1. Pengertian
Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan yang tetap
dipertahankan dan tidak dapat dirubah secara logis oleh orang lain. Keyakinan ini berasal dari
pemikiran klien yang sudah kehilangan kontrol
Waham adalah suatu keyakinan kokoh yang salah dan tidak sesuai dengan fakta dan
keyakinan tersebut mungkin aneh (misal mata saya adalah komputer yang dapat mengontrol
dunia )atau bisa pula tidak aneh hanya sangat tidak mungkin (misal FBI mengikuti saya) dan
tetap dipertahankan bukti-bukti yang jelas untuk mengoreksinya .Waham sering ditemui pada
gangguan jiwa berat dan beberapa bentuk waham yang spesifik sering ditemukan pada
skizophrenia.Semakin akut psikosis semakin sering ditemui waham disorganisasi dan waham
tidak sistematis .
Waham (dellusi) adalah keyakinan individu yang tidak dapat divalidasi atau dibuktikan
dengan realitas. Haber (1982) keyakinan individu tersebut tidak sesuai dengan tingkat intelektual
dan latar belakang budayanya. Rawlin (1993) dan tidak dapat digoyahkan atau diubah dengan
alasan yang logis (Cook and Fontain 1987)serta keyakinan tersebut diucapkan berulang -ulang.
2. Jenis-Jenis Waham
Jenis-jenis waham antara lain,
a. Waham Kebesaran
Penderita merasa dirinya orang besar, berpangkat tinggi, orang yang pandai sekali, orang kaya.
b. Waham Berdosa
Timbul perasaan bersalah yang luar biasa dan merasakan suatu dosa yang besar. Penderita
percaya sudah selayaknya ia di hukum berat.
c. Waham Dikejar
Individu merasa dirinya senantiasa di kejar-kejar oleh orang lain atau kelompok orang yang
bermaksud berbuat jahat padanya.
d. Waham Curiga
Individu merasa selalu disindir oleh orang-orang sekitarnya. Individu curiga terhadap sekitarnya.
Biasanya individu yang mempunyai waham ini mencari-cari hubungan antara dirinya dengan
orang lain di sekitarnya, yang bermaksud menyindirnya atau menuduh hal-hal yang tidak
senonoh terhadap dirinya. Dalam bentuk yang lebih ringan, kita kenal Ideas of reference yaitu
ide atau perasaan bahwa peristiwa tertentu dan perbuatan-perbuatan tertentu dari orang lain
(senyuman, gerak-gerik tangan, nyanyian dan sebagainya) mempunyai hubungan dengan dirinya.
e. Waham Cemburu
Selalu cemburu pada orang lain.
f. Waham Somatik atau Hipokondria
Keyakinan tentang berbagai penyakit yang berada dalam tubuhnya seperti ususnya yang
membusuk, otak yang mencair.
g. Waham Keagamaan
Waham yang keyakinan dan pembicaraan selalu tentang agama.
h. Waham Nihilistik
Keyakinan bahwa dunia ini sudah hancur atau dirinya sendiri sudah meninggal.
i. Waham Pengaruh
Yaitu pikiran, emosi dan perbuatannya diawasi atau dipengaruhi oleh orang lain atau kekuatan.
3. Proses terjadinya waham (delusi)
Faktor yang mempengaruhi terjadinya waham adalah :
tidak
sehat,
misalnya
d. Waham Curiga yitu klien yakin bahwa ada orang atau kelompok orang yang sedang
mengancam dirinya.
e. Waham Nihilistik yaitu klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada lagi di dunia atau
sudah meninggal dunia.
f. Waham Sisip pikir yaitu klien yakin bahwa ada pikiran orang lain yang
disisipkan./dimasukan kedalam pikiranya.
g. Waham Siar pikir yaitu klien yakin bahwa orang lain megetahui isi pikiranya, padahal dia
tidak pernah menyatakan pikiranya kepada orang tersebut.
h. Waham Kontrol pikir yaitu klien yakin bahwa pikiranya dikontrol oleh kekuatan dari luar.
5 Tanda-tanda dan Gejala
a)
Kognitif :
b) Afektif
c)
d)
Fisik
Higiene kurang
Muka pucat
Sering menguap
BB menurun
6. Faktor predisposisi
- Genetik : diturunkan
- Neurobiologis : adanya gangguan pada konteks pre frontal dan konteks limbik
Setiap melakukan pengkajian, tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat. Isi pengkajiannya
meliputi:
i.
Identifikasi klien
Perawat yang merawat klien melakukan perkenalan dan kontrak dengan klien tentang: Nama
klien, panggilan klien, Nama perawat, tujuan, waktu pertemuan, topik pembicaraan.
ii.
Tanyakan pada keluarga / klien hal yang menyebabkan klien dan keluarga datang ke Rumah
Sakit, yang telah dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah dan perkembangan yang dicapai.
iii.
Tanyakan pada klien / keluarga, apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa pada masa lalu,
pernah melakukan, mengalami, penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan,
kekerasan dalam keluarga dan tindakan kriminal.
Dapat dilakukan pengkajian pada keluarga faktor yang mungkin mengakibatkan terjadinya
gangguan:
1) Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon psikologis dari klien.
2) Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak atau SSP, pertumbuhan dan perkembangan
individu pada prenatal, neonatus dan anak-anak.
3) Sosial Budaya
Seperti kemiskinan, konflik sosial budaya (peperangan, kerusuhan, kerawanan), kehidupan
yang terisolasi serta stress yang menumpuk.
iv.
Mengukur dan mengobservasi tanda-tanda vital: TD, nadi, suhu, pernafasan. Ukur tinggi badan
dan berat badan, kalau perlu kaji fungsi organ kalau ada keluhan.
v.
Aspek psikososial
Citra tubuh: mengenai persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian yang disukai dan tidak
disukai.
Identitas diri: status dan posisi klien sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap status dan
3) Hubungan sosial dengan orang lain yang terdekat dalam kehidupan, kelompok yang diikuti
dalam masyarakat.
4) Spiritual, mengenai nilai dan keyakinan dan kegiatan ibadah.
vi.
Status mental
Nilai penampilan klien rapi atau tidak, amati pembicaraan klien, aktivitas motorik klien, alam
perasaan klien (sedih, takut, khawatir), afek klien, interaksi selama wawancara, persepsi klien,
proses pikir, isi pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentasi dan berhitung, kemampuan
penilaian dan daya tilik diri.
vii.
1) Kemampuan makan klien, klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan.
2) Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan WC serta membersihkan dan
merapikan pakaian.
3) Mandi klien dengan cara berpakaian, observasi kebersihan tubuh klien.
4) Istirahat dan tidur klien, aktivitas di dalam dan di luar rumah.
5) Pantau penggunaan obat dan tanyakan reaksi yang dirasakan setelah minum obat.
c. Masalah psikososial dan lingkungan
Dari data keluarga atau klien mengenai masalah yang dimiliki klien.
d. Pengetahuan
Data didapatkan melalui wawancara dengan klien kemudian tiap bagian yang dimiliki klien
disimpulkan dalam masalah.
e.. Aspek medik
Terapi yang diterima oleh klien: ECT, terapi antara lain seperti terapi psikomotor, terapi tingkah
laku, terapi keluarga, terapi spiritual, terapi okupasi, terapi lingkungan. Rehabilitasi sebagai
suatu refungsionalisasi dan perkembangan klien supaya dapat melaksanakan sosialisasi secara
wajar dalam kehidupan bermasyarakat.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian atau kesimpulan yang diambil dari pengkajian
(Gabie, dikutip oleh Carpernito, 1983).
