Anda di halaman 1dari 13

PRESENTASI KASUS

Diajukan oleh : dr. Whisnu Nalendra Tama


Pembimbing : dr. Hj. Siti Musfiroh, DTM&H, Sp.S(K)
dr. Djoko Kraksono, M.Kes, Sp.S
dr. Anton Darmawan, Sp.S
Wates, 25 April 2014
IDENTITAS
Nama
Umur (tahun)
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan
Pendidikan
Alamat
Masuk RS
NO CM

: Tn. S
: 48 th
: laki - laki
: Islam
: Karyawan swasta
: SLTA
: Jakarta
: 7 April 2014
: 578xxx

ANAMNESIS
Diperoleh dari keluarga ( 7 April 2014)
Keluhan Utama
Demam dan gaduh gelisah
Riwayat Penyakit Sekarang
Lebih kurang 1 bulan sebelum masuk rumah sakit (SMRS) pasien mengalami
demam intensitas sedang sampai tinggi, yang terjadi selama beberapa hari. Demam
dirasakan terutama siang sampai malam hari. Demam tetap ada pada pagi hari, namun
dengan intensitas yang lebih ringan. Pasien juga merasakan adanya nyeri kepala intensitas
sedang, dirasakan diseluruh bagian kepala, memberat saat kondisi demam, serta mereda
saat demam berkurang. Nyeri kepala dirasakan cekot cekot, tidak berdenyut. Keluhan
tersebut diikuti adanya keluhan mual dan muntah beberapa kali. Keluarga juga melaporkan
kadang pasien nampak gelisah, namun menurut keluarga namun masih bisa komunikasi
dengan baik, kemungkinan akibat rasa demam dan nyeri kepala tersebut. Pasien berobat di
rumah sakit swasta di Jakarta, berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium dikatakan
kemungkinan sakit typus, dan disarankan mondok. Pasien dirawat selama sekitar 5 hari,
dan diperbolehkan pulang karena kondisi membaik, namun pasien tidak mengetahui obat
obatan yang didapatkan selama perawatan dan yang dibawakan untuk pulang. Disangkal
adanya keluahan kejang, kelemahan anggota gerak, mati rasa / kebas, pelo, perot,
penurunan kesadaran, gangguan komunikasi, serta gangguan penglihatan.
Dua minggu SMRS pasien mengalami demam kembali, dengan intensitas yang
tinggi, hilang timbul selama beberapa hari. Keluhan ini juga diikuti oleh keluhan nyeri
kepala, mual dan muntah. Nyeri kepala dengan intensitas sedang sampai berat dirasakan

