Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah salah satu dari negara di Asia yang memiliki kerentanan
HIV akibat dampak perubahan ekonomi dan perubahan kehidupan sosial. Saat ini
epidemi AIDS dunia sudah memasuki dekade ketiga, namun penyebaran infeksi
terus berlangsung yang menyebabkan negara kehilangan sumber daya
dikarenakan masalah tersebut. Materi dasar dalam pelatihan konseling dan tes
HIV akan menggambarkan kebijakan Pemerintah RI dalam penanganan HIV dan
membantu peserta memahami arti dari epidemiologi. Program HIV AIDS dikelola
pemerintah dan masyarakat merupakan kebijakan yang terpadu untuk mencegah
penularan HIV dan memperbaiki kualitas hidup orang dengan HIV. Berdasarkan
Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang kesehatan bahwa setiap kegiatan
dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip non diskriminatif,
partisipatif dan berkelanjutan. Peraturan Presiden No. 75 Tahun 2006
mengamanatkan perlunya peningkatan upaya penanggulangan HIV dan AIDS di
seluruh Indonesia.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2000 lalu melaporkan terdapat 36,1
juta orang terdeteksi mengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired
Immuno Deficiency Virus (AIDS). Para pengidap lazim disebut orang dengan
HIV/AIDS (ODHA) dengan prevalensi yang sangat bervariasi dan rata-rata
mencapai 5 persen. Lebih dari 7,4 juta orang terinfeksi HIV/AIDS di daerah Asia
Pasifik, dan sebagian besar adalah para pekerja di usianya yang paling produktif.
Setiap hari sekitar 14.000 orang di seluruh dunia tertular HIV/AIDS, 6.000 orang
diantaranya berusia antara 15 dan 24 tahun dan akan menjadi generasi tenaga
kerja yang akan datang. Kira-kira 800.000 orang dewasa, 450.000 diantaranya
laki-laki, terinfeksi HIV di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2003.
Dengan 150.000 kasus baru pada tahun 2003, Asia Timur dan Pasifik termasuk
dua daerah yang masih bisa menahan masuknya HIV/AIDS. Pada akhir tahun
2003, diperkirakan akan ada sebanyak 7 juta ODHA di dua daerah ini.
Penyebaran HIV/AIDS masih menjadi ancaman serius hingga saat ini.
Bukan saja karena derita fisik yang harus ditanggung orang dengan HIV/AIDS
atau ODHA, tetapi juga faktor psikologis (penerimaan masyarakat) dan faktor
sosial (stigma dan diskriminasi dari masyarakat) yang masih selalu menghantui
setiap penderita.
Saat ini, Indonesia telah masuk ketahapan Epidemi terkonsentrasi atau
dalam ilmu epidemi, red epidemic level (tingkat epidemi merah), dalam arti kata
lebih dari 5 % kelompok orang perilaku resiko tinggi telah terpapar HIV/AIDS.
Pada situasi seperti ini bangsa Indonesia telah dinyatakan terancam
bahaya, antara lain :
1. Bahaya karena akan kehilangan banyak penduduk pada usia produktif.
2. Bahaya karena penduduk yang selama ini dianggap tidak rentan pun beresiko
terpapar, misalnya ibu rumah tangga, anak-anak.
3. Bahaya karena akan kehilangan banyak kaum muda pada kirasan usia 14-29
tahun.
4. Bahaya karena pengeluaran anggaran negara yang sangat besar untuk
mensubsidi rakyat yang jatuh sakit karena HIV/AIDS.
5. Bahaya karena keluarga-keluarga dalam masyarakat akan mengeluarkan biaya
ekstra besar untuk merawat dan membeli obat bagi anggotanya yang terpapar
HIV/AIDS.
6. Bahaya karena dana negara dan dana masyarakat (social cost) yang jumlahnya
tak terhitung terpaksa harus dibelanjakan untuk membiayai anak-anak yatim
korban HIV/AIDS yang ditinggal orang tua mereka.
