Anda di halaman 1dari 83

WAHAM

1. Pengertian
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari
pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin aneh (misal mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol
dunia )atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak mungkin (misal FBI mengikuti saya) dan
tetap dipertahankan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya .Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
skizophrenia.Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham
tidak sistematis .
Waham (dellusi) adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan
dengan realitas. Haber (1982) keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budayanya. Rawlin (1993) dan tidak dapat digoyahkan atau diubah dengan
alasan yang logis (Cook and Fontain 1987)serta keyakinan tersebut diucapkan berulang -ulang.
2. Jenis-Jenis Waham
Jenis-jenis waham antara lain,
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita
percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang
bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya.
Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan
orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak

senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal Ideas of reference yaitu
ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain
(senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang
membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
3. Proses terjadinya waham (delusi)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah :

Gagal melalui tahapan perkembangan dengan sehat


Disingkirkan oleh orang lain dan merasa kesepian
Hubungan yang tidak harmonis dengan orang lain
Perpisahan dengan orang yang dicintainya
Kegagalan yang sering dialami
Keturunan, paling sering pada kembar satu telur
Sering menggunakan penyelesaian masalah yang

tidak

sehat,

misalnya

menyalahkan orang lain


Waham juga dapat muncul dari hasil pengembangan pikiran rahasia yang menggunakan
fantasi sebagai cara untuk meningkatkan harga diri mereka yang terluka. (kalpan dan Sadock
1997)
4. Klasifikasi Waham
a. Waham Agama yaitu keyakinan klien terhadap suatu agama secara berlebihan.
b. Waham Kebesaran yaitu keyakinan klien yang berlebihan tentang kebesaran dirinya atau
kekuasaan.
c. Waham Somatik yaitu klien yakin bahwa bagian tubuhnya tergannggu, terserang penyakit
atau didalam tubuhnya terdapat binatang.

d. Waham Curiga yitu klien yakin bahwa ada orang atau kelompok orang yang sedang
mengancam dirinya.
e. Waham Nihilistik yaitu klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi di dunia atau
sudah meninggal dunia.
f. Waham Sisip pikir yaitu klien yakin bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan./dimasukan kedalam pikiranya.
g. Waham Siar pikir yaitu klien yakin bahwa orang lain megetahui isi pikiranya, padahal dia
tidak pernah menyatakan pikiranya kepada orang tersebut.
h. Waham Kontrol pikir yaitu klien yakin bahwa pikiranya dikontrol oleh kekuatan dari luar.
5 Tanda-tanda dan Gejala
a)

Kognitif :

Tidak mampu membedakan nyata dengan tidak nyata


Individu sangat percaya pada keyakinannya
Sulit berfikir realita
Tidak mampu mengambil keputusan

b) Afektif

c)

Prilaku dan Hubungan Sosial

d)

Situasi tidak sesuai dengan kenyataan


Afek tumpul
Hipersensitif
Hubungan interpersonal dengan orang lain dangkal
Depresi
Ragu-ragu
Mengancam secara verbal
Aktifitas tidak tepat
Streotif
Impulsive
Curiga

Fisik

Higiene kurang
Muka pucat
Sering menguap
BB menurun

6. Faktor predisposisi
- Genetik : diturunkan
- Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik

- Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat.


- Virus : paparan virus influinsa pada trimester III
- Psikologi : ibu pencemas ,terlalu melindungi ,ayah tidak peduli.
7. Faktor presipitasi
- Proses pengolahan informasi yang berlebihan
- Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
- Adanya gejala pemicu

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Waham (Delusi)


1. Pengkajian
Menurut tim Depkes RI (1994), pengkajian adalah langkah awal dan dasar proses keperawatan
secara menyeluruh. Pada tahap ini pasien yang dibutuhkan dikumpulkan untuk menentukan
masalah keperawatan.
Patricia A Potter et al (1993) dalam bukunya menyebutkan bahwa pengkajian terdiri dari 3
kegiatan yaitu: pengumpulan data, pengelompokan data atau analisa data dan perumusan
diagnosa keperawatan. Data dapat dikumpulkan dari berbagai sumber data yaitu sumber data
primer (klien) dan sumber data sekunder seperti keluarga, teman terdekat klien, tim kesehatan,
catatan dalam berkas dokumen medis klien dan hasil pemeriksaan. Untuk mengumpulkan data
dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: dengan observasi, wawancara dan pemeriksaan fisik.
Beberapa faktor yang perlu dikaji:
a. Faktor predisposisi
- Genetik : diturunkan
- Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik
- Neurotransmiter : abnormalitas pada dopamin ,serotonin ,dan glutamat.
- Virus : paparan virus influinsa pada trimester III
- Psikologi : ibu pencemas ,terlalu melindungi ,ayah tidak peduli.
b. Faktor presipitasi
- Proses pengolahan informasi yang berlebihan
- Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
- Adanya gejala pemicu

Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya
meliputi:
i.

Identifikasi klien

Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama
klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
ii.

Keluhan utama / alasan masuk

Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah
Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
iii.

Riwayat Penyakit Sekarang

Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu,
pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya
gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan
individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan
yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
iv.

Aspek fisik / biologis

Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan
dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
v.

Aspek psikososial

Dalam aspek social meliputi :


1) Membuat genogram yang memuat paling sedikit tiga generasi yang dapat menggambarkan
hubungan klien dan keluarga, masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan keputusan
dan pola asuh.
2) Konsep diri :

Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak

disukai.
Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan

posisinya dan kepuasan klien sebagai laki-laki / perempuan.


Peran: tugas yang diemban dalam keluarga / kelompok dan masyarakat dan kemampuan

klien dalam melaksanakan tugas tersebut.


Ideal diri: harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas, lingkungan dan penyakitnya.
Harga diri: hubungan klien dengan orang lain, penilaian dan penghargaan orang lain
terhadap dirinya, biasanya terjadi pengungkapan kekecewaan terhadap dirinya sebagai
wujud harga diri rendah.

3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti
dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
vi.

Status mental

Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam
perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
vii.

Kebutuhan persiapan pulang

1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan
merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.
c. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
d. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien
disimpulkan dalam masalah.
e.. Aspek medik

Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi tingkah
laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai
suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian
(Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh Carpernito,
1983).
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian
adalah:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.

3.Intervensi Keperawatan
1. Dxp 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham.
Tujuan umum :
* Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya.
Tindakan :

o Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu,
tempat).
o Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima
keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
o Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
o Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.

b) Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki.


Rasional : Dengan mengetahui kemampuan yang dimiliki klien, maka akan memudahkan
perawat untuk mengarahkan kegiatan yang bermanfaat bagi klien dari pada hanya
memikirkannya.
Tindakan :
o Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang realistis.
o Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada waktu lalu dan
saat ini yang realistis.
o Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk melakukannya
saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan perawatan diri).
o Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai kebutuhan
waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa klien sangat penting..
c) Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi.
Rasional : Dengan mengetahui kebutuhan klien yang belum terpenuhi perawat dapat
merencanakan untuk memenuhinya dan lebih memperhatikan kebutuhan klien tersebut sehingga
klien merasa nyaman dan aman.
Tindakan :
o Observasi kebutuhan klien sehari-hari.

o Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
o Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
o Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
o Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
2.. Dxp 2: Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien dapat mengenali keahliannya.
a) Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada
apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada.
Tindakan :
o Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
o Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
o Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.

b) Klien dapat menggunakan obat dengan benar.


Rasional : Penggunaan obat yang secara teratur dan benar akan mempengaruhi proses
penyembuhan dan memberikan efek dan efek samping obat.
Tindakan :
o Diskusikan dengan klien tentang nama obat, dosis, frekuensi, efek dan efek
samping minum obat.
o Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama pasien, obat,
dosis, cara dan waktu).
o Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat yang dirasakan.
o Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

c) Klien dapat dukungan dari keluarga.

Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses
penyembuhan klien.
Tindakan:
o Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
o Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga

DAFTAR PUSTAKA
Keliat, BA, 1998, Proses keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta.
Maramis W.F, 1990, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University, Press Surabaya
Maslim Rusdi, 2001, Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III,
Jakarta.
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 thed.). St.Louis Mosby Year
Book, 1995
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-pasien-denganwaham.html
ISOLASI SOSIAL
A. DEFINISI
1.Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).

Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).

Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2007).

2.Tanda dan gejala


Menurut Purba, dkk. (2008) tanda dan gejala isolasi sosial yang dapat ditemukan dengan
wawancara, adalah:
o
o
o
o
o
o
o

Pasien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain


Pasien merasa tidak aman berada dengan orang lain
Pasien mengatakan tidak ada hubungan yang berarti dengan orang lain
Pasien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu
Pasien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan
Pasien merasa tidak berguna
Pasien tidak yakin dapat melangsungkan hidup

B.Rentang Respon
R. Adapati

R. Maladapatif

Sosial

Kesepian

Manipulasi

Otonomi

Menarik diri

Impulsif

Kebersamaan

Ketergantungan

Narkisisme

(Stuart and Sundeen,hal 441)


C. Faktor Predisposisi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan isolasi sosial adalah:
a. Faktor Perkembangan
Setiap tahap tumbuh kembang memiliki tugas yang harus dilalui individu dengan sukses,
karena apabila tugas perkembangan ini tidak dapat dipenuhi, akan menghambat masa
perkembangan selanjutnya. Keluarga adalah tempat pertama yang memberikan pengalaman bagi
individu dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kurangnya stimulasi, kasih sayang,
perhatian dan kehangatan dari ibu/pengasuh pada bayi bayi akan memberikan rasa tidak aman
yang dapat menghambat terbentuknya rasa percaya diri. Rasa ketidakpercayaan tersebut dapat
mengembangkan tingkah laku curiga pada orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
Komunikasi yang hangat sangat penting dalam masa ini, agar anak tidak mersaa diperlakukan
sebagai objek.
Menurut Purba, dkk. (2008) tahap-tahap perkembangan individu dalam berhubungan
terdiri dari:

1)

Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada

2)

masa berikutnya.
Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus
dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia

3)

harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang
mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan
nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu
dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang

4)

seringkali menimbulkan perasaan tertekan maupun tergantung pada remaja.


