1. DEFINISI
Craniotomy adalah Operasi untuk membuka tengkorak (tempurung kepala) dengan
maksud untuk mengetahui dan memperbaiki kerusakan otak. (Brown, 2009).
Craniotomy ialah mencakup pembukaan tengkorak melalui pembedahan untuk
meningkatkan akses pada struktur intrakranial. Prosedur ini dilakukan untuk
menghilangkan tumor, mengurangi TIK, mengevakuasi bekuan darah dan mengontrol
hemoragi. (Brunner and Suddarth, 2005).
Craniotomy adalah perbaikan pembedahan, reseksi atau pengangkatan pertumbuhan atau
abnormalitas di dalam kranium, terdiri atas pengangkatan dan penggantian tulang
tengkorak untuk memberikan pencapaian pada struktur intracranial. (Susan M, Tucker,
2008)
2. TUJUAN
Craniotomi adalah jenis operasi otak. Ini adalah operasi yang paling umum dilakukan
untuk otak pengangkatan tumor. Operasi ini juga dilakukan untuk menghilangkan
bekuan darah (hematoma), untuk mengendalikan perdarahan dari pembuluh, darah
lemah bocor (aneurisma serebral), untuk memperbaiki malformasi arteriovenosa
(koneksi abnormal dari pembuluh darah), untuk menguras abses otak, untuk mengurangi
tekanan di dalam tengkorak, untuk melakukan biopsi, atau untuk memeriksa otak.
3. INDIKASI
1. Indikasi
Indikasi tindakan kraniotomi atau pembedahan intrakranial adalah sebagai berikut :
a. Pengangkatan jaringan abnormal baik tumor maupun kanker.
b. Mengurangi tekanan intrakranial.
c. Mengevakuasi bekuan darah .
d. Mengontrol bekuan darah,
e. Pembenahan organ-organ intrakranial,
f. Tumor otak,
g. Perdarahan (hemorrage),
h. Kelemahan dalam pembuluh darah (cerebral aneurysms)
i. Peradangan dalam otak
j. Trauma pada tengkorak.
4. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. PRAOPERASI
Pada penatalaksaan bedah intrakranial praoperasi pasien diterapi dengan medikasi
antikonvulsan (fenitoin) untuk mengurangi resiko kejang pascaoperasi. Sebelum
pembedahan, steroid (deksametason) dapat diberikan untuk mengurangai edema
serebral. Cairan dapat dibatasi. Agens hiperosmotik (manitol) dan diuretik
(furosemid) dapat diberikan secara intravena segera sebelum dan kadang selama
pembedahan bila pasien cenderung menahan air, yang terjadi pada individu yang
mengalami disfungsi intrakranial. Kateter urinarius menetap di pasang sebelum
pasien dibawa ke ruang operasi untuk mengalirkan kandung kemih selama pemberian
diuretik dan untuk memungkinkan haluaran urinarius dipantau. Pasien dapat
diberikan antibiotik bila serebral sempat terkontaminasi atau deazepam pada
praoperasi untuk menghilangkan ansietas. Kulit kepala di cukur segera sebelum
pembedahan (biasanya di ruang operasi) sehingga adanya abrasi superfisial tidak
semua mengalami infeksi.
2. PASCAOPERASI
Jalur arteri dan jalur tekanan vena sentral (CVP) dapat dipasang untuk memantau
tekanan darah dan mengukur CVP. Pasien mungkin atau tidak diintubasi dan
mendapat terapi oksigen tambahan.
Mengurangi Edema Serebral : Terapi medikasi untuk mengurangi edema serebral
meliputi pemberian manitol, yang meningkatkan osmolalitas serum dan menarik air
bebas dari area otak (dengan sawar darah-otak utuh). Cairan ini kemudian
dieksresikan malalui diuresis osmotik. Deksametason dapat diberikan melalui
intravena setiap 6 jam selama 24 sampai 72 jam ; selanjutnya dosisnya dikurangi
secara bertahap.
