Anda di halaman 1dari 4

Menghadapi pasien yang dalam kondisi antara hidup dan mati kadang menimbulkan dilema.

Meminta
petimbangan keluarga pasien, seringkali tidak menyelesaikan masalah justru menimbulkan masalah baru.
Pasien-pasien sakit berat yang mengandalkan bantuan ventilator dan alat-alat penunjang hidup lainnya,
seringkali membingungkan dokter yang merawatnya. Dari sisi medis, pasien tidak ada harapan hidup karena
hampir semua organ vital tubuhnya sudah rusak. Namun di sisi lain, mencabut semua alat bantu hidup dianggap
sebagai tindakan pembunuhan yang tentunya bisa berbuntut peluang penuntutan oleh keluarga pasien. Di luar
itu, biaya perawatan ICU yang tidak murah semakin membengkak dan bisa jadi keluarga pasien pun tak sanggup
menanggungnya.
Situasi tersebut seringkali dialami oleh dokter yang bertugas di ICU. End-of life decisions, atau keputusan untuk
mengakhiri hidup pasien-pasien yang tidak ada harapan hidup,dilihat dari pertimbanganetis dan medis.

Faced with patients in a state between life and death sometimes cause a dilemma.Petimbangan
asking the patient's family, often do not solve the problem it raises new problems.
Ill patients who rely heavily ventilator assistance and tools other life support, often confusing
doctors. From

the medical side, the patient has no hope of life for nearly all his
vital organs are damaged. But on the other hand, remove all the tools of life is
considered as an act of "murder" which of course could tails chance of
prosecution by the patient's family. Beyond that, the cost of ICU care is not cheap getting
swollen and may be the patient's family were unable to bear.

End-of life decisions, or the


decision to end the lives of patients who had no hope of life, seen from
pertimbanganetis and medical,
The situation is often experienced by doctors on duty in ICU.

semua pasien kritis yang memiliki harapan hidup wajib masuk ICU. Namun hanya ada empat kemungkinan bagi
pasien yang masuk ICU: sembuh (getting better), meninggal, mengalami mati batang otak (brain stem
death), atau dalam kondisi tidak ada harapan hidup dan sepenuhnya bergantung dengan bantuan ventilator.
Pasien jenis terakhir inilah yang terkadang menjadi dilema bagi dokter. Dari sisi penilaian medis, pemberian
ventilator tidak akan bermanfaat, hanya memperpanjang proses kematian. Apa yang akan Anda lakukan sebagai
dokter?

critical patients who have a mandatory life expectancy in the ICU. However,
there are only four possibilities for patients who enter intensive care: recovery
(getting better), died, suffered brain stem death (brain stem death), or in
conditions there is no hope of life and totally dependent with the help of a
ventilator. "It is this last type of patient who sometimes becomes a dilemma for
doctors. From the side of the medical assessment, provision of ventilators
would be not useful, only prolong the death process. What would you do as a doctor?
, belum banyak dokter yang berani melakukan end-of-life decision. Padahal, sudah ada fatwa IDI yang
membolehkan hal itu. Ada beberapa pilihan yang bisa dilakukan dokter terhadap pasien tanpa harapan hidup,
yakniwith-holding atau with-drawing life supports, yakni penundaan atau penghentian alat bantuan hidup.

Not many doctors who dare to make end-of-life decision. In fact, there

are fatwas allowing IDI


it. There are several options that can be done without a doctor to patient life
expectancy, which is with-holding or with-drawing life supports, ie, delays or
termination of life support equipment.
Meski sebagian masyarakat masih sulit menerima, namun pasien yang sudah mati batang otak, dari sisi medis
dinyatakan sudah meninggal. Normalnya, ventilator secara otomatis akan dilepaskan dari pasien dan jantung
akan berhenti tidak lama kemudian.

Although some people are still hard to accept, but

the patients who had brain stem death,

the medical side declared dead. Normally, the ventilator will automatically be removed from
the patient and the heart will stop shortly thereafter.
With-holding diartikan sebagai tindakan untuk tidak memberikan terapi baru walau ada indikasi penyakit
baru,namun tindakan yang sudah terlanjur diberikan tidak dihentikan. Sedangkan with-drawing adalah
menghentikan semua terapi yang sudah diberikan kepada pasien sejak awal namun terbukti tidak bermanfaat.
Jadi with-drawing lebih bersifat aktif dibandingkan with-holding yang cenderung pasif dalam mengakhiri hidup
pasien. With-drawing juga lebih cepat menghasilkan kematian secara cepat dan pasti.

