Anda di halaman 1dari 15

1.

Fisiologi
Testosteron merupakan hormon seks laki laki (androgen) yang terpenting.
Hormon testosteron termasuk hormon steroid yang terbentuk dari kolesterol.
Testosteron disekresikan oleh sel-sel interstisial Leydig di dalam testis. Testis
mensekresi beberapa hormon kelamin pria, yang secara bersamaan disebut
dengan androgen, termasuk testosteron, dihidrotestosteron dan
androstenedion. Testosteron jumlahnya lebih banyak dari yang lain sehingga
dapat dianggap sebagai hormon testikular terpenting, walaupun sebagian
besar testosteron diubah menjadi hormon dihidrotestosteron yang lebih aktif
pada jaringan target.
Sebelum testosteron menjadi bioaktif biasanya androgen ini harus diubah
terlebih dulu menjadi dihidrotestosteron pada sel sel target. Androgen pada
umumnya (testosteron, dihidrotestosteron, androstenedione, 17-ketosteroid)
sangat dibutuhkan untuk perkembangan sifat sifat seks primer maupun
sekunder (maskulinitas) pada laki-laki.
Testosteron sebagian besar (95%) disekresi oleh sel sel Leydig di dalam
jaringan testis yang berada di antara jaringan interstitial yang hanya
merupakan sekitar 5% dari seluruh jaringan testis. Testosteron sisanya
diproduksi oleh kelenjar adrenalis. Di samping hormon-hormon steroid yang
disebutkan di atas, testis masih memproduksi androgen yang kurang poten
(bersifat androgen lemah), seperti dehidroepiandrosteron (DHEA) dan
androstenedion.
Sel sel Leydig selain memproduksi estradiol masih juga mensekresikan
(dalam jumlah kecil) ; estron, pregnenolon, progesteron, 17-alfa-hidroksiprogesteron. Perlu diingat bahwa tidak semua dihidrotestosteron dan estradiol
disekresikan oleh sel-sel Leydig dari testis, tapi hormon-hormon seks steroid
seperti itu dapat juga dibentuk oleh Androgen Precursor dan esterogen pada
jaringan perifer lainnya, seperti kelenjar adrenalis.
Androgen dalam peredarahan darah pada umumnya didapatkan dalam
bentuk yang terikat dengan suatu molekul protein (binding protein). Hanya
sebagian kecil testosteron saja di dalam peredaran darah terdapat bentuk yang

bebas sebagai free testosteron. Free testosteron hanya ditemukan sekitar 2 %


saja. Sekitar 38% testosteron terikat pada protein albumin, selebihnya
sebanyak 60% terikat pada globulin membentuk Sex Hormone Binding
Globulin (SHBG). Ikatan itu terkadang juga ditemukan sebagai testosteronestradio-binding-globulin. Dengan ikatan-ikatan seperti itu androgen menjadi
lebih mudah dapat memasukin sel-sel target dan memberikan efek
fisiologiknya.
Pada sel-sel target testosteron pada umumnya akan diubah menjadi
dihidrotestosteron, namun di dalam hepar sebagian besar testosteron akan
diubah menjadi berbagai macam metabolit, misalnya menjadi androsteron,
epiandrosteron dan etiokholanolon. Metabolit-metabolit tersebut setelah
berkonjugasi dengan glukoronic acid, sulphuric acid akan dikeluarkan melalui
urin sebagai 17-ketosteroid. Dalam penentuan kadar 17-ketosteroid di dalam
urin, perlu disadari bahwa hanya sekitar 20-30% ketosteroid urin itu berasal
dari testosteron, sedangkan selebihnya berasal dari metabolit hormon steroid
adrenalis dan lainnya. Dengan demikian penentuan kadar 17-ketosteroid, urin
tidak dapat mewakili atau misalnya dijadikan pedoman untuk menentukan
kadar steroid dari testis.
Nilai rujukan normal testosteron total adalah 300-1000 ng/dl. Richard
(2002), menyatakan bahwa kadar testosteron pada pria dewasa adalah sebagai
berikut: free testosteron sebesar 0,47-2,44 ng/dl atau 1,6% 2,9% sedangkan
kadar testosteron dan kadar testosteron SHBG diklasifikasikan berdasarkan
usia seperti pada tabel berikut ini:
Kadar Testosteron dan Kadar Testosteron SHBG (Sex Hormone Binding
Globulin)
Kadar Testosteron
Usia
20-39
40-59
>50