terutama saat demam tinggi serta saat pagi hari. Keluarga mengatakan bahwa pasien kadang
juga nampak gelisah, namun masih bisa komunikasi. Pasien berobat di RS Swasta di Wates,
dengan kemungkinan diagnosis Thypoid serta anemia ( Hb 10). Keluarga tidak mengetahui
pasti pemeriksaan laboratorium apa yang mendukung diagnosis tersebut serta tidak
mengetahui pasti obat yang diberikan kepada pasien. Pasien diperbolehkan pualng setelah
perawatan sekitar tiga hari karena kondisi membaik. Disangkal adanya keluahan kejang,
kelemahan anggota gerak, mati rasa / kebas, pelo, perot, penurunan kesadaran, gangguan
komunikasi, serta gangguan penglihatan.
Dua hari sebelum masuk rumah sakit, Pasien kembali mengalami demam tinggi,
hampir sepanjang hari, yang berespon minimal/parsial saja dengan obat penurun panas.
Pasien juga mengeluhkan nyeri kepala dengan intensitas berat, diseluruh kepala. Pasien
mengalami muntah beberapa kali, namun keluarga tidak mengetahui apakah pasien muntah
nyemprot atau tidak. Keluarga mengatakan bahwa pasien juga sering nampak gelisah, serta
kadang menjadi pendiam. Pasien masih bisa berkomunikasi namun sudah mulai jarang.
Keluarga mengatakan pasien lebih banyak berbaring di tempat tidur karena badan yang
lemah. Disangkal adanya kejang, kelemahan anggota gerak, mati rasa / kebas, pelo, perot,
penurunan kesadaran, gangguan penglihatan.
Satu hari SMRS pasien lebih cenderung pendiam, dan tidak banyak komunikasi.
Kadang pasien menjadi gaduh gelisah tanpa sebab yang jelas. Keluarga mengatakan
anggota gerak sisi kanan kadang mengalami gerakan seperti kejang, hilang timbul secara
tiba tiba, namun saat kejang kesadaran pasien masih sama. Disangkal adanya penurunan
kesadaran pada pasien.
Pada hari masuk rumah sakit, keluarga menilai tidak ada perbaikan dari kondisi
pasien tersebut, lalu membawa pasien tersebut periksa ke UGD RSUD Wates.
Riwayat penyakit dahulu
Didapatkan :
Riwayat sering sariawan serta keputihan di lidah
Disangkal :
Riwayat keluar cairan dari telinga
Riwayat infeksi sinusitis
Riwayat Batuk lama
Riwayat penyalahgunaan obat
Riwayat infeksi gigi
Riwayat diare kronis
Riwayat penyakit keluarga
Disangkal riwayat penyakit serupa
Anamnesis Sistem
Sistem cerebrospinal
: Demam disertai Nyeri kepala, gaduh gelisah
diselingi kondisi pendiam, kejang anggota gerak kanan
Sistem kardiovaskuler: tidak ada keluhan
Sistem respirasi
: tidak ada keluhan
Sistem gastrointestinal
: Mual muntah

Sistem muskuloskeletal
Sistem integumentum
Sisten urogenital

: tidak ada keluhan


: tidak ada keluhan
: tidak ada keluhan

Riwayat Psikososial
Pasien merupakan karyawan swasta suatu perusahaan kontraktor di Jakarta. Pasien bertugas
sebagai mandor konstruksi. Pasien memiliki satu istri dan satu anak. Keadaan ekonomi
keluarga tergolong menengah.
Resume Anamnesis
Seorang laki laki usia 48 tahun dengan riwayat demam hilang timbul sejak satu bulan
yang lalu, keluhan nyeri kepala serta muntah, yang makin lama makin memberat, gaduh
gelisah yang kadang diselingi kondisi pendiam, kejang di anggota gerak kanan, serta
adanya riwayat sering sariawan dan luka keputihan di lidah.
DISKUSI I
Pada pasien tersebut mengeluhkan adanya demam yang sifatnya hilang timbul sejak
1 bulan sebelum masuk ruma sakit. Demam merupakan keluhan umum yang tidak spesifik
untuk penyakit tertentu. Demam sacara umum menunjukkan adanya suatu proses infeksi
dalam tubuh seseorang, namun demam sendiri tidak dapat secara spesifik mengarah suatu
kondisi tertentu, sehingga keberadaanya harus didukung oleh data klinis lain untuk dapat
mengarahkan penyebab dari demam tersebut.
Pasien tersebut juga mengeluhkan adanya nyeri kepala yang menyertai gejala
demam. Nyeri kepala juga dirasakan lebih kurang sejak 1 bulan SMRS yang intensitasnya
makin memberat. Dalam menilai nyeri kepala memperhatikan 4 pola nyeri kepala, yaitu
(Weiner, 1999) :
1. Onset mendadak: berhubungan dengan abnormalitas vaskuler, abnormalitas
sirkulasi cairan serebrospinal.
2. Onset subakut tanpa progresi yang berat: berhubungan dengan gangguan nyeri
kepala primer, seperti migren.
3. Onset subakut dengan progresi:
diikuti perkembangan tanda neurologik,
berhubungan dengan nyeri kepala primer seperti migren dan penyakit yang lebih
serius seperti infark serebral, hematoma subdural, meningitis/ensefalitis, sinusitis
sphenoid, proses intrakranial yang semakin memberat (tumor, abses, tuberkuloma)
4. Onset bertahap (kronis) dengan progresi: berhubungan dengan tumor intrakranial,
abses, tuberkuloma, hematoma, membesarnya aneurisma, infeksi, iskemik, arteritis,
gangguan metabolik, meningitis/ensefalitis, sinusitis sfenoid
Nyeri kepala yang disebabkan oleh suatu peningkatan intrakranial disertai dengan sindrom
peningkatan tekanan intrakranial yaitu : Nyeri kepala, muntah, kejang, gangguan mental,
dan perasaan abnormal di kepala (Marjono & Sidharta, 1997).
Pada pasien tersebut juga didapatkan adanya gejala gaduh gelisah yang diselingi
oleh kondisi pendiam terutama sejak dua hari sebelum masuk rumah sakit. Kondisi gaduh
gelisah pada pasien ini mengarah pada kondisi delirium. Porth pada tahun 2007
mendeskripsikan delirium sebagai suatu kondisi dimana seseorang menjadi gaduh dan
gelisah (restless or agitated),serta mengalami defisit atensi yang signifikan. Dalam buku

