Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

DEFINISI
Karsinoma serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak
antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina). Karsinoma serviks terjadi ditandai
adanya pertumbuhan sel-sel ganas pada leher rahim. 1,2
Dilaporkan perbandingan insiden di negara-negara berkembang lebih tinggi
daripada di negara maju. Di Amerika, kanker serviks menduduki tempat ke-3 dari
seluruh kanker ginekologi dikarenakan deteksi dini karsinoma serviks baik primer
maupun sekunder yang baik; dengan 12.800 kasus baru pada tahun 2000 dan angka
kematiannya mencapai 4.600.4 Di Indonesia sendiri, penyakit kanker serviks masih
menduduki peringkat pertama dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada
penyakit ginekologik. 66% dari kanker genitalia wanita adalah kanker serviks. Angka
kejadian kanker leher rahim di RSUP Manado (1993-1997) dijumpai 68,58% dari
seluruh kanker ginekologi.3, 5
Pada tahun 1998, FIGO melaporkan bahwa kanker leher rahim stadium I A
lebih sering ditemukan pada kelompok usia 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium I B
dan II sering ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun. Kelompok usia 60-69 tahun
merupakan proporsi tertinggi pada stadium III dan IV. Secara klinis, karsinoma
serviks pra invasif adalah keadaan tanpa keluhan dan dengan mata biasa tidak
mungkin dapat dideteksi karena sering tampak sebagai leher rahim normal.
Karenanya skrining lesi pra kanker sangat penting mengingat pengobatannya
memberi kesembuhan sampai 100 persen pada stadium dini. Sedangkan pada kanker
invasif memberi hasil pengobatan kurang memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun
(5 years survival) antara 20-90 persen. 6
ETIOLOGI
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui, ada bukti kuat kejadiannya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang
penting: 5,7
-

Biologis : genetik, hormonal, imunologi

Eksternal : radiasi ion, sinar UV, kimia, dll.

Penelitian epidemiologi menunjukkan faktor resiko :


-

Perilaku seksual

Koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (< 16-20 tahun).

Sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas) serta ada hubungan dengan oral


seks

Pasangan seksual pria yang beresiko tinggi (pria yang bersenggama dengan
siapa saja atau yang sebelumnya memiliki istri penderita karsinoma serviks
atau kondiloma)

Insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan


terlampau dekat

Sosial ekonomi rendah

Umur di atas 40 tahun dan banyak anak

Luka lecet pada leher rahim (erotio portiones)

Faktor infeksi virus:

HPV (Human Papilloma Virus) terutama tipe 16 atau 18, 31, dan 33.

Virus Herpes Simpleks tipe II

Gaya hidup tidak sehat

Kebiasaan merokok

Kebersihan alat kelamin baik istri maupun suami.

PATOGENESIS
Awal mulanya karsinoma serviks berjalan lambat. Pada kebanyakan,
karsinoma serviks mungkin bermula sebagai suatu perubahan displastik dengan
progresitivitas yang lambat selama periode beberapa tahun untuk mencapai bentuk
pre invasif (CIS). Sekurang-kurangnya 90% karsinoma sel skuamosa dari serviks
berkembang

dalam

jaringan

intraepitelial

hampir

selalu

terdapat

pada

skuamokolumnar junction dari serviks, baik di dalam portio vaginalis serviks atau
lebih tinggi lagi, pada kanalis endoserviks.
Invasi awal stroma (stadium IA) pada kedalaman 1-3 mm di bawah membran
dasar merupakan proses yang lokal. Penetrasi stroma ke luar dapat menimbulkan
2

peningkatan resiko terjadinya metastase limfatik ataupun hematogen. Apabila kanker