Ng/dl
400-1080
350-890
350-720

Kadar Testosteron SHBG


Usia
Nmol/l
13-15
13-63
16-18
13-71
>19
11-54

Testosteron total terdiri dari 60% testosteron terikat globulin (SHBG),


38% testosteron terikat albumin dan 2% testosteron bebas. Komponen aktif
dari testosteron adalah testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang
kemudian diubah oleh enzim menjadi estradiol (dengan aromatase)
dehidrotestosteron dengan bantuan enzim 5 alfa reduktase dan koenzim
NADPH. Afinitas testosteron dengan SHBG sangat tinggi sehingga hanya
testosteron terikat albumin dan testosteron bebas yang menunjukkan
bioavalaibilitas aktif.

Gambar 1. Biovailabilitas Hormon Testosteron


Free Androgen Index (FAI) menunjukkan hubungan antara konsentrasi
testosteron dengan protein pengikat androgen. Kadar normal testosteron
bebas rata-rata 700 ng/dl dengan kisaran 300-1000 ng/dl, sedangkan FAI
berkisar 70-100%. Bila FAI < 50% gejala andropause akan muncul.
Pada usia 20 tahun, pria mempunyai kadar testosteron tertinggi dalam
darah, sekitar 800-1200 ng/dl yang akan dipertahankan sekitar 10-20 tahun.
selanjutnya kadarnya akan menurun sekitar 1% per tahun. pada usia lanjut,
terjadi penurunan fungsi sistem reproduksi pria yang mengakibatkan
penurunan jumlah testosteron dan availaibilitasnya. Seiring dengan
meningkatnya SHBG, penurunan testosteron bebas sekitar 1,2% per tahun,
sementara bioavailabilitasnya turun hingga 50% pada usia 25-75 tahun.
Pria akan mengalami penurunan kadar testosteron darah aktif sekitar 0,81,6% per tahun ketika memasuki usia sekitar 40 tahun. sementara saat

mencapai usia 70 tahun, pria akan mengalami penurunan kadar testosteorn


darah sebanyak 35% dari kadar semula. Perubahan kadar hormon testosteron
ini sangat bervariasi antara satu individu dengan individu lainnya dan
biasanya tidak sampai menimbulkan hipogonadisme berat.
Testosteron antara lain bertanggungjawab terhadap berbagai sifat
maskulinisasi tubuh, yaitu terhadap perkembangan sifat kelamin primer dan
sekunder pada pria dewasa. Sifat-sifat seks primer antara lain:
1. Perkembangan/pembesaran alat kelamin laki-laki (penis) yang mulai nampak
jelas pada usia 10-11 tahun (pre-pubertas/pubertas)
2. Perkembangan/pembentukan lekuk kulit skrotum dan pigmentasi kulit
skrotum
3. Perkembangan/pembesaran volume testis dan kelenjar seks asesori (prostat
dan vesika seminalis)
Sifat seks sekunder antara lain
1. Pembesaran nada suara
2. Pertumbuhan rambut ketiak, pubis maupun jambang/janggut
3. Perkembangan bentuk tubuh (otot dan skeleton) yang menunjukkan
maskulinitas dan perilaku
Selain fungsi di atas, hormon testosteron berpengaruh pada pertumbuhan
tulang. Testosteron meningkatkan jumlah total matriks tulang dan
menyebabkan retensi kalsium. Testosteron juga berpengaruh penting pada
metabolisme basal, produksi sel darah merah, sistem imun serta pengaturan
elektrolit dan keseimbangan cairan tubuh.
Fungsi yang lain ditemukan pada fungsi seksual. Pada pria usia lanjut,
dorongan seksual dan fungsi ereksi hanya terhadap testosteron yang kadarnya
lebih tinggi dibandingkan dengan pria lebih muda. Jadi berlawanan dengan
pria yang lebih muda, pria berusia lanjut membutuhkan kadar testosteron
lebih tinggi untuk mencapai fungsi seksual yang normal. Selain
mengakibatkan disfungsi seksual, testosteron yang kurang juga
mengakibatkan spermatogenesis terganggu, kelelahan, gangguan mood,
perasaan bigung, rasa panas (hot flush), keringat malam hari serta perubahan
komposisi tubuh berupa timbunan lemak visera.

