Anda di halaman 1dari 20

makalah LEUKIMIA

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.


Kami penulis makalah mengenai Asuhan Keperawatan Leukemia mengucapkan puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya kita dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini disajikan dalam bentuk penjelasan, etiologi, patofisiologi beserta pohon
masalah, manifestasi klinis, penatalaksanaan sekaligus mengenai asuhan keperawatan tentang
kelainan leukosit(Leukemia)
Kami menyadari bahwa dengan menyusun atau menulis makalah ini masih banyak
kekuranganya, kritik dan saran kami harapkan dari teman-teman dan Dosen pembimbing
kami.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan bisa mengembangkan pengetahuan kita
tentang Asuhan Keperawatan Leukemia.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Pasuruan 2012
Penulis

FIFIN HIDAYATI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumsum tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi
di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges,
traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Insidensi Leukemia di Amerika adalah 13 per 100.000 penduduk /tahun ( Wilson,
1991 ) . Leukemia pada anak berkisar pada 3 4 kasus per 100.000 anak / tahun . Untuk
insidensi ANLL di Amerika Serikat sekitar 3 per 200.000 penduduk pertahun. Sedang di
Inggris, Jerman, dan Jepang berkisar 2 3 per 100.000 penduduk pertahun ( Rahayu, 1993,
cit Nugroho, 1998 ) .
Pada sebuah penelitian tentang leukemia di RSUD Dr. Soetomo/FK Unair selama
bulan Agustus-Desember 1996 tercatat adalah 25 kasus leukemia akut dari 33 penderita
leukemia. Dengan 10 orang menderita ALL ( 40% ) dan 15 orang menderita AML (60 %)
( Boediwarsono, 1998 ). Berdasarkan dari beberapa pengertian mengenai Leukemia maka
penulis berpendapat bahwa leukemia merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh
prolioferasi abnormal dari sel-sel leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat
pembentuk darah.
1.2 Tujuan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah :
a. Mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai penyakit Leukemia.
b. Mengetahui tata laksana dan asuhan keperawatan pada klien tumor otak.
c. Mendeskripsikan diagnosa keperawatan yang muncul pada asuhan keperawatan
klien dengan penyakit Leukemia.
d. Mendeskripsikan rencana keperawatan yang dibuat pada asuhan keperawatan klien dengan
e.

dengan Leukemia.
Mendeskripsikan tindakan-tindakan yang harus dilakukan pada asuhan keperawatan klien
dengan Leukemia.
BAB II
PEMBAHASAN

2. 1 PENGERTIAN
Leukemia, asal berasal dari bahasa yunani leukos-putih dan haima-darah. Leukemia
adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan
tumbuh dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-

sel semakin tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya.
Tapi, terkadang proses yang teratur ini berjalan menyimpang, Sel-sel baru ini terbentuk meski
tubuh tidak membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan
ini disebut leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih abnormal
yang akhirnya mendesak sel-sel lain.
Beberapa pengertian menurut para ahli yaitu sbb:
Leukimia adalah proliferasi sel darah putih yang masih imatur dalam jaringan
pembentuk darah. (Suriadi, & Rita yuliani, 2001 : 175).
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam sum-sum
tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, S C and Bare, B.G, 2002 :
248 )
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495)
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih
dalam sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi
di hati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges,
traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Berdasarkan dari beberapa pengertian diatas maka penulis berpendapat bahwa
leukemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh proliferasi abnormal dari sel-sel
leukosit yang menyebabkan terjadinya kanker pada alat pembentuk darah.
2.2 ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor predisposisi yang
menyebabkan terjadinya leukemia, yaitu :

Genetik
Adanya Penyimpangan Kromosom Insidensi leukemia meningkat pada penderita kelainan
kongenital, diantaranya pada sindroma Down, sindroma Bloom, Fanconis Anemia, sindroma
Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy sindrome,

sindroma von Reckinghausen, dan neurofibromatosis ( Wiernik, 1985; Wilson, 1991 ) .