Di Indonesia pada tahun 2001 diperkirakan terdapat 80.000 sampai dengan
120.000 orang tertular HIV. Data Depkes RI sampai dengan September 2005
tercatat 8.250 kasus HIV/AIDS di Indonesia. Diperkirakan sampai dengan
November 2006 terdapat 170 ribu dari total 220 juta jumlah penduduk di
Indonesia yang mengidap HIV/AIDS dengan prevalensi sekitar 0,1 %. Menurut
estimasi, terdapat 5500 kasus kematian akibat AIDS di Indonesia. Epidemi ini
terutama menjangkit pada pemakai narkoba dengan menggunakan jarum suntik
(injecting drug users/IDU) dan para mitra seksual mereka, mereka yang
melakukan praktik pelacuran, dan para pria yang melakukan hubungan seksual
sesama jenis.
Pada tahun 2004, dari semua kasus HIV yang dilaporkan, 43,3 % kasus
disebabkan oleh hubungan heteroseksual dan 44,1 % kasus akibat IDU. Dan
sepanjang tahun 2006, di Indonesia terdapat 6.987 kasus HIV/AIDS, tapi estimasi
sementara jumlah tersebut bisa mencapai 193.000 kasus atau pada kisaran
169.000 hingga 216.000 orang. Ini karena kemungkinan besar banyak dari
penderita yang tidak tahu kalau mereka sudah terjangkit virus HIV. Prevalensi
HIV/AIDS di Indonesia pun menigkat tajam di beberapa wilayah, khusunya di
Jakarta dan Papua.
Jakarta masih mendominasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sejak
Januari hingga September 2006. Data Depkes menunjukkan bahwa dari 6.987
kasus di 32 provinsi, Jakarta mendominasi dengan 2.394 kasus. Terbanyak di
Jakarta Pusat sebanyak 958 kasus.
Sementara itu di Sulawesi Selatan, menurut data Dinkes Sulawesi Selatan,
sampai dengan Desember 2005 tercatat 546 kasus, kasus terbesar ditemukan di
kota Makassar, dengan jumlah kasus sebanyak 485 orang. Sedangkan data Dinas
Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan sampai September 2006 terlaporkan 274
orang menderita AIDS dan 723 orang terinfeksi HIV dan tersebar di 23
Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Selatan. Jumlah ini akan terus meningkat,
jika tidak ditanggulangi.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Rumusan Masalah
Apa Pengertian Surveilans HIV AIDS ?
Bagaimana Pedoman Surveilans Sentinal HIV AIDS ?
Apa Kelemahan dan Kelebihan Sistem Surveilans Epidemiologi HIV AIDS ?
Apa Pengertian HIV AIDS ?
Bagaimana Cara Penularan HIV AIDS ?
Bagaimana Perjalanan Infeksi HIV AIDS ?
Bagaimana Gejala Klinis HIV AIDS ?
Bagaimana Pencegahan dan Penanggulangan HIV AIDS ?
Bagaimana Data Penderita HIV AIDS di Sulawesi Selatan ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Surveilans HIV AIDS.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Definisi kasus AIDS guna kepErluan surveilans adalah seseorang yang
HIV positif dan didapatkan minimal 2 tanda mayor seperti diare kronis selama 1
bulan, berat badan menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, demam berkepanjangan, dll
disertai dengan 1 tanda minor yaitu seperti salah satunya batuk menetap selama
kuarang lebih 1 bulan dan dermatitis generalisata yang disertai sensasi gatal.
1. Tujuan Surveilans HIV/AIDS
Tujuan Umum : Tujuan surveilans HIV/AIDS adalah untuk memperoleh
gambaran epidemiologi tentang infeksi HIV/AIDS di Indonesia untuk keperluan
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program.