Seiring bertambahnya usia, terjadi penurunan fungsi sistem reproduksi


pria yang menyebakan penurunan jumlah testosteron bebas dan
availabilitasnya serta peningkatan SHBG sehingga pembentukan DNA,
mRNA, protein termasuk (Growth Factor) juga menurun.
2. Patofisiologi
Konsep sindrom klimakterik laki-laki atau andropause sudah diketahui
sejak 55 tahun yang lalu berdasarkan fakta bahwa beberapa pria berusia di
atas 50 menampilkan gejala klinis yang sama seperti wanita menopause.
Penyebab rasional andropause adalah penurunan terkait usia (aging) dari
produksi dan fungsi testosteron. Oleh karena itu terapi testosteron akan
menghambat proses penuaan. Sindrom klinis androgen belum dapat
dideskripsikan dengan pasti karena penyebab fenomena ini adalah
multifaktorial.
Perubahan kadar testosteron terkait dengan proses normal pada lakilaki:
Penyebab penurunan produksi testosteron terkait usia merupakan proses
kompleks dan berbeda. Perubahan yang paling penting muncul di testis, di
mana terjadi penurunan dan perubahan jumlah sel Leydig (Leifke et al.,
2000). Pada pria yang lebih tua, selain penurunan jumlah sel Leydig,
dilaporkan juga terjadi kenaikan moderat kadar hormon luteinizing. Berbeda
dengan ovarium pada wanita, testis akan terus menerus memproduksi gamet
dan sekresi testosteron sepanjang hidup. Penurunan parameter sperma secara
signifikan telah dilaporkan terkait dengan bertambahnya usia karena
berkurangnya jumlah sel Sertoli (Hankansson, 2009). Namun demikian,
kemampuan pematangan spermatozoa pada lakilaki tua sebanding dengan
laki laki usia muda.
Selain itu, pria dewasa muda menunjukkan ritme sirkadian yang dapat
terlihat dari kadar serum total testosteron, dengan tingkat puncak di pagi hari
dan jatuh perlahan sekitar 35% pada siang hari. Fluktuasi harian testosteron
serum ini mulai terganggu pada laki-laki yang lebih tua. Kemampuan testis

untuk meningkatkan sekresi testosteron dalam menanggapi peningkatan


stimulasi gonadotropin juga berkurang pada pria yang lebih tua. Ada bukti
bahwa perubahan terkait usia dalam fungsi hypothalamopituitary juga
berkontribusi penurunan produksi testosteron. Lakilaki usia tua gagal untuk
menunjukkan peningkatan sekresi LH dalam menanggapi keadaan
hypoandrogenic. Laki-laki yang lebih tua dengan kadar testosteron rendah
memiliki kadar gonadotropin (utamanya kadar LH) yang berada dalam
kisaran normal untuk anak muda pria dewasa, sehingga menghasilkan kondisi
hipogonadisme hipogonadotropik relatif. Penjelasan mengenai hal tersebut
juga telah dapat didemonstrasikan dengan baik, dimana kompartemen
hypotalamopituitary dari aksis gonad pada laki laki usia tua lebih sensitif
terhadap feedback negatif dari hormon seks dibandingkan laki laki usia muda
(Saalu dan Osinubi, 2013).
Aspek ketiga dari mekanisme patofisiologi perubahan yang berkaitan
dengan usia dalam sirkulasi kadar testosteron, selain faktor testis primer dan
defisit regulasi umpan balik neuroendokrin, adalah peningkatan progresif
plasma sex ghormone binding globulin (SHBG) binding capacity. Penyebab
kenaikan ini dengan usia masih belum jelas. Penurunan kadar testosteron
mungkin tidak bertanggung jawab atas peningkatan kadar SHBG; sebagai
yang terakhir, peningkatan diamati pada usia lebih awal dari
penurunan testosteron, sedangkan tingkat estradiol yang mirip pada pria muda
dan tua. Sebuah penjelasan yang masuk akal adalah bahwa peningkatan kadar
SHBG berhubungan dengan penurunan tergantung usia- sirkulasi hormon
pertumbuhan atau tingkat faktor pertumbuhan seperti insulin (Saalu dan
Osinubi, 2013).
Faktor-faktor lain juga dapat berpengaruh terhadap penurunan
konsentrasi atau efektivitas testosteron terkait dengan penuaan. Sebagai
contoh, obesitas dapat meningkatkan aktivitas aromatase yang dapat
menyebabkan penigkatan konversi testosteron menjadi estradiol. Faktor lain
yang terkait dengan penurunan testosteron adalah penyakit diabetes, sindrom
metabolik dan obstructive sleep apnea (Saalu dan Osinubi, 2013).