Kelainan-kelainan kongenital ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan informasi gen,
misal pada kromosom 21 atau C-group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak stabil,
seperti pada aneuploidy.
2 Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama kelahiran . Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi ( Wiernik,1985 ) .
Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan kerusakan kromosom dapatan,
misal : radiasi, bahan kimia, dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemia akut, khususnya ANLL ( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) .

Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia
pada hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent
DNA polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim
ini berasal dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada
hewan. ( Wiernik, 1985 ) . Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada
manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute TCell Leukemia . Virus ini ditemukan oleh Takatsuki dkk ( Kumala, 19990).
Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kromis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan
insidensi leukemia akut, misal pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen.
( Wiernik,1985; Wilson, 1991 ) Selain benzen beberapa bahan lain dihubungkan dengan
resiko tinggi dari AML, antara lain : produk produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida,

pestisida, dan ladang elektromagnetik ( Fauci, et. al, 1998 ) .


Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik ( misal : alkilator dan inhibitor topoisomere II ) dapat
mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML . Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang

lambat laun menjadi AML ( Fauci, et. al, 1998 ).


Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada pasien-pasien
anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan

insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan
resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran
thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis.
Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary
Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia . Termasuk diantaranya penyakit
Hodgin, limphoma, myeloma, dan kanker payudara . Hal ini disebabkan karena obat-obatan
yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan
kerusakan DNA . Leukemia biasanya mengenai sel-sel darah putih. Penyebab dari sebagian
besar jenis leukemia tidak diketahui. Pemaparan terhadap penyinaran (radiasi) dan bahan
kimia tertentu (misalnya benzena) dan pemakaian obat antikanker, meningkatkan resiko
terjadinya leukemia. Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya sindroma
Down dan sindroma Fanconi), juga lebih peka terhadap leukemia.
2.3 KLASIFIKASI
1.
Leukemia akut
Berdasarkan klasifikasi French American British ( FAB ), leukemia akut terbagi
menjadi 2 ( dua ), Acute Limphocytic Leukemia ( ALL ) dan Acute Myelogenous Leukemia
(AML). Sedangkan Leukemia Kronis jg dibagimmnjadi 2 yaitu Leukemia Mielogenus Kronis
(CML) dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).
Luekemia Limfositik Akut (ALL) dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast.
Sering terjadi pada anak-anak, laki-laki lebih banyak dibanding perempuan, puncak insiden
usia 4 tahun, setelah usia 15 ALL jarang terjadi. Manifestasi limfosit immatur berproliferasi
dalam sumsum tulang dan jaringan perifer, sehingga mengganggu perkembangan sel normal..
Acute Limphocytic Leukemia (ALL) sendiri terbagi menjadi 3, yakni :
a) L1
Sel-sel leukemia terdiri dari limfoblas yang homogen dan L1 ini banyak menyerang anak.
b) L2
Terdiri dari sel sel limfoblas yang lebih heterogen bila dibandingkan dengan L1. ALL jenis
ini sering diderita oleh orang dewasa.
c) L3
Terdiri dari limfoblas yang homogen, dengan karakteristik berupa sel Burkitt. Terjadi baik
pada orang dewasa maupun anak-anak dengan prognosis yang buruk

Leukemia Mielogenus Akut (AML) mengenai sel stem hematopeotik yang kelak
berdiferensiasi ke semua sel Mieloid: monosit, granulosit, eritrosit, eritrosit dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena; insidensi meningkat sesuai bertambahnya usia.
Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
2. Leukemia kronis
1) Leukemia Mielogenus Kronis (CML) terbagi menjadi 8 tipe :

Mo ( Acute Undifferentiated Leukemia )