kegawatdaruratan Neurologi Edisi 1 terbitan UPF Ilmu Penyakit Saraf KF UNPAD/RS.


Hasan Sadikin Bandung, delirium memiliki karakteristik berupa disorientasi, iritabilitas,
kesalahan persepsi sensoris, dapat disertai halusinasi visual, dan merupakan dari gangguan
isi kesadaran ( content of consciuousness ). Adanya gangguan kesadaran harus
mengarahkan pemikiran adanya proses intrakranial, baik yang difus ataupun fokal.
Pasien ini juga dilaporkan mengalami kejang parsial pada ekstrimitas kanan pasien.
Adanya kejang parsial terutama yang dicurigai berasal dari lobus parietal atau frontal,
mengindikasikan lesi struktural otak yang membutuhkan pemeriksaan yang agresif untuk
mengetahui jenis lesi struktural tersebut ( Lindsay, 2010 ).
Berdasarkan data diatas dapat kita ambil kesimpulan bahwa pasien tersebut
memiliki beberapa kondisi berupa demam, nyeri kepala yang bersifat subakut progresif,
gangguan kesadaran yang ditandai adanya delirium, serta adanya kejang parsial yang
mengarahkan kepada adanya lesi struktural di otak. Informasi tersebut menunjukkan bahwa
kemungkinan demam yang dialami pasien adalah akibat dari suatu proses intrakranial.
Adanya demam, nyeri kepala, defisit neurologis fokal merupakan trias klasik dari abses
serebri, walaupun trias ini hanya muncul pada <50% kasus abses serebri. Riwayat sering
mengalami sariawan dan luka keputihan di lidah merupakan salah satu penuntun kearah
suatu kondisi defisiensi imunitas. Penyebab tersering dari suatu defisensi imunitas antara
lain adalah infeksi HVI/AIDS.
Diagnosis sementara
Diagnosis klinis
: Demam, Nyeri kepala subakut progresif, gaduh gelisah,
Kejang anggota gerak kanan
Diagnosis topik
: Susp ensefalon hemisfer serebri sinistra
Diagnosis etiologi
: Susp infeksi intra kranial dd SOP
PEMERIKSAAN
Status generalis
Keadaan Umum
Tanda vital

Abdomen
Ekstremitas

: Lemah, gizi cukup, kesadaran delirium


: 130/90 mmHg MAP : 103,3 mmHg
: 96 x/menit
: 22 x/menit
: 39,2 oC
: konjungtiva tak anemis, sklera tak ikterik,, discharge (-)
: JVP tak meningkat, Lnn tak teraba membesar
: Cor SI-II murni, bising (-)
Pulmo sonor, vesikuler normal
: Hepar dan lien tak teraba, supel
: udem(-)