Diagnosa keperawatan adalah masalah kesehatan aktual atau potensial dan berdasarkan
pendidikan dan pengalamannya perawat mampu mengatasinya (Gordon dikutip oleh Carpernito,
1983).
Masalah keperawatan yang sering muncul yang dapat disimpulkan dari hasil pengkajian
adalah:
1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan waham.
2. Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
3.Intervensi Keperawatan
1. Dxp 1: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berubungan dengan waham.
Tujuan umum :
* Klien tidak menciderai diri, orang lain, dan lingkungan.
Tujuan khusus :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
Rasional : Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan
interaksinya.
Tindakan :
o Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalkan diri, jelaskan tujuan
interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (topik, waktu,
tempat).
o Jangan membantah dan mendukung waham klien : katakan perawat menerima
keyakinan klien "saya menerima keyakinan anda" disertai ekspresi menerima,
katakan perawat tidak mendukung disertai ekspresi ragu dan empati, tidak
membicarakan isi waham klien.
o Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi : katakan perawat akan
menemani klien dan klien berada di tempat yang aman, gunakan keterbukaan dan
kejujuran jangan tinggalkan klien sendirian.
o Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan perawatan diri.
o Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama di rumah maupun di
rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah).
o Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya waham.
o Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien dan memerlukan
waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
o Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk menggunakan wahamnya.
2.. Dxp 2: Perubahan proses pikir : waham berhubungan dengan harga diri rendah.
Tujuan umum :
Klien dapat mengenali keahliannya.
a) Klien dapat berhubungan dengan realitas.
Rasional : Menghadirkan realitas dapat membuka pikiran bahwa realita itu lebih benar dari pada
apa yang dipikirkan klien sehingga klien dapat menghilangkan waham yang ada.
Tindakan :
o Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain, tempat dan
waktu).
o Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi realitas.
o Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien.
Rasional : Dukungan dan perhatian keluarga dalam merawat klien akan mambentu proses
penyembuhan klien.
Tindakan:
o Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga tentang : gejala waham, cara
merawat klien, lingkungan keluarga dan follow up obat.
o Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Keliat, BA, 1998, Proses keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta.
Maramis W.F, 1990, Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University, Press Surabaya
Maslim Rusdi, 2001, Buku Saku Diagnosa Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III,
Jakarta.
Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 thed.). St.Louis Mosby Year
Book, 1995
http://yoedhasflyingdutchman.blogspot.com/2010/04/asuhan-keperawatan-pasien-denganwaham.html
ISOLASI SOSIAL
A. DEFINISI
1.Pengertian
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Pasien
mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan
yang berarti dengan orang lain (Purba, dkk. 2008).
Isolasi sosial adalah gangguan dalam berhubungan yang merupakan mekanisme individu
terhadap sesuatu yang mengancam dirinya dengan cara menghindari interaksi dengan
orang lain dan lingkungan (Dalami, dkk. 2009).
Isolasi soaial adalah pengalaman kesendirian seorang individu yang diterima sebagai
perlakuan dari orang lain serta sebagai kondisi yang negatif atau mengancam (Wilkinson,
2007).
B.Rentang Respon
R. Adapati
R. Maladapatif
Sosial
Kesepian
Manipulasi
Otonomi
Menarik diri
Impulsif
Kebersamaan
Ketergantungan
Narkisisme
1)
Masa Bayi
Bayi sepenuhnya tergantung pada orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologis maupun
psikologisnya. Konsistensi hubungan antara ibu dan anak, akan menghasilkan rasa aman dan rasa
percaya yang mendasar. Hal ini sangat penting karena akan mempengaruhi hubungannya dengan
lingkungan di kemudian hari. Bayi yang mengalami hambatan dalam mengembangkan rasa
percaya pada masa ini akan mengalami kesulitan untuk berhubungan dengan orang lain pada
2)
masa berikutnya.
Masa Kanak-kanak
Anak mulai mengembangkan dirinya sebagai individu yang mandiri, mulai mengenal
lingkungannya lebih luas, anak mulai membina hubungan dengan teman-temannya. Konflik
terjadi apabila tingkah lakunya dibatasi atau terlalu dikontrol, hal ini dapat membuat anak
frustasi. Kasih sayang yang tulus, aturan yang konsisten dan adanya komunikasi terbuka dalam
keluarga dapat menstimulus anak tumbuh menjadi individu yang interdependen, Orang tua harus
dapat memberikan pengarahan terhadap tingkah laku yang diadopsi dari dirinya, maupun sistem
nilai yang harus diterapkan pada anak, karena pada saat ini anak mulai masuk sekolah dimana ia
3)
harus belajar cara berhubungan, berkompetensi dan berkompromi dengan orang lain.
Masa Praremaja dan Remaja
Pada praremaja individu mengembangkan hubungan yang intim dengan teman sejenis, yang
mana hubungan ini akan mempengaruhi individu untuk mengenal dan mempelajari perbedaan
nilai-nilai yang ada di masyarakat. Selanjutnya hubungan intim dengan teman sejenis akan
berkembang menjadi hubungan intim dengan lawan jenis. Pada masa ini hubungan individu
dengan kelompok maupun teman lebih berarti daripada hubungannya dengan orang tua. Konflik
akan terjadi apabila remaja tidak dapat mempertahankan keseimbangan hubungan tersebut, yang
4)
menerima (mutuality).
5)
Masa Dewasa Tengah
Individu mulai terpisah dengan anak-anaknya, ketergantungan anak-anak terhadap dirinya
menurun. Kesempatan ini dapat digunakan individu untuk mengembangkan aktivitas baru yang
dapat meningkatkan pertumbuhan diri. Kebahagiaan akan dapat diperoleh dengan tetap
mempertahankan hubungan yang interdependen antara orang tua dengan anak.
6)
Masa Dewasa Akhir
Individu akan mengalami berbagai kehilangan baik kehilangan keadaan fisik, kehilangan orang
tua, pasangan hidup, teman, maupun pekerjaan atau peran. Dengan adanya kehilangan tersebut
ketergantungan pada orang lain akan meningkat, namun kemandirian yang masih dimiliki harus
dapat dipertahankan.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Masalah komunikasi dalam keluarga dapat menjadi kontribusi untuk mengembangkan gangguan
tingkah laku.
1) Sikap bermusuhan/hostilitas
2) Sikap mengancam, merendahkan dan menjelek-jelekkan anak
3) Selalu mengkritik, menyalahkan, anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan
4)
pendapatnya.
Kurang kehangatan, kurang memperhatikan ketertarikan pada pembicaananak, hubungan yang
kaku antara anggota keluarga, kurang tegur sapa, komunikasi kurang terbuka, terutama dalam
eksternal, meliputi:
Stressor Sosial Budaya
Stresor sosial budaya dapat memicu kesulitan dalam berhubungan, terjadinya penurunan
stabilitas keluarga seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kehilangan pasangan
pada usia tua, kesepian karena ditinggal jauh, dirawat dirumah sakit atau dipenjara. Semua ini
b.
