Anda di halaman 1dari 11

1

AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH;


UPAYA MEWUJUDKAN AKUNTABILITAS KEUANGAN
DAN PENINGKATAN KINERJA PEMERINTAH
Dewi Syahrina, Yanuar Firmansyah, Hesty Sri Lestari
Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah, Malang

ABSTRAK
Penulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan bagaimana peran
akuntansi keuangan pemerintah sebagai upaya mewujudkan akuntabilitas
keuangan dan peningkatan kinerja pemerintah. Akuntabilitas keuangan
merupakan konsep yang mensyaratkan agar pemerintah memberikan laporan
mengenai penguasaan atas dana-dana publik dan penggunaannya sesuai
peruntukan. Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu
instansi untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran periodik.
Penulisan ini menggunakan analisis deskripitif terhadap berbagai sumber
yang mengkaji tentang peran akuntansi keuangan terhadap kinerja dan
akuntabilitas pemerintah.
Hasil dari analisis menunjukkan bahwa serangkaian UU yang telah
disusun oleh pemerintah bersama legislatif belumlah cukup untuk menutup
berbagai penyimpangan keuangan yang selama ini terjadi. Oleh karena itu
diperlukan sebuah Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah (SAKP) maupun
Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah (SAPD) yang memenuhi
ketentuan peraturan perundangan tersebut. Oleh karena itu instansi yang
kompeten perlu untuk mengembangkan standar dan sistem akuntansi keuangan
pemerintah daerah yang sesuai dengan prinsip dan praktik akuntansi yang
berlaku umum, peraturan perundangan, serta operasi keuangan daerah.
Kata kunci: sistem akuntansi, akuntabilitas, kinerja, pemerintah

PENDAHULUAN
Pada tahun 1998 terjadi perubahan yang sangat mendasar dalam politik
pemerintahan di Indonesia, ditandai dengan timbulnya gerakan reformasi yang
muncul dari kesadaran bangsa Indonesia untuk menata kehidupan berbangsa dan
bernegara ke arah yang lebih baik. Gerakan reformasi tersebut menimbulkan
tuntutan-tuntutan penting, antara lain agar pemerintah meningkatkan kinerja dan
praktik-praktik pelaksanaan good governance. Pemerintah sebagai pihak eksekutif
merupakan pihak yang paling bertanggungjawab dalam peningkatan kinerja dan
pelaksanaan prinsip-prinsip good governance untuk keluar dari krisis multi
dimensional yang berkepanjangan saat ini. Prinsip-prinsip good governance

terdiri atas akuntabilitas, transparansi, peran serta masyarakat, dan supremasi


hukum.
Dalam rangka pelaksanaan good governance, khususnya peningkatan
transparansi dan akuntabilitas keuangan negara, pemerintah telah melakukan
usaha-usaha penyempurnaan manajemen keuangan, antara lain dengan mengubah
format anggaran berimbang menjadi anggaran defisit. Dalam format anggaran
berimbang pinjaman luar negeri dimasukkan sebagai pendapatan, sedangkan
dalam format anggaran defisit pinjaman dimasukkan dalam transaksi pembiayaan.
Usaha lainnya adalah dengan menyusun paket Undang-Undang (UU) bidang
keuangan negara, mencakup UU tentang Keuangan Negara, UU tentang
Perbendaharaan Negara dan UU tentang Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan
Negara. Di samping itu pemerintah juga menetapkan Inpres Nomor 7 Tahun 1999
tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan setiap
instansi pemerintah untuk membuat laporan kinerja masing-masing.
Pelaksanaan otonomi daerah yang dilaksanakan mulai tahun 2000 juga
sejalan dengan semangat good governance yang ditandai dengan ditetapkannya
peraturan perundangan khususnya di bidang pengelolaan keuangan negara yaitu
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 105 tahun 2000 tentang Pengelolaan dan
Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, PP Nomor 108 tahun 2000 tentang Tata
Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah dan PP Nomor 11 tahun 2001 tentang
Informasi Keuangan Daerah. Dalam PP 105 tahun 2000 dan PP 108 tahun 2000
dinyatakan

bahwa

pemerintah

daerah

wajib

membuat

laporan

pertanggungjawaban yaitu Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan APBD,