Meredakan Nyeri dan Mencegah Kejang : Asetaminofen biasanya diberikan selama
suhu di atas 37,50C dan untuk nyeri. Sering kali pasien akan mengalami sakit kepala
setelah kraniotomi, biasanya sebagai akibat syaraf kulit kepala diregangkan dan
diiritasi selama pembedahan. Kodein, diberikan lewat parenteral, biasanya cukup
untuk menghilangkan sakit kepala. Medikasi antikonvulsan (fenitoin, deazepam)
diresepkan untuk pasien yang telah menjalani kraniotomi supratentorial, karena
resiko tinggi epilepsi setelah prosedur bedah neuro supratentorial. Kadar serum
dipantau untuk mempertahankan medikasi dalam rentang terapeutik.
Memantau Tekanan Intrakranial : Kateter ventrikel, atau beberapa tipe drainase,
sering dipasang pada pasien yang menjalani pembedahan untuk tumor fossa
posterior. Kateter disambungkan ke sistem drainase eksternal. Kepatenan kateter
diperhatikan melalui pulsasi cairan dalam selang. TIK dapat di kaji dengan
menyusun sistem dengan sambungan stopkok ke selang bertekanan dan tranduser.
TIK dalam dipantau dengan memutar stopkok. Perawatan diperlukan untuk
menjamin bahwa sistem tersebut kencang pada semua sambungan dan bahwa
stopkok ada pada posisi yang tepat untuk menghindari drainase cairan serebrospinal,
yang dapat mengakibatkan kolaps ventrikel bila cairan terlalu banyak dikeluarkan.
Kateter diangkat ketika tekanan ventrikel normal dan stabil. Ahli bedah neuro diberi
tahu kapanpun kateter tanpak tersumbat. Pirau ventrikel kadang dilakuakan sebelum
prosedur bedah tertentu untuk mengontrol hipertensi intrakranial, terutama pada
pasien tumor fossa posterior
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a
b
c
selatursika.
Elektroensefalogram (EEG) : Memberi informasi mengenai perubahan kepekaan
neuron.
Ekoensefalogram : Memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral.
Sidik otak radioaktif : Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat
radioaktif. Tumor otak mengakibatkan kerusakan sawar darah otak yang
menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif.
posisi agar tidak terjadi dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen
dianjurkan untuk melakukan ambulasi dini
4. P e m e n u h a n k e b u t u h a n e l i m i n a s i
Sistem Perkemihan
Control volunteer fungsi perkemihan kembali setelah 6 8 jam post anesthesia
inhalasi, IV, spinal
Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi retensio urine.
Pencegahan : inpeksi, palpasi, perkusi abdomen bawah (distensi buli buli)
Dower catheter kaji warna, jumlah urine, out put urine <30 ml/jam
komplikasi ginjal
System Gastrointestinal
Mual muntah 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapat
menyebabkan stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah
kepala dan leher serta TIO mneingkat
Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus
Kaji paralitik ileus suara usus (-), distensi abdomen, tidak flatus
Jumlah warna, konsistensi isi lambung tiap 6 8 jam
Insersi NGT intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi
dan drainase lambung
Meningkatkan istirahat.
Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.
Memonitor perdarahan.
7.PATHWAY
QuickTime and a
decompressor
are needed to see this picture.
Pengkajian Sekunder
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan dan kesehatan
k. Sistem kepercayaan
Agama yang dianut, apakah kegiatan ibadah terganggu
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
1.
Diagnosa
Keperawatan
Gangguan
rasa nyaman
nyeri berhu
bungan
dengan luka
insisi
Criteria Hasil /
Intervensi
Tujuan
Keperatan
Tujuan:
1. Kaji nyeri, catat
Setelah dilakukan
lokasi,karakteristi
tindakan keperawatan
k, skala (0-10).
rasa nyeri dapat
Selidiki dan
teratasi atau tertangani
laporkan perubaha
dengan baik.
n nyeri dengan
Kriteria hasil:
tepat.
Melaporkan rasa
nyeri hilang atau
terkontrol.
2. Pertahankan
posisi istirahat semi
Rasionalisasi
1. Berguna dalam
pengawasan
keefektifan obat,
kemajuan penyembu
han. Perubahan
pada karakteristik
nyeri menunjukkan
terjadinya abses.
2. Mengurangi
tegangan abdomen
yang bertambah
2.
3.
Kerusakan
integritas
kulit berhubu
ngan dengan
luka insisi
Mengungkapkan
metode pemberian
menghilang rasa
nyeri.
Mendemonstrasikan
penggunaan teknik
relaksasi dan aktivitas
hiburan
sebagi penghilang rasa
nyeri
fowler.