Masa Dewasa Muda
Individu meningkatkan kemandiriannya serta mempertahankan hubungan interdependen antara
teman sebaya maupun orang tua. Kematangan ditandai dengan kemampuan mengekspresikan
perasaan pada orang lain dan menerima perasaan orang lain serta peka terhadap kebutuhan orang
lain. Individu siap untuk membentuk suatu kehidupan baru dengan menikah dan mempunyai
pekerjaan. Karakteristik hubungan interpersonal pada dewasa muda adalah saling memberi dan

menerima (mutuality).
5)
Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang

dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6)
Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang
tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
4)

pendapatnya.
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang
kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam

pemecahan masalah tidak diselesaikan secara terbuka dengan musyawarah.


5) Ekspresi emosi yang tinggi
6) Double bind (dua pesan yang bertentangan disampaikan saat bersamaan yang membuat
bingung dan kecemasannya meningkat)
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan. Dapat juga disebabkan oleh karena norma-norma yang salah yang dianut
oleh satu keluarga.seperti anggota tidak produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
d. Factor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung gangguan jiwa. Insiden tertinggi skizofrenia
ditemukan pada keluarga yang anggota keluarga yang menderita skizofrenia. Berdasarkan hasil
penelitian pada kembar monozigot apabila salah diantaranya menderita skizofrenia adalah 58%,
sedangkan bagi kembar dizigot persentasenya 8%. Kelainan pada struktur otak seperti atropi,
pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan struktur limbik, diduga
dapat menyebabkan skizofrenia.
D. Faktor Presipitasi
Stresor presipitasi terjadinya isolasi sosial dapat ditimbulkan oleh faktor internal maupun
a.

eksternal, meliputi:
Stressor Sosial Budaya

Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
b.
1)

dapat menimbulkan isolasi sosial.


Stressor Biokimia
Teori dopamine: Kelebihan dopamin pada mesokortikal dan mesolimbik serta tractus saraf

2)

dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.


Menurunnya MAO (Mono Amino Oksidasi) didalam darah akan meningkatkan dopamin dalam
otak. Karena salah satu kegiatan MAO adalah sebagai enzim yang menurunkan dopamin, maka

3)

menurunnya MAO juga dapat merupakan indikasi terjadinya skizofrenia.


Faktor endokrin: Jumlah FSH dan LH yang rendah ditemukan pada pasien skizofrenia.
Demikian pula prolaktin mengalami penurunan karena dihambat oleh dopamin. Hypertiroidisme,
adanya peningkatan maupun penurunan hormon adrenocortical seringkali dikaitkan dengan

4)

tingkah laku psikotik.


Viral hipotesis: Beberapa jenis virus dapat menyebabkan gejala-gejala psikotik diantaranya

adalah virus HIV yang dapat merubah stuktur sel-sel otak.


c.
Stressor Biologik dan Lingkungan Sosial
Beberapa peneliti membuktikan bahwa kasus skizofrenia sering terjadi akibat interaksi antara
individu, lingkungan maupun biologis.
d. Stressor Psikologis
Kecemasan yang tinggi akan menyebabkan menurunnya kemampuan individu untuk
berhubungan dengan orang lain. Intesitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
terbatasnya kemampuan individu untuk mengatasi masalah akan menimbulkan berbagai masalah
gangguan berhubungan pada tipe psikotik.
Menurut teori psikoanalisa; perilaku skizofrenia disebabkan karena ego tidak dapat menahan
tekanan yang berasal dari id maupun realitas yang berasal dari luar. Ego pada klien psikotik
mempunyai kemampuan terbatas untuk mengatasi stress. Hal ini berkaitan dengan adanya
masalah serius antara hubungan ibu dan anak pada fase simbiotik sehingga perkembangan
psikologis individu terhambat.
Menurut Purba, dkk. (2008) strategi koping digunakan pasien sebagai usaha mengatasi
kecemasan yang merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya. Strategi koping yang
a)
b)
c)
d)

sering digunakan pada masing-masing tingkah laku adalah sebagai berikut:


Tingkah laku curiga: proyeksi
Dependency: reaksi formasi
Menarik diri: regrasi, depresi, dan isolasi
Curiga, waham, halusinasi: proyeksi, denial

e)
f)
E.

Manipulatif: regrasi, represi, isolasi


Skizoprenia: displacement, projeksi, intrijeksi, kondensasi, isolasi, represi dan regrasi.
POHON MASALAH

Pathway Isolasi Sosial


Sumber: (Keliat, 2006)
F. AKIBAT YANG DITIMBULKAN
Perilaku isolasi sosial : menarik diri dapat berisiko terjadinya perubahan persepsi sensori
halusinasi. Perubahan persepsi sensori halusinasi adalah persepsi sensori yang salah (misalnya
tanpa stimulus eksternal) atau persepsi sensori yang tidak sesuai dengan realita/kenyataan seperti
melihat bayangan atau mendengarkan suara-suara yang sebenarnya tidak ada.
Halusinasi adalah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun dari panca indera, di mana
orang tersebut sadar dan dalam keadaan terbangun yang dapat disebabkan oleh psikotik,
gangguan fungsional, organik atau histerik.Halusinasi merupakan pengalaman mempersepsikan
yang terjadi tanpa adanya stimulus sensori eksternal yang meliputi lima perasaan (pengelihatan,
pendengaran, pengecapan, penciuman, perabaan), akan tetapi yang paling umum adalah
halusinasi pendengaran.
G. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Psikofarmaka
a. Chlorpromazine
Mengatasi sindrom psikis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri
terganggu, daya ingat norma sosial dan tilik diri terganggu, berdaya berat dalam fungsi-fungsi

mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
c.

terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson
akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut

sempit, psikosis berat psikoneurosis (Andrey, 2010).


2. Terapi Individu
Terapi individu pada pasien dengan masalah isolasi sosial dapat diberikan strategi pertemuan
(SP) yang terdiri dari tiga SP dengan masing-masing strategi pertemuan yang berbeda-beda. Pada
SP satu, perawat mengidentifikasi penyebab isolasi social, berdiskusi dengan pasien mengenai
keuntungan dan kerugian apabila berinteraksi dan tidak berinteraksi dengan orang lain,
mengajarkan cara berkenalan, dan memasukkan kegiatan latihan berbiincang-bincang dengan
orang lain ke dalam kegiatan harian. Pada SP dua, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien, memberi kesempatan pada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan satu orang,
dan membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain sebagai
salah satu kegiatan harian. Pada SP tiga, perawat mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien,
memberi kesempatan untuk berkenalan dengan dua orang atau lebih dan menganjurkan pasien
memasukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya (Purba, dkk. 2008)
3. Terapi kelompok
Menurut (Purba, 2009), aktivitas pasien yang mengalami ketidakmampuan bersosialisasi secara
garis besar dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a.

Activity Daily Living (ADL)


Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang meliputi:
1) Bangun tidur, yaitu semua tingkah laku/perbuatan pasien sewaktu bangun tidur.
2) Buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK), yaitu semua bentuk tingkah
3)

laku/perbuatan yang berhubungan dengan BAB dan BAK.


Waktu mandi, yaitu tingkah laku sewaktu akan mandi, dalam kegiatan mandi dan sesudah

mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.
5)
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah
6)

makan dan minum.


Menjaga kebersihan diri, yaitu perbuatan yang berhubungan dengan kebutuhan kebersihan

diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan,
8)

tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala

b.

primer yang muncul padagangguan jiwa.


Tingkah laku sosial
Adalah tingkah laku yang berhubungan dengan kebutuhan sosial pasien dalam kehidupan
bermasyarakat yang meliputi:
1)
Kontak sosial terhadap teman, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan sosial
dengan sesama pasien, misalnya menegur kawannya, berbicara dengan kawannya dan
2)

sebagainya.
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika

ada kesulitan dan sebagainya.


3)
Kontak mata waktu berbicara, yaitu sikap pasien sewaktu berbicara dengan orang lain
seperti memperhatikan dan saling menatap sebagai tanda adanya kesungguhan dalam
berkomunikasi.
4)
Bergaul, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan kemampuan bergaul dengan orang
5)

lain secara kelompok (lebih dari dua orang).


Mematuhi tata tertib, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan ketertiban yang harus

dipatuhi dalam perawatan rumah sakit.


6)
Sopan santun, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan tata krama atau sopan santun
terhadap kawannya dan petugas maupun orang lain.

7)

Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan
diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.

ASUHAN KEPERAWATAN
II.

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian
stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien
dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi

berulang

tekanan

dari

kelompok

sebaya;

perubahan

struktur

sosial.

Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus
sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn,
dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1)
Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
2)

mengungkapkan keputus asaan, mengungkapkan ketakutan.


Identitas diri

Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .
3)
Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus
4)

sekolah, PHK.
Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang

5)

terlalu tinggi
Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.

6)

Klien mempunyai gangguan / hambatan dalam melakukan hubunga social dengan

orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)

Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,

7)

8)

Adanya perasaan keputusasaan dan kurang berharga dalam


Kebutuhan persiapan pulang

hidup.

Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan


b)
Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC,

membersikan dan merapikan pakaian.


Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas didalam dan diluar rumah
Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar.

Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.

III. Diagnosa Keperawatan : Isolasi Sosial


IV.Rencana tindakan keperawatan
Tujuan
Pasien mampu :
Menyadari
penyebab

Kriteria evaluasi
Setelah ... x pertemuan,
pasien mampu :
Membina hubungan

Intervensi
SP 1
Identifikasi penyebab
Siapa yang satu

Psikomotor,

isolasi sosial
Berinteraksi

saling percaya
Menyaadari

dengan orang

penyebab isolasi

lain

sosial, keuntungan
dan kerugian
berinteraksi dengan

orang lain
Melakukan interaksi

rumah dengan

pasien
Siapa yang dekat

dengan pasien
Siapa yang tidak

dekat dengan pasien


Tanyakan
keuntungan dan
kerugian berinteraksi

dengan orang lain


secara bertahap

dengan orang lain


Tanyakan pendapat
pasien tentang
kebiasaan
berinteraksi dengan

orang lain
Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin
berinteraksi dengan

orang lain
Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak teman dan
bergaul akrab

dengan mereka
Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan

orang lain
Jelaskan pengaruh

isolasi sosial
terhadap kesehatan

fisik pasien .
Latih berkenalan :
Jelaskan kepada
klien cara
berinteaksi dengan

orang lain
Berikan contoh cara
berinteraksi dengan

orang lain
Beri kesempatan
pasien
mempraktekan cara
berinteraksi dengan
orang lain yang
dilakukan dihadapan

perawat
Mulailah bantu
pasien berinteraksi
dengan satu orang
teman / anggota

keluarga
Bila pasien sudah
menunjukan
kemajuan,
tingkatkan jumlah
interaksi dengan 2,
3, 4 orang dan

seterusnya
Beri pujian untuk
setiap kemajuan

interaksi yang telah


dilakukan oleh

pasien
Siap mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar pasien
tetap semangat
meningkatkan
interaksinya

Masukan jadwal
kegiatan pasien

SP 2

Evaluasi kegiatan
yang lalu ( SP 1)
Latih berhubungan
dengan sosial secara
bertahap

Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien

SP 3

Evaluasi kegiatan

yang lalu ( SP 2 )
Latih cara
berkenalan dengan 2
orang atau lebih

Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien

Keluarga mampu

Setelah . . . x pertemuan,

merawat pasien

keluarga mampu menjelaskan

dengan isolasi sosial

tentang :
Masalah isolasi sosial

dirumah

SP 1

Identifikasi masalah
yang dihadapi dalam

dan dampaknya pada

merawat pasien
Penjelasan isolasi

pasien
Penyebab isolasi

sosial
Cara merawat pasien

sosial
Sikap keluarga untuk

isolasi sosial
Latih ( simulasi )

RTL kelaurga /

membantu pasien
mengatasiisolasi

jadwal keluarga

sosialnya
Pengobatan yang

untuk merawat
pasien

berkelanjutan dan

mencegah putus obat


Tempat rujukan dan
fasilitas kesehatan
yang tersedia bagi
pasien
SP 2

Evaluasi
kemampuan SP 1\
Latih ( langsung ke

pasien )

RTL keluarga /
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien

SP 3

Evaluasi
kemampuan SP 1
Latih ( langsung ke
pasien )

RTL keluarga /
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien

SP 4

Evaluasi
kemampuaan

keluarga
Evaluasi

kemampuan pasien
Rencana tindak
lanjut keluarga
Follow
up

V.DAFTAR PUSTAKA

rujukan

Direja, A .2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha medika : Yogyakarta
Kusumawati, farida, 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta
Yosep, iyus. 2009. Keperawatan jiwa , Refrika Aditama : Bandung
Dalami,Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cv.Trans info
Media: Jakarta

Defisit Perawatan Diri


I.Kasus (Masalah Utama)
A. Definis
1.Pengertian
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar manusia dalam memenuhi
kebutuhannya guna memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan sesuai dengan
kondisi kesehatannya, klien dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak dapat
melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan
diri (mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk memelihara
kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya
( Tarwoto dan Wartonah 2000 ).
2.Tanda dan Gejala
Menurut Depkes (2000: 20) Tanda dan gejala klien dengan defisit perawatan diri adalah:
1.
Fisik
a)
Badan bau, pakaian kotor
b)
Rambut dan kulit kotor
c)
Kuku panjang dan kotor
d) Gigi kotor disertai mulut bau
e)
Penampilan tidak rapi.
2.
Psikologis
a)
Malas, tidak ada inisiatif
b)
Menarik diri, isolasi diri
c)
Merasa tak berdaya, rendah diri dan merasa hina.
3.
Sosial

a)
b)
c)
d)
e)

Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.

3. Jenis-jenis Defisit Perawatan Diri


- Kebersihan Diri :
Misalnya mandi adalah gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas mandi / kebersihan
diri.
Kebersihan Pakaian :
Klien memiliki gangguan kemampuan memakai pakaian dan aktivitas berdandan
3. Kurang memperhatikan makan
Klien memiliki gangguan kemampuan untuk menunjukkan aktifitas makan
4. Kurang perawatan diri terhadap tolleting
Klien memiliki gangguan kemampuan untuk melakukan atau menyelesaikan aktifitas
toileting sendiri.
B.

Rentang Respon Kognitif

Adaptif
Maladaptif

Pola Perawatan Diri

Kadang Melakukan Perawatan

Tidak Melakukan

Seimbang

Kadang Tidak

Perawatan saat Stres

Ket :

Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu berperilaku
adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan

perawatan diri.
Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadang klien tidak

memperhatikan perawatan dirinya


Tidak melakukan perawatan diri, klien menyatakan dia tidak peduli dan tidak bias
melakykan perawatan saat stressor

C.Faktor Predisposisi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai beriku:
1.
Kelelahan fisik
2.
Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1.
Faktor prediposisi
a) Perkembangan :Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c) Kemampuan realitas turun :Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d) Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
D.Faktor Pretisipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.

b) Praktik Sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
g)

penggunaan sabun, sampo dan lain lain.


Kondisi fisik atau psikis
Pada keadaan tertentu / sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan perlu
bantuan untuk melakukannya.

Dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene:

Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.

Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah:
1.

Data subyektif

a. Pasien merasa lemah


b. Malas untuk beraktivitas
c. Merasa tidak berdaya.
2.
Data obyektif
a. Rambut kotor, acak acakan

b. Badan dan pakaian kotor dan bau


c. Mulut dan gigi bau.
d. Kulit kusam dan kotor
e. Kuku panjang dan tidak terawatt
E.SUMBER KOPING

Keterlibatan dalam hubungan yang luas dalam keluarga dan teman.

Hubungan dengan hewan peliharaan

Gunakan

kreatifitas

utuk

mengekspresikan

stress

interpersonalseerti

kesenian,musik,tulisan.
F.MEKANISME KOPING
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
. Poyeksi
. Pemisahan
. Merendahkan orang lain
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian border line
. Pemisahan
. Reaksi formasi
. Proyeksi
. Isolasi
. Idealisasi orang lain
. Merendahkan orang lain
II.Masalah Kperawatan dan Data Fokus Pengkajian
LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Fraktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembsangan yang
harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri

Bila tugas dalam perkembangan tidak terpenuyhi akan menghambat tahap


Perkembangan selanjutnya dan dapat terjadi gangguan hubungan social.
b. Faktor komunikasi dalam keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadi
nya gangguan hubungan sosial, termasuk komunikasi yang tidak jelas (
double blind komunikation), ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga dan
pola asuh keluarga yang tidak menganjurkan anggota keluarga untuk
berhubungan di luar lingkungan keluarga.
c. Isolasi sosial atau mengasingkan diri dari lingkungan sosial merupakan factor
pendukung untuk terjadinaya ada gangguan hubungan sosial. Hal ini
disebabkan oleh noma-norma yang dianut keluarga yang salah, dimana tiap
anggota keluarga yang tidak produktif diasingkan dari hubungan sosialnya
misalnya : usia lanjut, penyakit kronis, penyandang cacat dan lain-lain.
2. Faktor predisposisi
a. Struktur sosial budaya
Stres yang ditimbulkan oleh factor sosial budaya antara lain keluarga yang
labil, berpisah dengan orang yang terdekat/berarti, perceraian dan lain-lain.
b. Faktor hormonal
Gangguan dari fungsi kelenjar bawah otak (gland pituitary ) menyebabkan
turunya hormon FSH dan LH. Kondisi ini terdapat pada pasien skizofrenia.
c. Hipotesa virus
Virus HIV dapat menyebabkan prilaku spikotik.
d. Model biological lingkungan sosisal
Tubuh akan menggambarkan ambang toleransi seseorang terhadap stress pada
saat terjadinya interaksi dengan interaksi sosial.
e. Stressor psikologik
Adanya kecemasan berat dengan terbatasnya kemampuan menyelasaikan
kecemasan tersebut.
3. Prilaku

a. Tingkah laku yang berhubungan dengan curiga


1.