Status neurologis
Sikap tubuh
Gerakan abnormal
Kepala

: lurus
: tidak ada
: mesosefal

Kepala
Leher
Dada

TD
Nadi
RR
t

Saraf Kranialis
N.I
N.II
N.III

N.IV
N.V

N.VI
N.VII

N.VIII

N.IX

N.X

Daya Pembau
Daya penglihatan
Penglihatan warna
Lapang Pandang
Ptosis
Gerakan mata ke medial
Gerakan mata ke atas
Gerakan mata ke bawah
Ukuran pupil
Reflek cahaya langsung
Reflek cahaya konsensuil
Strabismus divergen
Gerakan mata ke lateral bawah
Strabismus konvergen
Menggigit
Membuka mulut
Sensibilitas muka
Refleks kornea
Trismus
Gerakan mata ke lateral
Strabismus konvergen
Kedipan mata
Lipatan nasolabial
Sudut mulut
Mengerutkan dahi
Menutup mata
Meringis
Menggembungkan pipi
Daya kecap lidah 2/3 depan
Mendengar suara berbisik
Mendengar detik arloji
Tes Rinne
Tes Schawabach
Tes Weber
Arkus faring
Daya kecap lidah 1/3 belakang
Refleks muntah
Sengau
Tersedak
Denyut nadi

Kanan
sdn
Sdn
Sdn
Sdn
N
N
N
D 3 mm
+
+
+
+
N
Sdn
+
+
+
+
+
+
+
sdn
Sdn
sdn
Sdn
sdn
Sdn
sdn
Sdn
N
sdn
+
96x/mnt,reguler

Kiri
Sdn
sdn
Sdn
sdn
N
N
N
D 3mm
+
+
+
+
N
sdn
+
+
+
+
+
+
+
Sdn
sdn
Sdn
sdn
Sdn
sdn
Sdn
sdn
N
Sdn
+
96x/mnt,reguler

N.XI

N.XII

Arkus faring
Bersuara
Menelan
Memalingkan kepala
Sikap bahu
Mengangkat bahu
Trofi otot bahu
Sikap lidah
Artikulasi
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Trofi otot lidah
Fasikulasi lidah

N
N
N
+
N
sdn
E
N
Sdn
N
E
-

N
N
N
+
N
Sdn
E
N
sdn
N
E
-

Leher
: Kaku kuduk (-), Meningeal Sign (-)
Ekstremitas
: Gerak dan kekuatan sulit dinilai, kesan terdapat kejang
klonik parsial extrimitas Dextra
sdn N
E
E

TN

RF

+3 +3

sdn

RP

+3 +3
Sensibilitas

Tr

+
+

: sdn

CL

Vegetatif

-/: sdn

Pemeriksaan penunjang
Laboratorium (7/04/2014)
Hb
13,2
AL
9,13
AT
271
AE
5.40
Hmt
37,1
Neutrofil 74,7
Limfosit 21,1
Monosit 3,9
EKG : SR, HR 96 x/menit

Eosinofil
Basofil
GDS
Ureum
Kreatinin
Na
K
Cl

0,2
0,1
102
71
1,2
129,2
5
97,4

FOTO RO THORAX (07/04/2014) :kesan bronkhitis, cor dalam batas normal


Head CT Scan dengan kontras (8/04/2014):
Early abscess cerebri di periventrikel lobus parietal sinistra dan lobus parietoocipital
dextra dengan perifokal edema
DISKUSI II
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran yang delirium disertai adanya
kejang klonik parsial pada ekstrimitas kanan, serta didapatkan adanya reflek patologis yang
positif pada ekstrimitas bawah kanan. Hal ini mengarahkan pada adanya suatu lesi pada
hemisfer sinistra dari pasien tersebut.
Berdasarkan hasil dari Head CT scan pada pasien tersebut, didapatkan adanya tanda
awal dari abses serebri di periventrikel lobus parietal sinistra dan lobus parietoocipital
dextra dengan perifokal edema, ayng ditandai adanya gambran ring enhancement pada CT
scan post pemberian kontras. Suatu kondisi lain yang memiliki karakteristik yang hampir
sama pada pemeriksaan CT scan kontras adalah tumor otak seperti Glioblsatoma
multiforme, serta tumor metastase pada otak. Perbedaan radiologis antara tumor dengan
abses cerebri terutama pada bentuk ring enhancement dimana pada tumor lebih iregular dan
dinding lebih tebal.
Tabel: Perbandingan Karakteristik Low-Grade Astrocytoma, Meningioma, Glioblastoma
multiforme (GBM), Tumor Metastasis, dan Abses Serebri