With-holding is defined as an act not to provide a new therapy even though


there are indications of new diseases, but the action had already given is not
stopped. While with-drawing is to stop all therapy was given to the patient from
the beginning but proved not useful. "So with-drawing rather than with the
active-passive holding in the end the patient's life. With-drawing is also faster
to produce death in a swift and sure.
Namun secara legal maupun moral, sebenarnya tidak ada perbedaan di antara kedua tindakan tersebut.
Tindakan ini berbeda dengan eutanasia yang diartikan sebagai tindakan aktif dan langsung untuk mengakhiri
kehidupan. Sebagian besar negara termasuk Indonesia melarang tindakan eutanasia. Withholding maupun with-drawing dapat diterima dan dibenarkan bilamana penanganan medis hanya
memperpanjang proses kematian

This is different from


euthanasia is defined as an active and direct action to end life. Most countries,
including Indonesia prohibits euthanasia action. "With-holding and with-drawing can be
accepted and justified only when medical treatment prolong the death process
But legally and morally, there is no difference between the two actions.

Yang tergolong life support yang bisa dihentikan adalah perawatan ICU, CPR, alat pengontrol irama jantung,
intubasi trakeal, ventilator, obat-obat vasoaktif, total nutrisi parenteral, organ buatan, transfusi darah, serta
monitoring secara intensif. Di Indonesia, untuk pemberian antibiotik, nutrisi, dan cairan dasar bahkan
termasuk life support yang dihentikan.

Classified as life support can be stopped is ICU care, CPR, cardiac rhythm control equipment, trakeal
intubation, ventilators, vasoaktif drugs, total parenteral nutrition, artificial organs, blood transfusions,
and intensive monitoring. In Indonesia, for giving antibiotics, nutrition, and fluids, including even basic
life support is discontinued.
lebih menganjurkan tindakan with-drawing daripada with-holding. Alasannya, jika tindakan with-drawing tidak
dilakukan, maka ruang ICU akan dipenuhi oleh pasien yang sebenarnya tidak ada harapan hidup. Dan jika hal ini
dibiarkan justru akan melanggar empat prinsip-prinsip etik.
Keempat pelanggaran etik uang dimaksud adalah dari sisi manfaat buat pasien. Selain itu melanggar kewajiban
untuk tidak menyiksa pasien dan melanggar hak pasien. Dan terakhir dari sisi keadilan, maka akan melanggar
hak pasien lain. Artinya, pasien yang lebih memiliki harapan hidup seharusnya lebih diprioritaskan. Dari segi
finansial juga seharusnya biaya untuk perawatan yang sia-sia bisa dialokasikan ke hal lain yang lebih berguna.

More recommended actions with-drawing than with-holding. The reason, if the


act of with-drawing is not done, then the ICU will be filled by patients who
really has no hope of life. And if this is allowed it would violate the four ethical
principles.
Fourth of ethics violations which is meant for the benefit of the patient. In
addition to violating the obligation not to torture and violate the rights of
patients of patients. And the last of the side of justice, it would violate the

rights of other patients. This means that more patients who have a life
expectancy should take priority. From the financial aspect should also be
maintenance costs for wasted could be allocated to something more useful
Di Indonesia sendiri sudah ada aturan untuk melakukan tindakan with-holding dan with-drawing. Antara lain
fatwa IDI tahun 1988 yang disempurnakan tahun 1990 tentang penentuan mati dan eutanasia pasif. Dalam
waktu dekat bahkan akan keluar SK Menteri Kesehatan tentang mati dan with-holding/with-drawing. Keputusan
ini merupakan hasil diskusi dengan IDSAI, PKGDI, Perdici, dan Organisasi Profesi Medis Klinis. Selain itu ada
SK Direktur RSCM tahun 2006 tentang penentuan mati dan with-holding/with-drawing life support.