Efek penuaan pada jaringan target testosteron:


Penuaan mungkin juga mengurangi efek androgen dengan menyebabkan
hilangnya sensitivitas jaringan-jaringan target terhadap testosteron atau
dihidrotestosteron (DHT). Keduanya, baik peningkatan atau penurunan
sensitivitas sekresi hipofisis gonadotropin terhadap umpan balik androgen
telah dilaporkan pada pria yang lebih tua. Tidak ada keraguaan terhadap
masalah masalah penuaan. Hal tersebut sudah pasti dan dikaji secara ilmiah.
Ketika lakilaki mengalami penuaan, ada peningkatan yang signifikan dalam
gejala termasuk kelesuan, lekas marah, insomnia, kelemahan, disfungsi
ereksi, hilangnya libido, dysthymia atau depresi, osteopenia atau osteoporosis
(Saalu dan Osinubi, 2013).
Selama proses penuaan normal pada pria, terdapat penurunan 3 sistem
hormonal yaitu hormon testosteron DehydroEpyAndrosteron (DEA/DHEA
sulfat/DHEAS), Insulin Growth Factor (IGF) dan Growth Hormon (GH).
Oleh karena itu, banyak pakar yang menyebut andropause dengan sebutan
lain seperti:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Klimakterium pada pria


Viropause
Androgen Deficiency in Aging Men (ADAM)
Partial Androgen Deficiency in Aging Men (PADAM)
Partial Testosterone Deficiency in Aging Men (PTDAM)
Andrenpause (Deficiency DHEA/DHEAS)
Somatopause (Deficiency GH/IGF)
Low Testosterone Syndrome

3. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Andropause


Timbulnya gejala dan tanda andropause dapat terjadi karena pengaruh
berbagai faktor, antara lain (Anita, 2002):
a. Faktor internal
Pengaruh internal bisa berasal dari tubuh sendiri atau pun dari genetik.
Terjadi karena adanya perubahan hormonal/organik, juga bisa karena
sudah mengidap penyakit tertentu seperti hipertensi, hiperkolesterol,
obesitas atau diabetes melitus
b. Faktor eksternal

Pengaruh eksternal bisa didapat dari faktor lingkungan yang tidak lagi
kondusif. Dapat bersifat fisik seperti kandungan bahan kimia bersifat
estrogenik yang sering digunakan dalam bidang pertanian, pabrik dan
rumah tangga. Juga dapat karena faktor psikis yang berperan yaitu
kebisingan dan perasaan tidak nyaman, sering terpapar sinar matahari dan
polusi yang bisa menyebabkan stres. Gaya hidup tidak sehat juga
ditengarai dapat mempengaruhi gejala andropause, misalnya merokok,
mengkonsumsi alkohol, begadang, dan pola makan yang tidak seimbang.
4. Gejala Dan Tanda Andropause
Penurunan kadar hormon testosteron pada pria menimbulkan beberapa gejala
dan keluhan pada berbagai aspek kehidupan, meliputi (Could, 2000;
Soewondo, 2006):
a. Gangguan vasomotor
Tubuh terasa panas, berkeringat, insomnia, rasa gelisah dan takut terhadap
perubahan yang terjadi.
b. Gangguan fungsi kognitif dan suasana hati
Mudah lelah, menurunnya konsentrasi, berkurangnya kerjasama mental/
intuisi, keluhan depresi, nervous, dan hilangnya rasa percaya diri,
menurunnya motivasi terhadap berbagai hal.
c. Gangguan virilitas
Menurunnya kekuatan dan berkurangnya tenaga secara signifikan,
menurunnnya kekuatan dan masa otot berkurangnya masa otot
(sarkopenia) terlihat pada pria yang lebih tua sebagai hasil dari
menurunnya kekuatan otot akibat hipotestosteronemia. Rata-rata akan
terjadi penurunan 12 kg masa otot antara usia 25-70 tahun. Dalam periode
yang sama tersebut terjadi peningkatan deposit lemak tubuh sebesar 1836%. Perubahan pertumbuhan rambut dan kualitas kulit, osteoporosis
karena berkurangnya massa tulang, dan insidensi fraktur patologis yang
meningkat. Terdapat koprelasi positif antara konsentrasi testosteron pada
pria yang menua dengan kepadatan mineral tulang dan osteoporosis.
d. Gangguan seksual
Menurunnya minat terhadap seksual, perubahan tingkah laku dan aktivitas
seksual, kualitas orgasme menurun, berkurangnya kemampuan ereksi/

disfungsi ereksi/ impotensi, berkurangnya kemampuan ejakulasi, dan


menurunnya volume ejakulasi, menurunnya libido yang berimbas pada
menurunnya minat terhadap aktivitas seksual.