Karakteristik

LowGrade
Astrocyt
20-40 th

Meni
Ngioma

GBM

40-50 th

40-55

3:2

1:2,8

3:2

Kronis

Kronis

Subakut

50%
30-40%
Sering
15%
Frontal,
temporal

+
+
+/+
Frontal,
temporal,
parietal

50%
30-40%
Sering
15%
Temp,
parietal,
frontal

Gambaran
HCTS

Low
density
No
enhance

Kdg
kalsifik,
hiperdens

Oedema

Minimal

Lesi

Promine
n
Tunggal

Ro Thorax

Normal

Normal

Puncak
insidensi
Laki:Wnt
Progresivitas
Gejala Klinis
Nyeri kepala
Defisit fokal
Papil edema
Kejang
Predileksi

Tunggal

Tumor
metastas
e
60-70 th

Abses
serebri

Pasien

20-40

48

Tgt
primer
Subakut,
kronis

2:1

Laki laki

50%
30-50%
Sering
15%
Parietal,
frontal

Akut - Subakut
subakut

70%
50%
Jarang
+
Front,par
iet,
tempo,
occipital
Ring
Hiper,
Ring
enhancem Hipoisod enhance
ent
, en
ment,
irregular,
smooth
Necrosis
and thin
walled
Promn
Prominn Promine
n
Tunggal
Multiple Tunggal/
multiple
Normal
43-60% Normalabnorm
abnorma
l

+
+
N.A
+
Parietal
dan
parietoocc
ipital
ring
enhancem
ent,
dinding
smooth
Prominen
Multiple
Susp.
Bronkhiti
s

Berdasar tabel di atas, penderita tersebut mendekati gambaran abses serebri.


Tahapan pembentukan kapsul pada abses serebri adalah sebagai berikut :
Early cerebritis
Subcortical hypodens yang batasnya kurang tegas, tidak ada
enhancement pada pemberia kontras
Kadang menunjukan hasil yang normal
Late cerebritis
Irregular rim enhancing dengan pusat hipodens yang lebih jelas
dibandingkan fase early cerebritis
Early capsule

ring enhancing yang lebih jelas


Terdapat sisi hipodens serta sisi hiperdens dari dinding abscess
(double rim sign) nampak pada sebagian besar kasus
Late capsule
well-delineated capsule menandai tahap akhir pembentukan abscess
dengan edema vasogenic yang sangat nyata
Diagnosis Akhir
Diagnosis Klinis
Diagnosis topik
Diagnosis etiologis

: obs. Delirium cum simple partial seizure


: Lobus parietalis S dan lobus parietoocipital D
: Multiple abscess cerebri

Terapi
Terapi non farmakologik
Edukasi pasien dan keluarga
Terapi farmakologik
Oksigen 3 l/m N.K
Inf. NaCl 0,9 % 20 tpm
Inj. Dexamethason 1 Ampul / 6 jam, t.o per hari
Inj. Ranitidin 1 Amp/12 jam
Inj. Piracetam 1 gram / 8 jam
Inj. Citicholin 250 mg/12 jam
Inf. Paracetamol 1000mg / 8 jam
Inj. Ceftriaxon 2gram / 12 jam
Inf. Metronidazol 500mg / 8 jam
Phenitoin cap 100mg/12 jam
Planning
Kultur darah dan urin
Pelacakan infeksi HIV/AIDS melalui konseling dan VCT
Prognosis
Death
Disease
Disability
Dissatisfaction
Discomfort
Destitution