Tidak mampu mempercayai orang lain.

2.

Bermusuhan.

3.

Mengisolasi diri dalam hubungan sosial

4.

Paranoia
b. Tingkah laku yang berhubungan dengan dependen
1. Ekpresi perasaan tidak langsung dengan tujuan.
2. Kurang asertif
3. mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4. Harga diri rendah
5. Sangat tergantung dengan orang lain.
c. Tingkah laku yang berhubungan dengan kepribadian anti sosial.
1. Hubungan interpersonal yang dangkal
2. Rendahnya motifasi untuk berubah
3. Berusaha untuk tampil menarik.
d. Tingkah laku yang berhubungan dengan borderline.
1. Hubungan dengan orang lain sangat stabil
2. Percobaan bunuhdiri yang manipulatif
3. Susunan hati yang negatif (depresif)
4. Prestasi yang rendah
5. Abivalensi dalam hubungan dengan orang lain
6. Tidak tahan dengan sendirian
e. Tingkah laku yang berhubungan dengan menarik diri
1. Kurang spontan
2. Apatis, ekpresi wajah kurang berseri
3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan dirinya
4. Tidak mau komonikasi verbal
5. Mengisolasi diri
6. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
7. Kebutuhan fisiologis terganggu
8. Aktivitas menurun

9. Kurang energi, harga diri rendah, postur tubuh berubah.

III.Diagnosa keperawatan: penurunan kemampuan dan motivasi merawat diri.


IV.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Tujuan Umum
Klien dapat meningkatkan minat dan motivasinya untuk memperhatikan kebersihan diri.
Tujuan Khusus
TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Kriteria evaluasi
Dalam berinteraksi klien menunjukan tanda-tanda percaya pada perawat:
a. Wajah cerah, tersenyum
b. Mau berkenalan
c. Ada kontak mata
d. Menerima kehadiran perawat
e. Bersedia menceritakan perasaannya
Intervensi
a. Berikan salam setiap berinteraksi.
b. Perkenalkan nama, nama panggilan perawat dan tujuan perawat berkenalan.
c. Tanyakan nama dan panggilan kesukaan klien.
d. Tunjukan sikap jujur dan menepati janji setiap kali berinteraksi.
e. Tanyakan perasaan dan masalah yang dihadapi klien.
f. Buat kontrak interaksi yang jelas.
g. Dengarkan ungkapan perasaan klien dengan empati.
h. Penuhi kebutuhan dasar klien.
TUK II : klien dapat mengenal tentang pentingnya kebersihan diri.
Kriteria evaluasi
Klien dapat menyebutkan kebersihan diri pada waktu 2 kali pertemuan, mampu menyebutkan
kembali kebersihan untuk kesehatan seperti mencegah penyakit dan klien dapat meningkatkan
cara merawat diri.
Intervensi
a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi terapeutik.
b. Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian
tentang arti bersih dan tanda- tanda bersih.
c. Dorong klien untuk menyebutkan 3 dari 5 tanda kebersihan diri.
d. Diskusikan fungsi kebersihan diri dengan menggali pengetahuan klien terhadap hal yang
berhubungan dengan kebersihan diri.
e. Bantu klien mengungkapkan arti kebersihan diri dan tujuan memelihara kebersihan diri.
f. Beri reinforcement positif setelah klien mampu mengungkapkan arti kebersihan diri.
g. Ingatkan klien untuk memelihara kebersihan diri seperti: mandi 2 kali pagi dan sore, sikat gigi
minimal 2 kali sehari (sesudah makan dan sebelum tidur), keramas dan menyisir rambut, gunting
kuku jika panjang.
TUK III : Klien dapat melakukan kebersihan diri dengan bantuan perawat.

Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai
air sampai bersih, mengganti pakaian bersih seharihari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara
memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri,
seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat
gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur
tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut,
menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC

KONSEP PERILAKU KEKERASAN


A. DEFINISI
1.PENGERTIAN :
Perilaku kekerasan merupakan suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan
yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan
(fitria, 2009).

Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat
orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang
disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar
rumah.
2.TANDA DAN GEJALA
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a.

Muka merah dan tegang

b.

Mata melotot/ pandangan tajam

c.

Tangan mengepal

d.

Rahang mengatup

e.

Postur tubuh kaku

f.

Jalan mondar-mandir

2. Verbal
a.

Bicara kasar

b.

Suara tinggi, membentak atau berteriak

c.

Mengancam secara verbal atau fisik

d.

Mengumpat dengan kata-kata kotor

e.

Suara keras

f.

Ketus

3. Perilaku
a.

Melempar atau memukul benda/orang lain

b.

Menyerang orang lain

c.

Melukai diri sendiri/orang lain

d.

Merusak lingkungan

e.

Amuk/agresif

4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
3.PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)

Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.

Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Pathway/ Patoflowdiagram

B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik,
teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk,
2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:

Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus
frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan.

Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan serotonin)


sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat konsisten
dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap
stress.

Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik
karyotype XYY.

Gangguan Otak

Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan.
Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b.

Teori Psikologik terdiri dari :

Teori Psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan
memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.

Teori Pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka
sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh,
atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan
yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c.

Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku
agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,

apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
C. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2009):
a.

Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.

b.
c.

Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.

d.

Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.

e.

Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.

f.
D.

Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan, perubahan tahap

RENTANG RESPONS MARAH


Respons kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif mal adaptif. Rentang
respon kemarahan dapat digambarkan sebagai berikut : (Keliat, 1997).

Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau

tanpa merendahkan harga diri orang lain.


Frustasi adalah respons yang timbul akibat gagal mencapai tujuan atau keinginan. Frustasi
dapat dialami sebagai suatu ancaman dan kecemasan. Akibat dari ancaman tersebut dapat

menimbulkan kemarahan.
Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh

individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain.
Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.

Respon kemarahan dapat berfluktusi dalam rentang adaptif-maladaptif.

E.

MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
(Maramis, 1998)

Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.

Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.

Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.

Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan


melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai
rintangan. Misalnya seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.

Displacement : Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek


yang tidak begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.
Misalnya Timmy berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain perang-perangan
dengan temannya.

F.

PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:

1.

Medis
a.

Nozinan, yaitu sebagai pengontrol prilaku psikososia.

b.

Halloperidol, yaitu mengontrol psikosis dan prilaku merusak diri.

c.

Thrihexiphenidil, yaitu mengontro perilaku merusak diri dan menenangkan hiperaktivitas.

d.

ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.

2.

Penatalaksanaan keperawatan
a.

Psikoterapeutik

b.

Lingkungan terapieutik

c.

Kegiatan hidup sehari-hari (ADL)

d.

Pendidikan kesehatan

II.

MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN

Asuhan keperawatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan


yang meliputi 4 tahapan yaitu : Pengkajian, perencanaan/intervensi, pelaksanaan/implementasi
dan evaluasi, yang masing-masing berkesinambungan serta memerlukan kecakapan keterampilan
professional tenaga keperawatan.

Proses keperawatan adalah cara pendekatan sistimatis yang diterapkan dalam


pelaksanaan fungsi keperawatan, ide pendekatan yang dimiliki, karakteristik sistimatis,
bertujuan, interaksi, dinamis dan ilmiah. Proses keperawatan klien marah adalah sebagai
berikut : (Keliat, dkk, 1996)
1.

Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah
atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.

Aspek biologis

Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.

Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.

Aspek intelektual

Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca
indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual

sebagai

suatu

pengalaman.

Perawat

perlu

mengkaji

cara

klien

marah,

mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan


diintegrasikan.

Aspek social

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.

Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut :

Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat,

sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.


Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel.
Aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
Aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.
Klasifiaksi data

Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif
dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi
klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek
dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
III.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan
(Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.

Perilaku kekerasan berhubungan dengan harga diri rendah.


IV.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

RENCANA TINDAKAN PERAWATAN


DIAGNO
N
SA
O KEPERA
WATAN
Resiko
tingi
kekerasan
berhubung
an dengan
halusinasi
dengar :
DO :
Klien
tampak
tegang /
cemas,ada
halusinasi
dengar,dan
klien
menciderai
diri sendiri
dan
lingkungan
nya
DS :
Keluargan
ya
mengataka
n bahwa
klien
pernah
memukul
kaca dan
menyedera
i diri
sendiri

PERENCANAAN
TUJUAN

KRITERIA
EVALUASI

INTERVENSI

RASIONAL

TUM :
Klien tidak
melakukan
kekerasan
TUK :
Membina
hubungan
saling
percaya

TUK :
Klien tidak
menciderai
sendiri dan
orang lain
juga
lingkunganny

Setelah 2x
pertemuan klien
dapat
menunjukkan
ekspresi wajah
bersahabat,menu
njukkan rasa
senang dan mau
mengungkapkan
perasaannya
masalah yang
dihadapi

Setelah diadakan
perawatan klien
tidak melakukan
kekerasan

1.1.1

Bina
hubung
an
saling
percaya

panggil
klien
dengan
nama yang
disukai.
- Tanyakan
apa yang
diinginkan
klien
dengan
tidak
menunjukk
an sesuatu
yang tidak
mungkin
dipenuhi
1.1.2 Bantu
klien
mengun
gkapka
n rasa
cemas

Hubungan saling percaya akan


menciptakan komunikasi terbuka
antar petugas dengan klien

Ungkapkan cemas atau tegang


dan menyalurkan emosinya

Mengamankan pasien lain dan


lingkungan akan mencegah
terjadinya kekerasan yang lebih
jauh

,setelah tenang
ngobrol dengan
perawat
-

atau
tegang
yang
dirasaka
n
dengarkan
ungkapan
rasa cemas
atau tegang
yang dirasa
klien
beri respon
atas
ungkapan
msalah
cemas atau
tegang

2.1.1

Amank
an
pasien
dengan
lingkun
gan
siapkan
ruang yang
akan
dipakai
oleh klien
untuk
perawatan
pindahkan
alat yang
membahay
akan
pasien dan
lingkungan

DAFTAR PUSTAKA

Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000,
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.