melibatkan parametrium (stadium IIB), sel tumor dapat ditemukan pada nodulus
limfatikus pelvis (30-40% kasus) dan di nodulus paraaorta (10% kasus).
Hepar merupakan bagian tubuh yang paling banyak terjadi metastasis, tetapi
tumor juga bisa mengenai paru, otak, tulang, kelenjar adrenal, pankreas, dan lain-lain.
Kematian dapat timbul akibat uremia, emboli paru ataupun perdarahan yang
berasal langsung dari tumor ke pembuluh darah. Mungkin saja bisa dilakukan
penyelamatan dari keadaan sepsis sebagai komplikasi dari pielonefritis atau fistula
vesikovaginal dan rektovaginal.8
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ).
Histologik antara epitel gepeng berlapis (squamous complex) dari porsio dengan epitel
kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks kanalis serviks. Serviks yang
normal, secara alami mengalami proses metaplasia (erosio) akibat saling desakmendesaknya kedua jenis epitel yang melapisi. Dengan masuknya mutagen, porsio
yang erosif (metaplasia skuamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi
patologik (displastik-diskariotik) melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk
akhirnya menjadi karsinoma invasif.
NIS I

: displasia ringan (bila kelainan epitel terbatas pada lapisan basal)

NIS II

: displasia sedang (bila lesi melebihi dari lapisan epitel, variasi sel dan
ukuran inti dengan proses mitosis normal di antara lapisan basal).

NIS III : displasia berat (bila seluruh lapisan epitel sudah terkena, lebih banyak
variasi sel dan ukuran inti, orientasi tidak teratur, hiperkromasi, mitosis
normal/ abnormal kadang mendekati lapisan permukaan, diferensiasi sel
permukaan dan perubahan koilositosis biasanya menghilang/sangat jarang
dijumpai).
KIS

: karsinoma in situ (perubahan epitel menginvasi jaringan stroma di


bawahnya dan dapat berlanjut ke dalam kelenjar endoserviks).

Pembagian stadium klinis kanker rahim menurut FIGO (1994):3


Stadium 0 : Karsinoma in situ. Bila sel kanker masih terbatas di leher rahim; hanya
di lapisan permukaan, belum menembus lapisan di bawahnya
Stadium 1 : Karsinoma terbatas pada serviks
IA1

: Mikroinvasif, invasi stroma < 3 mm

IA2

: Invasi stroma, kedalaman 3-5 mm, atau lebar > 7 mm


3

IB1

: Gross servikal lesi < 4 cm, atau kedalaman invasi > 5 mm atau lebar > 7
mm

IB2

: Gross servikal lesi > 4 cm

II

: Karsinoma meluas sampai 2/3 atas vagina dan parametrium

IIA

: Tumor meluas sampai 2/3 atas vagina

IIB

: Tumor meluas dalam parametrium tapi tidak sampai dinding pelvis.

III

: Karsinoma meluas sampai 1/3 bawah vagina atau mengenai parametrium


sampai dinding pelvis: Hidronefrosis menunjukkan stadium IIIB.

IIIA

: Tumor meluas sampai 1/3 bawah vagina

IIIB

: Tumor meluas dalam parametrium sampai dinding pelvis atau


hidronefrosis.

IV

: Karsinoma mengenai kandung kencing dan/atau mukosa rektum atau


penyebaran jauh ke organ lain.

IVA

: Tumor meluas ke mukosa dari kandung kencing dan/atau rektum.

IVB

: Tumor menyebar ke organ jauh.

Pada kasus yang sudah terjadi penyebaran yang luas, terdapat gejala nyeri
pelvik, termasuk gejala tidak umum pada usus besar atau kantong kencing. Bila juga
ada gejala pada saluran saluran vagina, saat BAK dan BAB.
PENYEBARAN
Penyebaran Karsinoma Serviks dapat melalui 3 tahap: 3
1. Invasi langsung ke stroma servik, korpus, vagina, dan parametrium
2. Menembus jaringan limfatik dan metastase
3. Penyebaran hematogen
Infiltrasi langsung
Karsinoma serviks yang invasif apakah itu squamous atau glanduler, selalu
berasal dari neoplasma intraepitelial. Sel-sel maligna ini melakukan penetrasi ke
membran basal, kemudian secara progresif akan menginfiltrasi bagian lateral
seperti ligamentum kardinal dan uterosakral, ke arah superior yaitu endometrium.
Bagian inferior yaitu vagina, bagian anterior kandung kencing, bagian posterior
yaitu peritoneum termasuk cavum douglasi dan rektum.

