DEFINISI
Karsinoma serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks, suatu daerah pada
organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim yang terletak
antara rahim (uterus) dan liang senggama (vagina). Karsinoma serviks terjadi ditandai
adanya pertumbuhan sel-sel ganas pada leher rahim. 1,2
Dilaporkan perbandingan insiden di negara-negara berkembang lebih tinggi
daripada di negara maju. Di Amerika, kanker serviks menduduki tempat ke-3 dari
seluruh kanker ginekologi dikarenakan deteksi dini karsinoma serviks baik primer
maupun sekunder yang baik; dengan 12.800 kasus baru pada tahun 2000 dan angka
kematiannya mencapai 4.600.4 Di Indonesia sendiri, penyakit kanker serviks masih
menduduki peringkat pertama dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada
penyakit ginekologik. 66% dari kanker genitalia wanita adalah kanker serviks. Angka
kejadian kanker leher rahim di RSUP Manado (1993-1997) dijumpai 68,58% dari
seluruh kanker ginekologi.3, 5
Pada tahun 1998, FIGO melaporkan bahwa kanker leher rahim stadium I A
lebih sering ditemukan pada kelompok usia 30-39 tahun, sedangkan untuk stadium I B
dan II sering ditemukan pada kelompok usia 40-49 tahun. Kelompok usia 60-69 tahun
merupakan proporsi tertinggi pada stadium III dan IV. Secara klinis, karsinoma
serviks pra invasif adalah keadaan tanpa keluhan dan dengan mata biasa tidak
mungkin dapat dideteksi karena sering tampak sebagai leher rahim normal.
Karenanya skrining lesi pra kanker sangat penting mengingat pengobatannya
memberi kesembuhan sampai 100 persen pada stadium dini. Sedangkan pada kanker
invasif memberi hasil pengobatan kurang memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun
(5 years survival) antara 20-90 persen. 6
ETIOLOGI
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui, ada bukti kuat kejadiannya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang
penting: 5,7
-
Perilaku seksual
Koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (< 16-20 tahun).
Pasangan seksual pria yang beresiko tinggi (pria yang bersenggama dengan
siapa saja atau yang sebelumnya memiliki istri penderita karsinoma serviks
atau kondiloma)
HPV (Human Papilloma Virus) terutama tipe 16 atau 18, 31, dan 33.
Kebiasaan merokok
PATOGENESIS
Awal mulanya karsinoma serviks berjalan lambat. Pada kebanyakan,
karsinoma serviks mungkin bermula sebagai suatu perubahan displastik dengan
progresitivitas yang lambat selama periode beberapa tahun untuk mencapai bentuk
pre invasif (CIS). Sekurang-kurangnya 90% karsinoma sel skuamosa dari serviks
berkembang
dalam
jaringan
intraepitelial
hampir
selalu
terdapat
pada
skuamokolumnar junction dari serviks, baik di dalam portio vaginalis serviks atau
lebih tinggi lagi, pada kanalis endoserviks.
Invasi awal stroma (stadium IA) pada kedalaman 1-3 mm di bawah membran
dasar merupakan proses yang lokal. Penetrasi stroma ke luar dapat menimbulkan
2
NIS II
: displasia sedang (bila lesi melebihi dari lapisan epitel, variasi sel dan
ukuran inti dengan proses mitosis normal di antara lapisan basal).
NIS III : displasia berat (bila seluruh lapisan epitel sudah terkena, lebih banyak
variasi sel dan ukuran inti, orientasi tidak teratur, hiperkromasi, mitosis
normal/ abnormal kadang mendekati lapisan permukaan, diferensiasi sel
permukaan dan perubahan koilositosis biasanya menghilang/sangat jarang
dijumpai).
KIS
IA2
IB1
: Gross servikal lesi < 4 cm, atau kedalaman invasi > 5 mm atau lebar > 7
mm
IB2
II
IIA
IIB
III
IIIA
IIIB
IV
IVA
IVB
Pada kasus yang sudah terjadi penyebaran yang luas, terdapat gejala nyeri
pelvik, termasuk gejala tidak umum pada usus besar atau kantong kencing. Bila juga
ada gejala pada saluran saluran vagina, saat BAK dan BAB.
PENYEBARAN
Penyebaran Karsinoma Serviks dapat melalui 3 tahap: 3
1. Invasi langsung ke stroma servik, korpus, vagina, dan parametrium
2. Menembus jaringan limfatik dan metastase
3. Penyebaran hematogen
Infiltrasi langsung
Karsinoma serviks yang invasif apakah itu squamous atau glanduler, selalu
berasal dari neoplasma intraepitelial. Sel-sel maligna ini melakukan penetrasi ke
membran basal, kemudian secara progresif akan menginfiltrasi bagian lateral
seperti ligamentum kardinal dan uterosakral, ke arah superior yaitu endometrium.