Gambar 1. Tanda dan Gejala Defisiensi Androgen


5. Penegakkan Diagnosis
a. Perubahan hormonal sebagai diagnosa pasti diukur dengan pemeriksaan
laboratorium yaitu mengukur kadar testosteron serum, total testosterone,
testosteron bebas, SHBG, DHEA dan DHEAs. Karena tingginya
variabilitas individual level testosteron serum dan pengaruh ritme
circardian, maka dibutuhkan minimal 2 kali pemeriksaan yang dilakukan
dipagi hari. Estimasi kadar gonadotropin serum juga bermanfaat untuk
menunjang diagnosis. Peningkatan level LH serum menunjang keadaan
defisiensi testosteron akibat gangguan testikular. Selain itu diperiksa juga
FSH, prolaktin, fungsi liver dan tiroid.

b. Perubahan mental dan fisik dikonfirmasi dengan pemeriksaan fisik, fungsi


tubuh dan pemeriksaan psikologi
c. Perubahan tingkah laku dikonfirmasi dengan alloanamnesis
Untuk mempermudah penegakkan diagnosa andropause dapat
menggunakan daftar pertanyaan mengenai gejala-gejala hipoandrogen yang
dikembangkan oleh kelompok strudi St. Louis-ADAM dari Canada yang
disebut dengan ADAM test. ADAM test memuat tentang gejala andropause.
Bila menjawab ya untuk pertanyaan 1 atau 7 atau ada 3 jawaban ya selain
nomor tersebut, maka kemungkianan besar pria tersebut mengalami
andropause (Olarinoye, 2006).
Selain ADAM test, terdapat pula AMS (Aging Males Symptoms) test yang
dikembangkan oleh peneliti dari Jerman. Jumlah pertanyaan 17 buah dan
mencakup ranah gangguan psikologis, somatik dan seksual (Olarinoye, 2006).

Gambar 2. ADAM test

6. Tatalaksana
Terapi sulih hormon adalah terapi yang paling direkomendasikan untuk
penanganan andropause. Pemberian testosteron (TRT Testosteron
Replacement Therapy) adalah pilihan paling baik saat imi. Belum ada
kesepakatan ambang standar untuk memulai pengobatan defisiensi testosteron.
Kadar testosteron 200-300 ng/dl yang diambil pada pagi hari dianggap rendah.
Tetapi angka ini tidak dapat dikaitkan dengan usia. Karena nilai 300 ng/dl
mungkin normal pada pria berusia 65 tahun, tapi tidak normal untuk usia 30
tahun (Olarinoye, 2006).
Prinsip penatalaksanaan kadar testosteron adalah mempertahankan kadar
testosteron pada nilai normal, terapi diberikan jika kadar testosteron
cenderung turun, tanpa menunggu kadar testosteron tersebut berada dibawah
nilai normal. Tujuan terapi adalah mempertahankan kadar testosteron tetap
pada rentang nilai normal, sehingga meminimalkan gejala akibat defisiensi
androgen, mengembalikan libido dan fungsi seksual serta meningkatkan
kualitas hidup (Olarinoye, 2006).
Berikut adalah preparat testosterone yang ada di Indonesia (Soewondo, 2006)
a. Per oral
1. Testosteron undecanoat capsul 40 mg (andriol testoscap)
2. Mesterolone tablet 25 mg (proviron. Infelon, androlon)
b. Injeksi intra muskular
1. Kombinasi testosterone proprionate 30 mg, testosterone
phenylpropionat 60 mg, testosteron decanoat 100 mg ampul (sustanon)
2. Testosterone undecanoat 1000mg ampul (nebido)
c. Transdermal
Gel testosteron (tostrex 2% gel)
Keuntungan penggunaan TRT (Olarinoye, 2006).
a. Efek anabolik androgen sudah diketahui. TRT dapat meningkatkan
densitas masa tulang, meningkatkan masa otot, kekuatan otot kaki dan
tubuh bagian atas
b. Masa lemak total seperti halnya lemak viseral berkurang dengan TRT pada
pria hipogonadism dengan obesitas sentral

c. TRT memperbaiki fungsi seksual dan mental pada pria hipogonadism.