1)
2)
3)
4)
e)
f)
E.
mental: faham, halusinasi. Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak terkendali,
berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari, tidak mampu bekerja, berhubungan sosial dan
melakukan kegiatan rutin. Mempunyai efek samping gangguan otonomi (hypotensi)
antikolinergik/parasimpatik, mulut kering, kesulitan dalam miksi, hidung tersumbat, mata kabur,
tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung. Gangguan ekstra pyramidal (distonia
akut, akathsia sindrom parkinson). Gangguan endoktrin (amenorhe). Metabolic (Soundiee).
Hematologik, agranulosis. Biasanya untuk pemakaian jangka panjang. Kontraindikasi terhadap
penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
b. Haloperidol (HLP)
Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi mental serta dalam fungsi
kehidupan sehari-hari. Memiliki efek samping seperti gangguan miksi dan parasimpatik, defeksi,
hidung tersumbat mata kabur , tekanan infra meninggi, gangguan irama jantung. Kontraindikasi
c.
terhadap penyakit hati, penyakit darah, epilepsy, kelainan jantung (Andrey, 2010).
Trihexyphenidil (THP)
Segala jenis penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson
akibat obat misalnya reserpina dan fenotiazine. Memiliki efek samping diantaranya mulut kering,
penglihatan kabur, pusing, mual, muntah, bingung, agitasi, konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal,
retensi urine. Kontraindikasi terhadap hypersensitive Trihexyphenidil (THP), glaukoma sudut
a.
mandi.
4) Ganti pakaian, yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keperluan berganti pakaian.
5)
Makan dan minum, yaitu tingkah laku yang dilakukan pada waktu, sedang dan setelah
6)
diri, baik yang berhubungan dengan kebersihan pakaian, badan, rambut, kuku dan lain-lain.
7) Menjaga keselamatan diri, yaitu sejauhmana pasien mengerti dan dapat menjaga
keselamatan dirinya sendiri, seperti, tidak menggunakan/menaruh benda tajam sembarangan,
8)
tidak merokok sambil tiduran, memanjat ditempat yang berbahaya tanpa tujuan yang positif.
Pergi tidur, yaitu perbuatan yang mengiringi seorang pasien untuk pergi tidur. Pada pasien
gangguan jiwa tingkah laku pergi tidur ini perlu diperhatikan karena sering merupakan gejala
b.
sebagainya.
Kontak sosial terhadap petugas, yaitu tingkah laku pasien untuk melakukan hubungan
sosial dengan petugas seperti tegur sapa, menjawab pertanyaan waktu ditanya, bertanya jika
7)
Menjaga kebersihan lingkungan, yaitu tingkah laku pasien yang bersifat mengendalikan
diri untuk tidak mengotori lingkungannya, seperti tidak meludah sembarangan, tidak
membuang puntung rokok sembarangan dan sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN
II.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor presipitasi, penilaian
stressor , suberkoping yang dimiliki klien. Setiap melakukan pengajian ,tulis tempat klien
dirawat dan tanggal dirawat isi pengkajian meliputi :
1. Identitas klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan, agama, tangggal MRS ,
informan, tangggal pengkajian, No Rumah klien dan alamat klien.
2. Keluhan utama
Keluhan biasanya berupa menyediri (menghindar dari orang lain) komunikasi kurang atau tidak
ada , berdiam diri dikamar ,menolak interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan
sehari hari , dependen.
3. Factor predisposisi
kehilangan , perpisahan , penolakan orang tua ,harapan orang tua yang tidak realistis ,kegagalan /
frustasi
berulang
tekanan
dari
kelompok
sebaya;
perubahan
struktur
sosial.
Terjadi trauma yang tiba tiba misalnya harus dioperasi , kecelakaan dicerai suami , putus
sekolah ,PHK, perasaan malu karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan , tituduh kkn,
dipenjara tiba tiba) perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif
terhadap diri sendiri yang berlangsung lama.
4. Aspek fisik/biologis
Hasil pengukuran tada vital (TD, Nadi, suhu, Pernapasan , TB, BB) dan keluhafisik yang dialami
oleh klien.
5. Aspek Psikososial
a. Genogram yang menggambarkan tiga generasi
b. Konsep diri
1)
Citra tubuh
Menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah atau tidak menerima
perubahan tubuh yang telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan perubahan
tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi dengan bagia tubuh yang hilang ,
2)
Ketidak pastian memandang diri , sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu
mengambil keputusan .
3)
Peran
Berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan penyakit , proses menua , putus
4)
sekolah, PHK.
Ideal diri
Mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya : mengungkapkan keinginan yang
5)
terlalu tinggi
Harga diri
Perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah terhadap diri sendiri , gangguan
hubungan sosial , merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya diri.
6)
orang lain terdekat dalam kehidupan, kelempok yang diikuti dalam masyarakat.
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan untuk ibadah ( spritual)
Status mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang dapat memulai
pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu berhubungan dengan orang lain ,
7)
8)
hidup.
Aspek medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
therapy okopasional, TAK , dan rehabilitas.
Kriteria evaluasi
Setelah ... x pertemuan,
pasien mampu :
Membina hubungan
Intervensi
SP 1
Identifikasi penyebab
Siapa yang satu
Psikomotor,
isolasi sosial
Berinteraksi
saling percaya
Menyaadari
dengan orang
penyebab isolasi
lain
sosial, keuntungan
dan kerugian
berinteraksi dengan
orang lain
Melakukan interaksi
rumah dengan
pasien
Siapa yang dekat
dengan pasien
Siapa yang tidak
orang lain
Tanyakan apa yang
menyebabkan pasien
tidak ingin
berinteraksi dengan
orang lain
Diskusikan
keuntungan bila
pasien memiliki
banyak teman dan
bergaul akrab
dengan mereka
Diskusikan kerugian
bila pasien hanya
mengurung diri dan
tidak bergaul dengan
orang lain
Jelaskan pengaruh
isolasi sosial
terhadap kesehatan
fisik pasien .
