Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama
: Ny. S
Umur
: 51 tahun
Status
: Menikah
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Alamat
: Ngawi
II. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada tanggal 23 Desember 2014, jam 15.30 WIB.
Keluhan Utama :
Mata kanan tidak dapat melihat
Keluhan Tambahan :
Mata kanan terasa nyeri, merah, sakit kepala, nyeri tengkuk, mual dan muntah.
Riwayat perjalanan penyakit :
pasien. 2 hari SMRS pasien merasa tidak bisa melihat apa-apa lagi.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Umum :
- Hipertensi
- Kencing Manis
- Asma
- Gastritis
- Alergi Obat
b. Mata :
- Riwayat penggunaan kacamata
- Riwayat operasi mata
- Riwayat trauma mata
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran
: Compos Mentis
Tanda Vital
Tekanan Darah
: 160/90 mmHg
Nadi
Respirasi
Suhu
: 82 x/menit
: 20 x/menit
: Afebris
Kepala
Mulut
THT
: Normotia +/+, Deviasi septum (-), Sekret (-), Faring tidak hiperemis
Thoraks
Abdomen
Ekstremitas
KGB
Status Oftalmologi
KETERANGAN
OKULO DEXTRA
1. VISUS
OKULO SINISTRA
(OD)
Tajam Penglihatan
Axis Visus
Koreksi
Addisi
Distansia Pupil
Kacamata Lama
(OS)
0
-
Maju
-
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah
Hitam
Simetris
Hitam
Simetris
6/18
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
6. KONJUNGTIVA BULBI
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Injeksi Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Terbuka
Tidak dilakukan
Terbuka
Tidak dilakukan
Putih
Tidak ada
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Tidak ada
Jernih
Licin
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
Jernih
Licin
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak dilakukan
7. SISTEM LAKRIMALIS
Punctum Lakrimalis
Tes Anel
8. SKLERA
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan
9. KORNEA
Kejernihan
Permukaan
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema
Tes Placido
10. BILIK MATA DEPAN
Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Fler
Dangkal
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
11. IRIS
Dangkal
Jernih
Tidak adak
Tidak ada
Tidak ada
Warna
Sinekia
Koloboma
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
Coklat
Tidak ada
Tidak ada
12. PUPIL
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya Langsung
Refleks Tak Langsung
dilatasi
Bulat
7,5 mm
Positif
Positif
Sentral
Bulat
5 mm
Negatif
Negatif
13. LENSA
Kejernihan
Letak
Shadow Test
Jernih
Di tengah
Tidak dilakukan
Jernih
Di tengah
Tidak dilakukan
Jernih
Jernih
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
16. PALPASI
Nyeri Tekan
Massa Tumor
Tensi Okuli
Tonometri Schiotz
Tidak ada
Tidak ada
N +/palpasi
21
Tidak ada
Tidak ada
N+/palpasi
14
IV.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Eritrosit
Leukosit
Hb
Ht
Trombosit
MCV
MCH
Limfosit
Monosit
Ureum
Creatinin
Waktu pembekuan
Waktu perdarahan
V.
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
:
4.25
5,8
12.3
42.3
191
88
28,9
45
7
29,1
1,0
8,0
2,0
106/mm3
103/mm3
g/dl
%
103/mm3
m3
pg
%
%
mg/dl
mg/dl
menit
menit
(3.80-5.8 106/mm3)
( 3.5-10.0 103/mm3)
( 11-16.5 g/dl )
( 35 -50 % )
( 150-390 103/mm3 )
( 80 97 m3 )
( 26.5-33.5 pg )
( 17 48 % )
( 4.0 10 % )
( 10-50 mg/dl )
( 0,6-1,36 mg/dl )
( 7-16 menit )
( 2-6 menit )
RESUME
Pasien datang ke poliklinik mata RSM dr.Yap untuk kontrol penyakit
glaukoma yang sudah diderita sejak lebih dari 2 tahun yang lalu. Sebelumnya
sejak 2 minggu SMRS pasien mengeluh mata kanan terasa pegal, rasa pegal
terutama dirasakan di kelopak mata bagian atas. Pasien juga mengeluh
penglihatannya agak sedikit terganggu, pasien sering merasa tidak nyaman saat
melihat sinar. Kadang mata tampak merah, tidak ada keluhan gatal, dan tidak
terdapat kotoran mata. Selain itu pasien juga mengeluh mual-mual dan sampai
muntah. Keluhan
pasien. 2 hari SMRS pasien merasa tidak bisa melihat apa-apa lagi. Dengan
pemeriksaan
DIAGNOSA KERJA
Ocular Dextra (OD) :
VII.