Laporan Aliran Kas, dan Neraca Daerah. PP Nomor 108 tahun 2000 menyatakan
keempat aspek di atas dilengkapi dengan penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur
renstra. PP 11 tahun 2001 menyatakan agar pemerintah daerah menyampaikan
informasi yang terkait dengan keuangan daerah ke pemerintah pusat dimana
informasi tersebut antara lain mencakup APBD, Perhitungan APBD, dan Neraca.
Akuntabilitas
Akuntabilitas Keuangan
Akuntabilitas merupakan konsep yang luas yang mensyaratkan agar
pemerintah memberikan laporan mengenai penguasaan atas dana-dana publik dan

penggunaannya sesuai peruntukan. Di samping itu pemerintah juga harus dapat


mempertanggungjawabkan kepada rakyat mengenai penghimpunan sumbersumber dana publik dan tujuan penggunaannya.
Akuntabilitas sektor pemerintahan dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang yaitu sudut pandang akuntansi, sudut pandang fungsional dan sudut
pandang ciri utama akuntabilitas. Dari sudut pandang akuntansi, menurut
Committee on Concepts of Accounting Applicable to the Public Sector dari
American Accounting Association, untuk

memenuhi akuntabilitas harus

melaporkan empat hal yaitu (Bastian, 2001):


1. Akuntabilitas untuk sumber-sumber keuangan.
2. Akuntabilitas untuk ketaatan dan kepatuhan kepada persyaratan legal dan
kebijakan administratif.
3. Akuntabilitas untuk efisiensi dan kehematan dalam operasi.
4. Akuntabilitas untuk hasil program dan efektivitasnya.
Dari sudut fungsional, J.D Stewart dalam tulisannya The Role of
Information in Public Accountability sebagaimana dikutip Trijuwono (1999)
dalam Ulum (2004) menyatakan bahwa akuntabilitas terdiri dari lima tingkat yang
berbeda yaitu:
1. Policy Accountability, akuntabilitas atas pilihan-pilihan kebijakan yang
dibuat.
2. Program Accountability, akuntabilitas atas pencapaian tujuan/hasil dan
efektifitas yang dicapai.
3. Performance Accountability, akuntabilitas terhadap pencapaian kegiatan yang
efisien.
4. Process Accountability, akuntabilitas atas penggunaan proses, prosedur, atau
ukuran yang layak dalam melaksanakan tindakan-tindakan yang ditetapkan.
5. Probity and Legality Accountability, akuntabilitas atas legalitas dan kejujuran
penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang disetujui atau ketaatan
terhadap undang-undang yang berlaku.
Dari sudut ciri utama akuntabilitas, maka akuntabilitas tersebut dilihat
sebagai alat untuk manajemen pemerintah yang mempunyai ciri-ciri: fokus utama
adalah keluaran (output), menggunakan indikator untuk mengukur kinerja,

memberikan informasi untuk pengambil keputusan, menghasilkan data yang


konsisten, melaporkan hasil (outcomes) secara berkala kepada publik.
Akuntabilitas Kinerja
PP 105 tahun 2000 dan PP 108 tahun 2000 telah menyatakan mengenai
penyusunan APBD berdasarkan kinerja dan pertanggungjawaban APBD untuk
penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur renstra. Demikian pula Inpres Nomor 7
tahun

1999

tentang

Akuntabilitas

Kinerja

Instansi

Pemerintah,

yang

mencerminkan adanya kemauan politik pemerintah untuk segera memperbaiki


infrastruktur sehingga dapat diciptakan pemerintah yang baik.
Tujuan peraturan perundangan tentang akuntabilitas kinerja adalah untuk
memperbaiki sense of accountability di jajaran pemerintah pusat dan pemerintah
daerah. Akuntabilitas kinerja merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan maupun kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran periodik. Ruang
lingkup pertangggungjawaban meliputi segala sesuatu yang berkaitan dengan
tanggung jawab atas pemberian mandat atau amanah kepada seorang pejabat
publik berikut berbagai sumber daya yang digunakan untuk mencapai misinya.