Merupakan bentuk paling tidak matang dari AML, yang juga disebut sebagai AML dengan
diferensiasi minimal .
M1 ( Acute Myeloid Leukemia tanpa maturasi )
Merupakan leukemia mieloblastik klasik yang terjadi hampir seperempat dari kasus AML.
Pada AML jenis ini terdapat gambaran azurophilic granules dan Auer rods. Dan sel leukemik
dibedakan menjadi 2 tipe, tipe 1 tanpa granula dan tipe 2 dengan granula, dimana tipe 1

dominan di M1 .
M2 ( Akut Myeloid Leukemia )
Sel leukemik pada M2 memperlihatkan kematangan yang secara morfologi berbeda, dengan
jumlah granulosit dari promielosit yang berubah menjadi granulosit matang berjumlah lebih
dari 10 % . Jumlah sel leukemik antara 30 90 %. Tapi lebih dari 50 % dari jumlah sel-sel

sumsum tulang di M2 adalah mielosit dan promielosit .


M3 ( Acute Promyelocitic Leukemia )
Sel leukemia pada M3 kebanyakan adalah promielosit dengan granulasi berat, stain
mieloperoksidase + yang kuat. Nukleus bervariasi dalam bentuk maupun ukuran, kadangkadang berlobul . Sitoplasma mengandung granula besar, dan beberapa promielosit
mengandung granula berbentuk seperti debu . Adanya Disseminated Intravaskular

Coagulation ( DIC ) dihubungkan dengan granula-granula abnormal ini.


M4 ( Acute Myelomonocytic Leukemia )
Terlihat 2 ( dua ) type sel, yakni granulositik dan monositik , serta sel-sel leukemik lebih dari
30 % dari sel yang bukan eritroit. M4 mirip dengan M1, dibedakan dengan cara 20% dari sel
yang bukan eritroit adalah sel pada jalur monositik, dengan tahapan maturasi yang berbedabeda.
Jumlah monosit pada darah tepi lebih dari 5000 /uL. Tanda lain dari M4 adalah peningkatan
proporsi dari eosinofil di sumsum tulang, lebih dari 5% darisel yang bukan eritroit, disebut
dengan M4 dengan eoshinophilia. Pasienpasien dengan AML type M4 mempunyai respon

terhadap kemoterapi-induksi standar.


M5 ( Acute Monocytic Leukemia )

Pada M5 terdapat lebih dari 80% dari sel yang bukan eritroit adalah monoblas, promonosit,
dan monosit. Terbagi menjadi dua, M5a dimana sel monosit dominan adalah monoblas,
sedang pada M5b adalah promonosit dan monosit. M5a jarang terjadi dan hasil perawatannya

cukup baik.
M6 ( Erythroleukemia )
Sumsum tulang terdiri lebih dari 50% eritroblas dengan derajat berbeda dari gambaran
morfologi Bizzare. Eritroblas ini mempunyai gambaran morfologi abnormal berupa bentuk
multinukleat yang raksasa. Perubahan megaloblastik ini terkait dengan maturasi yang tidak
sejalan antara nukleus dan sitoplasma . M6 disebut Myelodisplastic Syndrome ( MDS ) jika
sel leukemik kurang dari 30% dari sel yang bukan eritroit . M6 jarang terjadi dan biasanya

kambuhan terhadap kemoterapi-induksi standar .


M7 ( Acute Megakaryocytic Leukemia )
Beberapa sel tampak berbentuk promegakariosit/megakariosit. ( Yoshida, 1998; Wetzler dan
Bloomfield, 1998 ).
Leukemia Mielogenus Kronis (CML) juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel
sistem mieloid. Namun lebih banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini
lebih ringan. CML jarang menyerang individu di bawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan
gambaran AML tetapi tanda dan gejala lebih ringan, pasien menunjukkan tanpa gejala selama
bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar biasa, limpa
membesar.
2) Leukemia Limfositik Kronis (CLL)
Leukemia Limfositik Kronis (CLL) merupakan kelainan ringan mengenai individu
usia 50 sampai 70 tahun. Manifestasi klinis pasien tidak menunjukkan gejala, baru
terdiagnosa saat pemeriksaan fisik atau penanganan penyakit lain.