: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam
: Dubia ad malam

Diskusi III
Dalam menangani kasus abses serebri, pada dasarnya ada 4 prinsip yang harus
dilakukan secara terintegrasi dengan baik, yaitu:
1. Pemberian antibiotik yang paling sesuai
2. Penanganan edema cerebri
3. Tindakan bedah
4. Penanganan komplikasi dan kondisi comorbid yang terkait
Pemberian antibiotik pada awalnya dilakukan secara empiris, kemudian dilakukan
penyesuaian apabila pemeriksaan kultur dan sensitivitas sudah ada. Berikut adalah prinsip
terapi antibiotik empiris pada abses serebri berdasarkan konsensus Kelompok Studi
Neuroinfeksi Perdossi:

Perlluasan langsung dari sinus paranasal, infeksi gigi, telinga tengah :


Penicillin G + Metronidzole + cefalosporin generasi 3

Penyebaran hematogen atau trauma penetrasi kepala : Nafcilin +


metronidazole + Sefalosporin generasi 3

Post operasi : Vancomycin ( Untuk MRSA ) + Seftazidim atau cefepim


(pseudomonas)

Tidak dijumpai faktor predisposisi : Metronidazole + Vancomycin +


Sefalosporin generasi 3
Durasi terapi antibiotik tergantung pada kondisi klinis pasien. Secara umum pemberian
intravena selama 6-8minggu, dilanjutkan dengan peroral 4-8minggu untuk mencegah
relaps. Pemeriksaan CT scan ulang dilakukan untuk menilai respon terapi.
Penanganan edema serebri pada kasus abses serebri utamanya adalah menggunakan
steroid deksamethasone. Namun penggunaan deksamethasone masih memiliki beberapa
kontroversi mungkin akan menyebabkan penurunan penetrasi antibiotik, serta
memperlambat pembentukan kapsul dari abses tersebut sehingga lebih berisiko menjadi
ruptur. Penggunaan deksamethason dindikasikan terutama pada edema serebri yang
berpotensi besar terhadap terjadinya herniasi otak. Manitol juga dapat digunakan sebagai
terapi untuk menangani edema pada pasien dengan abses serebri.
Tindakan bedah baik aspirasi ataupun eksisi perlu dipertimbangkan pada kasus
abses serebri yang sesuai dengan indikasi. Indikasi tindakan bedah pada pasien dengan
abses serebri adalah sebagai berikut :
Lesi dengan diameter > 2,5 cm
Terdapat efek masa yang signifikan
Lesi dekat ventrikel
Kondisi neurologi memburuk
Setelah terapi 2 minggu abses membesar atau setelah 4 minggu ukuran abses tidak
mengecil
Tindakan medikamentosa saja tanpa pembedahan dapat dipertimbangkan pada kondisi
seperti :
Abses tunggal, <2cm
Abses multipel atau yang lokasinya sulit dijangkau
Keadaan kritis atau pada stadium akhir
Komplikasi abses serebri dapat dibagi menjadi komplikasi akut yang dapat
memperburuk kondisi klinis pasien serta komplikasi jangka panjang pada survivor abses

10

serebri. Komplikasi akut yang dapat memperburuk kondisi klinis pasien terjadinya herniasi
otak yang dapat mengancam nyawa. Komplikasi lain adalah ruptur abses ke dalam sistem
ventrikel ataupun ruang subaraknoid. Komplikasi jangka panjang pada survivor abses
serebri antara lain terjadinya seizure ( sampai 50%), defisit neurologis fokal(25 50%),
gangguan kognitif (sekitar 20%), serta terjadinya abses serebri rekuren (10 50%). Pada
pasien yang memiliki komplikasi berupa kejang, obat antikonvulsan sebaiknya diberikan
sampai 6 12 bulan dan hanya dapat dihentikan apabila pasien bebas kejang dengan
gambaran EEG yang normal dan tidak ada tanda inflamasi aktif pada pemeriksaan imaging.
Prognosis pada pasien dengan abses serebri bergantung pada berbagai aspek.
Prognosis baik antara lain ditentukan oleh:
Usia muda
Tidak ada penyakit komorbid
Tidak dijumpai penurunan kesadaran pada awal penyakit
Beberapa faktor yang memperburuk prognosis antara lain bila dijumpai :
Tanda herniasi pada awal penyakit
Perluasan lesi pada pemeriksaan radiologi
Ruptur intraventrikular
Follow up Pemeriksaan