Bagian inferior yaitu vagina, bagian anterior kandung kencing, bagian posterior
yaitu peritoneum termasuk cavum douglasi dan rektum.
GEJALA
-
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan, makin lama makin
berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan.5,7
Perdarahan segera habis senggama (contact bleeding). Perdarahan ini makin lama
sering terjadi yang akhirnya juga terjadi di luar senggama (perdarahan spontan). 5,7
Perdarahan di antara haid yang satu dengan haid yang berikutnya (intermenstrual)
atau setelah menopause. 7
DIAGNOSIS
A. Anamnesis
Pada anamnesis perlu diidentifikasi data mengenai riwayat perkawinan
dan
persalinan,
perilaku
seks
yang
sering
berganti-ganti
pasangan
misalnya herpes genitalis, infeksi HPV, servisitis kronis, gaya hidup seperti
perokok, hygiene, jenis makanan dan sosial ekonomi rendah, juga keluhan
perdarahan spontan ataupun pasca senggama. Gejala klinik kurang menunjang
sebagai petunjuk diagnostik karena lesi pra kanker umumnya asimptomatik
kecuali pada keganasan yang sudah lanjut.3,5,7
B. Pemeriksaan Fisik
-
Status praesens :
i. Ada/tidaknya anemia.3,7
ii. Tanda-tanda metastase di paru seperti: sesak napas, batuk
darah.3,7
iii. Status
lokalis
abdomen:
umumnya
tak
khas,
jarang
ke
rektum
menimbulkan
obstipasi,
ileus
obstruktif.3,7
iv. Palpasi hepar, supraklavikula, dan di antara kedua paha untuk
melihat ada tidaknya benjolan untuk meyakinkan ada tidaknya
metastase.3,7
C. Pemeriksaan Ginekologik
Pada pemeriksaan makroskopis/inspekulo mungkin tidak ditemukan
kelainan porsio pada lesi tingkat prakanker dan kadang-kadang hanya
menunjukkan gambaran khas seperti leukoplakia, erosi, ektropion atau
servisitis.
Tetapi tidak demikian halnya pada tingkat lanjut dimana porsio terlihat
benjol-benjol menyerupai bunga kol (pertumbuhan eksofitik) atau mungkin
juga ditemukan fistula rektovaginal ataupun vesikovagina.
Pada keadaan ini porsio mudah sekali berdarah karena kerapuhan sel
sehingga pada pemeriksaan ginekologi dianjurkan mulai dengan pemeriksaan
inspekulo yang dilanjutkan dengan pemeriksaan vagina bimanual untuk
eksplorasi vagina.7
D. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Sitologi vagina (pap smear)
Pap smear test adalah suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil
dari leher rahim dan kemudian dilihat di bawah mikroskop. Ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Untuk deteksi tumor ganas bahan
diambil dengan spatel Ayre atau dengan kapas lidi dari dinding samping
vagina dan dari serviks. Bahan dari kanalis servikalis agak kedalam diambil
dengan kapas lidi atau dengan Cytobrush. Kemudian dibuat sediaan hapus di
kaca benda yang bersih dan segera dimasukkan kedalam botol khusus
(cuvette) berisi etil alkohol 95%. Setelah kira-kira satu jam, kaca benda
dikeluarkan dan dalam keadaan kering dikirim ke laboratorium. Di
laboratorium sediaan dipulas menurut Papanicolau.
Klasifikasi menurut Papanicolau :
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
PRA KANKER
15%
Displasia ringan
KANKER
30%
Displasia sedang
40%
45%
Displasia berat
30%
Paling cepat
1 tahun
PENANGANAN DISPLASIA
Penanganan displasia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:5
1. Usia
2. Jumlah anak
3. Tahap/tingkat displasia
Macam-macam penanganannya antara lain:
1. Elektro-koagulasi
2. Krioterapi (bedah beku)
3. Vaporisasi laser
4. Konisasi (memotong bagian yang sakit dalam bentuk kerucut) dengan pisau
atau laser.
1& 4 biasanya tidak memerlukan rawat inap
5. Histerektomi: operasi pengangkatan seluruh rahim
Schiller Test
Merupakan cara pemeriksaan yang sederhana berdasarkan kenyataan
bahwa sel epitel berlapis gepeng dengan porsio yang normal mengandung
glikogen, sedang sel-sel abnormal tidak.7
Apabila permukaan porsio dicat/dipulas dengan larutan lugol (gram
iodine solution), maka epitel porsio yang normal menjadi berwarna coklat tua,
sedang daerah-daerah yang tidak normal berwarna kurang coklat dan tampak
pucat. Porsio dioles dengan kapas yang dicelup dalam larutan Lugol atau lebih
baik disemprotkan pada porsio dengan semprit 10 ml dan jarum panjang.