2.4 PATOFISIOLOGI
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada
sumsum tulang oleh sel leukemik , menyebabkan gangguan produksi sel darah merah .
Depresi produksi platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya
perdarahan . Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih
oleh sel lekemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi .

Infiltrasi sel-sel leukemik ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel
leukemik yang dapat menyebabkan pembesaran dari organ-organ tersebut . ( Cawson, 1982 ).
Sedangkan pada penderita Leukemia itu sebdiri disebabkan sbb:

Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast.Adanya
proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan menimbulkan

anemia dan trombositipenia.


Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem

pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi.


Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ, sistem
saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang akan
berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan tekanan

jaringan.
Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati,
limfe,nodus limfe, dan nyeri persendian. (Suriadi, & Yuliani R, 2001: hal. 175).

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada penyakit leukemia adalah sebagai berikut:
Pilek tidak sembuh-sembuh& sakit kepala.
Pucat, lesu, mudah terstimulasi, Merasa lemah atau letih.
Demam, keringat malam dan anorexia
Berat badan menurun
Ptechiae, memar tanpa sebab, Mudah berdarah dan lebam (gusi berdarah, bercak
keunguan di kulit, atau bintik-bintik merah kecil di bawah kulit)
Nyeri pada tulang dan persendian
Nyeri abdomen, Pembengkakan atau rasa tidak nyaman di perut (akibat pembesaran limpa).
(Suriadi & Rita Yuliani, 2001 : hal. 177, Cawson 1982; De Vita Jr.,1985, Archida, 1987;
Lister, 1990; Rubin,1992 ).
2.6 INSIDEN
ALL (Acute Lymphoid Leukemia) adalah insiden paling tinggi terjadi pada anak-anak
yang berusia antara 3 dan 5 tahun. Anak perempuan menunjukkan prognosis yang lebih baik
daripada anak laki-laki. Anak kulit hitam mempunyai frekuensi remisi yang lebih sedikit dan
angka kelangsungan hidup (survival rate) rata-rata yang juga lebih rendah. ANLL (Acute
Nonlymphoid Leukemia) mencakup 15% sampai 25% kasus leukemia pada anak. Resiko
terkena penyakit ini meningkat pada anak yang mempunyai kelainan kromosom bawaan
seperti Sindrom Down. Lebih sulit dari ALL dalam hal menginduksi remisi (angka remisi
70%). Remisinya lebih singkat pada anak-anak dengan ALL. Lima puluh persen anak yang

mengalami pencangkokan sumsum tulang memiliki remisi berkepanjangan. (Betz, Cecily L.


2002. hal : 300).
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Hitung darah lengkap : menunjukkan normositik, anemia normositik
2. Hemoglobulin : dapat kurang dari 10 gr/100ml
3. Retikulosit : jumlah biasaya rendah
4. Trombosit : sangat rendah (< 50000/mm)
5. SDP : mungkin lebih dari 50000/cm dengan peningkatan SDP immatur
6. PTT : memanjang
7. LDH : mungkin meningkat
8. Asam urat serum : mungkin meningkat
9. Muramidase serum : pengikatan pada leukemia monositik akut dan mielomonositik
10. Copper serum : meningkat
11. Zink serum : menurun
12. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

2.8 PENATALAKSANAAN
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan kanker ini
menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia. Tergantung pada jenis
leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

Melalui mulut
Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena).
Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di dalam pembuluh darah
balik besar, seringkali di dada bagian atas Perawat akan menyuntikkan obat ke dalam
kateter, untuk menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak

nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.


Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal jika ahli patologi menemukan sel-sel
leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam
cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan melalui suntikan IV
atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang belakang.
2. Terapi Biologi

Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan melalui suntikan
di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi
biologi yang digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel
leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di
dalam darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi
biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk memperlambat
pertumbuhan sel-sel leukemia.