Tanggal
Keluhan

08/04/2014
Nyeri kepala
berkurang,
lebih
komunikatif,
kejang masih
ada,
masih
demam

09/04/2014
Nyeri kepala
berkurang,
bicara lebih
jelas,
frekuensi
kejang
berkurang

10/01/2013
Nyeri kepala
minimal,
komunikasi
membaik,
tidak kejang

11/01/2013
Kesadaran
kembali
berkabut,
lebih
cenderung
diam, kejang
kembali
muncul,
kadang di sisi
kanan,
kadang di sisi
kiri

Keadaan
umum
Tanda vital

Lemah, CM,
Sedang, CM,
E4V5M6
E4V5M6
TD : 120/80
TD : 120/70
N: 88; RR : N: 84; RR :
20
20
T:38.2; VAS : T:37.5; VAS :
3
2-3
Sdn
Kesan dbn
T/T
T/T
T/T
T/T

Sedang, CM,
E4V5M6
TD : 140/70
N: 80; RR :
20
T:37;VAS : 1

apatis

Nn.craniales
Gerakan

Kesan dbn
T/T
T/T

TD : 130/80
N: 80; RR :
20
T:37,4; VAS :
0
Sdn
Sdn
Sdn

11

Kekuatan
R.fisiologis
R.patologis

Sdn
Sdn
+3 / +3
+3 / +3
-/ +/-

Clonus
Sensibilitas

-/sdn

3/4
3/4
+3 / +3
+3 / +3
-/ +/-

3/4
3/4
+3 / +3
+3 / +3
-/ +/-

Sdn
Sdn
+3 / +3
+3 /+3
-/+/ -

-/ sdn

-/ sdn

-/sdn

DAFTAR PUSTAKA

Aston,S.,The Diagnosis And Management of Brain Abscesses, NeuroID:elearning,


University of Liverpool
Gilroy,J.,2000, Basic Neurology, third edition, Mc Graw Hill, Singapore
Ginsberg L, 1999, Lecture Note on Neurology, 7th Edition, Blacwell Science, Oxford
Greenberg,M.S., 2001, Handbook of Neurosurgery, fifth edition, Thieme, New York
Kelompok Studi Neuroinfeksi.,2011,Infeksi Pada Sistem Saraf Pusat,, Airlangga University
Press
Lindsay, K.W, Bone, I., Callander, R., 1997, Neurology and Neurosurgery Illustrated, 3th
ed, Churchill, Livingstone, Tokyo
Mardjono, M dan Sidharta P., 2000, Neurologi Klinis Dasar, cetakan ke delapan, P.T. Dian
Rakyat Jakarta
Miranda H.A., Castellar-Leones S.M., Elzain M.A., Moscote-Salazar L.R., 2013, Brain
abscess: Current management, J Neurosci Rural Pract. Aug 2013; 4(Suppl 1): S67S81.
doi: 10.4103/0976-3147.116472

12

Weiner, W.J., Shulman, L.M., 1999, Emergent and Urgent Neurology, Second edition,
Lippincott William and Wilkins, 227 East Washington Square, Philadelphia, United States
of America.
Weinstein, J.M., 1999, Chapter 22 : Headache and Facial Pain in Ophthalmology, Section
11, Mosby, http://www. Google.com
Victor M & Ropper AH, 2001, Adams and Victors; Principles of Neurology, 7th Edition,
Mc Graw Hill, New York

13

Anda mungkin juga menyukai