Dari penelitian didapatkan adanya peningkatan jumlah ereksi per hari,
rata-rata durasi ereksi dan peningkatan rigiditas penis.
d. Androgen terapi meningkatkan hematokrit dan memperbaiki anemia pada
pria hipogonadism
Kerugian penggunaan TRT
Efek samping penggunaan TRT jangka panjang adalah terhadap kesehatan
prostat. Karena testosteron adalah androgen yang mempengaruhi pertumbuhan
prostat. Namun, dari penelitian, didapatkan bahwa androgen eksogen tidak
menginisiasi karsinoma prostat tapi mungkin meningkatkan progresi apabila
sudah terjadi ca prostat, begitu pula TRT menginisiasi Benign Prostate
Hypelplasi juga tidak terbukti, namun hanya meningkatkan progresifitasnya.
Karena itu sebelum penggunaan TRT diperlukan pemeriksaan dasar prostat,
seperti pemeriksaan bimanual (rectal examination), level PSA, USG trans
rectal dan biopsi. Efek samping lain yang meliputi peningkatan serum lipid,
eritrosistosis, sleep apneu, ginekomastia, dan perubahan perilaku menjadi
agresif (Olarinoye, 2006).

A. KESIMPULAN
1. Sindrome andropause merupakan sindrom penurunan kemampuan fisik,
seksual dan psikologi yang dihubungkan dengan berkurangnya hormon
testosteron dalam darah
2. Gejala andropause meliputi gangguan vasomotor, seksual, virilitas, fungsi
kognitif dan suasana hati
3. Penegakkan diagnosis dengan anamnesis berdasar ADAM test,
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang meliputi mengukur kadar
testosteron serum, total testosterone, testosteron bebas, SHBG, DHEA dan
DHEAs.
4. Tatalaksana andropause meliputi TRT (Testosterone Repplacement
Theraphy) untuk mempertahankan kadar testosteron tetap pada rentang
nilai normal, sehingga meminimalkan gejala akibat defisiensi androgen,
mengembalikan libido dan fungsi seksual serta meningkatkan kualitas
hidup.

DAFTAR PUSTAKA
Allan CA dan RI Mclachlan, 2004. Age-related Changes in Testosterone and
the Role of Replacement Theraphy in Older Men. Clin Endocrinol
2004; 60: 653-670
Anita, N, Moeloek N. 2002. Aspek Hormonal Testosteron Pada Pria Usia
Lanjut (Andropause), MAI:3: 81-7
Araujo AB et al., 2004. Prevalence and Incidence of Androgen Deficiency in
Middle-aged and Older men: Estimates from the Massachusetts Male
Aging Study. J Clin Endocrinol Metab. 2004;89:5920-6
Could D.C., Rechar P. 2000. The Male Menopause Does It Exist. BMJ: 320:
858-861
Goel, Apul et al., 2009. Andropause in Indian Men: A Preliminary CrossSectional Study. Urology Journal: 2009;6:40-6
Hakansson J. The JUPITER Study Poses More Questions Than Answers.
Lakartidningen. 2009; 106(26-27): 1757.
Leifke E, Gorenoi V, Wichers C, Muhlen A von Zur, Buren E Von, Brabant G.
Age Related Changes Of Serum Sex Hormones, Insulin Like Growth
Factor-1 And Sex-Hormone Binding Globulin Levels In Men: Cross
Sectional Data From A Healthy Cohort Male. Clin Endrocrinol. 2000;
53: 689-695.

Olarinoye, J.K. SA Adebisi, dan AA Popoola. 2006. Andropause: An


Emerging World Health Problem. WAJM. Vol 25 no 2. 84-7
Saalu, LC dan AA Osinubi. 2013. Andropause (Male Menopause): Valid
Concepts, Fables and Controversies. Journal of Basic Medical
Sciences Volume 1, Number 1, January-June, 2013
Soewondo P. 2006. Menopause, Andropause Dan Somatopause Perubahan
Hormonal Pada Proses Menua. Dalam: Sudoyo A.w, dkk. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta: FKUI, hal: 1989-1992

Anda mungkin juga menyukai