VIII.
ANJURAN PEMERIKSAAN
Kampimetri
Gonioskopi
IX.
PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Pro Trabekulektomi okular dextra.
Medikamentosa
Infus manitol 250 cc (i.v)
Ciprofloxacin 500 mg 2 x 1 (p.o)
Metformin 500 mg 2 x 1 (p.o)
Lodos 1 x 1 (p.o)
Pilocarpin 2% 4 x 1 gtt odd
Brinzolamide 1% 3 x 1 gtt odd
Tobro 4 x 1 gtt odd
IX.
PROGNOSIS
OD
OS
Ad vitam
Bonam
Bonam
Ad fungsionam
Dubia ad bonam
Bonam
Ad sanationam
Malam
Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
6
1. Definisi
Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati saraf optik
dan defek lapangan pandang. Glaukoma dapat mengganggu fungsi penglihatan
dan bahkan pada akhirnya dapat melibatkan kebutaan. Glaukoma merupakan
penyakit yang tidak dapat dicegah namun bila diketahui secara dini dan
dikendalikan maka glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Penemuan dan pengobatan sebelum terjadinya gangguan penglihatan adalah cara
terbaik untuk mengtontrol glaukoma. Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala
yang nyata dan bersifat kronik yang hampir tidak menunjukkan gejala.
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh
pencekingan diskus optikus dan pengecilan lapang pandang penglihatan.
Glaukoma merupakan kelompok penyakit neurooptik yang biasanya
memiliki satu gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat progresif
yang disebabkan karena peningkatan tekanan intraokular, ditandai dengan
kelainan atau atrofi papil nervus optikus yang khas, adanya ekskavasi
glaukomatosa, serta gangguan lapang pandang dan kebutaan.
Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang pandang perifer
pada tahap awal dan kemudian akan menganggu penglihatan sentral. Glaukoma ini
dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan tersamar. Glaukoma
dapat dikendalikan jika dapat terdeteksi secara dini.
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian: glaukoma primer,
glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut. Sedangkan
berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intra okular, glaukoma dibagi
menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma sudut tertutup. Dari
semua jenis glaukoma diatas, glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium
akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola
mata terasa nyeri.
7
2.1 Epidemiologi
Di seluruh dunia glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tertnggi. 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma. Glaukoma
dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih banyak
diserang daripada wanita.
Sedangkan World Health Organization menyatakana bahwa glaukoma
merupakan penyebab kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan trakoma.
Analisa yang telah dilakukan organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan
terdapat 104,5 juta penduduk dunia dengan glaukoma, diperkirakan prevalensi
kebutaannya untuk semua tipe glaukoma mencapai 5,2 juta penderita per tahun.
Jumlah penderita glaukoma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2% dari populasi
dan merupakan penyebab kebutaan nomor dua di Indonesia setelah katarak.
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman yang
menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner. Di Amerika Serikat,
kira-kira 2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang lebih tua mengidap glaukoma,
sebanyak 120.000 adalah buta disebabkan penyakit ini. Banyaknya orang Amerika
yang terserang glaukoma diperkirakan akan meningkatkan sekitar 3.3 juta pada
tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300.000 kasus glaukoma yang baru dan
kira-kira 5400 orang-orang menderita kebutaan. Glaukoma akut (sudut tertutup)
merupakan 10-15% kasus pada orang Kaukasia. Presentase ini lebih tinggi pada
8
orang Asia terutama pada orang Burmadan Vietnam di Asia Tenggara. Glaukoma
pada orang kulit hitam, 15 kali lebih menyebabkan kebuataan dibandingkan orang
kulit putih.