Percobaan Schiller hanya dapat dilakukan apabila sebagia besar porsio masih
normal.7
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding dari karsinoma serviks, yaitu:8
Servikal ektopi
Servisitis akut atau kronik
Kondiloma akuminata
Tuberkulosis serviks
Ulserasi sekunder serviks karena sexual transmitted disease:
o Sifilis
o Granuloma inguinal
o Limfogranuloma venereum
o Kankroid
Abortus akibat kehamilan serviks
Koriokarsinoma yang bermetastase
Lesi yang jarang pada Aktinomikosis atau Skistosomiasis.
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan umumnya ialah secara pendekatan multidispliner, terpadu
dan paripurna meliputi beberapa tahapan penting, yaitu :
A. Preventif
Pencegahan
primer
yaitu
segala
kegiatan
yang
dilakukan
untuk
Tidak merokok
Penyebaran informasi ini dilakukan seluas-luasnya kepada masyarakat melalui
media massa maupun lewat kegiatan Posyandu, PKK, Darma Wanita, dan sebagainya.
10
Kegiatan ini hendaknya dapat memberi pengertian akan sifat-sifat kanker ( penyebab,
perkembangan,
bahayanya
pada
stadium lanjut
serta
pencegahannya)
dan
membangkitkan peran serta masyarakat sehingga mampu dan mau ikut serta
menyampaikan pesan-pesan kanker.5
Pencegahan sekunder dengan melakukan skrining/deteksi dini melalui
pemeriksaaan sitologi vagina (Pap Smear) pada orang-orang yang belum
menunjukkan gejala-gejala klinik. Tujuan dilakukan skrining untuk menurunkan
morbiditas dan mortalitas dalam masyarakat.
Dengan pemeriksaan Pap Smear, karsinoma serviks dalam stadium dini dapat
ditemukan sehingga banyak wanita diselamatkan dari kanker. Pemeriksaan ini
sederhana, cepat, tidak sakit dan tidak merusak jaringan serta biayanya relatif murah.
Dianjurkan dilakukan sekali dalam setahun bagi wanita yang sudah melakukan
senggama, tetapi pada wanita kelompok resiko tinggi pemeriksaan lebih sering yaitu
3-6 bulan. Persyaratan lain untuk melakukan Pap Smear adalah dilakukan pada setiap
saat kecuali pada masa haid.7
Penanggulangan kanker di Indonesia telah dirintis oleh pemerintah sejak tahun
1988, yaitu dengan dibentuknya Komite Nasional Penanggulangan Kanker. Dengan
dukungan WHO, pada tahun 1989 disusun Pokok-pokok Penanggulangan Kanker di
Indonesia yang menggambarkan upaya kesehatan paripurna dalam penanggulangan
kanker, yaitu: pencegahan primer, deteksi dini, terapi serta rehabilitasi dan perawatan
paliatif/bebas nyeri.
Menurut GBHN 1993 dan Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992
menekankan pentingnya menggerakkan , mendorong, dan membina partisipasi
masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan pembangunan kesehatan, yaitu
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
Lokakarya kanker tahun 1993, sepakat untuk mengembangkan suatu model
Penanggulangan Kanker Terpadu (PKTP) dalam skala yang lebih kecil yaitu di tingkat
Dati II. Uji coba PKPT, telah dipilih Kabupaten Sidoarjo Propinsi Jawa Timur dan
selanjutnya akan dikembangkan secara nasional.
Strategi penanggulangan kanker melalui model PKTP ini sesuai dengan tujuan
yang ingin dicapai yaitu penurunan angka kesakitan dan kematian akibat kanker dan
meningkatkan kualitas hidup penderita kanker.5
11
B. Kuratif
Menurut tingkat keganasan klinik:5
Tingkat klinik KIS
Tingkat klinik IA
tidak
Tingkat klinik IV
dapat
mengevaluasi
metastasis
pada
pembuluh
limfe
melalui
12
PROGNOSIS
Prognosis sangat baik pada kanker tingkat awal di mana angka kesembuhan
hampir 100% pada stadium prainvasif.
Faktor-faktor menentukan antara lain: 8
1. Umur penderita
2. Keadaan umum penderita
3. Status sosioekonomi penderita
4. Gambaran makroskopis kanker
5. Tingkat keganasan klinik
6. Ciri-ciri histologi sel tumor
7. Kemampuan tim yang menangani
8. Sarana pengobatan yang ada
13
: 90%-100%
Stadium I
: 80%-90%
Stadium II
: 60%-70%
Stadium III
: 30%-40%
Stadium IV
: 0%-10%.
14