RESIKO BUNUH DIRI

I.

Kasus (masalah utama)

A.

Definisi

1.PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi
karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
2.TANDA DAN GEJALA
memiliki riwayat penyakit mental

mengalami depresi, cemas, dan

menyatakan pikiran, harapan, dan

perasaan putus asa


respon kurang dan gelisah

perencanaan bunuh diri


menyatakan bahwa sering

menunjukkan sikap agresif

mengalami kehilangan secara


bertubi-tubi dan bersamaan
menderita penyakit yang

tidak koperatif dalam menjalani

prognosisnya kurang baik


menyalahkan diri sendiri, perasaan

pengobatan
berbicara lamban, keletihan,

gagal dan tidak berharga


menarik diri dari lingkungan sosial
menyatakan perasaan tertekan
penurunan berat badan
Tanda dan Gejala menurut Fitria, Nita (2009)
a.

Mempunyai ide untuk bunuh diri.

b.

Mengungkapkan keinginan untuk mati.

c.

Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan.

d.

Impulsif.

e.

Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya menjadi sangat patuh).

f.

Memiliki riwayat percobaan bunuh diri.

g. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian, menanyakan tentang obat dosis


mematikan).
h.
Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat, panic, marah dan mengasingkan
diri).
i.
Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai orang yang depresi, psikosis dan
menyalahgunakan alcohol).
j.

Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).

k.
Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
l.

Umur 15-19 tahun atau di atas 45 tahun.

m.

Status perkawinan (mengalami kegagalan dalam perkawinan).

n.

Pekerjaan.

o.

Konflik interpersonal.

p.

Latar belakang keluarga.

q.

Orientasi seksual.

r.

Sumber-sumber personal.

s.

Sumber-sumber social.

t.

Menjadi korban perilaku kekerasan saat kecil.

3.

KLASIFIKASI

Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):

Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan
secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan
secara non verbal.

Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu
yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.

Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang
yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat
pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:

Bunuh diri anomik


Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor lingkungan yang
penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri.

Bunuh diri altruistik


Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan seseorang
ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.

Bunuh diri egoistik


Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri seseorang
seperti putus cinta atau putus harapan.
B. Rentang respon
RENTANG RESPON RESIKO BUNUH DIRI

Respon adaptif
peningkatan pengambilan

perilaku

respon maladaptif
pencederaan bunuh diri

diri

destruktif-

diri

resiko yang

meningkatkan diri tidak


pertumbuhan

C.

langsung

Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh diri
meliputi:

Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam
perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.

Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, impulsif, dan depresi.

Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.

Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko untuk perilaku
resiko bunuh diri

Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku resiko bunuh
diri.
D.FAKTOR PRETISIPASI
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadia yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.
E. MEKANISME KOPING
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi.
II.MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
a.

Pengkajian

Petunjuk gejala

o Keputusasaan.

o Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga alam perasaan depresi.
o Agitasi dan gelisah
o Insomnia yang menetap
o Penurunan berat badan
o Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
-

Penyakit psikratrik

o Upaya bunuh diri sebelumnya


o Kelainan afektif
o Alkoholisme dan/atau penyalahgunaan obat
o Kelainan tindakan dan depresi pada remaja
o Demensia diri dan status kekacauan mental pada lansia
o Kombinasi dari kondisi diatas.
-

Riwayat Psikososial

o Baru berpisah bercerai, atau kehilangan


o Hidup sendiri
o Tidak bekerja, perubahan atau kehilangan pekerjaan yang baru dialami stress kehidupan
multiple (pindah, kehilangan, putus hubungan yang berarti, masalah sekolah, ancaman terhadap
krisis disiplin).
o Penyakit medik kronik
o Minum yang berlebihan dan penyalahgunaan zat
-

Faktor-faktor kepribadian

o Impulsif, agresif, rasa bermusuhan


o Kekakuan kognitif dan negatif
o Keputusasaan
o Harga diri rendah
-

Riwayat keluarga

o Riwayat keluarga berperilaku bunuh diri


o Riwayat keluarga gangguan afektif, alkoholisme atau keduanya

III. Diagnosa Keperawatan


Resiko Bunuh Diri
IV.

Rencana tindakan keperawatan

Kriteria hasil:
Pasien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik
Tujuan
pasien tidak melakukan

Intervensi
pindahkan benda yang

Rasional
prioritaskan tertinggi

aktivitas yang mencederai

membahayakan

diberikan pada aktivitas

observasi dengan ketat

penyelamatan hidup pasien


perilaku pasien harus

dirinya

diawasi sampai kendali diri

pasien dapat mengidentifikasi

siapkan lingkungan yang

memadai untuk keamanan


memberikan kenyamanan

aman
identifikasi kekuatan pasien

pada pasien
perilaku bunuh diri

aspek positif pada dirinya

mencerminkan depresi yang


mendasar dan terkait dengan
harga diri rendah serta
kemarahan terhadap diri
ajak pasien untuk berperan

sendiri
dijadikan sebagai salah satu

serta dalam aktivitas yang

cara mengendalikan perilaku

disukai dan dapat

ingin bunuh diri

pasien akan

dilakukannya
bantu pasien mengenal

mekanisme koping

mengimplementasikan respons

mekanisme koping yang tidak maladaptive harus diganti

protektif-diri yang adaptif

adaptif

dengan mekanisme koping


yang sehat untuk mengatasi

identifikasi alternatif cara

stress dan ansietas


untuk menumbuhkan dan

koping

meningkatkan mekanisme
koping pasien

pasien akan mengidentifikasi

bantu orang terdekat untuk

isolasi sosial menyebabkan

sumber dukungan sosial yang

berkomunikasi secara

harga diri rendah dan

bermanfaat

konstruktif dengan pasien

depresi, mencetuskan

tingkatkan hubungan

perilaku destruktif-diri
meningkatkan kepercayaan

keluarga yang sehat

diri pasien dan mencegah

pasien akan mampu

libatkan pasien dan orang

perilaku destruktif-diri
pemahaman dan peran serta

menjelaskan rencana

terdekat dalam perencanaan

dalam perencanaan

pengobatan dan rasionalnya

asuhan

pelayanan kesehatan

jelaskan karakteristik dari

meningkatkan kepatuhan
pemahaman dalam proses

kebutuhan pelayanan

perawatan dan pengobatan

kesehatan yang telah

meningkatkan kepatuhan dan

diidentifikasi, kebutuhan

mendukung proses

asuhan keperawatan,

penyembuhan

diagnosis medis, pengobatan,


dan medikasi yang
direkomendasikan

DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta

HALUSINASI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons
pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara
akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkn (Stuart
dan Sundeen, 1995)
Halusinasi adalah gangguan persepsi pada indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
baik (Tim Direktorat Kesehatan Jiwa, 1996 : 123)
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu
dari kelima pancaindra (Townsend, 1998)
2. Tanda dan Gejala

Adapun tanda-tanda halusinasi adalah:


a. Duduk terpaku
b. Bicara sendiri
c. Bermusuhan
d. Memandang salah satu arah
e. Tiba-tiba marah
f. Menarik diri
g. Tersenyum sendiri
h. Gelisah
i. Curiga.
j. Ekspresi tegang
k. Mudah tersinggung
l. idak dapat berkonsentrasi atau memusatkan pikiran
3. Tingkatan
Stuart dan Sundeen (1998), menyebutkan ada beberapa tahap-tahap tingkatan
halusinasi yaitu, sebagai berikut :
a. Tahap I : menenangkan, ansietas tingkat sedang
1) Karakteristik
Orang yang berhalusinasi mengalami keadaan emosi seperti ansietas, kesepian,
merasa bersalah dan takut serta mencoba untuk memusatkan pada penenangan
pikiran untuk mengurangi ansietas, individu mengetahui bahwa pikiran dan
sensori yang dialaminya tersebut dapat dikendalikan jika ansietasnya bisa diatasi.
2) Perilaku yang teramati

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai

Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara

Gerakan mata yang cepat

Respon verbal yang lamban

Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan

b. Tahap II : menyalahkan, ansietas tingkat berat


Secara umum halusinasi menjijikkan
1) Karakteristik
Pengalaman sensori bersifat menjijikkan dan menakutkan, orang yang
berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali dan mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan, individu mungkin merasa
malu karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain.
2) Perilaku pasien yang teramati
3) Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan

ansietas, misalnya;

peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah


4) Penyempitan kemampuan konsentrasi
5) Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan kemampuan untuk
membedakan antara halusinasi dengan realitas
c. Tahap III : mengendalikan, ansietas tingkat berat
Pengalaman sensori menjadi penguasa
1) Karakteristik
Orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan pengalaman halusinasi dan
membiarkan halusinasi menguasai dirinya, isi halusinasi dapat berupa

permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika pengalaman sensori


tersebut berahir

2) Perilaku pasien yang teramati


- Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
- Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
- Rentang perhatian hanya dalam beberapa menit atau detik
- Gejala fisik dari ansietas berat, seperti berkeringat, tremor, ketidakmampuan
untuk mengikuti petunjuk
d. Tahap IV : menaklukkan, ansietas tingkat berat
Secara umum halusinasi menjadi lebih rumit
1) Karakteristik.
Pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak mengikuti perintah,
halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari apabila tidak ada
intervensi terapeutik
2) Perilaku pasien yang teramati
-

