Anda di halaman 1dari 3

Komplikasi Pasca Bedah Pre Prostetik, Ortodontik dan Konservatif

A. Pengertian Komplikasi Pre-Prostetik


Pengertian Bedah preprostetik
Bedah Preprostetik adalah suatu operasi yang bertujuan untuk mengeliminasilesi atau abnormalitas
tertentu dari jaringan keras dan lunak dari rahang, sehingga peletakan piranti prostetik dapat berhasil.
(Bedrossian, 2007).
Preprosthetic operasi biasanya melibatkan mempersiapkan rongga mulut untuk penempatan prosthetics
dilepas (gigi tiruan penuh atau sebagian dilepas). Sering kali rencana perawatan pasien melibatkan gigi tiruan
lepasan sebagai restorasi sementara atau akhir. Tergantung pada keadaan lisan pasien yang mendukung struktur,
tulang dan jaringan gusi, mungkin memerlukan prosedur bedah terlebih dahulu untuk memberikan fungsi, dan
kenyamanan yang dapat diterima gigi tiruan. (Oyama, 2009).
B.

a.

b.

c.
d.

Macam-Macam komplikasi Pasca Bedah Pre-Prostetik


Pembedahan tidak boleh dilakukan secara sembarangan oleh karena dapat menimbulkan efek
samping/komplikasi yang tidak diinginkan, misalkan perdarahan, edema, trismus, dry soket dan masih banyak
lagi. Dokter gigi harus mengusahakan agar setiap pencabutan gigi yang ia lakukan merupakan suatu tindakan
yang ideal, dan dalam rangka untuk mencapai tujuan itu ia harus menyesuaikan tekniknya untuk menghadapi
kesulitan-kesulitan dan komplikasi yang mungkin timbul akibat pencabutan dari tiap-tiap gigi (Cannizzaro,
2007).
Seperti operasi lainnya, ada beberapa komplikasi seperti perdarahan, pembengkakan, infeksi mual dan
muntah (Alessandro, 2006). Secara umum, komplikasi dari tindakan pembedahan preprostetik, orthodonttik dan
konservatif ini terjadi, namun tidak sering (Eckert, 2006).
Jika operasi yang melibatkan rahang atas, maka operasi bisa berpengaruh pada bentuk hidung pasien.
Hal ini dapat diminimalkan dengan perencanaan yang matang dan eksekusi akurat dari rencana bedah. Kadangkadang, ini dianggap bagian dari manfaat tersebut (Panula, 2001).
Seperti halnya prosedur operasi, efek samping tertentu dan komplikasi yang mungkin terjadi sebagai
berikut:
Perdarahan dapat terjadi selama atau setelah operasi. perdarahan reaksioner terjadi dalam 24 jam pertama
setelah operasi, dan perdarahan sekunder terjadi 5 sampai 7 hari setelah operasi dan biasanya merupakan akibat
dari infeksi. Jika perdarahan yang berlebihan selama operasi, transfusi mungkin diperlukan. Bisa mengalami
reaksi terhadap obat yang diberikan dikenal sebagai angioedema. Angioedema adalah cepat pembengkakan
jaringan dan dapat menyebabkan reaksi anafilaksis atau penyumbatan saluran napas yang mengancam jiwa jika
pembengkakan telah terjadi di tenggorokan (Hassan, 2002).
Hematom adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah. Hematoma terjadi karena dinding
pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor kedalam jaringan-jaringan dimana
ia tidak pada tempatnya. Hematoma mungkin adalah kecil, dengan hanya satu titik darah atau ia dapat menjadi
besar dan menyebabkan pembengkakan yang signifikan
Pembengkakan merupakan reaksi normal untuk setiap prosedur operasi, dan jumlahnya bervariasi dengan
individu dan prosedur. Pembengkakan kemungkinan akan meningkat kira-kira 24 sampai 72 jam setelah
operasi.
Neuralgia.
Serangan Trigeminal neuralgia dapat berlangsung dalam beberapa detik sampai semenit. Beberapa
orang merasakan sakit ringan, kadang terasa seperti ditusuk. Sementara yang lain merasakan nyeri yang cukup
kerap, berat, seperti nyeri saat kena setrum listrik. Trigeminal neuralgia biasanya hanya terasa di satu sisi wajah,
tetapi bisa juga menyebar dengan pola yang lebih luas. Jarang sekali terasa di kedua sisi wajah dlm waktu
bersamaan.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab umum dari sindroma saraf kranial
ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut, baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak
kompresi berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian rostral dari nervus
trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya.
Menurut Calvin, sekitar 90% dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri salah tempat yang
melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut. Pembuluh darah yang menekan tidak harus berdiameter besar.

e.

f.

g.
h.

Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia,
hemifacial spasm, tinnitus, ataupun vertigo.
Infeksi merupakan risiko potensial setiap prosedur operasi, dan jika infeksi terjadi, biasanya diobati dengan
antibiotik. Infeksi yang dihasilkan disebut sinusitis yang tidak merespon dengan baik terhadap antibiotik dan
mungkin memerlukan operasi tambahan untuk mengeringkan sinus. Sinusitus berpotensi dapat mengakibatkan
berbagai komplikasi, beberapa di antaranya mematikan dan memerlukan operasi segera. sinusitus komplikasi
termasuk abses otak, meningitis, abses orbit, orbital selulitis, abses epidural, empiema subdural, trombosis sinus
gua, dan osteomyeltis semua yang diketahui telah terjadi setelah pencabutan gigi bungsu dan diuraikan secara
lebih rinci di bawah ini. Selain itu, sinusitus dapat menyebabkan polip hidung dan mucoceles. (Barak, 2005)
Perubahan posisi rahang baru atau yang tidak diperkirakan pergeseran struktur rahang adalah orthognathic
operasi berikut biasa, namun dapat terjadi. Jika tidak, perawatan lebih lanjut mungkin diperlukan. (Barak, 2005)
Persistent gerakan rahang atau fungsi mengunyah atau wicara bisa terjadi setelah pembedahan orthognathic
latihan rahang khusus biasanya dapat membantu untuk memperbaiki kondisi ini. (Barak, 2005)
Nyeri TMJ atau abnormal fungsi yang terjadi dalam contoh yang jarang setelah operasi orthognathic.
Pembedahan dapat memperburuk yang sudah ada masalah sendi rahang. Jika kondisi ini terus berlangsung,
perawatan lebih lanjut mungkin diperlukan. (Barak, 2005)
Fracture mandibula, Rahang bawah bisa patah selama atau setelah mencabut gigi kebijaksanaan yang lebih
rendah. Hal ini dikenal sebagai fraktur mandibula. Penting untuk dicatat bahwa fraktur mandibula dapat terjadi
selama operasi (fraktur mandibula langsung) atau kadang-kadang dapat terjadi setelah pembedahan (fraktur
mandibula alm) yang biasanya dalam 4 minggu pertama (Barak, 2005) .Fraktur juga bisa mengenai akar gigi,
gigi tetangga, atau gigi antagonis, restorasi dan prosesus alveolaris. Semua fraktur yang dapat dihindarkan
mempunyai etiologi yang sama; yaitu tekanan yang berlebihan atau tidak terkontrol atau keduanya. Hematoma
adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah. Hematoma terjadi karena dinding pembuluh
darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah telah bocor kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak
pada tempatnya. Hematoma mungkin adalah kecil, dengan hanya satu titik darah atau ia dapat menjadi besar
dan menyebabkan pembengkakan yang signifikan (Pedersen, 1996).

C. Penanganan komplikasi pre-prostetik


a.
Perdarahan
Komplikasi ini adalah yang paling sering terjadi dengan insidensi sebesar 1% sampai 2%. Umumnya
perdarahan berhenti secara spontan dalam beberapa hari. Dapat pula terjadi perdarahan berat yang
membutuhkan transfusi, dengan insidens sebesar kurang dari 1%. Perdarahan ditangani dengan cara yang sama
dengan penanganan epistaksis. Bila setelah beberapa lama perdarahan belum berhenti, sumber perdarahan harus
dicari. Tampon yang ada harus dikeluarkan dari hidung dan klot darah diisap, lalu diberikan nasal dekongestan
topikal dengan menggunakan kapas.
b.
Nyeri
Nyeri pasca bedah bersifat individual, tindakan yang sama pada seorang pasien akan berbeda efeknya
pada pasien lain.keluhannyeri akan dirasakan berbeda tergantung beberapa faktor antara lain :
1. tempat pembedahan ( yang ternyeri adalah pembedahan torakotomi )
2. jenis kelamin
3. umur, ambang rangsang orang tua lebih tinggi
4. kepribadian, pasien neurotik merasa lebih nyeri dari pada pasien normal
5. pengalaman pembedahan sebelumnya
6. suku, ras
7. motivasi pasien
Beberapa metode/ cara menanggulangi nyeri pasca pembedahan antara lain :stimulasi ( dilakukan untuk
mengalihkan perhatian pada area nyeri ), distraksi (melakukan penekanan syaraf yang menuju ke area nyeri ),
obat analgesia.
c.
Hematoma
Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak
perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres. Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan
anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang
bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong.
Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut.
Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril
sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.