Latih berkenalan :
Jelaskan kepada
klien cara
berinteaksi dengan
orang lain
Berikan contoh cara
berinteraksi dengan
orang lain
Beri kesempatan
pasien
mempraktekan cara
berinteraksi dengan
orang lain yang
dilakukan dihadapan
perawat
Mulailah bantu
pasien berinteraksi
dengan satu orang
teman / anggota
keluarga
Bila pasien sudah
menunjukan
kemajuan,
tingkatkan jumlah
interaksi dengan 2,
3, 4 orang dan
seterusnya
Beri pujian untuk
setiap kemajuan
pasien
Siap mendengarkan
ekspresi perasaan
pasien setelah
berinteraksi dengan
orang lain, mungkin
pasien akan
mengungkapkan
keberhasilan atau
kegagalannya, beri
dorongan terus
menerus agar pasien
tetap semangat
meningkatkan
interaksinya
Masukan jadwal
kegiatan pasien
SP 2
Evaluasi kegiatan
yang lalu ( SP 1)
Latih berhubungan
dengan sosial secara
bertahap
Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
SP 3
Evaluasi kegiatan
yang lalu ( SP 2 )
Latih cara
berkenalan dengan 2
orang atau lebih
Masukan dalam
jadwal kegiatan
pasien
Keluarga mampu
Setelah . . . x pertemuan,
merawat pasien
tentang :
Masalah isolasi sosial
dirumah
SP 1
Identifikasi masalah
yang dihadapi dalam
merawat pasien
Penjelasan isolasi
pasien
Penyebab isolasi
sosial
Cara merawat pasien
sosial
Sikap keluarga untuk
isolasi sosial
Latih ( simulasi )
RTL kelaurga /
membantu pasien
mengatasiisolasi
jadwal keluarga
sosialnya
Pengobatan yang
untuk merawat
pasien
berkelanjutan dan
Evaluasi
kemampuan SP 1\
Latih ( langsung ke
pasien )
RTL keluarga /
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien
SP 3
Evaluasi
kemampuan SP 1
Latih ( langsung ke
pasien )
RTL keluarga /
jadwal keluarga
untuk merawat
pasien
SP 4
Evaluasi
kemampuaan
keluarga
Evaluasi
kemampuan pasien
Rencana tindak
lanjut keluarga
Follow
up
V.DAFTAR PUSTAKA
rujukan
Direja, A .2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Nuha medika : Yogyakarta
Kusumawati, farida, 2010.Buku Ajar Keperawatan Jiwa, Salemba Medika : Jakarta
Yosep, iyus. 2009. Keperawatan jiwa , Refrika Aditama : Bandung
Dalami,Ermawati. 2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Cv.Trans info
Media: Jakarta
a)
b)
c)
d)
e)
Interaksi kurang
Kegiatan kurang
Tidak mampu berperilaku sesuai norma
Cara makan tidak teratur
BAK dan BAB di sembarang tempat, gosok gigi dan mandi tidak mampu mandiri.
Adaptif
Maladaptif
Tidak Melakukan
Seimbang
Kadang Tidak
Ket :
Pola perawatan diri seimbang, saat klien mendapatkan stressor dan mampu berperilaku
adaptif, maka pola perawatan yang dilakukan klien seimbang, klien masih melakukan
perawatan diri.
Kadang perawatan diri kadang tidak, saat klien mendapatkan stressor kadang klien tidak
C.Faktor Predisposisi
Menurut Tarwoto dan Wartonah, (2000) Penyebab kurang perawatan diri adalah sebagai beriku:
1.
Kelelahan fisik
2.
Penurunan kesadaran
Menurut Dep Kes (2000: 20), penyebab kurang perawatan diri adalah :
1.
Faktor prediposisi
a) Perkembangan :Keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien sehingga
perkembangan inisiatif terganggu.
b) Biologis: Penyakit kronis yang menyebabkan klien tidak mampu melakukan perawatan
diri.
c) Kemampuan realitas turun :Klien dengan gangguan jiwa dengan kemampuan realitas
yang kurang menyebabkan ketidakpedulian dirinya dan lingkungan termasuk perawatan
diri.
d) Sosial: Kurang dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri lingkungannya. Situasi
lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri.
D.Faktor Pretisipitasi
Yang merupakan faktor presiptasi deficit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognisi atau perceptual, cemas, lelah/lemah yang dialami individu
sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Menurut Depkes (2000: 59) Faktor faktor yang mempengaruhi personal hygiene
adalah:
a) Body Image
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri misalnya
dengan adanya perubahan fisik sehingga individu tidak peduli dengan kebersihan
dirinya.
b) Praktik Sosial
Pada anak anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan akan
terjadi perubahan pola personal hygiene.
c) Status Sosial Ekonomi
Personal hygiene memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi,
shampo, alat mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.
d) Pengetahuan
Pengetahuan personal hygiene sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita diabetes mellitus ia harus
menjaga kebersihan kakinya.
e) Budaya
Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu tidak boleh dimandikan.
f) Kebiasaan seseorang
Ada kebiasaan orang yang menggunakan produk tertentu dalam perawatan diri seperti
g)
Dampak fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya kebersihan
perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah : Gangguan integritas kulit,
gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan telinga dan gangguan fisik pada kuku.
Dampak psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa
nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan gangguan
interaksi sosial.
Data yang biasa ditemukan dalam deficit perawatan diri adalah:
1.
Data subyektif
Gunakan
kreatifitas
utuk
mengekspresikan
stress
interpersonalseerti
kesenian,musik,tulisan.
F.MEKANISME KOPING
1. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian anti social
. Poyeksi
. Pemisahan
. Merendahkan orang lain
2. Koping yang berhubungan dengan gangguan kepribadian border line
. Pemisahan
. Reaksi formasi
. Proyeksi
. Isolasi
. Idealisasi orang lain
. Merendahkan orang lain
II.Masalah Kperawatan dan Data Fokus Pengkajian
LANGKAH-LANGKAH PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Fraktor predisposisi
a. Faktor tumbuh kembang
Pada masa tumbuh kembang individu mempunyai tugas perkembsangan yang
harus dipenuhi, setiap tahap perkembangan mempunyai spesifikasi tersendiri
2.
Bermusuhan.
3.
4.
Paranoia
b. Tingkah laku yang berhubungan dengan dependen
1. Ekpresi perasaan tidak langsung dengan tujuan.
2. Kurang asertif
3. mengisolasi diri dalam hubungan sosial
4. Harga diri rendah
5. Sangat tergantung dengan orang lain.
c. Tingkah laku yang berhubungan dengan kepribadian anti sosial.
1. Hubungan interpersonal yang dangkal
2. Rendahnya motifasi untuk berubah
3. Berusaha untuk tampil menarik.
d. Tingkah laku yang berhubungan dengan borderline.
1. Hubungan dengan orang lain sangat stabil
2. Percobaan bunuhdiri yang manipulatif
3. Susunan hati yang negatif (depresif)
4. Prestasi yang rendah
5. Abivalensi dalam hubungan dengan orang lain
6. Tidak tahan dengan sendirian
e. Tingkah laku yang berhubungan dengan menarik diri
1. Kurang spontan
2. Apatis, ekpresi wajah kurang berseri
3. Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan dirinya
4. Tidak mau komonikasi verbal
5. Mengisolasi diri
6. Kurang sadar dengan lingkungan sekitar
7. Kebutuhan fisiologis terganggu
8. Aktivitas menurun
Kriteria evaluasi
Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri seperti mandi pakai sabun dan disiram pakai
air sampai bersih, mengganti pakaian bersih seharihari, dan merapikan penampilan.
Intervensi
a. Motivasi klien untuk mandi.
b. Beri kesempatan untuk mandi, beri kesempatan klien untuk mendemonstrasikan cara
memelihara kebersihan diri yang benar.
c. Anjurkan klien untuk mengganti baju setiap hari.
d. Kaji keinginan klien untuk memotong kuku dan merapikan rambut.
e. Kolaborasi dengan perawat ruangan untuk pengelolaan fasilitas perawatan kebersihan diri,
seperti mandi dan kebersihan kamar mandi.
f. Bekerjasama dengan keluarga untuk mengadakan fasilitas kebersihan diri seperti odol, sikat
gigi, shampoo, pakaian ganti, handuk dan sandal.
TUK IV : Klien dapat melakukan kebersihan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Setelah satu minggu klien dapat melakukan perawatan kebersihan diri secara rutin dan teratur
tanpa anjuran, seperti mandi pagi dan sore, ganti baju setiap hari, penampilan bersih dan rapi.