Tujuan Khusus :
a. Mengetahui prevalensi infeksi HIV/AIDS pada kelompok sub populasi tertentu
yaitu pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan perilaku risiko rendah pada
lokasi tertentu.
b. Memantau kecenderungan infeksi HIV/AIDS berdasarkan waktu, tempat dan
orang.
c. Penyebaran Infeksi HIV/AIDS pada kelompokkelompok sub populasi
tertentu berdasarkan waktu perlu dipantau dengan seksama.
d. Memantau dampak program.
e. Menyediakan data untuk proyeksi kasus HIV / AIDS di Indonesia.
f. Menggunakan data prevalensi untuk keperluan advokasi.
g. Menyediakan informasi untuk perencanaan pelayanan kesehatan.
2. Manfaat Surveilans HIV/AIDS
a. Melakukan pengamatan dini yaitu Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
HIV/AIDS di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka
mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) HIV/AIDS.
b. Dapat menjelaskan pola penyakit HIV/AIDS yang sedang berlangsung yang
dapat dikaitkan dengan tindakan tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
Contoh kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Deteksi perubahan akut dari penyakit HIV/AIDS yang terjadi dan
distribusinya.
2) Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit HIV/AIDS.
3) Identifikasi dan faktor risiko dan penyebab lainnya, seperi vektor yang dapat
menyebabkan sakit dikemudian hari.
4) Deteksi perubahan pelayanan kesehatan.
c. Dapat mempelajari riwayat alamiah dan epidemiologi penyakit HIV/AIDS,
khususnya untuk mendeteksi adanya KLB/wabah. Pemahaman melalui riwayat
penyakit, dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1)
b.
pemeriksaan
laboratorium akan menghasilkan data apakah penderita positif AIDS atau tidak.
Apabila penderita positif menderita AIDS maka wajib mengisi formuir penderita
AIDS agar semua kasus dapat dilaporkan baik yang sudah meninggal atau yang
masih hidup, untuk yang sudah meninggal meskipun sebelumnya sudah lapor
pada saat meninggal juga wajib lapor, karena penguburan mayat positif AIDS
berbeda dengan yang biasa.
c. Pelaporan kasus surveilans AIDS yaitu dengan menggunakan formulir dari
laporan penderita positif AIDS yang kemudian laporan kasus ini dikirim
secepatnya tanpa menunggu suatu periode waktu dan harus dilaporkan pada saat
menemukan penderita positif AIDS bisa melalui fax atau email untuk sementara
tetapi kemudian disusul dengan data secara tertulis.
B. Pedoman Surveilans Sentinal HIV
Pengertiannya adalah melakukan kegiatan untuk menganalisis secara terus
menerus untuk menurunkan risiko terjadinya peningkatan serta penularan HIV
dengan menggunakan populasi sentinel atau kelompok tertentu pada lokasi
tertentu untuk memantau prevalensi penyakit tertentu seperti HIV misalanya pada
tempat lokalisasa atau pada kelompok berisiko tertentu yaitu seperti PSK,
pengguna NAPZA dan waria agar dapat melakukan pencegahan dan
penanggulangn HIV serta memberikan informasi terhadap pelayanan kesehatan.
1. Pengumpulan Data
Data kasus HIV dapat diperoleh melalui laporan hasil pemeriksaan HIV
oleh Laboratorium yang meliputi kode spesimen yaitu : Kabupaten/ Kota, subpopulasi sasaran, golongan umur, jenis kelamin, bulan dan tahun pemeriksaan.
Laporan Balai Laboratorium Kesehatan ini akan dikirimkan kepada Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota, dengan tembusan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan
Ditjen PPM & PL-Dit P2ML minat Subdit AIDS& PMS di Jakarta. Laporan hasil
pemeriksaan HIV dan sifilis dikirim dengan memakai formulir HIV-2.
7
h.
Jumlah kasus yang dilaporkan semu (fenomena gunung es), lebih banyak
yang ditutupi atau tertutupi karena stigma yang timbul di masyarakat terhadap
penderita AIDS menyebabkan penderita atau mereka yang mungkin berisiko
terkena HIV lebih baik tidak memeriksakan dirinya sehingga kasus HIV/AIDS
tidak mudah dideteksi oleh sistem HIV/AIDS.