Penyebaran melalui limfe


Karsinoma serviks dapat menyebar ke semua nodulus di pelvis. Nodulus
parametrium tidak pernah terlibat langsung sebelum nodulus pada dinding
samping pelvis. Meskipun sel tumor bisa mencapai nodulus di iliaka dan paraaorta
secara langsung dari posterior, hal ini sebenarnya tidak umum di mana
penyebaran limfe pada karsinoma serviks paling bervariasi, termasuk dalam
urutan biasa dari dinding lateral pelvis ke daerah iliaka, kemudian ke paraaorta.
Dari nodulus paraaorta, jarang melalui duktus torasikus ke limfonodus skaleni
kiri. Ovarium jarang terlibat kanker serviks.
Penyebaran hematogen
Sebenarnya dapat menyebar ke mana saja, tetapi paling umum yaitu ke
jantung, paru, hepar, dan tulang. Dan yang jarang yaitu usus besar, kelenjar
adrenal, limpa, serta otak.

GEJALA
-

Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, makin lama makin
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.5,7

Perdarahan segera habis senggama (contact bleeding). Perdarahan ini makin lama
sering terjadi yang akhirnya juga terjadi di luar senggama (perdarahan spontan). 5,7

Perdarahan di antara haid yang satu dengan haid yang berikutnya (intermenstrual)
atau setelah menopause. 7

Anemia akibat perdarahan per vaginam yang berulang.5

Nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf.7

Stadium akhir, penderita meninggal akibat metastase ke organ-organ vital seperti


otak, paru, dan sumsum tulang. 5

DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan
dan

persalinan,

perilaku

seks

yang

sering

berganti-ganti

pasangan

(promiskusitas), waktu koitus pertama kali, penyakit yang pernah dialami


5

misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisitis kronis, gaya hidup seperti
perokok, hygiene, jenis makanan dan sosial ekonomi rendah, juga keluhan
perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala klinik kurang menunjang
sebagai petunjuk diagnostik karena lesi pra kanker umumnya asimptomatik
kecuali pada keganasan yang sudah lanjut.3,5,7
B. Pemeriksaan Fisik
-

Pemeriksaan tanda vital seperti tensi, nadi, respirasi, suhu badan.3

Status praesens :
i. Ada/tidaknya anemia.3,7
ii. Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk
darah.3,7
iii. Status

lokalis

abdomen:

umumnya

tak

khas,

jarang

menimbulkan kelainan berupa benjolan, kecuali bila sudah ada


penyebaran

ke

rektum

menimbulkan

obstipasi,

ileus

obstruktif.3,7
iv. Palpasi hepar, supraklavikula, dan di antara kedua paha untuk
melihat ada tidaknya benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya
metastase.3,7
C. Pemeriksaan Ginekologik
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukan
kelainan porsio pada lesi tingkat prakanker dan kadang-kadang hanya
menunjukkan gambaran khas seperti leukoplakia, erosi, ektropion atau
servisitis.
Tetapi tidak demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat
benjol-benjol menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin
juga ditemukan fistula rektovaginal ataupun vesikovagina.
Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan sel
sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan
inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk
eksplorasi vagina.7

D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Sitologi vagina (pap smear)
Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil
dari leher rahim dan kemudian dilihat di bawah mikroskop. Ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Untuk deteksi tumor ganas bahan
diambil dengan spatel Ayre atau dengan kapas lidi dari dinding samping
vagina dan dari serviks. Bahan dari kanalis servikalis agak kedalam diambil
dengan kapas lidi atau dengan Cytobrush. Kemudian dibuat sediaan hapus di
kaca benda yang bersih dan segera dimasukkan kedalam botol khusus
(cuvette) berisi etil alkohol 95%. Setelah kira-kira satu jam, kaca benda
dikeluarkan dan dalam keadaan kering dikirim ke laboratorium. Di
laboratorium sediaan dipulas menurut Papanicolau.
Klasifikasi menurut Papanicolau :
Kelas I

: Berarti negatif (tidak ditemukan sel-sel ganas)

Kelas II

: Negatif, tidak ditemukan tanda-tanda ganas, ditemukan


beberapa sel atipik

Kelas III

: Ada sel-sel atipik yang sugestif tetapi tidak diagnostik untuk


keganasan displasia (ringan,sedang,berat)

