor untuk
menguatkan taksiran akuntansi adalah pengujian matematis.

11) Indah Sanjaya sebaiknya melakukan konfirmasi per 31 Desember 2010, karena pada
periode ini karyawan akan melakukan penjualan fiktif untuk meningkatkan bonus akhir
tahun yang akan ia terima. Jika pada per 30 November, tidak akan mencakup satu
periode secara penuh, serta kemungkinan terjadinya penjualan fiktif di bulan Desember
tidak dapat terdeteksi oleh auditor.
12) Agus Kuncoro belum dapat membuat keputusan yang benar dalam mendesain sistem
dan kewenangan yang dimilikinya. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara,
yaitu ia tidak dapat menjelaskan dasar penetapan piutang tak tertagih berdasarkan total
penjualan bukan umur piutang. Selain itu Agus K. juga tidak mengetahui seberapa
sering Langgeng Santoso menyetujui penjualan kredit dan alasan mengapa terjadi
banyaknya penghapusan piutang pada periode ini. Ketidaktahuannya atas hal-hal
tersebut menunjukkan bahwa Agus K. belum membuat keputusan yang tepat atas sistem
dan kewenangannya dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Agus Kuncoro juga tidak
mengetahui mengapa banyak terjadi penghapusan piutang pada tahun berjalan dan juga
Agus Kuncoro merangkap jabatan yang seharusnya dipegang satu divisi saja.

Anda mungkin juga menyukai