2. Kelebihan Sistem Surveilans Penyakit HIV/AIDS di Indonesia
Menurut Depkes RI (2006), kelebihan sistem survailens penyakit HIV/AIDS di
Indonesia meliputi:
a. Sistem surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah memantau seroprevalens
HIV pada suatu sub populasi tertentu.
b. Sistem surveilans HIV/AIDS sudah memantau tren/kecenderungan infeksi
HIV berdasarkan waktu dan tempat.
c. Sitem surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah memantau dampak program,
menyediakan data untuk estimasi dan proyeksi kasus HIV/AIDS di Indonesia,
menggunakan data prevalens untuk advokasi, nenyelaraskan program pencegahan
dengan perencanaan pelayanan kesehatan, dan menyediakan informasi untuk
program TB-HIV.
d. Sistem surveilans HIV/AIDS di Indonesia telah mendapat dukungan dari
pemerintah baik dalam kebijakan maupun komitmen politik, Bentuk Penerimaan
Sosial, Bentuk Dukungan Sistem.
e. Para petugas surveilans HIV/AIDS di Indonesia sudah mendapatkan pelatihan
dalam
melakukan
kegiatan
survailens
tersebut
baik
petugas
provinsi,
i.
funsional
dan
structural.
Tiga
gen
tersebut
dan env. Gag berarti group antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah
kepanjangan darienvelope (Hoffmann, Rockhstroh, Kamps,2006).
Gen gag mengode protein inti. Gen pol mengode
enzim reverse
14
nasional
penanggulangan
HIV/AIDS
(Stranas)
pertama
Stranas
20032007
terdapat
dasar-dasar
penanggulangan
HIV/AIDS sebagai panduan pokok bagi semua pihak yang melaksanakan kegiatan
penanggulangan HIV/AIDS. Dasar-dasar tersebut meliputi:
15
16
BAB III
KESIMPULAN
1. Tujuan Surveilans HIV/AIDS
Tujuan Umum : Tujuan surveilans HIV/AIDS adalah untuk memperoleh
gambaran epidemiologi tentang infeksi HIV/AIDS di Indonesia untuk keperluan
perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan program.
Tujuan Khusus :
a. Mengetahui prevalensi infeksi HIV/AIDS pada kelompok sub populasi tertentu
yaitu pada kelompok berperilaku risiko tinggi dan perilaku risiko rendah pada
lokasi tertentu.
b. Memantau kecenderungan infeksi HIV/AIDS berdasarkan waktu, tempat dan
orang.
c. Penyebaran Infeksi HIV/AIDS pada kelompokkelompok sub populasi
tertentu berdasarkan waktu perlu dipantau dengan seksama.
d. Memantau dampak program.
e. Menyediakan data untuk proyeksi kasus HIV / AIDS di Indonesia.
f. Menggunakan data prevalensi untuk keperluan advokasi.
g. Menyediakan informasi untuk perencanaan pelayanan kesehatan.
2. Manfaat Surveilans HIV/AIDS
a. Melakukan pengamatan dini yaitu Sistem Kewaspadaan Dini (SKD)
HIV/AIDS di Puskesmas dan unit pelayanan kesehatan lainnya dalam rangka
mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) HIV/AIDS.
b. Dapat menjelaskan pola penyakit HIV/AIDS yang sedang berlangsung yang
dapat dikaitkan dengan tindakan tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
Contoh kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1) Deteksi perubahan akut dari penyakit HIV/AIDS yang terjadi dan
distribusinya.
2) Identifikasi dan perhitungan trend dan pola penyakit HIV/AIDS.
3) Identifikasi dan faktor risiko dan penyebab lainnya, seperi vektor yang dapat
menyebabkan sakit dikemudian hari.
4) Deteksi perubahan pelayanan kesehatan.
17
18
DAFTAR PUSTAKA
http://Jurnal.stiekesatuan.ac.id/index.php/jimk/article/view/362/39
1
http://Repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/33949/4/chapter
%20II.pdf
http://www.spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1
http://atika-cute.blogspot.com/2012/10/makala-pemasaransosial.html
19
20