Kelas IV

: Positif, ditemukan beberapa sel atipik KIS

Kelas V

: Positif, ditemukan banyak sel atipik Kanker

Pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini,


yaitu sejak dalam tingkat displasia atau KIS Perubahan sel-sel serviks yang
terdeteksi dini akan memungkinkan beberapa tindakan pengobatan diambil
sebelum sel-sel tersebut dapat berkembang menjadi sel kanker. 7
Tujuan utama dari pemeriksaan Pap Smear adalah mendeteksi kelainan
sebelum terjadinya suatu kanker, yaitu yang disebut dengan lesi prakanker dan
dikenal dengan displasia (merupakan kelainan dari leher rahim yang dapat
berkembang menjadi kanker leher rahim). Displasia dibagi menjadi 3 klas
sesuai tingkatannya.5

PRA KANKER
15%
Displasia ringan

KANKER
30%

Displasia sedang
40%

45%
Displasia berat

Kanker leher rahim

30%

Displasia ringanpaling cepat5 tahun


Displasia sedangpaling cepat3 tahun
Displasia berat

Paling cepat

1 tahun

PENANGANAN DISPLASIA
Penanganan displasia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:5
1. Usia
2. Jumlah anak
3. Tahap/tingkat displasia
Macam-macam penanganannya antara lain:
1. Elektro-koagulasi
2. Krioterapi (bedah beku)
3. Vaporisasi laser
4. Konisasi (memotong bagian yang sakit dalam bentuk kerucut) dengan pisau
atau laser.
1& 4 biasanya tidak memerlukan rawat inap
5. Histerektomi: operasi pengangkatan seluruh rahim
Schiller Test
Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana berdasarkan kenyataan
bahwa sel epitel berlapis gepeng dengan porsio yang normal mengandung
glikogen, sedang sel-sel abnormal tidak.7
Apabila permukaan porsio dicat/dipulas dengan larutan lugol (gram
iodine solution), maka epitel porsio yang normal menjadi berwarna coklat tua,
sedang daerah-daerah yang tidak normal berwarna kurang coklat dan tampak
pucat. Porsio dioles dengan kapas yang dicelup dalam larutan Lugol atau lebih
baik disemprotkan pada porsio dengan semprit 10 ml dan jarum panjang.
Percobaan Schiller hanya dapat dilakukan apabila sebagia besar porsio masih
normal.7

Eksisi percobaan dan konisasi


Eksisi percobaan atau biopsy (punch biopsy) merupakan cara
pemeriksaan yang dilakukan pada setiap porsio yang tidak utuh, didahului
atau tidak oleh pemerikasaan sitologi vagina atau kolposkopi. Biopsi
dilakukan dngan cunam khusus untuk memotong daerah perbatasan antara
epitel yang nampak normal dan lesi. Dengan pertolongan percobaan Schiller
atau kolposkopi, biopsy dapat dilakukan lebih terarah, sehingga kemungkinan
salah diagnosis lebih kecil.7
Untuk pemeriksaaan karsinoma serviks yang lebih dalam letaknya,
dilakukan kuretase dari kanalis servikalis. Konisasi merupakan tindakan yang
paling dapat dipercaya pada persangkaan karsinoma dapat dibuat banyak
sediaan dari seluruh posio untuk pemeriksaan mikroskopik.7
Kolposkopi
Kolposkopi adalah suatu prosedur pemeriksaan vagina dan serviks.
Diperkenalkan oleh Hinselmann (1925), terdiri atas dua alat pembesaran optik
( loupe) yang ditempatkan pada penyangga lesi, disertai penerangan dari
lampu khusus. Keuntungan alat ini ialah bahwa pemeriksa dapat melihat
binokular lebih jelas dengan pembesaran 10-20 kali; dapat mempelajari porsio
dan epitelnya lebih baik serta lebih terinci, sehingga displasia dan karsinoma,
baik yang in situ maupun yang invasive, dapat dikenal.7
Papnet
Adalah metode yang lebih maju dalam pemeriksaan kanker servikal
dengan menggunakan teknologi jaringan komputer. Keunggulan papnet
terutama dalam menemukan sel-sel prekanker, dapat mengenali pola-pola
yang sangat variabel dan rumit, hanya dengan 5 sel abnormal di antara
100.000 sel normal sudah dapat diketahui adanya kelainan. Akurasinya 97%
dan dirancang secara khusus untuk mendeteksi abormalitas yang besar
kemungkinannya luput dari pap smear. Pemeriksaan PAPNET saat ini dapat
dilakukan di New York, Amsterdam, Hongkong, dan Australia. Untuk
Indonesia, sampel dapat dikirim ke Australia. 5,6