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduk peringkat
pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase
itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%. India 0,7% dan
Thailand 0,3%. Menurut survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan oleh katarak (0,78%), glaukoma
(0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit lain yang berhubungan dengan usia
lanjut (0,38%).
Hasil penelitian di RS Cipto Mangunkusumo, Jakarta tahun 1998-1999
didapatkan data:
1.
2.
3.
4.
94 orang
121 orang
21 orang
81 orang
Pemakaian
mata
steroid
secara
terjdinya glaukoma.
5. Riwayat trauma pada mata
6. Riwayat penyakit lain
Seperti riwayat penyakit Diabetes dan Hipertensi.
7. Ras
Di Amerika Serikat, Glaokoma lebih banyak diderita pada orang-orang
dengan kulit berwarna.
Adapun beberapa faktor risiko yang dapat mengarah pada kerusakan
glaukoma:
-
kerusakan.
Tekanan darah rendah atau tinggi.
Fenomena autoimun.
Degenerasi primer sel-sel ganglion.
Usia di atas 40 tahun.
Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka.
Hipermetropia berbakat untuk terjadinya glaukoma sudut tertutup.
Pasca bedah dengan hifema atau infeksi.
2.2 Patogenesis
Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai
makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar
dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm.
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat
produksi cairan mata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan
mata dari bola mata. Pada glaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh
karena itu dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini saling
berhubungan antara tekanan, dan regangan.
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata
berupa dinding korneosklera).
Hal
ini
akan
menyebabkan
dan
ketebalan
yang
relatif
besar
dianggap
normal bila
kurang daripada 20
mmHg pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi
dari 20 mmHg yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya
glaukoma. Bila tekanan lebih dari 25mmHg pasien menderita glaukoma.
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi
sel ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti
bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus
siliar juga menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi
hialin.
Diskus
optikus diduga
optikus
menjadi
atrofi
disertai
pembesaran
cekungan
menyebabkan degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan
terjadi pada cabang-cabang
sirkulus
Zinn-Haller),
diduga
gangguan
ini
11
mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada bagian tengah
sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik.Serabut atau sel syaraf ini
sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola mata
naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel tersebut
akan mengakibatkan penglihatan yang permanen.
12
Gambar 2.
Aliran
Humor Aquos
Keterangan gambar
Normal dan abnormal aliran humor aquos :
a.
Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera (panah kecil) dan
anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos melewati anyaman trabekula. Setiap
b.
c.
2.3 Klasifikasi
13
Galucoma
terjadi secara kronis. Sudut tertutup yakni glaukoma yang terjadi pada mata
dengan sudut COA dangkal, umumnya terjadi serangan akut pada glaukoma
dengan sudut tertutup. Namun apabila tidak diobati berkembang menjadi
glaukoma kronis.
Pembagian
menurut
penyebabnya
yakni
primer dan
sekunder.
Glaukoma primer yakni glaukoma yang terjadi pada mata yang sebelumnya tidak
ditemukan kelainan/penyakit. Sedangkan pada glaukoma sekunder didapatkan
faktor penyebab atau faktor resiko yang mendasari. Misalkan pada katarak akan
menyebabkan dua macam glaukoma tergantung pada tahapannya. Pada fase
imatur, lensa relatif membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil,
aliran aquos terganggu dan menyebabkan iris terdorong ke depan akhirnya
dapat terjadi glaukoma sudut tertutup. Sedangkan pada fase matur akan
terjadi proteolisis di mana protein-protein yang dilepaskan akan mennyumbat
trabekular meshwork. Pada keadaan tersebut glaukoma yang terjadi adalah
glaukoma sekunder dengan sudut terbuka.
Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada penggunaan tetes mata
steroid jangka waktu lama, dislokasi lensa, pasca trauma, pasca operasi,
dam seclutio pupil pasca uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni
glaukoma yang ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak.
Dapat terjadi akibat gangguan pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia.
kongenital dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma akut dapat
14
pada
penampakan
vaskuler
sentral
yakni
nasalisasi,
bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf di sekitar papil. Pada
15
tahap akhir C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan diskus neural
rusak.