Intervensi
Monitor klien dalam melakukan kebersihan diri secara teratur, ingatkan untuk mencuci rambut,
menyisir, gosok gigi, ganti baju dan pakai sandal.
TUK V : Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
Kriteria evaluasi
Klien selalu tampak bersih dan rapi.
Intervensi
Beri reinforcement positif jika berhasil melakukan kebersihan diri.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Depkes. 2000. Standar Pedoman Perawatan jiwa.
Kaplan Sadoch. 1998. Sinopsis Psikiatri. Edisi 7. Jakarta : EGC
Keliat. B.A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut (Purba
dkk, 2008).
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri, maupun orang lain (Yoseph, 2007).
Ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi mengakibatkan seseorang stress berat, membuat
orang marah bahkan kehilangan kontrol kesadaran diri, misalkan: memaki-maki orang
disekitarnya, membanting-banting barang, menciderai diri dan orang lain, bahkan membakar
rumah.
2.TANDA DAN GEJALA
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan adalah sebagai berikut:
1. Fisik
a.
b.
c.
Tangan mengepal
d.
Rahang mengatup
e.
f.
Jalan mondar-mandir
2. Verbal
a.
Bicara kasar
b.
c.
d.
e.
Suara keras
f.
Ketus
3. Perilaku
a.
b.
c.
d.
Merusak lingkungan
e.
Amuk/agresif
4. Emosi
Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman, rasa terganggu, dendam dan jengkel, tidak berdaya,
bermusuhan, mengamuk, ingin berkelahi, menyalahkan dan menuntut.
5. Intelektual
Mendominasi, cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.
6. Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, menyinggung perasaan
orang lain, tidak perduli dan kasar.
7. Sosial
Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.
8. Perhatian
Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.
3.PROSES MARAH
Stress, cemas, marah merupakan bagian kehidupan sehari-hari yang harus dihadapi oleh
setiap individu. Stress dapat menyebabkan kecemasan yang menimbulkan perasaan tidak
menyenangkan dan terancam. Kecemasan dapat menimbulkan kemarahan. Berikut ini
digambarkan proses kemarahan :(Beck, Rawlins, Williams, 1986, dalam Keliat, 1996)
Melihat gambar di atas bahwa respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui 3 cara
yaitu : Mengungkapkan secara verbal, menekan, dan menantang. Dari ketiga cara ini cara
yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara yang lain adalah destruktif.
Dengan melarikan diri atau menantang akan menimbulkan rasa bermusuhan, dan bila
cara ini dipakai terus menerus, maka kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri dan
lingkungan dan akan tampak sebagai depresi dan psikomatik atau agresif dan ngamuk.
Pathway/ Patoflowdiagram
B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori biologik,
teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk,
2008) adalah:
a. Teori Biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh terhadap perilaku:
Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif: sistem limbik, lobus
frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem informasi, ekspresi,
perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada sistem ini maka akan meningkatkan atau
menurunkan potensial perilaku kekerasan.
Biokimia
Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara perilaku agresif dengan genetik
karyotype XYY.
Gangguan Otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi perilaku agresif dan tindak kekerasan.
Tumor otak, khususnya yang menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus
temporal, terbukti berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b.
Teori Psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan kepuasan dan rasa aman
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan
memberikan arti dalam kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan
pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
Teori Pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka, biasanya orang tua mereka
sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh,
atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi ideal
tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan
yang dialaminya, mereka mulai meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang
dianiaya ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak mereka
dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c.
Teori Sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan struktur sosial terhadap perilaku
agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara
untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan,
apabila individu menyadari bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai /padat dan lingkungan yang ribut dapat berisiko untuk
perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup
individu.
C. Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan dengan (Yosep,
2009):
a.
Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas seperti dalam
sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan sebagainya.
b.
c.
Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.
Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak membiasakan
dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan kekerasan dalam menyelesaikan
konflik.
d.
Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan dirinya sebagai
seorang yang dewasa.
e.
Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan alkoholisme dan
tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa frustasi.
f.
D.
Assertif adalah mengungkapkan marah tanpa menyakiti, melukai perasaan orang lain, atau
menimbulkan kemarahan.
Pasif adalah respons dimana individu tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.
Agresif merupakan perilaku yang menyertai marah namun masih dapat dikontrol oleh
individu. Orang agresif biasanya tidak mau mengetahui hak orang lain.
Mengamuk adalah rasa marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri.
Pada keadaan ini individu dapat merusak dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
E.
MEKANISME KOPING
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,
termasuk upaya penyelesaian masalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan
untuk melindungi diri. (Stuart dan Sundeen, 1998).
Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya ancaman.
Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah untuk melindungi diri antara lain :
(Maramis, 1998)
Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya di mata masyarakat
untuk suatu dorongan yang mengalami hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya
seseorang yang sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain seperti
meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya, tujuannya adalah untuk
mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak
baik. Misalnya seseorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan
seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut mencoba
merayu, mencumbunya.
Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk ke alam sadar.
Misalnya seseorang anak yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya.
Akan tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil bahwa membenci
orang tua merupakan hal yang tidak baik dan dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan
benci itu ditekannya dan akhirnya ia dapat melupakannya.
F.
PENATALAKSANAAN
Yang diberikan pada klien yang mengalami gangguan jiwa amuk ada 2 yaitu:
1.
Medis
a.
b.
c.
d.
ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkan klien bila mengarah pada keadaan
amuk.
2.
Penatalaksanaan keperawatan
a.
Psikoterapeutik
b.
Lingkungan terapieutik
c.
d.
Pendidikan kesehatan
II.
Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap
pengkajian terdiri dari pengumpulan data, klasifikasi data, analisa data, dan perumusan masalah
atau kebutuhan klien atau diagnosa keperawatan.
Pengumpulan data
Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual.
Aspek biologis
Respons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi
epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar,
pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya
kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks
cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.
Aspek emosional
Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam,
ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.
Aspek intelektual
Sebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca
indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses
intelektual
sebagai
suatu
pengalaman.
Perawat
perlu
mengkaji
cara
klien
marah,
Aspek social
Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering
merangsang kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik
tingkah laku yang lain sehingga orang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata
kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri,
menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturan.
Aspek spiritual
Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan
dengan amoral dan rasa tidak berdosa.
Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara
komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat
dapat dilukiskan sebagai berikut :
Aspek fisik: terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat,
Data yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif
dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan
keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan
data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau
pemeriksaan langsung oleh perawat.
Analisa data
Dengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi
klien dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek
dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.
III.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual dan potensial dari
individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan sebagai proses kehidupan
(Carpenito, 2000). Adapun kemungkinan diagnosa keperawatan pada klien marah dengan
masalah utama perilaku kekerasan adalah sebagai berikut :
Risiko mencederai diri sendiri, orang lain, lingkungan berhubungan dengan perilaku
kekerasan.
PERENCANAAN
TUJUAN
KRITERIA
EVALUASI
INTERVENSI
RASIONAL
TUM :
Klien tidak
melakukan
kekerasan
TUK :
Membina
hubungan
saling
percaya
TUK :
Klien tidak
menciderai
sendiri dan
orang lain
juga
lingkunganny
Setelah 2x
pertemuan klien
dapat
menunjukkan
ekspresi wajah
bersahabat,menu
njukkan rasa
senang dan mau
mengungkapkan
perasaannya
masalah yang
dihadapi
Setelah diadakan
perawatan klien
tidak melakukan
kekerasan
1.1.1
Bina
hubung
an
saling
percaya
panggil
klien
dengan
nama yang
disukai.