3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi tinggi
untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah mesin yang besar
akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (Iradiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum
tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell). Transplantasi
sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang tinggi, radiasi, atau
keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah
normal dalam sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell)
yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah
dada atau leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini.
Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus menginap di rumah
sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan melindungi pasien dari infeksi sampai
sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam
jumlah yang memadai.
Terdapat tiga fase pelaksanaan kemoterapi :
a. Fase induksiDimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi dinyatakan behasil

jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang ditemukan
jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusatPada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine
dan hydrocotison melaui intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi
irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem
saraf pusat.
c. KonsolidasiPada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis
dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon sumsum
tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan
sementara atau dosis obat dikurangi.
2.9 PATHWAY

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 PENGKAJIAN
Pengkajian adalah dasar utama dari proses keperawatan, pengumpulan data yang
akurat dan sistematis akan membantu penentuan status kesehatan dan pola pertahanan klien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan klien serta merumuskan diagnosa keperawatan.
(Budi Anna Keliat, 1994).
Pengkajian pada leukemia meliputi :
a. Riwayat penyakit
b. Kaji adanya tanda-tanda anemia :
1).Pucat
2).Kelemahan
3).Sesak
c.

4).Nafas cepat
Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
1).Demam
2).Infeksi

d. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia :


1).Ptechiae
2).Purpura
3).Perdarahan membran mukosa
e. Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola :
1).Limfadenopati
2).Hepatomegali
3).Splenomegali
f. Kaji adanya pembesaran testis
g. Kaji adanya :
1)
2)
3)
4)
5)

Hematuri
Hipertensi
Gagal ginjal
Inflamasi disekitar rectal
.Nyeri (Suriadi,R dan Rita Yuliani,2001 : 178)
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.


2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
3.
Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
8.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens

kemoterapi,

radioterapi, imobilitas.
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
11. Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.

3.3 RENCANA KEPERAWATAN


a) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
Tujuan : Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi.
Intervensi :

Pantau suhu dengan teliti


Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Tempatkan Px dalam ruangan khusus
Rasional : untuk meminimalkan terpaparnya Px dari sumber infeksi
Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci

tangan dengan baik.


Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif.
Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua

Rasional : untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi


Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat

penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi.


Rasional : untuk intervensi dini penanganan infeksi.
Inspeksi
membran
mukosa
mulut.
Bersihkan

b)

prosedur

mulut

invasive

dengan

baik

Rasional : rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional : menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler.
Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia.
Rasional : untuk mendukung pertahanan alami tubuh.
Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional : diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
Tujuan : terjadi peningkatan toleransi aktifitas
Intervensi :

Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam


aktifitas sehari-hari.
Rasional : menentukan derajat dan efek ketidakmampuan.
Berikan
lingkungan
tenang
dan
perlu

istirahat

tanpa

gangguan

Rasional : menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan

jaringan.
Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan.
Rasional : mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi.
Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri

c) Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah trombosit

Tujuan : klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan


Intervensi :
Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah ekimosis.
Rasional : karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia.
Cegah ulserasi oral dan rectal.
Rasional : karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah.
Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi.
Rasional : untuk mencegah perdarahan
Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional : untuk mencegah perdarahan
Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat, dan
pucat).
Rasional : untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan.
Hindari obat-obat yang mengandung aspirin.
Rasional : karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit.
Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung.
Rasional : untuk mencegah perdarahan.

d)

e)

Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan : - Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
Kaji respon Px terhadap anti emetic.
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil.
Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping
agen kemoterapi.
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
Hindari mengukur suhu oral

Rasional : untuk mencegah trauma


Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut
kasa

Rasional : untuk menghindari trauma


Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat

Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan


Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil.
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang.
Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,

memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa.


Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
f) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,

malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan

muntah serta kemoterapi.


Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk

memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat


Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen yang
dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi

Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan


Rasional : untuk mendorong agar anak mau makan
Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering

Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik


Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam

mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat.


Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB
dan pengukuran antropometri kurang dari normal.
g). Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat
diterima anak

Intervensi :
Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau

keefektifan intervensi
Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat

akses vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan

derajat

kesadaran

dan

sedasi

Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri

h)

Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,

imobilitas.
Tujuan : pasien mempertahankan integritas kulit
Intervensi :
Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal

Rasional : karena area ini cenderung mengalami ulserasi


Ubah posisi dengan sering
Rasional : untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional : mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional : efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area
radiasi pada beberapa agen kemoterapi
Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering.
Rasional : membantu mencegah friksi atau trauma kulit.

Dorong masukan kalori protein yang adekuat


Rasional : untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negatif
Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas

area

yang

teradiasi

Rasional : untuk meminimalkan iritasi tambahan


i)

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan

Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif


Intervensi :
Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut
anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional : untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan

rambut
Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin atau

dingin
Rasional : karena hilangnya perlindungan rambut
Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus

Rasional : untuk menyamarkan kebotakan parsial


Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau

teksturnya agak berbeda.


Rasional : untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig,
skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional : untuk meningkatkan penampilan.

j)

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita leukemia
Tujuan : pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic atau

terapi
Intervensi :
Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional : untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional : untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak menjalani

kehidupan yang normal


Rasional : untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak sebelum

diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup


Rasional : memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara
realistis

Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil tindakan
dan

kebutuhan

terhadap

pengobatan

dan

kemungkinan

terapi

tambahan

Rasional : untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur


Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional : untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga

k)

Antisipasi

berduka

berhubungan

dengan

perasaan

potensial

kehilangan

anak

Tujuan : pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak

Intervensi :
Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional : pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi
terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi

kondisinya
Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional : untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi
Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal

Rasional : untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan


Fasilitasi
anak
untuk
mengespresikan
perasaannya
melalui

Rasional : memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami.

bermain

BAB 1V
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Leukemia atau kanker
darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang beragam, ditandai oleh perbanyakan
secara tak normal atau transformasi maligna dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang
dan jaringan limfoid. Sel-sel normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal
atau abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah
perifer atai darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan
sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.
Leukemia dapat dibagi menjadi :

Leukemia limfosik akut (LLA) merupakan tipe leukemia paling sering terjadi pada anakanak. Penyakit ini juga terdapat pada dewasa yang terutama telah berumur 65 tahun atau

lebih.
Leukemia mielositik akut (LMA) lebih sering terjadi pada dewasa dari pada anak-anak. Tipe
ini dahulunya disebut leukemia nonlimfositik akut.

Leukemia limfositik kronis (LLK) sering diderita oleh orang dewasa yang berumur lebih dari
55 tahun. Kadang-kadang juga diderita oleh dewasa muda, dan hamper tidak ada pada anak-

anak.
Leukemia mielositik kronis (LMK) sering terjadi pada orang dewasa. Dapat juga terjadi
pada anak-anak, namun sangat sedikit.

DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
Doenges, Marilynn E. Nursing Care Plans: Guidelines For Planning And Documenting Patient
Care. Alih Bahasa I Made Kariasa. Ed.Jakarta : EGC; 19994.
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih
Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta :
Salemba Medika; 2001
Susan Martin Tucker, Mary M. Canabbio, Eleanor Yang Paquette, Majorie Fife Wells,1998,
Standar Perawatan Pasien, volume 4, EGC
Abdoerrachman MH, dkk, 1998, Ilmu Kesehatan Anak, Buku I, penerbit Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta.
Anna Budi Keliat, SKp, MSc., 1994, Proses Keperawatan, EGC.
Marilynn E. Doenges, Mary Prances Moorhouse, Alice C. Beissler, 1993, Rencana
Asuhan Keperawatan, EGC.
Rosa M Sacharin, 1996, Prinsip Keperawatan Pediatrik, edisi 2, Jakarta
Soeparman, Sarwono Waspadji, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta.
http://keperawatanadil.blogspot.com/2007/11/askep-leukemia.html
http://materi-kuliah-akper.blogspot.com/2010/05/makalah-askep-leukimia.html
http://www.scribd.com/doc/9501526/ASKEP-LEUKIMIA

Anda mungkin juga menyukai