Penyempitan Lapang Pandang
Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun
mendadak. Tajam penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer,
atau yang lebih umum disebut lapang pandang. Mekanisme yang mendasari
penyempitan lapang pandang adalah kerusakan papil nervus II serta kerusakan
lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat peningkatan TIO. Pada peningkatan
TIO maka terjadi peregangan dinding bola mata. Retina merupakan salah satu
penyusun dinding bola mata ikut teregang struktur sel syaraf yang tidak
elastis kemudian menjadi rusak. Sedangkan pembuluh kapiler yang menyuplai
serabut- serabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan terjadi
gangguan vaskularisasi.
Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan papil
dan lapisan syaraf retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan
lapang pandang.
Lama-kelamaan
penderta
seperti
melihat
melalui
16
Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau
dalam, tergantung kelainan yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk
mengetahui kelainan
tanda serangan glaukoma akut pada pasien seperti nyeri, mata merah, halo,
dan penurunan visus mendadak. Dengan sudut terbuka mungkin pasien
mengeluhkan penyempitan lapang pandang secara bertahap. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan penlight ataupun gonioskopi. Dengan penlight COA
dalam ditandai dengan semua bagian iris tersinari, sedangkan pada sudut
tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup bayangan.
Pemeriksaan
2.5 Penatalaksanaan
Terapi Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aqueous humour
Penghambat adrenergik beta bekerja dengan mengurangi produksi
humour aqueous. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol maleat
0,25% dan 0,5%, betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lainlain. Kontraindikasi
utama penggunaan obatobat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas
kronik, terutama asma, dan defek hantaran jantung. Betaxolol dengan
selektivitas relatif tinggi terhadap reseptor 1
efek samping respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam
menurunkan TIO. Depresi, kebingungan, rasa lelah dapat timbul pada
pemakaian obat penghambat adrenergik beta topikal. Frekuensi timbulnya
efek sistemik dan tersedianya
obatobat
lain
telah
menurunkan
yang
efektif sebagai
inhibitor
pahit
terapi
tambahan,
meskipun
tidak
seefektif
alergi.
Dorzolamide
juga
18
Semua
analog
prostaglandin
dapat
menimbulkan
bulu
mata, dan penggelapan iris yang permanen . Obat ini juga sudah jarang
dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes keratitis serta dapat
menyebabkan edema macula pada individu dengan predisposisi.
Obat
parasimpatomimetik
aqueous humour
meningkatkan
aliran
keluar
humor
cairan aqueous
eksternal
humor.
Terdapat
termasuk refleksvasodilatasi
pada afakik dan vasokonstriksi saraf optik. Dipivefrin adalah suatu prodrug
epinefrin yang dimetabolisasi di intraokular menjadi bentuk aktifnya.
Epineferin dan dipivefrin sebaiknya tidak digunakan untuk mata dengan
sudut kamera anterior sempit.
19
darah
menyebabkan
menjadi
hipertonik
sehingga air tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus.
Selain itu juga terjadi
baik
diatasi
dengan
membentuk
20
keluar humor akueous karena efek luka bakar tersebut pada jalinan
trabekular dan kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular
yang meningkatkan fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan
bagi bermacam-macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya
bervariasi
tekanan
bergantung
biasanya
pada
penyebab
yang
mendasari.
Penurunan
atau
insersiselangdrainase.
Trabekulektomi
telah
untuk
untuk
mengontrol
tekanan
intraokular.
Krioterapi,
diatermi,
di
sebelah
posterior
limbus
untuk
menimbulkan
21
dilakukan
dengan
bandage
hiperosmotik
serta
mencegah
dekompensasi
kornea
glaukoma
lokal dengan
injeksi
setelah
bola
mata
22
ketika
BAB III
KESIMPULAN
23
dengan benar. Riwayat mengenai gejala serta pemeriksaan fisik dan penunjang
pada pada
karena penanganan yang tidak adekuat kerusakan pada papil nervus optokus
berlangsung secara progresif, dan akhirnya menyebabkan kebutaan yang
ditandai dengan light perception negatif pada mata kiri dan kerusakan papil.
Karena sudah mencapai tahap glaukoma absolut, maka penatalaksanaan hanya
terbatas untuk menurunkan TIO. Dengan penurunan TIO diharapkan keluhan
seperti rasa pegal di sekitar mata yang dialami dapat berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
24
25