Perilaku menyerang-teror seperti panik

Sangat potensial untuk bunuh diri atau membunuh orang lain

Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk, agitasi,

menarik diri atau katatonik

Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks

Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

B. Rentang Respon Halusinasi


Respon prilaku dapat di identifikasi kan sepanjang respon rentang sehingga perawat
dapat menilai apakah respon klien masih adaptif atau mal adaptif (Stuart & Sundeen,
1998)

RESPON ADAPTIF
- Pikiran logis
- Persepsi akurat
- Emosi konsisten
dengan pengalaman
- Perilaku sesuai
dengan hubungan
sosial

RESPON MALADAPTIF
- Pikiran kadang
menyimpang
- Ilusi
- Reaksi emosi
berlebihan atau kurang
- Perilaku ganjil atau tak
lazim menarik diri

- Gangguan proses
pikir
- Halusinasi
- Ketidakmampuan
untuk mengalami
emosi
- Ketidakteraturan
isolasi sosial.

Jika perawat menemukan respon mal adaptif, maka rencana tindakan perawat adalah
membantu kliem mengembangkan prilaku adaptif.
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptifnya meliputi :
1) Pikiran logis, yaitu proses berfikir yang normal, mengandung arus idea, simbol
dan asosiasi yang terarah.
2) Persepsi akurat, yaitu apa yang ditangkap oleh panca indera dan di artikan oleh
individu dengan benar.
3) Emosi konsisten, yaitu pearasaan yang normal karena kehidupan sehari-hari

4) Prilaku sosial
5) Hubungan sosial
b. Awal Rentang respon Maladaptif
Awal rentang respon mal adaptif, meliputi :
1) Pikiran kadang menyimpang, yaitu terhentinya arus pikir atau pembicaraaan
secara mendadak, dapat di jumpai pada halusinasi.
2) Ilusi, yaitu penafsiran yang keliru mengenai suatu pengalaman yang sungguh
terjadi.
3) Reaksi emosional yang berlebihan atau kurang, yaitu suatu keadaan (state) dari
organisme atau individu pada suatu waktu secara berlebihan atau kurang.
4) Perilaku ganjil tak lazim
5) Menarik diri, yaitu menghindarkan diri dari situasi konflik yang

bisa

menyebabkan kegagalan dalam menyelesaikan masalah


C.FAKTOR PREDISPOSISI
Menurut

Stuart

(2007),

faktor

penyebab

terjadinya

halusinasi

adalah:

1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
a.

b.

maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-

masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.


c.
Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang
signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan
pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum).
Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D.FAKTOR PRETISIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1)Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
3)Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu. Seperti konsep harga
diri rendah, kurang rasa percaya diri dan kehilangan motivasi untuk menggunakan ketrampilan.

6. Mekanisme Koping

Klien sering menyendiri, diam tidak mau mengungkapkan perasaannya kepada orang
lain, sulit untuk memulai pembicaraan, proyeksi merupakan koping yang umum dan biasa
digunakan untuk mengurangi cemas.
Sumber koping :
a. Kepercayaan
b.

Sistem pendukung dari keluarga

7. Tanda-tanda dan Gejala


C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang:
nama perawat, nama klien, panggilan perawat, panggilan klien, tujuan, waktu, tempat
pertemuan, topik yang akan dibicarakan, usia dan no. RM, Mahasiswa menuliskan
sumber data yang didapat
b. Alasan masuk
Tanyakan pada klien/keluarga
Apa yang menyebabkan klien/keluarga datang ke Rumah Sakit, apa yang sudah
dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah, bagaimana hasilnya.
c. Faktor predisposisi (pendukung)
1) Biologis
Abnormalitas otak yang menyebabkan respon neurobiologik yang maladaptif
yang baru mulai dipahami, ini termasuk hal-hal berikut :

a) Penelitian pencitraan otak sudah mulai menunjukkan keterlibatan yang lebih


luas. Lesi pada area frontal, temporan dan limbik paling berhubungan dengan
perilaku psikotik.
b) Beberapa kimia otak dikaitkan dengan skizoprenia, hasil penelitian sangat
menunjukkan hal-hal sebagai berikut :
-

Dopamin transmiter yang berlebihan

Ketidakseimbangan antara dopamin dan neurotransmiter lain

Masalahmasalah pada sistem reseptor dopamin

2) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang mal adaptif
belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologi terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini, sehingga menimbulkan
kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional.
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap gangguan skizoprenia dan
gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
d. Faktor presipitasi (pencetus)
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif
termasuk : gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan
2) Stress lingkungan

Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi


dengan stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
3) Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menimbulkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang
maladaptif

berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku

individu. Seperti konsep harga diri rendah, kurang rasa percaya diri dan
kehilangan motivasi untuk menggunakan ketrampilan.
E.MEKANISME KOPING
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungI diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik, termasuk :
-

Regresi berhubungan dengan masalah proses


informasi dan upaya untuk menaggulangi ansietas, hanya sedikit mempunayi
energi yang tertingal untuk aktivitas sehari-hari

- Proyeksi sebagai untuk menjelaskan kerancuan persepsi


- Menarik diri

II.MASALAH KEPERAWTAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN


Pengkajian Fisik, meliputi :
1) Sistem Integumen
Biasanya terdapat gangguan kebersihan kulit, seperti klien tampak kotor, badan
bau, lengket, rambut acak acakan. Hal ini terjadi karena kurangnya kemauan
untuk melakukan perawatan diri sebagai akibat dari halusinasi.

2) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah bisa meningkat atau normal, nadi bisa cepat atau normal. Hal ini
disebabkan karena klien merasa cemas, gelisah ataupun ketakutan.
3) Sistem Respirasi
frekuensi pernapasan bisa cepat, terengah-engah. Hal ini sebagai akibat dari rasa
takut, cemas, gelisah, dan adanya suatu ancaman.
4) Sistem Gastro Intestinal
Terdapat penurunan napsu makan karena klien asyik dengan dunia pikirannya
sendiri atau adanya rasa cemas, katakutan sehingga klien mengalami penurunan
nafsu makan.
5) Sistem Urogenital
Biasanya pola buang air kecil tidak mengalami gangguan.
6) Sistem Persyarafan
Ada kemungkinan untuk terjadi gejala ekstramidal, seperti tremor sebagai akibat
dari efek samping pemberian obat anti psikotik.
7) Sistem haemopoitik
Pada pemeriksaan

konjungtiva bisa mengalami anemis atau tidak anemis

tergantung dari intake dan variasi makanan yang di makan. Begitu juga dengan
Pemeriksaan HB.
8) Sistem MuskuloSkeletal
Biasanya pada pemeriksaan anggota gerak dalam keadaan normal
9) Sistem Endokrin

Pada pemeriksaan kelenjar tiroid biasanya normal, tidak mengalami pembesaran


atau kelainan.
10) Sistem Penginderaan
Biasanya klien mengatakan adanya halusinasi

pendengaran, penglihatan,

perabaan, maupun pengecapan. Hal ini disebabkan karena klien mengalami


gangguan afek serta kognisi, sehingga tidak mampu untuk membedakan stimulus
internal dan external akibat kecemasan yang meningkat.
h. Psikososial
Konsep Diri :
1) Gambaran Diri
Biasanya klien tidak begitu memperhatikan bagian tubuhnya karena klien
mengalami gangguan orientasi realitas.
2) Identitas Diri
Biasanya klien tidak mempersoalkan jenis kelaminnya, klien sukar untuk
menyelesaikan tugan karena sukar berkonsentrasi dan klien mudah lupa.
3) Ideal Diri
Biasanya banyak yang tidak tercapai karena klien tadak mampu berkonsentrasi,
sehingga sulit untuk menyelesaikan tugas. Komponen-komponen ideal diri yaitu :
a) Harga Diri
Merasa rendah diri, merasa tak berarti, merasa tidak di perhatikan, kecewa
apapun kritik atau komentar dari orang lain terhadapnya.
b) Peran Diri

Biasanya klien kehilangan perannya karena ketidakmampuannya untuk


berkonsentrasi, dan merasa sulit untuk menyelesaikan tugas

III.Diagnosa Keperawatan
Kemampuan perawat yan di perlukan dalam

merumuskan diagnosa adalah

kemampuan pengambilan keputusan yang logis, pengetahuan tentang batasan adaptif atau
ukuran normal, kemampuan memberi justifikasi atau pembenaran, kepekaan sosial
budaya (Stuart Dan Sundeen, 1995).
Keliat (1998), dalam kasus Gangguan Orientasi Realitas masalah keperawatan yang
di temukan pada tahap pengkajian adalah :
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi (uraikan jenis halusinasinya)
b. Perubahan proses pikir : waham (uraikan jenis wahamnya)
c. Kerusakan komunikasi verbal
d. Kerusakan interaksi sosial
e. Isolasi sosial : menarik diri
f. Prilaku kekerasan
g. Resiko mencederai/membahayakan : diri/orang lain atau lingkungan.
h. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Diagnosa keperawatan :
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan
menarik diri
IV.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN

dengan

Tujuan
Pasien mampu :
Mengenali halusinasi yang dialaminya
Mengontrol halusinasinya
Mengikuti program pengobatan
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Kriteria Evaluasi
Setelah .x pertemuan, pasien dapat menyebutkan :
Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan.
Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi

Setelah .x pertemuan, pasien mampu :


Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
Memperagakan cara bercakap-cakap dengan orang lain
Setelah .x pertemuan pasien mampu :
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
Membuat jadwal kegiatan sehari-hari dan mampu memperagakannya.