METODE PENULISAN
Penulisan ini menggunakan metode deskripitif, yang berupa analisis
terhadap berbagai sumber yang mengkaji tentang peran akuntansi keuangan
terhadap kinerja dan akuntabilitas pemerintah. Metode ini diartikan sebagai
prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek
penulisan. Dengan menggunakan metode ini, karya tulis diharapkan memperoleh
analisis yang berupa deskripsi objektif tentang peranan akuntansi keuangan
pemerintah sebagai upaya meningkatkan akuntabilitas dan kinerja pemerintah.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Peranan, Tujuan, Pengguna, dan Kebutuhan Informasi
Peranan Pelaporan Keuangan
Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan
mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas

pemerintah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan


untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang
telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi efektivitas dan efisiensi
suatu entitas, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan
perundang-undangan.
Setiap entitas pelaporan mempunyai kewajiban untuk melaporkan upayaupaya yang telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan
secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan
(Mardiasmo, 2002):
1. Akuntabilitas, yaitu mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya
serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pemerintah
dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.
2. Manajerial, yaitu membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan
kegiatan suatu entitas pemerintah dalam periode pelaporan sehingga
memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan, dan pengendalian atas seluruh
aset, kewajiban, dan ekuitas pemerintah untuk kepentingan masyarakat.
3. Transparansi, yaitu memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur
kepada masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki
hak

untuk

mengetahui

secara

terbuka

dan

menyeluruh

atas

pertanggungjawaban pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang


dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundangundangan.
4. Keseimbangan antar generasi (intergenerational equity), yaitu membantu para
pengguna dalam mengetahui apakah penerimaan pemerintah pada periode
pelaporan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan
apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban
pengeluaran tersebut.
Tujuan Pelaporan Keuangan
Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang
bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat
keputusan baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik dengan:

1. Menyediakan informasi mengenai apakah penerimaan periode berjalan cukup


untuk membiayai seluruh pengeluaran.
2. Menyediakan informasi mengenai apakah cara memperoleh sumber daya dan
alokasinya telah sesuai dengan anggaran yang ditetapkan dan peraturan
perundang-undangan.
3. Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya yang digunakan dalam
kegiatan entitas serta hasil-hasil yang telah dicapai.
4. Menyediakan informasi mengenai bagaimana entitas mendanai seluruh
kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
5. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas
pemerintah berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka
pendek maupun jangka panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak
dan pinjaman.
6. Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas, apakah
mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan
selama periode pelaporan. Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan
keuangan menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, pembiayaan,
aset, kewajiban, ekuitas, dan arus kas suatu entitas.
Pengguna Laporan Keuangan
Dalam kerangka konseptual eksposure draft Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah (PSAP), diidentifikasi beberapa kelompok pengguna laporan
keuangan pemerintah, yaitu:
1. Pihak-pihak

kepada

siapa

pemerintah

terutama

bertanggungjawab

(masyarakat).
2. Para wakil rakyat dan lembaga pengawas.
3. Pihak yang memberi atau berperan dalam proses pinjaman (investor dan
kreditor).
4. Manajemen dan aparat pemerintah.
5. Lembaga donor dan lembaga internasional.
6. Pihak lain yang berkepentingan.
Apabila akuntabilitas publik berjalan dengan baik, keenam pihak yang
membutuhkan informasi dari produk akuntansi pemerintahan tersebut harus dapat

mengakses informasi yang mereka perlukan berkaitan dengan manajemen sektor


pemerintahan (publik) dengan ongkos yang minimal (bilamana perlu costless).
Perlunya Standar dan Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah
Dari tahun ke tahun total volume APBN dan APBD menunjukkan
peningkatan yang sangat luar biasa. Sebagai gambaran pada awal PJP I tahun
1969/1970, volume APBN hanya Rp 327 miliar, tahun 2002 telah menunjukkan
volume lebih Rp 350 triliun. Hal tersebut menunjukkan bahwa transaksi-transaksi
keuangan pemerintah secara kuantitas semakin besar dan secara kualitas semakin
kompleks. Peningkatan kuantitas dan kualitas tersebut di atas tidak diikuti dengan
sistem pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan yang memadai baik pada
bentuk maupun substansinya.
Untuk pemerintah pusat, perbaikan manajemen keuangan negara terus
dilakukan, antara lain dalam pertanggungjawaban keuangan negara. Mulai tahun
anggaran 2002, pemerintah pusat sudah melaksanakan Sistem Akuntansi
Pemerintah Pusat (SAPP) untuk menghasilkan laporan pertanggungjawaban
pengelolaan keuangan negara yaitu Laporan Realisasi Anggaran (Laporan
Perhitungan Anggaran), Nota Perhitungan Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus
Kas. SAPP tersebut dikembangkan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi dan
praktik akuntansi pemerintah yang berlaku umum.
Sementara itu pemerintah daerah belum mempunyai sistem akuntansi
untuk menghasilkan laporan-laporan sesuai dengan amanat peraturan perundangan
yang berlaku. Dalam PP 105 tahun 2000, PP 108 tahun 2000, dan PP 11 tahun
2001 secara implisit maupun eksplisit telah diatur agar pemerintah daerah dapat
menghasilkan laporan keuangan sesuai dengan prinsip-prinsip akuntabilitas dan
tranparansi. Hal itu dapat dilihat dalam:
1. Struktur APBD yang menggambarkan anggaran defisit yang terdiri dari
Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan (PP 105/2000 pasal 15).
2. Anggaran berbasis kinerja dimana belanja dikelompokkan berdasarkan
klasifikasi fungsi (PP 105/2000 pasal 8, 20).
3. Klasifikasi anggaran belanja berubah dari belanja rutin dan belanja
pembangunan (dual budget) menjadi klasifikasi belanja operasional, belanja
modal, dan belanja tak tersangka (PP 105 tahun 2000 pasal 20).

4. Penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah berpedoman pada


standar akuntansi keuangan pemerintah daerah (PP 105 tahun 2000 pasal 35).
5. Kewajiban pemerintah daerah untuk membuat pertanggungjawaban keuangan
daerah yang terdiri dari Laporan Perhitungan APBD, Nota Perhitungan
APBD, Laporan Aliran Kas, dan Neraca Daerah (PP 105/2000 pasal 38, PP
108 tahun 2000 pasal 5).
6. Pemerintah daerah harus menyajikan informasi yang lengkap tentang
keuangan daerah termasuk Pelaksanaan APBD, Badan Usaha Milik Daerah,
pinjaman, piutang, dan lain-lain (PP 11 tahun 2001 pasal 3).
Secara politik pemerintah sudah berkeinginan untuk menciptakan
pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan yaitu dengan
dikeluarkannya peraturan perundangan antara lain yang disebut di atas. Tetapi
secara teknis dan praktis, pemerintah daerah belum bisa mewujudkan hal tersebut
karena belum adanya Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah (SAKP) maupun
Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah (SAPD) yang memenuhi
ketentuan peraturan perundangan tersebut. Oleh karena itu instansi yang
kompeten perlu untuk mengembangkan standar dan sistem akuntansi keuangan
pemerintah daerah yang sesuai dengan prinsip dan praktek akuntansi yang berlaku
umum, peraturan perundangan serta operasi keuangan daerah.
Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) dan Sistem Akuntansi
Keuangan Pemerintah Daerah (SAPD)
Pemerintah melalui Departemen Keuangan sudah mengembangkan suatu
sistem akuntansi pemerintah yang mengikuti standar dan praktik akuntansi yang
berlaku umum disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan pemerintah Indonesia
sendiri. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang baru tersebut berlaku
penuh mulai tahun 2002 untuk seluruh Departemen/Lembaga Pemerintah Pusat.
Sedangkan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD) masih merupakan draft
yang diuji coba implementasi pada beberapa daerah yang menjadi pilot project.
SAPD dikembangkan Departemen Keuangan dengan mengacu kepada
Draft Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah (SAKP) Juli 2001 yang
dikeluarkan Departemen Keuangan dan direncanakan berlaku untuk pemerintah
pusat dan pemerintah daerah. SAPD ini merupakan acuan bagi daerah untuk