d.

Infeksi
Menurut Iwan 2008, Pencegahan infeksi pasca bedah pada klien dengan operasi bersih terkontaminasi,
terkontaminasi, dan beberapa operasi bersih dengan penggunaan antimikroba profilaksis diakui sebagai prinsip
bedah. Pada pasien dengan operasi terkontaminasi dan operasi kotor, profilaksis bukan satu-satunya
pertimbangan. Penggunaan antimikroba di kamar operasi, bertujuan mengontrol penyebaran infeksi pada saat
pembedahan.Pada pasien dengan operasi bersih terkontaminasi, tujuan profilaksis untuk mengurangi jumlah
bakteri yang ada pada jaringan mukosa yang mungkin muncul pada daerah operasi.
Tujuan terapi antibiotik profilaksis untuk mencegah perkembangan infeksi dengan menghambat
mikroorganisme. CDC merekomendasikan parenteral antibiotik profilaksis seharusnya dimulai dalam 2 jam
sebelum operasi untuk menghasilkan efek terapi selama operasi dan tidak diberikan lebih dari 48 jam. Pada
luka operasi bersih dan bersih terkontaminasi tidak diberikan dosis tambahan post operasi karena dapat
menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik .Bernard dan Cole, Polk Lopez-Mayormembuktikan
keefektifan antibiotik profilaksis sebelum operasi dalam pencegahan infeksi post operasi elektif bersih
terkontaminasi dan antibiotik yang diberikan setelah operasi tidak mempunyai efek profilaksis (Bennet, J.V,
Brachman, P, 1992 : 688). Menurut Depkes (1993) dalam Iwan 2008 ,antibiotik profilaksis diberikan secara
sistemik harus memenuhi syarat :

Tepat dosis

Tepat indikasi (hanya untuk operasi bersih terkontaminasi, pemakaian implant dan protesis, atau operasi
dengan resiko tinggi seperti bedah vaskuler, atau bedah jantung).

Tepat cara pemberian harus diberikan secara I.V. 2 jam sebelum insisi dilakukan .

Tepat jenis (sesuai dengan mikroorganisme yang sering menjadi penyebab Infeksi Luka Operasi).

Kondisi Luka. Pada pre operasi ikut berperan dalam terjadinya infeksi.Luka terbuka karena adanya
kecelakaan maka lebih beresiko terjadinya infeksi luka operasi.
e.
Fraktur
Cara terbaik unuk menghindari fraktur disamping tekanan terkontrol adalah dengan menggunakan
gambar sinar-X sebelum melakukan pembedahan. Akar yang mengalami delaserasi atau getas atau yang dirawat
endodontic sering mengharuskan dilakukannya perubahan pada rencana pembedahan, biasanya dimulai dari
prosedur pencabutan dengan tang (close prosedure) sampai melakukan pembukaan flap. Apabila sesudah
dilakukan pencabutan dengan tang menggunakan tekanan terkontrol tidak terjadi luksasi dan dilatasi alveolus,
ini menunjukkan perlunya dilakukan pembedahan. Pengenalan adanya fraktur biasanya secara klinik dan
mudah terlihat, kecuali untuk fraktur mandibula (Pedersen, 1996)
f.

Neuralgia, dapat ditangani dengan dilakukan microvascular decompression secara benar, keluhan akan
hilang. Pada umumnya kerusakan saraf akan mengalami perbaikan secara spontan terutama saraf alveolaris
inferior karena terletak dalam kanalis mandibula sehingga ujung-ujung saraf yang rusak dapat dengan lebih
baik mendekat secara spontan (Pogrel, 1990).

Anda mungkin juga menyukai