- Tanyakan
apa yang
diinginkan
klien
dengan
tidak
menunjukk
an sesuatu
yang tidak
mungkin
dipenuhi
1.1.2 Bantu
klien
mengun
gkapka
n rasa
cemas
,setelah tenang
ngobrol dengan
perawat
-
atau
tegang
yang
dirasaka
n
dengarkan
ungkapan
rasa cemas
atau tegang
yang dirasa
klien
beri respon
atas
ungkapan
msalah
cemas atau
tegang
2.1.1
Amank
an
pasien
dengan
lingkun
gan
siapkan
ruang yang
akan
dipakai
oleh klien
untuk
perawatan
pindahkan
alat yang
membahay
akan
pasien dan
lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Dadang Hawari, 2001, Pendekatan Holistik Pada Gangguan Jiwa Schizofrenia, FKUI; Jakarta.
Depkes RI, 1996, Direktorat Jendral Pelayanan Medik Direktorat Pelayanan Keperawatan, 2000,
Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan, Jakarta.
Depkes RI, 1996, Proses Keperawatan Jiwa, jilid I.
Keliat Budi Anna, dkk, 1998, Pusat Keperawatan Kesehatan Jiwa, penerbit buku kedokteran EGC :
Jakarta.
Keliat Budi Anna, 1996, Marah Akibat Penyakit yang Diderita, penerbit buku kedokteran EGC ; Jakarta.
I.
A.
Definisi
1.PENGERTIAN
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme koping yang digunakan
dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan adalah kegagalan
untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan terisolasi, dapat terjadi
karena kehilangan hubungan interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti, perasaan
marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman pada diri sendiri, cara untuk
mengakhiri keputusasaan (Stuart, 2006).
2.TANDA DAN GEJALA
memiliki riwayat penyakit mental
pengobatan
berbicara lamban, keletihan,
b.
c.
d.
Impulsif.
e.
f.
Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit kronis atau terminal).
k.
Pengangguaran (tidak bekerja, kehilangan pekerjaan, atau mengalami kegagalan dalam
karier).
l.
m.
n.
Pekerjaan.
o.
Konflik interpersonal.
p.
q.
Orientasi seksual.
r.
Sumber-sumber personal.
s.
Sumber-sumber social.
t.
3.
KLASIFIKASI
Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan
secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan
secara non verbal.
Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu
yang dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang
yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat
pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
Respon adaptif
peningkatan pengambilan
perilaku
respon maladaptif
pencederaan bunuh diri
diri
destruktif-
diri
resiko yang
C.
langsung
Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku resiko bunuh diri
meliputi:
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam
perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, impulsif, dan depresi.
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor resiko untuk perilaku
resiko bunuh diri
Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku resiko bunuh
diri.
D.FAKTOR PRETISIPASI
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadia yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.
E. MEKANISME KOPING
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi.
II.MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA FOKUS PENGKAJIAN
a.
Pengkajian
Petunjuk gejala
o Keputusasaan.
o Celaan terhadap diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berharga alam perasaan depresi.
o Agitasi dan gelisah
o Insomnia yang menetap
o Penurunan berat badan
o Berbicara lamban, keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial
-
Penyakit psikratrik
Riwayat Psikososial
Faktor-faktor kepribadian
Riwayat keluarga
Kriteria hasil:
Pasien tidak akan membahayakan dirinya sendiri secara fisik
Tujuan
pasien tidak melakukan
Intervensi
pindahkan benda yang
Rasional
prioritaskan tertinggi
membahayakan
dirinya
aman
identifikasi kekuatan pasien
pada pasien
perilaku bunuh diri
sendiri
dijadikan sebagai salah satu
pasien akan
dilakukannya
bantu pasien mengenal
mekanisme koping
mengimplementasikan respons
adaptif
koping
meningkatkan mekanisme
koping pasien
berkomunikasi secara
bermanfaat
depresi, mencetuskan
tingkatkan hubungan
perilaku destruktif-diri
meningkatkan kepercayaan
perilaku destruktif-diri
pemahaman dan peran serta
menjelaskan rencana
dalam perencanaan
asuhan
pelayanan kesehatan
meningkatkan kepatuhan
pemahaman dalam proses
kebutuhan pelayanan
diidentifikasi, kebutuhan
mendukung proses
asuhan keperawatan,
penyembuhan
DAFTAR PUSTAKA
Stuart, G. W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, I. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
HALUSINASI
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Gangguan orientasi realitas adalah ketidakmampuan klien menilai dan berespons
pada realitas. Klien tidak dapat membedakan rangsang internal dan eksternal, tidak dapat
membedakan lamunan dan kenyataan. Klien tidak mampu memberi respons secara
akurat, sehingga tampak perilaku yang sukar dimengerti dan mungkin menakutkn (Stuart
dan Sundeen, 1995)
Halusinasi adalah gangguan persepsi pada indera tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu
baik (Tim Direktorat Kesehatan Jiwa, 1996 : 123)
Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah yang mungkin meliputi salah satu
dari kelima pancaindra (Townsend, 1998)
2. Tanda dan Gejala
ansietas, misalnya;
RESPON ADAPTIF
- Pikiran logis
- Persepsi akurat
- Emosi konsisten
dengan pengalaman
- Perilaku sesuai
dengan hubungan
sosial
RESPON MALADAPTIF
- Pikiran kadang
menyimpang
- Ilusi
- Reaksi emosi
berlebihan atau kurang
- Perilaku ganjil atau tak
lazim menarik diri
- Gangguan proses
pikir
- Halusinasi
- Ketidakmampuan
untuk mengalami
emosi
- Ketidakteraturan
isolasi sosial.
Jika perawat menemukan respon mal adaptif, maka rencana tindakan perawat adalah
membantu kliem mengembangkan prilaku adaptif.
a. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma sosial dan
kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat. Respon adaptifnya meliputi :
1) Pikiran logis, yaitu proses berfikir yang normal, mengandung arus idea, simbol
dan asosiasi yang terarah.
2) Persepsi akurat, yaitu apa yang ditangkap oleh panca indera dan di artikan oleh
individu dengan benar.
3) Emosi konsisten, yaitu pearasaan yang normal karena kehidupan sehari-hari
4) Prilaku sosial
5) Hubungan sosial
b. Awal Rentang respon Maladaptif
Awal rentang respon mal adaptif, meliputi :
1) Pikiran kadang menyimpang, yaitu terhentinya arus pikir atau pembicaraaan
secara mendadak, dapat di jumpai pada halusinasi.
2) Ilusi, yaitu penafsiran yang keliru mengenai suatu pengalaman yang sungguh
terjadi.
3) Reaksi emosional yang berlebihan atau kurang, yaitu suatu keadaan (state) dari
organisme atau individu pada suatu waktu secara berlebihan atau kurang.
4) Perilaku ganjil tak lazim
5) Menarik diri, yaitu menghindarkan diri dari situasi konflik yang
bisa
Stuart
(2007),
faktor
penyebab
terjadinya
halusinasi
adalah:
1. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
a.
b.