mengembangkan

sistem

akuntansinya

atau

untuk

daerah

yang

tidak

mengembangkan sendiri sistem akuntansinya maka dapat menggunakan SAPD


tersebut. Wewenang untuk menetapkan sistem akuntansi sesuai dengan PP
105/2000 ada pada daerah masing-masing, tetapi standar akuntansi akan
ditetapkan oleh pemerintah pusat, dalam hal ini Departemen Keuangan sesuai
dengan tugas pokoknya sebagai pemegang otoritas di bidang public finance
policy.
Karakteristik SAPP dan SAPD
SAPP dan SAPD mempunyai ciri umum yang sama, yaitu:
1. Jurnal berpasangan (double entry accounting).
Sistem buku berpasangan didasarkan atas persamaan akuntansi yaitu Aset =
Hutang + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah
perkiraan dan mendebet perkiraan yang terkait. Pemakaian jurnal berpasangan
ini memungkin pemerintah daerah untuk membuat laporan keuangan yang
lebih lengkap, akurat, dan cepat.
2. Basis modifikasi akrual.
Basis kas untuk pendapatan dan belanja, yaitu pendapatan diakui pada saat kas
diterima dan belanja diakui pada saat kas dikeluarkan dari Kas Umum
Negara/Kas Daerah. Basis akrual untuk aset, hutang, dan ekuitas yaitu aset
diakui saat diterima atau pada saat hak kepemilikan berpindah, dan hutang
diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban timbul.
3. Dana Umum.
APBN dan APBD dianggap satu dana umum dimana semua pendapatan dan
belanja pemerintah daerah dimasukkan di APBN/APBD sehingga diharapkan
tidak ada lagi dana-dana nonbudgeter. Hal ini akan menciptakan pengelolaan
angaran yang transparan dan akuntabel.
4. Sistem yang terkomputerisasi.
Sesuai perkembangan teknologi yang ada, sistem akuntansi dikembangkan
dengan komputerisasi walaupun dalam jangka pendek pelaksanaan secara
manual juga dapat dilakukan.

10

5. Bagan perkiraan standar.


Kode perkiraan yang umum dalam SAPP dan SAPD direncanakan seragam
karena adanya keperluan pemerintah Indonesia untuk membuat laporan
keuangan konsolidasi yang mencakup pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Laporan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (SAPD)
SAPD, sesuai dengan Pasal 38 PP 105 tahun 2000, menghasilkan empat
laporan utama yaitu Laporan Perhitungan (Realisasi) Anggaran, Neraca, Laporan
Arus Kas dan Catantan Atas Laporan Keuangan (Nota Perhitungan Anggaran).
Ketiga laporan pertama merupakan laporan keuangan yang bisa dihasilkan secara
langsung oleh SAPD, sedangkan Nota Perhitungan APBD merupakan laporan
yang bersifat komprehensif yang memuat informasi keuangan maupun non
keuangan sehingga laporan ini tidak bisa secara langsung dihasilkan oleh sistem
akuntansi. Namun demikian basis data keuangan untuk menyusun Nota
Perhitungan APBD ada dalam SAPD.

KESIMPULAN
Dalam konteks pembenahan sistem manajemen keuangan negara,
serangkaian UU yang telah disusun oleh pemerintah bersama legislatif belumlah
cukup untuk menutup berbagai pelanggaran dan kebocoran anggaran yang hampir
setiap semester diungkap oleh BPK. Keberadaan lembaga-lembaga pengawas
intern pemerintah yang cukup banyak seringkali justru menjadi faktor pendorong
terjadinya kebocoran-kebocoran tersebut. Secara teknis dan praktis, pemerintah
daerah belum bisa mewujudkan pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan
transparan karena belum adanya Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah
(SAKP) maupun Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah (SAPD) yang
memenuhi ketentuan peraturan perundangan tersebut. Oleh karena itu instansi
yang kompeten perlu untuk mengembangkan standar dan sistem akuntansi
keuangan pemerintah daerah yang sesuai dengan prinsip dan praktek akuntansi
yang berlaku umum, peraturan perundangan serta operasi keuangan daerah.

11

DAFTAR PUSTAKA
Bastian, Indra. (2001). Akuntansi Untuk Pelayanan Publik, makalah pada
Konvensi Nasional Akuntansi Sektor Publik di Semarang tanggal 21 April 2001.
Departemen Keuangan RI. (2001). Exposure Draft Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan Pemerintah.
Departemen Keuangan RI. (2002). Draft Sistem Akuntansi Keuangan Daerah.
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta, Penerbit Andy.
Republik Indonesia. (1999a). Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah.
Republik Indonesia. (1999b). Undang-undang No. 25 tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Republik Indonesia. (1999c). Undang-undang No. 33 tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
Republik Indonesia. (2000a). Peraturan Pemerintah Nomor 105 tahun 2000
tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
Republik Indonesia. (2000b). Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 2000 tentang
Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah.
Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2001.
Republik Indonesia. (2004). Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
Ulum, Ihyaul. 2004. Akuntansi Sektor Publik; Sebuah Pengantar, Malang, UMMPress.

Anda mungkin juga menyukai