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari karsinoma serviks, yaitu:8
Servikal ektopi
Servisitis akut atau kronik
Kondiloma akuminata
Tuberkulosis serviks
Ulserasi sekunder serviks karena sexual transmitted disease:
o Sifilis
o Granuloma inguinal
o Limfogranuloma venereum
o Kankroid
Abortus akibat kehamilan serviks
Koriokarsinoma yang bermetastase
Lesi yang jarang pada Aktinomikosis atau Skistosomiasis.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umumnya ialah secara pendekatan multidispliner, terpadu
dan paripurna meliputi beberapa tahapan penting, yaitu :
A. Preventif
Pencegahan

primer

yaitu

segala

kegiatan

yang

dilakukan

untuk

menghilangkan/mengurangi resiko terjadinya Karsinoma Serviks. Upaya tersebut


dapat dilakukan berupa promosi/penyuluhan mengenai:5

Menghindari kawin muda

Menghindari ganti-ganti pasangan seksual

Menjaga kesehatan secara umum

Jangan melahirkan banyak anak

Tidak merokok
Penyebaran informasi ini dilakukan seluas-luasnya kepada masyarakat melalui

media massa maupun lewat kegiatan Posyandu, PKK, Darma Wanita, dan sebagainya.

10

Kegiatan ini hendaknya dapat memberi pengertian akan sifat-sifat kanker ( penyebab,
perkembangan,

bahayanya

pada

stadium lanjut

serta

pencegahannya)

dan

membangkitkan peran serta masyarakat sehingga mampu dan mau ikut serta
menyampaikan pesan-pesan kanker.5
Pencegahan sekunder dengan melakukan skrining/deteksi dini melalui
pemeriksaaan sitologi vagina (Pap Smear) pada orang-orang yang belum
menunjukkan gejala-gejala klinik. Tujuan dilakukan skrining untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas dalam masyarakat.
Dengan pemeriksaan Pap Smear, karsinoma serviks dalam stadium dini dapat
ditemukan sehingga banyak wanita diselamatkan dari kanker. Pemeriksaan ini
sederhana, cepat, tidak sakit dan tidak merusak jaringan serta biayanya relatif murah.
Dianjurkan dilakukan sekali dalam setahun bagi wanita yang sudah melakukan
senggama, tetapi pada wanita kelompok resiko tinggi pemeriksaan lebih sering yaitu
3-6 bulan. Persyaratan lain untuk melakukan Pap Smear adalah dilakukan pada setiap
saat kecuali pada masa haid.7
Penanggulangan kanker di Indonesia telah dirintis oleh pemerintah sejak tahun
1988, yaitu dengan dibentuknya Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Dengan
dukungan WHO, pada tahun 1989 disusun Pokok-pokok Penanggulangan Kanker di
Indonesia yang menggambarkan upaya kesehatan paripurna dalam penanggulangan
kanker, yaitu: pencegahan primer, deteksi dini, terapi serta rehabilitasi dan perawatan
paliatif/bebas nyeri.
Menurut GBHN 1993 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992
menekankan pentingnya menggerakkan , mendorong, dan membina partisipasi
masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan, yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
Lokakarya kanker tahun 1993, sepakat untuk mengembangkan suatu model
Penanggulangan Kanker Terpadu (PKTP) dalam skala yang lebih kecil yaitu di tingkat
Dati II. Uji coba PKPT, telah dipilih Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dan
selanjutnya akan dikembangkan secara nasional.
Strategi penanggulangan kanker melalui model PKTP ini sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai yaitu penurunan angka kesakitan dan kematian akibat kanker dan
meningkatkan kualitas hidup penderita kanker.5