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan
otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan
limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas
adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.
3. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik
sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
D.FAKTOR PRETISIPITASI
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1)Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta
abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2)Stress lingkungan
Secara biologis menetapkan ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi dengan stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku
3)Pemicu gejala
Pemicu merupakan prekursor dan stimulus yang sering menimbulkan episode baru suatu
penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologik yang maladaptif
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap dan perilaku individu. Seperti konsep harga
diri rendah, kurang rasa percaya diri dan kehilangan motivasi untuk menggunakan ketrampilan.
6. Mekanisme Koping
Klien sering menyendiri, diam tidak mau mengungkapkan perasaannya kepada orang
lain, sulit untuk memulai pembicaraan, proyeksi merupakan koping yang umum dan biasa
digunakan untuk mengurangi cemas.
Sumber koping :
a. Kepercayaan
b.
2) Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respon neurobiologik yang mal adaptif
belum didukung oleh penelitian. Sayangnya, teori psikologi terdahulu
menyalahkan keluarga sebagai penyebab gangguan ini, sehingga menimbulkan
kurangnya rasa percaya keluarga terhadap tenaga kesehatan jiwa profesional.
3) Sosial budaya
Stress yang menumpuk dapat menunjang terhadap gangguan skizoprenia dan
gangguan psikotik lain, tetapi tidak diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
d. Faktor presipitasi (pencetus)
1) Biologis
Stressor biologis yang berhubungan dengan respon neurobiologik yang maladaptif
termasuk : gangguan dalam putaran umpan balik otak yang mengatur proses
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang
mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi rangsangan
2) Stress lingkungan
individu. Seperti konsep harga diri rendah, kurang rasa percaya diri dan
kehilangan motivasi untuk menggunakan ketrampilan.
E.MEKANISME KOPING
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungI diri sendiri dari pengalaman yang
menakutkan berhubungan dengan respon neurobiologik, termasuk :
-
2) Sistem kardiovaskuler
Tekanan darah bisa meningkat atau normal, nadi bisa cepat atau normal. Hal ini
disebabkan karena klien merasa cemas, gelisah ataupun ketakutan.
3) Sistem Respirasi
frekuensi pernapasan bisa cepat, terengah-engah. Hal ini sebagai akibat dari rasa
takut, cemas, gelisah, dan adanya suatu ancaman.
4) Sistem Gastro Intestinal
Terdapat penurunan napsu makan karena klien asyik dengan dunia pikirannya
sendiri atau adanya rasa cemas, katakutan sehingga klien mengalami penurunan
nafsu makan.
5) Sistem Urogenital
Biasanya pola buang air kecil tidak mengalami gangguan.
6) Sistem Persyarafan
Ada kemungkinan untuk terjadi gejala ekstramidal, seperti tremor sebagai akibat
dari efek samping pemberian obat anti psikotik.
7) Sistem haemopoitik
Pada pemeriksaan
tergantung dari intake dan variasi makanan yang di makan. Begitu juga dengan
Pemeriksaan HB.
8) Sistem MuskuloSkeletal
Biasanya pada pemeriksaan anggota gerak dalam keadaan normal
9) Sistem Endokrin
pendengaran, penglihatan,
III.Diagnosa Keperawatan
Kemampuan perawat yan di perlukan dalam
kemampuan pengambilan keputusan yang logis, pengetahuan tentang batasan adaptif atau
ukuran normal, kemampuan memberi justifikasi atau pembenaran, kepekaan sosial
budaya (Stuart Dan Sundeen, 1995).
Keliat (1998), dalam kasus Gangguan Orientasi Realitas masalah keperawatan yang
di temukan pada tahap pengkajian adalah :
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi (uraikan jenis halusinasinya)
b. Perubahan proses pikir : waham (uraikan jenis wahamnya)
c. Kerusakan komunikasi verbal
d. Kerusakan interaksi sosial
e. Isolasi sosial : menarik diri
f. Prilaku kekerasan
g. Resiko mencederai/membahayakan : diri/orang lain atau lingkungan.
h. Gangguan konsep diri : harga diri rendah
Diagnosa keperawatan :
a. Perubahan sensori persepsi : halusinasi pendengaran berhubungan
menarik diri
IV.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
dengan
Tujuan
Pasien mampu :
Mengenali halusinasi yang dialaminya
Mengontrol halusinasinya
Mengikuti program pengobatan
Keluarga mampu :
Merawat pasien di rumah dan menjadi sistem pendukung yang efektif untuk pasien.
Kriteria Evaluasi
Setelah .x pertemuan, pasien dapat menyebutkan :
Isi, waktu, frekuensi, situasi pencetus, perasaan.
Mampu memperagakan cara dalam mengontrol halusinasi
DAFTAR PUSTAKA
Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa
Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
HARGA DIRI RENDAH
I. KASUS
A.DEFINISI
1.Pengertian
Harga diri rendah adalah perasaan tidak berharga,tidak berarti dan rendah diri yang
berkepanjangan akibat evaluasi yang negative terhadap diri sendiri atau kemampuan diri dan
adanya perasaan hilang kepercayaan diri,merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan
sesuai ideal diri (Keliat, 1998).Harga diri seseorang umumnya diperoleh dari diri sendiri dan
orang lain.Gangguan harga diri rendah akan terjadi jika kehilangan kasih sayang,perlakuan orang
lainyang mengancam dan hubungan interpersonal yang buruk. Tingkat harga diri seseorang
berada dalam rentang tinggi sampai rendah. Individu yang memiliki harga diri tinggi menghadapi
lingkungan secara aktif dan mampu beradaptasi secara efektif untuk berubah secara cendrung
merasa aman. Individu yang memiliki harga diri rendah melihat lingkungan dengan cara negatif
dan menganggap sebagai ancaman.
Barbara kozier berpendapat : level of self esteem range from hight to low. A person who
has hight self esteem deals actively with the environment,adapts effectively to change,and feels
secure. A person with low selfesteem sees the environment as negative and thereatening.(Driever
dalam Barbara Kozier,2003:845)
Menurut Patricia D. Barry dalam Mental Health and Mental Illnes (2003 ) , Harga Diri
Rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima lingkungan dan gambarangambaran negative tentang dirinya. Barry mengemukakan , Self esteem is a feeling of self
acceptaince and positive self image. Pengertian lain mengmukakan bahwa harga diri rendah
adalah menolak dirinya sendiri, merasa tidak berharga dan tidak dapat bertanggung jawab atas
kehidupan sendiri. Individu gagal menyesuaikan tingkah laku dan cita-cita.
2.Tanda dan Gejala
Menunda keputusan
Sulit bergaul
Penurunan produktivitas.
B. Rentang Respon
Respon individu terhadap konsep diri, berfluktuasi sepanjang rentang respon
dari adaptif sampai mal adaftif.