Setelah .x pertemuan, pasien mampu :


Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
Menyebutkan manfaat dari ssprogram pengobatan

Setelah .x pertemuan keluarga

Mampu menjelaskan tentang halusinasi

Setelah .x pertemuan keluarga mampu :


Menyelesaikan kegiatan yang sudah dilakuka
Memperagakan cara merawat pasien

Setelah .x pertemuan keluarga mampu :


Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
Memperagakan cara merawat pasien serta mampu membuat RTL
Setelah .x pertemuan keluarga mampu :
Menyebutkan kegiatan yang sudah dilakukan.
Melaksanakan Follow Up rujukan

DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa

Teori dan Tindakan

Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia


Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
HARGA DIRI RENDAH
I. KASUS
A.DEFINISI
1.Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri dan
adanya perasaan hilang kepercayaan diri,merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan
sesuai ideal diri (Keliat, 1998).Harga diri seseorang umumnya diperoleh dari diri sendiri dan
orang lain.Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,perlakuan orang
lainyang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang
berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi
lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah secara cendrung
merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif
dan menganggap sebagai ancaman.
Barbara kozier berpendapat : level of self esteem range from hight to low. A person who
has hight self esteem deals actively with the environment,adapts effectively to change,and feels
secure. A person with low selfesteem sees the environment as negative and thereatening.(Driever
dalam Barbara Kozier,2003:845)
Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental Illnes (2003 ) , Harga Diri
Rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambarangambaran negative tentang dirinya. Barry mengemukakan , Self esteem is a feeling of self
acceptaince and positive self image. Pengertian lain mengmukakan bahwa harga diri rendah
adalah menolak dirinya sendiri, merasa tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas
kehidupan sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita.
2.Tanda dan Gejala

Mengejek dan mengkritik diri.

Merasa bersalah dan khawatir,menghukum atau menolak diri sendiri.

Mengalami gejala fisik,missal:tekanan darah tinggi,gangguan penggunaan zat.

Menunda keputusan

Sulit bergaul

Menghindarai kesenangan yang dapat memberi rasa puas.

Menarik diri dari realitas,cemas,panik,cemburu,curiga,halusinasi.

Merusak diri:harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup.

Merusak/melukai orang lain

Perasaan tidak mampu.

Pandangan hidup yang pesimistis.

Tidak menerima pujian.

Penurunan produktivitas.

Penolakan terhadap kemampuan diri.

Kurang memperhatikan perawatan diri.

Berpakaian tidak rapi.

Berkurang selera makan

Tidak berani menatap lawan bicara.

Lebih banyak merunduk.

Bicara lambat dengan nada suara lemah.

B. Rentang Respon
Respon individu terhadap konsep diri, berfluktuasi sepanjang rentang respon
dari adaptif sampai mal adaftif.
Respon adaftif

Respon mal adaftif

Konsep diri positif


Aktualisasi diri
a

Kekacauan identitas
Harga diri
Rendah

Depersonalisasi

Respon Adaftif
Respon Adaftif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat, yang terdiri
dari :

1)

Pikiran logis

2)

Persepsi akurat

3)

Emosi konsisten

4)

Perilaku sosial

5)

Hubungan sosial

Respon Mal Adaftif


Respon Mal adaptif adalah respon yang diberikan individu dalam
menyelesaikan masalahnya yang diperoleh dari norma-norma sosial dan
kebudayaan suatu tempat yang meliputi :

1) Delusi
2) Halusinasi
3) Kerusakan proses pikir
4) Isolasi social
Karakteristik Perilaku ( Sturt and Sendeen, 1998 : 230)
1) Perasaan negatif terhadap diri sendiri
2) Menyatakan diri tidak berharga, tidak nerguna dan tidak mapu melakukan
peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
3) Menyatakan hal-hal negatif sebagaimana mestinya.
4) Menarik diri dari kehidupan sosial.
5) Kritis terhadap diri sendiri dan atau orang lain.
6) Deskriptif terhadap orang lain dan diri sendiri.
7) Pembicaraan kacau.
8) Mempersepsikan adanya ketegangan peran.
9) Mudah tersinggung dan mudah marah.
10) Produktivitas menurun.

C.Faktor Presipitasi (Pencetus)


Biasanya yang terjadi dapat pula dikaji antara lain klien timbul gejala seperti
siakp bermusuhan, tekanan, putus asa dan tidak berdaya.
D. Faktor Predisposisi
1) Penolakan orang tu
2) Harapan orang tua yang tidak beralasan

3) Kegagalan yang berulang kali


4) Kurang mempunyai tangguang jawab
5) Ketergantungan pada orang lain
6) Ideal diri yang tidak realistik
7) E.Mekanisme Koping
Jangka Pendek
1. Kegiatan yang dilakukan untuk lari

Jangka Panjang
1. Menutup Identitas :

sementara dari krisis : pemakaian obat

Terlalu cepat mengadopsi identitas yang disenangi

obatan, kerja keras, nonton TV terus

daro orang orang yang berarti, tanpa

menerus

mengindahkan hasrat, aspirasi atau potensi diri

sendiri
2. Kegiatan mengganti identitas sementara : 2. Identitas Negatif :
(ikut kelompok social, keagamaan, politik ) Asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat
3. Kegiatan yang memberi dukungan
sementara : ( kompetisi olah raga kontes
popularitas )

Mekanisme pertahanan ego yang sering


digunakan adalah : fantasi, disasosiasi, isolasi,
proyeksi, mengalihkan marah berbalik pada diri
sendiri daan orang lain

4. Kegiatan mencoba menghilangkan anti identitas sementara : (penyalahgunaan obat obat)

II.Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan


Proses keperawatan bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan dan masalah klien sehingga mutu pelayanan keperawatan optimal. Proses
keperawatan terdiri dari beberapa tahap yaitu:
1. Pengkajian
Adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan
informasi tentang penyakit klien, kebutuhan perawatan serta masalah keperawatannya
yang meliputi fisik, psiko, sosial, serta lingkungannya. Pada pengkajian ada beberapa
faktorpenting untuk diketahui diantaranya :
a. Identitas klien
b. Konsep Diri
1) Citra tubuh
Klien tidak mempermasalahkan struktur maupun bentuk tubuhnya. Klien
menyatakan dari anggota tubuhnya tidak ada yang dianggap terlalu disukai
ataupun tidak disukai.
2) Identitias diri
Klien sebagai seorang anak dan pada saat dikaji klien mengatakan dirinya seorang
laki-laki dan penampilannya sesuai dengan kodratnya
3) Peran
Pada saat dikaji klien merupakan anak ke-dua dari lima bersaudara, klien sangat
menyayangi ibunya
4) Ideal diri
Klien berharap agar cepat pulang dan dapat bekerja lagi

5) Harga diri
Pada saat dikaji klien mengatakan merasa kurang beruntung dalam hidupnya dan
merasa malu untuk merhubungan dengan orang lain sehingga klien sering
menyendiri dan melamun.
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Hubungan Sosial
Orang yang berarti bagi klien adalah ibunya, klien mengatakan tidak efektif dalam
kegiatan kelompok dalam masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain, klien selalu merasa minder dengan orang lain.
Masalah keperawatan

: Gangguan interaksi sosial : menarik diri, gangguan konsep


diri : harga diri rendah

d. Spiritual
Klien bergama Islam, selama di rumah sebelum klien mengalami gangguan jiwa klien
selalu melaksanakan ibadah shalat 5 waktu.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah

4. Status Mental
a. Penampilan
Pada saat dikaji penampilan klie tidak rapi, rambut terlihat acak-acakan, kotor dan
berketombe
Masalah keperawatan

: Defisit perawatan diri

b. Pembicaraan
Pada saat berkomunikasi klie menjawab seperlunya saja dan sesuai dengan topik
pembicaraan
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

c. Aktivitas Motorik
Pada saat dikaji klien tampak mondar-mandir, tampak malas, klien sering menyendiri
tidak mau bergaul dengan klien lain
Masalah keperawatan

: Kerusakan interaksi sosial : menarik diri

d. Alam Perasaan
Pada saat dikaji klien tampak sedih karena ingin segera pulang ke rumahnya dan klien
tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa dan klien selalu
mengatakan dia sehat
Masalah keperawatan : Gangguan alam Perasaan : sedih
e. Afek
Afek klien sesuai dengan rangsangan, klien terlihat sedih ketika mengatakan ingin
pulang
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

f. Interaksi Selama Wawancara


Pada saat berkomunikasi kontal mata kurang, klien tidak kooperatif, klien tampak
apatis, klien menjawab dengan singkat
Masalah keperawatan
g. Persepsi