11

B. Kuratif
Menurut tingkat keganasan klinik:5
Tingkat klinik KIS

: Usia muda dan ingin punya anak Konisasi


Usia lanjut atau sudah mempunyai cukup anak
Histerektomi sederhana

Tingkat klinik IA

: Bila kedalaman invasi kurang 1 mm dan

tidak

meliputi area yang luas serta tidak melibatkan


pembuluh limfe / pembuluh darah dilakukan
histerektomi apabila fungsi reproduksi sudah tidak
diperlukan lagi. Jika masih, dilakukan konisasi.
Tingkat klinik IB- IIA

:Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul.


Pasca bedah biasanya dilanjutkan dengan penyinaran,
tergantung ada/tidak adanya sel tumor dalam kelenjar
limfa regional yang diangkat.

Tingkat klinik IIBIIIB

: Tidak dilakukan tindakan bedah, primer adalah


radioterapi.

Tingkat klinik IV

: Radiasi bersifat paliatif, pemberian kemoterapi dapat


dipertimbangkan.

Ada 2 metode efektif untuk penanganan kanker invasif: histerektomi radikal


dan radioterapi.
Operasi radikal adalah untuk mengangkat massa tumor kanker sebaik
mungkin, mengangkat kelenjar getah bening. Operasi radikal dan radioterapi
adalah pengobatan yang dapat diterima pada stadium I B dan IIA.4 Dengan operasi
radikal,

dapat

mengevaluasi

metastasis

pada

pembuluh

limfe

melalui

pembedahan. Tindakan mortalitas pembedahan pada operasi radikal kurang dari


1%, tapi persentase ini lebih besar daripada mortalitas akibat radioterapi primer.
Radioterapi mempunyai prinsip sama seperti sitostatika. Pembentukan radikal
bebas pada sel menyebabkan gangguan pada proses kehidupan sel. Setiap
tindakan radioterapi harus diusahakan agar dicapai dosis optimal pada tumor dan
dosis minimal pada jaringan sehat/normal di sekitarnya. Radioterapi primer terdiri
atas kombinasi penyinaran eksternal dan internal.

12

Penggunaan kemoterapi pada karsinoma serviks kurang bermanfaat. Hal ini


karena kebanyakan penderita yang menjadi calon untuk terapi ini telah menderita
kanker yang sudah jauh berkembang di mana telah gagal diterapi dengan operasi
radikal maupun terapi radiasi. Agen kemoterapi aktif yang melawan sel kanker
skuamosa yaitu Doksirubisin, Bleomisin, dan Sisplastin.8
C. Perawatan paliatif
Ditujukan pada penderita kanker terutama yang tidak mungkin sembuh,
tujuannya untuk meringankan rasa nyeri dan keluhan lain; perbaikan dalam aspek
psikologis, sosial dan spiritual untuk mencapai kualitas hidup yang maksimal bagi
penderita dan keluarganya kalaupun meninggal penderita meninggal dalam iman. Pola
dasar perawatan paliatif adalah:5
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian adalah proses yang normal
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian
3. Menghilangkan rasa nyeri dan keluhan lain yang mengganggu
4. Menjaga keseimbangan dalam aspek psikologi dan aspek spiritual
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya
6. Berusaha memberikan dukungan kepada keluarga yang berduka.

PROGNOSIS
Prognosis sangat baik pada kanker tingkat awal di mana angka kesembuhan
hampir 100% pada stadium prainvasif.
Faktor-faktor menentukan antara lain: 8
1. Umur penderita
2. Keadaan umum penderita
3. Status sosioekonomi penderita
4. Gambaran makroskopis kanker
5. Tingkat keganasan klinik
6. Ciri-ciri histologi sel tumor
7. Kemampuan tim yang menangani
8. Sarana pengobatan yang ada

13

Angka kelangsungan hidup lima tahun (five years survival rate)5


Stadium 0

: 90%-100%

Stadium I

: 80%-90%

Stadium II

: 60%-70%

Stadium III

: 30%-40%

Stadium IV

: 0%-10%.

14

Anda mungkin juga menyukai