Tujuan:Setelah
di
berikan
tindakan
pasien
tidak
mengalami gangguan
integritas
kulit.
Kriteria hasil:
Menunjukkan penye
mbuhan luka tepat
waktu.
Pasien menunjukkan
perilaku
untuk meningkatkan p
enyembuhan
dan
mencegah komplikasi.
dengan posisi
telentang.
3. Dorong ambulasi 3. Meningkatkan
dini
normalisasi fungsi
organ, contoh
4. Berikan kantong merangsang
es pada abdomen
peristaltic dan
kelancaran flatus,
5 Berikan
dan menurunkan
analgesic sesuai
ketidak nyamanan
indikasi
abdomen.
4. Menghilangkan
dan mengurangi
nyeri
melelui penghilanga
n ujung saraf
catatan: jangan
lakukan
kompres panas
karena dapat
menyebabkan
kongesti jaringan.
5. Menghilangkan
nyeri mempermudah
kerja sama dengan
intervensi terapi
lain.
2. Lakukan
kompres basah dan
sejuk atau terap
irendaman.
2. Merupakan
tindakan protektif
yang dapat
mengurangi nyeri.
3. Lakukan perawa
tan luka dan
hygiene sesudah
mandi, lalu
keringkan kulit
dengan hati - hati.
3. Memungkinkan
pasien lebih bebas
bergerak dan
meningkatkan
kenyamanan pasien.
4. Berikan prioritas
untuk meningkatka
n kenyamanan
pasien.
Resiko tinggi Tujuan:
1. Awasi tanda infeksi berhu Setelah
dilakukan tanda
bungan
tindakan keperawatan. vital, perhatikan
dengan
Pasien
diharapkan demam, menggigil,
4. Mempercepat
proses penyembuh
an dan rehabilitasi
pasien,
1. Deteksi dini
adanya infeksi.
2. Memberikan
4.
5.
berkeringat
dan perubahan
mental dan
peningkatan nyeri
abdomen.
2. Lihat lika insisi
dan balutan. Catat
karakteristik,
drainase luka.
3. Lakukan cuci
tangan yang baik
dan
lakukan perawatan
luka aseptic.
4. Berikan
antibiotik sesuai
indikasi.
deteksi dini
terjadinya proses
infeksi.
3. Menurunkan
penyebaran bakteri
4. Mungkin
diberikan secara
profilaktif untuk
menurunkan jumlah
organism, dan
untuk menurunkan p
enyebaran
dan pertumbuhanny
a.
Gangguan
Tujuan:
perfusi
Setelah dilakukan
jaringan
perawatan tidak terjadi
berhubungan gangguan
dengan
perfusi jaringan.
perdarahan
Kriteria hasil:
Tanda-tanda
vital
stabil.
Kulit klien hangat
dan kering
Nadi perifer ada dan
kuat.
Masukan
atau
haluaran seimbang
1. Observasi
1.
ekstermitas
terhadap pembengk
akan, dan eritema.
Kekurangan
volume
cairan
berhubungan
dengan
perdarahan
post operasi.
Tujuan:
Setelah
dilakukan
tindakan keperawatan
pasien menunjukkan
keseimbangan cairan
yang adekuat
Tanda - tanda vital
stabil.
Mukosa lembab
Turgor
kulit
/ pengisian
kapiler baik.
Haluaran urine baik.
2. Evaluasi status
mental. Perhatikan
terjadinya
hemaparalis, afasia,
kejang, muntah
dan peningkatan
TD
3. Awasi
pemeriksaan
laboratorium.
4. Berikan cairan
IV atau produk
darah sesuai
indikasi.
3. Memberikan
informasi tentang
volume sirkulasi,
keseimbangan
cairan dan elektrolit.
4. Mempertahankan
volume sirkulasi
DAFTAR PUSTAKA
Brown CV, Weng J, Oh D, et al. 2009. Does routine serial computed tomography of the
head influence management of traumatic brain injury. A prospective
evaluation. Trauma.
Brunner & Suddarth. 2005. Keperawatan Medikal Bedah.(edisi 8). Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2006.Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :EGC
Nanda (Budi Santosa: editor). 2006.Panduan Diagnosa NANDA 2005-2006;Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta: EGC.