Respon adaftif
Kekacauan identitas
Harga diri
Rendah
Depersonalisasi
Respon Adaftif
Respon Adaftif adalah respon yang masih dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan kebudayaan secara umum yang berlaku di masyarakat, yang terdiri
dari :
1)
Pikiran logis
2)
Persepsi akurat
3)
Emosi konsisten
4)
Perilaku sosial
5)
Hubungan sosial
1) Delusi
2) Halusinasi
3) Kerusakan proses pikir
4) Isolasi social
Karakteristik Perilaku ( Sturt and Sendeen, 1998 : 230)
1) Perasaan negatif terhadap diri sendiri
2) Menyatakan diri tidak berharga, tidak nerguna dan tidak mapu melakukan
peran dan fungsi sebagaimana mestinya.
3) Menyatakan hal-hal negatif sebagaimana mestinya.
4) Menarik diri dari kehidupan sosial.
5) Kritis terhadap diri sendiri dan atau orang lain.
6) Deskriptif terhadap orang lain dan diri sendiri.
7) Pembicaraan kacau.
8) Mempersepsikan adanya ketegangan peran.
9) Mudah tersinggung dan mudah marah.
10) Produktivitas menurun.
Jangka Panjang
1. Menutup Identitas :
menerus
sendiri
2. Kegiatan mengganti identitas sementara : 2. Identitas Negatif :
(ikut kelompok social, keagamaan, politik ) Asumsi yang bertentangan dengan nilai dan
harapan masyarakat
3. Kegiatan yang memberi dukungan
sementara : ( kompetisi olah raga kontes
popularitas )
5) Harga diri
Pada saat dikaji klien mengatakan merasa kurang beruntung dalam hidupnya dan
merasa malu untuk merhubungan dengan orang lain sehingga klien sering
menyendiri dan melamun.
Masalah keperawatan : Gangguan konsep diri : harga diri rendah
c. Hubungan Sosial
Orang yang berarti bagi klien adalah ibunya, klien mengatakan tidak efektif dalam
kegiatan kelompok dalam masyarakat, hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain, klien selalu merasa minder dengan orang lain.
Masalah keperawatan
d. Spiritual
Klien bergama Islam, selama di rumah sebelum klien mengalami gangguan jiwa klien
selalu melaksanakan ibadah shalat 5 waktu.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
4. Status Mental
a. Penampilan
Pada saat dikaji penampilan klie tidak rapi, rambut terlihat acak-acakan, kotor dan
berketombe
Masalah keperawatan
b. Pembicaraan
Pada saat berkomunikasi klie menjawab seperlunya saja dan sesuai dengan topik
pembicaraan
Masalah keperawatan
c. Aktivitas Motorik
Pada saat dikaji klien tampak mondar-mandir, tampak malas, klien sering menyendiri
tidak mau bergaul dengan klien lain
Masalah keperawatan
d. Alam Perasaan
Pada saat dikaji klien tampak sedih karena ingin segera pulang ke rumahnya dan klien
tidak menyadari bahwa dirinya mengalami gangguan jiwa dan klien selalu
mengatakan dia sehat
Masalah keperawatan : Gangguan alam Perasaan : sedih
e. Afek
Afek klien sesuai dengan rangsangan, klien terlihat sedih ketika mengatakan ingin
pulang
Masalah keperawatan
Klien mengatakan selama di rawat di rumah sakit jiwa Cisarua tidak pernah
mendengar ataupun melihat yang sebenarnya tidak nyata.
Masalah keperawatan
h. Proses Pikir
Pada saat dikajimklien berbicara sesuai topik pembicaraan dan menjawab denga
singkat
Masalah keperawatan
i. Isi pikir
Pada saat dikaji tidak mengalami gangguan isi pikir
Masalah keperawatan
j. Tingkat Kesadaran
Klien dapat mengenali tempat, waktu dan orang.
Masalah keperawatan
k. Memori
Pada saat dikaji klien dapat memngingat siapa yang membawanya ke rumah sakit
Masalah keperawatan
Saat dikaji klien dapat mengambil keputusan sederhana contoh klien mau gosok gigi
atau keramas, klien meilih gosok gigi
Masalah keperawatan
III.Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (1995) diagnosa keperawatan adalah :
Penilaian klinis tentang respon aktual/ potensial individu, keluarga/ masyarakat
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan.
>Masalah keperawatan yang sering muncul :
1) Gangguan konsep diri harga diri rendah
2) Mekanisme koping yang tidak efektif
IV.RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1. Tujuan Umum
Meningkatkan aktualisasi diri klien : dengan membantu menumbuhkan,
mengembangkan, menyadari potensi sambil mencari kompensasi ketidakmampuan
2. Tujuan Khusus
Klien dapat mengenal dukungan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan massalaha yang
berhubungan dengan konsep diri daan membantu klien agar lebih mengerti akan dirinya
secara tepat
3. Tindakan Keperawatan
Tindakan keperawatan membantu klien mengidentifikasikan penilaian tentang situasi dan
perasaan yang terkait, guna meningkatkan penilaian diri dan kemudian melakukan
perubahan perilaku. Pendekatan penyelesaian masalah ini memerlukan tindakan yang
bertahap sebagai berikut :
1. Memperluas kesadaran diri; Tahap memperluas kesadaran diri
Prinsip
Rasional
Tindakan
percaya
Dengarkan klien
terbuka dapat
perasaannya
membantu klien
menerima semua
aspek dirinya
Bekerja dengan
Tingkat kemampuan
asuhan keperawatan
Rasional
Dengan
Tindakan
Motivasi klien mengekspresikan emosi,
menunjukkan
sikap menerima
perasaan dan
pikiran klien,
emosi
yang sama
Keterbukaan
menjelaskan konsep
persepsi diri
dan kelemahannya
terbuka
Menyadari dan
ansietas
Kesadaran diri
mengontrol perasaan
perawat
penampilan
model perilaku
dan membatasi
efek negative
dalam
berhubungan
Empati pada klien,
menguatkan
klien
perasaan orang
lain
diri klien
Rasional
Tindakan
masalah dengan
jelas alternative
pemecahan dapat
dibuat klien
perilakunya
Dengan
maladaptif klien terhadap masalah mengetahui koping Keyakinan, ilusi, tujuan yang tidak
yang dihadapi
realistic
Rasional
Jika semua
Tindakan
Jelaskan bahwa yang dapat merubah dirinya
pemecahan masalah
perubahan
kenyataan
menjadi efektif
Dengan tujuan
yang realistik
Rasional
Tindakan
Mengeksplorasi koping adaptif dan Sangat penting bagi Beri kesempatan klien untuk memilih
maladaptif klien dalam
klien mengetahui
memecahkan masalahnya
koping yang
konsekwensinya
digunakan dalam
pemecahan
masalahnya baik
yang negative
Kegiatan Instruksional
Diskusikan keunikan masing
keunikan anggota
keluarga
Evaluasi
1. Klien dapat mengidentifikasi
fungsi keluarga
Diskusikan
pembentukan dan
pelaksanaan peran
dalam keluarga
keluarga
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan RI, Keperawatan Jiwa, Cetakan 1 Direktorat Jendral Pelayanan Medik,
Jakarata, 2000
Keliat Budi Anna, Skp. App. SC, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, EGC, Jakarta 1999
Maslim. Rusdi, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, PPDGJ III Jakarta, 2001
Stuart G. W. dan Sendeen S.J., Buku Saku Keperawatan, Jiwa Edisi 3. EGC, Jakarta, 1998
Town Send, M.C. Buku Saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Edisi 3,
EGJ, Jakarta 1998
Carpenito, Lynda, Juall. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8 EGC, Jakarta