Among other IDI


fatwa in 1988 that was simplified in 1990 on the determination of death and
passive euthanasia.In the near future will even out Decree of the Minister of Health about the
In Indonesia itself has no rules to take action with-holding and with-drawing.

death and with-holding/with-drawing. This decision is the result of discussions with IDSAI, PKGDI,
Perdici, and Clinical Medical Professions Organization. There was also Director of the RSCM decree
of 2006 on the determination of death and life support with-holding/with-drawing.
Menurut ketentuan baik fatwa IDI maupun SK Direktur RSCM, with-drawing/with-holding adalah keputusan medis
dan etis oleh sebuah tim yang terdiri dari tiga orang dokter yang kompeten. Sebelum keputusan
penghentian/penundaan bantuan hidup dilaksanakan, tim dokter wajib menjelaskan kepada keluarga pasien
tentang keadaan pasien dan keputusan tim dokter. Dalam hal tidak dijumpai adanya keluarga pasien, maka
harus diperoleh persetujuan dari pimpinan Rumah Sakit atau Komite Medis Rumah Sakit.
Studi end-of life decisions
persoalan End-of-life decisions sempat diteliti dalam studi di enam negara di Eropa, yang dimuat dalamThe
Lancet, tahun 2003 lalu. Menurut pelaku studi, perkembangan ilmu kedokteran yang sangat pesat menghasilkan
kemungkinan perbaikan yang berarti pada pasien sakit serius dan bisa memperpanjang usia hidup. Namun
belakangan ditemukan, bahwa memperpanjang hidup pasien tidak selalu menjadi tujuan pengobatan yang
diharapkan.
Tujuan studi adalah mengivestigasi frekuensi dan karakteristik end-of-life decision yang pernah dilakukan di
enam negara Eropa yakni Belgia, Denmark, Italia, Belanda, Swedia, dan Swss. Total jumlah kematian akibat
keputusan medis yang diteliti mencapai 20.480 kasus.
Tujuan lain penelitian adalah mencapai suatu panduan medis dalam menentukan end of life decisions, seperti
meningkatnya kualitas hidup pasien dan keluarganya dengan menghindari penderitaan yang lebih panjang. Pada
beberapa kasus, kematian yang dipercepat ternyata bisa diterima oleh sebagian orang dan diapresiasi sebagai
bagian perawatan di penghujung usia seseorang.
Studi ini menyimpulkan, kebanyakan keputusan medis dalam hal mengakhiri hidup pasien, paling sering
dilakukan pada pasien yang memang tidak ada harapan hidup (sekarat/dying) di semua negara peserta studi.
Dalam membuat keputusan, pasien dan keluarganya kebanyakan dilibatkan.
Kesimpulan lain, keputusan medis yang dibuat untuk pasien-pasien kritis pada akhirnya akan melibatkan
pertimbangan dari sisi medis, etikal, psikologis, dan aspek sosial. Petimbangan-pertimbangan ini, ditambah latar
belakang hukum di masing-masing negara, pada akhirnya menghasilkan keputusan medis tentang end of life
decisions, yang bisa melibatkan dokter, pasien dan keluarganya. (ana)

According to the provisions of both the fatwa or decree IDI Director of RSCM,
with-drawing/with-holding are medical and ethical decisions by a team
consisting of three doctors who are competent. Before the termination decision / delay
implemented live help, the team physician must explain to the patient's family about the state of the
patient and the physician team decisions. In the case absent the patient's family, it must obtain
approval from the Management Committee of Hospital or Medical Hospital.
Study end-of life decisions
issues End-of-life decisions in this study had investigated in six countries in Europe, which published
dalamThe Lancet, in 2003. According to the principal study, the development of medical science that
is rapidly generate potential significant improvement in patients with serious illness and can prolong
life. However, recently discovered, that extend the patient's life is not always a goal of treatment is
expected.

Mengivestigasi goal is to study the frequency and characteristics of end-of-life decision ever made in
six European countries, namely Belgium, Danish, Italian, Dutch, Swedish, and Swss.The total number
of deaths due to medical decisions reached 20,480 cases investigated.
Another research goal is to achieve a medical guide in determining the end of life decisions, such as
increased quality of life of patients and their families to avoid suffering longer. In some cases,
accelerated death was acceptable by some and appreciated as part of treatment at the end of the age
of one.
The study concludes, most medical decisions in terms of ending a patient's life, most often performed
on patients who had no hope of living (dying / dying) in all countries of study participants. In making
decisions, patients and their families most involved.
Another conclusion, medical decisions made for critical patients will ultimately involve the
consideration of the medical, ethical, psychological, and social aspects. Petimbangan these
considerations, plus the legal background of each country, in the end produce medical decisions
about end of life decisions, which could involve doctors, patients and their families.(ana)

Anda mungkin juga menyukai