: Kerusakan interaksi sosial : menarik diri

Klien mengatakan selama di rawat di rumah sakit jiwa Cisarua tidak pernah
mendengar ataupun melihat yang sebenarnya tidak nyata.
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

h. Proses Pikir
Pada saat dikajimklien berbicara sesuai topik pembicaraan dan menjawab denga
singkat
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

i. Isi pikir
Pada saat dikaji tidak mengalami gangguan isi pikir
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

j. Tingkat Kesadaran
Klien dapat mengenali tempat, waktu dan orang.
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

k. Memori
Pada saat dikaji klien dapat memngingat siapa yang membawanya ke rumah sakit
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

l. Tingkat Kosentrasi dan Berhitung


Klien mampu berkonsentrasi terhadap pertanyaan yang diajukan dan mampu
menghitung jumlah 1-10
Masalah keperawatan
m. Kemampuan Penilaian

: Tidak ada masalah

Saat dikaji klien dapat mengambil keputusan sederhana contoh klien mau gosok gigi
atau keramas, klien meilih gosok gigi
Masalah keperawatan

: Tidak ada masalah

n. Daya Tilik Diri


Klien mengingkari bahwa dirinya sakit, klien mengatakan dirinya sehat
Masalah keperawatan

: Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif

III.Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (1995) diagnosa keperawatan adalah :
Penilaian klinis tentang respon aktual/ potensial individu, keluarga/ masyarakat
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan.
>Masalah keperawatan yang sering muncul :
1) Gangguan konsep diri harga diri rendah
2) Mekanisme koping yang tidak efektif
IV.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan aktualisasi diri klien : dengan membantu menumbuhkan,
mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidakmampuan
2. Tujuan Khusus
Klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan massalaha yang
berhubungan dengan konsep diri daan membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya
secara tepat
3. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan membantu klien mengidentifikasikan penilaian tentang situasi dan

perasaan yang terkait, guna meningkatkan penilaian diri dan kemudian melakukan
perubahan perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tindakan yang
bertahap sebagai berikut :
1. Memperluas kesadaran diri; Tahap memperluas kesadaran diri
Prinsip

Rasional

Tindakan

Membina hubungan saling Sikap perawat yang

Menerima klien apa adanya

percaya

Dengarkan klien

terbuka dapat

mengurangi perasaan Dorong klien mendiskusikan pikiran dan


terancam dan

perasaannya

membantu klien

Respon yang tidak mengadili

menerima semua

Katakan bahwa klien adalah individu yang

aspek dirinya

berharga, bertanggung jawab dan dapat


menolong diri sendiri

Bekerja dengan

Tingkat kemampuan

kemampuan yang dimiliki menilai realitas dan


klien

Identitas kemampuan klien


Arahkan klien sesuai dengan kemampuan

control diri diperlukan yang dimiliki


sebagai landasan

Meyakinkan identitas klien

asuhan keperawatan

Beri dukungan untuk menurunkan panic

10. Pendekatan tanpa menuntut


11. Menerima dan mengklarifikasikan
komunikasi verbal dan non verbal
12. Cegah klien mengisolasi diri
13. Ciptakan kegiatan rutin ( ADL )
14. Buat batasan perilaku yang tidak pantas
15. Orientasikan klien ke dunia yang nyata
16. Beri pujian pada perilaku yang tepat
17. Tingkatkan kegiatan dan tugas secara
bertahap untuk menimbulkan pengalaman
positif

2. Menyelidiki diri; Membantu klien menyelidiki diri


Prinsip
Bantu klien menerima

Rasional
Dengan

Tindakan
Motivasi klien mengekspresikan emosi,

perasaan dan pikirannya

menunjukkan

keyakinan perilaku dan pikirannya

sikap menerima

Gunakan komunikasi terapeutik dan empati

perasaan dan

Catat pikiran yang logis, observasi respon

pikiran klien,

emosi

maka klien akan


melakukan hal
Menolong klien

yang sama
Keterbukaan

Tumbuhkan persepsi klien terhadap kekuatan

menjelaskan konsep

persepsi diri

dan kelemahannya

dirinya dan hubungannya adalah awal

Bantu klien menurunkan self idealnya

dengan orang lain secara untuk merubah

Bantu klien menjelaskan hubungannya dengan

terbuka

suasana sepi dan orang lain


dapat mengurangi

Menyadari dan

ansietas
Kesadaran diri

mengontrol perasaan

akan membantu dan positif dalam berhubungan

perawat

penampilan

Sadari perasaan sendiri baik perasaan negative

model perilaku
dan membatasi
efek negative
dalam
berhubungan
Empati pada klien,

dengan orang lain


Rasa empati
Gunakan respon empati dan observasi apakah

tekankan bahwa kekuatan dapat

perasaan perawat simpati atau empati

untuk berubah ada pada

menguatkan

Jelaskan bahwa klien berguna dalam

klien

pandangan klien memecahkan masalahnya


memahami

10. Libatkan keluarga dan kelompok menyelidiki

perasaan orang
lain

diri klien

11. Bantu klien mengenal konflik dan koping


maladaptive

3. Mengevaluasi diri; Mambantu klien mengevaluasi diri


Prinsip

Rasional

Tindakan

Membantu klien mengidentifikasi Setelah mengetahui bersama klien identifikasi stressor


masalahnya secara jelas

Kaji respon koping adaptif dan

masalah dengan

dan bagaimana penilaiannya

jelas alternative

Jelaskan bahwa keyakinan klien

pemecahan dapat

mempengaruhi perasaan dan

dibuat klien

perilakunya

Dengan

Bersama klien mengidentifikasi

maladaptif klien terhadap masalah mengetahui koping Keyakinan, ilusi, tujuan yang tidak
yang dihadapi

yang dipilih klien

realistic

dapat mengevaluasi Identifikasi kekuatan klien


konsekwensi

Tunjukkan konsep sukses dan gagal

positif dan negatif dalam persepsi yang cocok


Teliti sumber koping yang digunakan
klien
Uraikan pada klein bahwa respon
koping dapat dipilih dengan bebas
dan mempunyai dampak positif
maupun negative
Bersama klien mengidentifikasi
respon koping yang maladaptif
10. Komunikasi yang memfasilitasi
konfrontasi yang mendukung
11. Kalrifikasi peran

4. Membuat perencanaan yang realistik; Membantu klien membuat rencana yang


realistik
Prinsip
Bantu klien mengidentifikasi

Rasional
Jika semua

Tindakan
Jelaskan bahwa yang dapat merubah dirinya

pemecahan masalah

alternative sudah adalah klien bukan orang lain


dievaluasi,

Bantu keyakinan dan ide klien ke dalam

perubahan

kenyataan

menjadi efektif

Gunakan lingkungan membantu keyakinan

Bantu klien mengkonsep tujuan

Dengan tujuan

klien jadi konsisten


Bantu klien merumuskan tujuan

yang realistik

yang jelas dapat Bantu klien untuk menetapkan perubahan yang


merubah harapan diinginkan
yang diinginkan Anjurkan klien menggunakan pengalaman
baru untuk mengembangkan potensinya
Gunakan role model, role play, visualisasi dan
redemonstrasi yang sesuai

5. Bertanggung jawab dalam bertindak


Prinsip

Rasional

Tindakan

Mengeksplorasi koping adaptif dan Sangat penting bagi Beri kesempatan klien untuk memilih
maladaptif klien dalam

klien mengetahui

koping yang ingin digunakan dan

memecahkan masalahnya

koping yang

konsekwensinya

digunakan dalam

Bantu klien mengidentifikasi

pemecahan

keuntungan kerugian mekanisme

masalahnya baik

koping yang dipilih

yang negative

Diskusikan bila klien memilih

maupun yang poitif mekanisme koping negative berikut


konsekwensinya
Berikan dukungan positif untuk
mempertahankan kemajuannya
Untuk meningkatkan penerimaan klien secara unuk di dalam keluarga, diperlukan pendidikan
kesehatan mental yang dapat dilihat pada table berikut ini

Pendidikan kesehatan mental bagi keluarga


Tujuan
Menegaskan konsep

Kegiatan Instruksional
Diskusikan keunikan masing

keunikan anggota

masing anggota keluarga. Bantu

keluarga

klien mengidentifikasikan tingkat

Evaluasi
1. Klien dapat mengidentifikasi
fungsi keluarga

kemampuannya di antar anggota


keluarga
Uraikan karakteristik Analisa tipe dan pola hubungan
perpaduan emosi

dalam keluarga. Gunakan kertas

1. Klien menguraikan pola


hubungan dalam keluarga

dan pensil untuk menggambarkan


pola keluarga

2. Klien mengidentifikasi peran


dan perilakunya

Diskusikan

Sintesa dinamika keluarga dan

pembentukan dan

manifestasi stress pasien, akan

pelaksanaan peran

mendorong komunikasi dalam

dalam keluarga

keluarga

1. Klien menyadari kontribusi


keluarga terhadap stress
masing masing anggota

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Keperawatan Jiwa, Cetakan 1 Direktorat Jendral Pelayanan Medik,
Jakarata, 2000
Keliat Budi Anna, Skp. App. SC, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta 1999
Maslim. Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, PPDGJ III Jakarta, 2001
Stuart G. W. dan Sendeen S.J., Buku Saku Keperawatan, Jiwa Edisi 3. EGC, Jakarta, 1998

Town Send, M.C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,
EGJ, Jakarta 1998
Carpenito, Lynda, Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8 EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai