Anda di halaman 1dari 27

Nama: M.

Muchlis Ismail Taufik


NPM : 110 2013 160
Kelompok: A-10
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Organ Limfoid
1.1. Definisi
Sistem limfatik adalah sebuah sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa
atau getah bening dalam tubuh yang berasal dari cairan atau protein yang hilang, sistem ini
dianggap juga sebagai sistem pelengkap dari sisitem imunitas tubuh.
Sistem limfatik terdiri atas limfe, pembuluh limfe, dan sekumpulan massa kecil jaringan
limfoid yang disebut nodus limfe, dan tiga organ yaitu tonsil, timus, dan limpa. Bagian
penting lain dari penelitian meliputi peran organ limfatik dalam pembentukan antibodi,
respons imun, reaksi alergi, dan dasar penolakan terhadap transplantasi, teknik
imunosupresif, dan penyakit autoimun.
1.2. Makroskopik
Organ limfoid primer : Organ limfoid primer terdiri dari sumsum tulang dan timus.
Sumsum tulang merupakan jaringan yang kompleks tempat hematopoiesis dan depot
lemak. Lemak merupakan 50% atau lebih dari kompartemen rongga sumsum tulang.
Organ limfoid diperlukan untuk pematangan, diferensiasi dan poliferasi sel T dan B
sehingga menjadi limfosit yang dapat mengenal antigen.Sel hematopoietik yang
diproduksi di sumsum tulang menembus dinding pembuluh darah dan masuk ke sirkulasi
dan di distribusikan ke bagian tubuh.

Thymus: Timus tumbuh terus hingga pubertas. Setelah


mulai pubertas, timus akan mengalami involusi dan
mengecil seiring umur kadang sampai tidak ditemukan.
akan tetapi masih berfungsi untuk menghasilkan limfosit
T
yang baru dan darah. Mempunyai 2 buah lobus,
mempunyai bagian cortex dan medulla, berbentuk
segitiga, gepeng dan kemerahan. Thymus mempunyai 2
batasan, yaitu :
Batasan anterior : manubrium sterni dan rawan costae IV
Batasan atas : Regio colli inferior (trachea)
Letak :Terdapat pada mediastinum superior, dorsal terhadap sternum.
Dasar timus bersandar pada perikardium, ventral dari arteri pulmonalis, aorta,
dan trakea.Batas anterior yaitumanubrium sterni, dan rawan costae IV.Batas Atas
yaitu regio colli inferior (trachea).
Perdarahan :Berasal dari arteri thymica cabang dari arteri thyroidea
inferior dan mammaria interna. Kembali melalui vena thyroidea inferior dan vena
mammaria interna

Sumsum Tulang: Terdapat pada sternum, vertebra, tulang iliaka, dan tulang iga.
Sel stem hematopoetik akan membentuk sel-sel darah. Proliferasi dan
diferensiasi dirangsang sitokin. Terdapat juga sel lemak, fibroblas dan sel plasma.
Sel stem hematopoetik akan menjadi progenitor limfoid yangkemudian mejadi
prolimfosit B dan menjadi prelimfosit B yang selanjutnya menjadi limfosit B
dengan imunoglobulin D dan imunoglobulin M
(B
Cell Receptor) yang kemudian mengalami
seleksi negatif sehingga menjadi sel B naive
yang kemudian keluar dan mengikuti aliran
darahmenuju ke organ limfoid sekunder. Sel
stem hematopoetik menjadi progenitor limfoid
juga berubah menjadi prolimfosit T dan
selanjutnya menjadi prelimfosit T yang akhirnya
menuju timus.

Organ limfoid sekunder :Organ limfoid sekunder merupakan tempat sel dendritic
mempersentasikan antigen yang yang ditangkapnya di bagian lain tunuh ke sel T yang
memacunya untuk poliferasi dan diferensiasi limfosit.

Limfonodus: Terletak disekitar pembuluh darah yang


berfungsi untuk memproduksi limfosit dan anti bodi
untuk mencegah penyebaran infeksi lanjutan,
menyaring aliran limfatik sekurang-kurangnya oleh
satu nodus sebelum dikembalikan kedalam aliran
darah melalui duktustorasikus, sehingga dapat
mencegah penyebaran infeksi lebih luas. Terdapat
permukaan cembung dan bagian hillus (cekung) yang
merupakan tempat masuknya pembuluh darah
dansaluran limfe eferen yang membawa aliran limfe
keluar dari limfonodus. Saluran afferent memasuki
limfonodus pada daerah sepanjang permukaan
cembung.
Bentuk : Oval seperti kacang tanah atau kacang merah dengan pinggiran
cekung (hillus).
Ukuran : Sebesar kepala peniti atau buah kenari, dapat diraba pada daerah
leher, axilla, dan inguinal dalam keadaan infeksi.
Lien: Merupakan organ limfoid yang terbesar, lunak, rapuh, vaskular berwarna
kemerahan karena banyak mengandung
darah dan berbentuk oval. Pembesaran
limpa disebut dengan splenomegali.
Pembesaran ini terdapat pada keaadan
leukimia, cirrosis hepatis, dan anemia
berat.
Letak : Regio hipochondrium
sinistra intra peritoneal. Pada proyeksi costae 9, 10, dan 11.Setinggi vertebrae

thoracalis 11-12. Batas anterior yaitu gaster, ren sinistra, dan flexura colli
sinistra. Batas posterior yaitu diafragma, dan costae 9-12.
Ukuran :Sebesar kepalan tangan masing-masing individu.
Aliran darah :Aliran darah akan masuk kedaerah hillus lienalis yaitu arteri
lienalis dan keluar melalui venalienalis ke vena porta menuju hati.
Tonsil: Tonsil termaksud salah satu dari organ limfoid yang terdiri atas 3 buah
tonsila yaituTonsila Palatina, Tonsila Lingualis, Tonsila Pharyngealis. Ketiga
tonsil tersebut membentuk cincin pada saluran limf yang dikenal dengan Ring
of Waldeyer hal ini yang menyebabkan jika salah satu dari ketiga tonsila ini
terinfeksi dua tonsila yang lain juga ikut meradang. Organ limfoid yang terdiri
atas 3 buah tonsila, yaitu :
o Tonsila palatine
Terletak pada dinding lateralis,
orofaring dekstra dan sinistra
Terletak dalam satu lekukan yang
dikenal dengan fossa tonsilaris,
dasar dari lekukan itu adal tonsil
bed
Tonsil membuka ke cavum oris
terdiri dari 12-15 crypta tonsilaris
Ditutupi oleh selapis jaringan ikat fibrosa yang berbentuk capsula
Persyarafan tonsil oleh N IX (Glossopharyngues) dan N palatinus
(NV2)
Pendarahan berasal dari arteria tonsilaris cabang a.maxillaris
externa(facialis) dan arteria tonsilaris vabang a.pharyngica
ascendens lingualis
o Tonsila lingualis
Terletak dibelakang lidah, 1/3 bagian posterior, tidak mempunya
papilla sehingga terlihat permukaan berbenjol-benjol (folikel).
Pendarahan tonsil berasal dari arteria dorsalis lingue (cabang
arterialingualis), arteria carotis eksterna
o Tonsila pharyngealis
Terdapat di daerah nasofaring dibelakang pintu hidung belakang
Bila membesar disebut adenoid, dapat menyebabkan sesak
nafaskarena dapat menyumbat pintu nares posterior (choanae),
terletak didaerah nasopharynx, tepatnya diatas torus tobarius dan
OPTA

1.3. Mikroskopik

Tyhmus: Timus memiliki suatu simpai jaringan


ikat yang masuk ke dlm parenkim dan membagi
timus menjadi lobulus. Setiap lobulus memiliki
satu zona perifer gelap disebut korteks dan zona
pusat yang terang disebut medula korteks dan
medula berisi sel-sel limfosit. Sel limfosit
berasal dr sel mesenkim yg menyusup ke dlm
suatu epitel primordium dr kantung faringeal ke
3
dan 4. Mengandung badan hassal (corpusculum
tymicum) yang merupakan sel retikular epitel
gepeng yg tersusun konsentris , mengalami
degenerasi
dan
mengandung
granula
keratohialin.
o Korteks timus
limfosit T yg sangat banyak,
Sel retikular epitel yg tersebar
Beberapa makrofag
o Medulla timus
Mengandung sel retikular dan limfosit
Sel2 ini menyebabkan medula tampak lebih pucat dibanding bgn
korteks
Timus mengalami involusi stlh pubertas. Timus ditempati oleh sel-sel yg
dihasilkan dr sumsum tulang. Sel-sel ini mulai menjalani diferensiasinya mjd sel
T. Timus menghasilkan beberapa faktor pertumbuhan protein yg merangsang
proliferasi dan diferensiasi limfosit T.

Limfonodus: Organ bersimpai berbentuk bulat /


mirip ginjal, terdiri dari jaringan limfoid.
Tersebar diseluruh tubuh disepanjang jalannya
pembuluh limfe. Nodus ditemukan di ketiak dan
di lipat paha, sepanjang pembuluh-pembuluh
besar di leher dan dalam jumlah besar di toraks
dan abdomen terutama dalam mesenterium.
Limfonodus memiliki sisi konveks (cembung)
dan konkaf (cekung) yang disebut hilus tempat
arteri dan saraf masuk dan vena keluar dari
organ.
o Korteks luar:
Dibentuk oleh jar.limfoid yang terdiri dari satu jar. sel retikular
dan serat retikular yang dipenuhi oleh limfosit B
Di dalam jar.limfoid korteks terdapat struktur berbentuk sferis
yang disebut nodulus limfatikus
Terdapat sinus subkapsularis, yang dibentuk oleh suatu jar.ikat
longgar dari makrofag, sel retikular dan serat retikular
o Korteks dalam:

Merupakan kelanjutan korteks luar, mengandung beberapa


nodulus
Mengandung banyak limfosit T
o Medulla:
Terdiri dari korda medularis yg merupakan perluasan korteks
dalam
Banyak mengandung Limfosit B dan beberapa sel plasma
Korda medularis dipisahkan oleh struktur seperti kapiler yg
berdilatasi sinus limfoid medularis yang mengandung cairan
limfe
Limfe mengalir ke nodus limfatikus untuk membersihkannya dari partikel asing
sebelum kembali ke sirkulasi darah. Sewaktu cairan limfe mengalir melalui
sinus, 99% atau lebih antigen dan kotoran lainnya dipindahkan oleh aktivitas
fagositosis makrofag. Infeksi dan perangsangan antigenik menyebabkan
limfonodus yang terinfeksi membesar dan membentuk pusat-pusat germinativum
yang banyak dengan proliferasi sel yang aktif

Lien: Merupakan tempat destruksi bagi banyak sel darah merah. Merupakan
tempat pembentukan limfosit yang masuk ke dalam darah. Limpa bereaksi segera
terhadap antigen yang terbawa darah dan merupakan organ pembentuk antibodi
penting. Dibungkus oleh simpai jaingan
ikat padat yang menjulurkan trabekula yang
membagi parenkim atau pulpa limpa
menjadi kompartemen tidak sempurna.
Pulpa limpa tidak mempunyai pembuluh
limfe. Limpa dibentuk oleh jalinan kerja
jaringan retikular yang mengandung sel
limfoid, makrofag dan sel-sel antigenpresenting. Tidak memperlihatkan adanya
daerah korteks dan medula yang jelas.
Kapsul pada limpa lebih tebal dibanding
pada limfonodus
Pulpa limpa:
- Pada permukaan irisan melalui limpa,
tampak bintik-bintik putih dalam parenkim nodulus limfatikus (pulpa
putih/pulpa alba)
- Pulpa alba terdapat dalam jaringan merah tua yang penuh dengan darah
pulpa merah/pulpa rubra.
- Pulpa rubra terdiri atas bangunan memanjang yaitu korda limpa (korda
billroth) yg terdapat diantara sinusoid
o Pulpa putih
Terdiri dari jar. limfoid yang menyelubungi A. sentralis dan
nodulus limfatikus
Sel-sel limfoid yang mengelilingi A. sentralis terutama Limfosit T
dan membentuk selubung periarteri.

Nodulus limfatikus terutama limfosit B


Diantara pulpa putih dan pulpa merah terdapat zona marginalis
o Pulpa merah: jar.retikular dengan ciri khas, yaitu adanya:
korda limpa yang terdiri dari sel dan serat retikular
makrofag
limfosit
sel plasma dan banyak unsur darah (eritrosit, trombosit,
granulosit)
Banyak terdapat sinusoid
o Zona marginalis
Terdiri dari banyak sinus dan jar.ikat longgar.
Terdapat sedikit limfosit dan banyak makrofag yg aktif
Banyak mengandung antigen darah peran utama dalam aktivitas
imunologis limpa
o Fungsi limpa
Pembentukan limfosit, dibentuk dalam pulpa putih pulpa rubra
sinusoid bercampur darah
Destruksi eritrosit: Dilakukan oleh makrofag dalam korda pulpa
merah
Pertahanan organisme: Oleh karena kandungan limfosit B,
limfosit T, sel antigen presenting dan makrofag
Tonsil:
o Tonsil Palatine:
Terletak pada dinding lateral faring bagian oral
Permukaan tonsila palatina dilapisi oleh epitel berlapis gepeng
tanpa lapisan tanduk yang juga melapisi bagian mulut lainnya
Setiap tonsila memiliki 10-20 invaginasi epitel (epitel berlapis
gepeng tanpa lapisan tanduk) yang menyusup ke dalam parenkim
membentuk kriptus yang mengandung sel-sel epitel yg terlepas,
limfosit hidup dan mati, dan bakteri dalam lumennya
Yang memisahkan jar.limfoid dari organ-organ berdekatan adalah
satu lapis jaringan ikat padat yamgg disebut simpai tonsila yg
biasanya bekerja sebagai sawar terhadap penyebaran infeksi
tonsila
Di bawah tonsila palatina terdapat jar.ikat padat yang membentuk
kapsul. Dari kapsul terbentuk trabekula dengan pembuluh darah,
dibawah kapsul terdapat serat otot rangka
o Tonsila Lingualis:

Lebih kecil dan lebih banyak


Terletak pada pangkal lidah
Ditutupi epitel berlapis gepeng
Masing-masing
mempunyai
sebuah kriptus
o Tosila Faringea:
Merupakan tonsila tunggal yang
terletak dibagian supero-posterior faring.
Ditutupi epitel bertingkat silindris bersilia
Terdiri dari lipatan-lipatan mukosa dengan
jar. Limfoid difus dan nodulus limfatikus
Tidak memiliki kriptus
Simpai lebih tipis dari T. palatina

2. Memahami dan Menjelaskan Sistem Imun Tubuh


2.1. Definisi
Sistem perlindungan dari pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel dan organ
khusus pada suatu organisme.
Sistem imun adalah sistem perlindungan pengaruh luar biologis yang dilakukan oleh sel
dan organ khusus pada suatu organisme. Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem
ini akan melindungi tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel
kanker dan zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk virus yang
menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh. Sistem kekebalan juga
memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan terhambatnya sistem ini juga telah
dilaporkan meningkatkan resiko terkena beberapa jenis kanker.
Sistem Imun bisa juga diartikan gabungan sel, molekul dan jaringan yang berperan dalam
resistensi terhadap infeksi, reaksi yang dikoordinasi sel-sel dan molekul-molekul terhadap
mikroba
2.2. Jenis

Respon imun adalah bentuk reaksi pertahanan tubuh terhadap antigen. Sedangkan imunitas lebih
mengarah kepada darimana pertahanan itu kita dapatkan. Respon imun dapat dibagi menjadi
respon imun alamiah atau nonspesifik/natural/innate/native/nonadaptif dan didapat atau
spesifik/adaptif/acquired.
1. Respon Imun Nonspesifik
Disebut nonspesifik karena tidak ditujukan terhadap mikroba tertentu, telah ada dan siap
berfungsi sejak lahir. Mekanismenya tidak menunjukkan spesifisitas terhadap bahan asing
dan mampu melindungi tubuh terhadap banyak patogen potensial. Sistem tersebut
merupakan pertahanan terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroba dan dapat
memberikan respons langsung.
a. Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin, merupakan garis
pertahanan terdepan terhadap infeksi.
b. Pertahanan biokimia
1) pH asam keringat dan sekresi kelenjar sebaseus, berbagai asam lemak
yang dilepas kulit mempunyai efek denaturasi terhadap protein membrane
sel sehingga dapat mencegah infeksi melalui kulit.
2) Lisozim dalam keringat, ludah, air mata, ASI dapat melindungi tubuh dari
kuman gram (+) dengan cara menghancurkan lapisan peptidoglikan
dinding bakteri.
3) ASI, ludah juga mengandung laktooksidase. Pada ASI mempunyai sifat
antibacterial terhadap E.Coli dan stafilokok. Pada saliva dapat merusak
dinding sel mikroba dan menimbulkan kebocoran sitoplasma.
8

c. Pertahanan humoral
Menggunakan berbagai molekul larut yang diproduksi di tempat infeksi dan
berfungsi local. Molekulnya berupa peptide antimikroba seperti defesin,
katelisidin, dan IFN dengan efek antiviral.
1) Komplemen: terdiri atas sejumlah besar protein yang bila diaktifkan akan
memberikan proteksi terhadap infeksi dan berperan dalam respons
inflamasi. Spectrum yang luas diproduksi hepatosit dan monosit. Berperan
sebagai opsonin yang meningkatkan fagositosis, sebagai factor kemotaktik
dan menimbulkan destruksi/lisis bakteri dan parasit.
2) CRP (C-reactive protein): salah satu PFA, termasuk golongan protein yang
kadarnya dalam darah meningkat pada infeksi akut sebagai respons
imunitas nonspesifik. Pengukuran CRP digunakan untuk menilai aktivitas
penyakit inflamasi. Dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai
molekul antara lain fosforikolin yang ditemukan pada permukaan
bakteri/jamur.
d. Pertahanan selular
Fagosit, sel NK (Natural Killer), sel mast dan eosinofil berperan dalam sistem
imun nonspesifik selular. Sel-sel sistem imun tersebut dapat ditemukan dalam
sirkulasi atau jaringan. Contoh sel yang dapat ditemukan dalam sirkulasi adalah
neutrofil, eosinofil, basofil, monosit, sel T, sel B, sel NK, sel darah merah dan
trombosit. Sel-sel tersebut dapat mengenal produk mikroba esensial yang
diperlukan untuk hidupnya. Contoh sel-sel dalam jaringan adalah eosinofil, sel
mast, makrofag, sel T, sel plasma dan sel NK.
2. Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap
asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal
oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen
yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian
dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan
benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan
sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya terjalin kerjasama yang baik antara
sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan
antara makrofag-sel T.
a. Respon imun spesifik humoral
Pemeran utama dalam sistem imun spesifik humoral adalah limfosit B atau sel B.
Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum
tulang. Pada manusia diferensiasinya terjadi dalam sumsum tulang.
b. Respon imun spesifik selular
Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel tersebut juga
berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di
dalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi di dalam
kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. 90-95% dari semua sel T
9

dalam timus tersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya
meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi.
2.3. Mekanisme
Mekanisme Respon Imun Non-Spesifik
Sistem imun alami merupakan pertahanan tubuh yang pertama kali bekerja saat terdapat
invasi. Sistem ini umumnya aktif sampai 12 jam pertama sejak invasi organisme. Sel
yang berperan dalam sistem imun alami di antaranya adalah makrofag dan natural killer
cell. Sel-sel tersebut dinamakan fagosit karena akan melawan invasi dengan cara
fagositosis (penelanan organisme asing).
Selain fagositosis, salah satu mekanisme lain dalam sistem imun alami adalah dengan
produksi antibiotik alami berupa interferon dan lysozyme. Interferon berperan dalam
mengeblok replikasi dari virus yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan lysozyme berperan
dalam menyerang dinding sel bakteri.

Proses fagositosis bakteri. Luka yang menyebabkan bakteri masuk menembus barrier
kulit akan direspon langsung oleh fagosit yang bermigrasi dari pembuluh darah.
Kemudian membran sel fagosit akan membentuk cekungan agar bakteri bisa masuk. Dari
situ bakteri akan masuk ke dalam sel di dalam vacuola berbungkus membran (disebut
Fagosom). Lalu fagosom akan bergabung bersama lisosom untuk proses digesti bakteri.
Salah satu contoh respon imun non-spesifik adalah Natural Killer (NK). Dimana sel
tersebut merupakan jenis pertahanan selular. Mereka membuat sekitar 5% sampai 15%
dari total populasi limfosit beredar. Mereka menargetkan sel tumor dan melindungi
terhadap berbagai mikroba menular. Natural Killer Sel adalah faktor yang sangat penting
dalam memerangi kanker. Stimulasi imun adalah kunci untuk menjaga jumlah sel darah
10

putih yang tinggi dan memberikan Sel Natural Killer kesempatan untuk melawan kanker
dan penyakit lainnya.
Natural Killer ikut mengalir bersama peredaran darah. Ketika terjadi viremia, virus akan
melekat pada sel tersebut dan melakukan penetrasi genom. Pada saat inilah sel natural
killer mendapatkan identitas gen mengenai virus. Sel ini selanjutnya akan mencari sel
terinfeksi yang memiliki identitas yang sama seperti virus lalu membunuhnya dengan
mengeluarkan toksin.
Mekanisme Respon Imun Spesifik
Aktivasi dari respon imun pada umumnya berawal dari masuknya patogen ke dalam
tubuh. Kemudian makrofag akan mencerna(memakan), memproses, dan membuat
fragmen antigen pada tubuh mereka. Makrofag dengan pengenalan fragmen pada
tubuhnya disebut Antigent Presenting Cell (APC). Kemudian sel T helper akan
mendeteksi fragmen tersebut dan membentuk interaksi dengan fragmen di permukaan
APC. Saat proses interaksi, APC akan menegeluarkan sinyal kimia dalam bentuk
Interleukin-1 yang merangsang sel T helper untuk melepas Interleukin-2. Zat kimia
Interleukin ini akan merangsang proliferasi dari sel T efektor jenis sel T sitotoksin dan sel
B. Respon imun dalam poin ini kemudian akan terbagi menjadi dua jalur, yaitu
1. Sel T Sitotoksin
Sel normal yang terinfeksi juga dapat mencerna serta membuat fragmen antigen pada
permukaan tubuh mereka. Tubuh kita membuat berjuta-juta sel T sitotoksin dengan
tipe yang berbeda untuk setiap jenis antigen yang berbeda. Sel T sitotoksin dapat
berinteraksi dengan fragmen antigen pada sel terinfeksi, dengan cara berikatan
dengan fragmen tersebut. Ikatan tersebut akan merangsang sel T sitotoksin untuk
mengeluarkan zat kimia toksik yang dapat membunuh sel terinfeksi beserta dengan
antigen di dalamnya.
2. Sel B
Sel B juga terdiri dari berjuta-juta tipe yang dimana setiap jenisnya berfungsi untuk
mengenali antigen berbeda. Sel B ini akan teraktivasi oleh sel T helper yang memiliki
pasangan struktur fragmen antigen. Kemudian sel B akan berdiferensiasi menjadi sel
plasma. Sel plasma ini menjadi pabrik utama sumber antibodi yang akan ikut
mengalir bersama aliran darah. Antibodi yang sudah spesifik akan mengikat antigen
tertentu sehingga tidak bisa berikatan dengan sel lainnya. Pengikatan ini sebagai
marker bagi makrofag untuk menghancurkan patogen tersebut.

3. Memahami dan Menjelaskan Antigen


3.1. Definisi
Antigen (imunogen) adalah bahan yang berinteraksi dengan produk respons imun yang
dirangsang oleh imunogen dan atau TCR (T-Cell Receptor). Antigen lengkap adalah antigen
yang menginduksi baik respons imun maupun bereaksi dengan produknya. Yang disebut
dengan antigen inkomplit atau hapten, tidak dapat dengan sendiri menginduksi respons imun,

11

tetapi dapat bereaksi dengan produknya seperti antibodi. Hapten dapat dijadikan imunogen
melalui ikatan dengan molekul besar yang disebut molekul atau protein pembawa.
3.2. Klasifikasi
Antigen dapat dibagi menurut epitop (atau determinan antigen, yaitu bagian dari antigen
yang dapat membuat kontak fisik dengan reseptor antibodi, menginduksi pembentukan
antibodi yang dapat diikat dengan spesifik oleh bagian dari antibodi atau oleh reseptor
antibodi), spesifisitas, ketergantungan terhadap sel T dan sifat kimiawi:
1. Pembagian antigen menurut epitop
a. Unideterminan, univalen
Hanya satu jenis determinan/epitop pada satu molekul. Contoh: hapten.
b. Unideterminan, multivalen
Hanya satu jenis determinan tetapi dua atau lebih determinan tersebut ditemukan
pada satu molekul. Contoh: polisakarida.
c. Multideterminan, univalen
Banyak epitop yang bermacam-macam tetapi hanya satu dari setiap macamnya.
Contoh: protein.
d. Multideterminan, multivalen
Banyak macam determinan dan banyak dari setiap macam pada satu molekul
(antigen dengan berat molekul yang tinggi dan kompleks secara kimiawi).
Contoh: kimia kompleks.
2. Pembagian antigen menurut spesifisitas
a. Heteroantigen, uang dimiliki oleh banyak spesies.
b. Xenoantigen, yang hanya dimiliki spesies tertentu.
c. Aloantigen (isoantigen), yang spesifik untuk individu dalam satu spesies.
d. Antigen organ spesifik, yang hanya dimiliki organ tertentu.
e. Autoantigen, yang dimiliki alat tubuh sendiri.
3. Pembagian antigen menurut ketergantungan terhadap sel T
a. T dependen, yang memerlukan pengenalan oleh sel T terlebih dahulu untuk dapat
menimbulkan respons antibodi. Kebanyakan antigen protein termasuk dalam
golongan ini.
b. T independen, yang dapat merangsang sel B tanpa bantuan sel T untuk
membentuk antibodi. Kebanyakan antigen golongan ini berupa molekul besar
polimerik yang dipecah di dalam tubuh secara perlahan-lahan, misalnya
lipopolisakarida, ficoll, dekstran, levan dan flagelin polimerik bakteri.
4. Pembagian antigen menurut sifat kimiawi
a. Hidrat arang (polisakarida)
Hidrat arang pada umumnya imunogenik. Glikoprotein yang merupakan bagian
permukaan sel banyak mikroorganisme dapat menimbulkan respons imun
terutama pembentukan antibodi. Contoh lain adalah respons imun yang
ditimbulkan golongan darah ABO, sifat antigen dan spesifisitas imunnya berasal
dari polisakarida pada permukaan sel darah merah.
b. Lipid

12

Lipid biasanya tidak imunogenik, tetapi menjadi imunogenik bila diikat protein
pembawa. Lipid dianggap sebagai hapten, contohnya adalah sfingolipid.
c. Asam nukleat
Asam nukleat tidak imunogenik, tetapi dapat menjadi imunogenik bila diikat
protein molekul pembawa. DNA dalam bentuk heliksnya biasanya tidak
imunogenik. Respons imun terhadap DNA terjadi pada penderita dengan LES
(Lupus Eritematosus Sistemik).
d. Protein
Kebanyakan protein adalah imunogenik dan pada umumnya multideterminan dan
univalen.
3.3. Morfologi
Karakteristik antigen meliputi bentuk, ukuran, rigiditas, lokasi determinan dan struktur
tersier.
Ukuran
Antigen lengkap (imunogen) biasanya mempunyai berat molekul yang
besar.Tetapi molekul kecil dapat bergabung dengan protein inang sehingga dapat
bersifat imunogen dengan membentukkompleks molekul kecil (hapten) dan
protein inang (carrier).
Bentuk
Bentuk determinan sangat penting sebagai komponen utama, seperti DNP dalam
DNP-L-lisin yang memberi bentuk molekul yang tidak dapat ditemukan dalam
homolog primer. Kopolimer dari dua asam amino bersifat imunogenik untuk
beberapa spesies, yang mana polimer dari tiga atau empat asam amino yang
merupakan syarat yang penting untuk spesies lain. Lokasi dari struktur dalam
determinan juga sangat penting.
Rigiditas
Gelatin, yang mempunyai berat molekul yang sangat besar, hampir semuanya
non imunogenik.Kespesifitasanya dari produksi antigen secara langsung diangkut
ke gelatin.
Lokasi determinan
Bagian protein yang terdenaturasi mengindikasikan determinan antigen yang
penting yang dapat dimasukkan oleh molekul besar.
Struktur tersier
Struktur tersier dari protein (spatial folding) penting dalam mendeterminasi
kespesifikan dari respon suatu antibody. Produksi antibody rantai A dari insulin
tidak bereaksi dengan molekul alami. Reduksi dan reoksidasi dari ribonuklease
di bawah kondisi kontrol diproduksi dari campuran molekul protein yang
berbeda hanya dalam struktur tiga dimensi. Jika katabolisme terjadi, struktur
tersier dari imunogen akan dihancurkan
4. Memahami dan Menjelaskan Antibodi
4.1. Definisi

13

Antibodi adalah molekul immunoglobulin yang bereaksi dengan antigen spesifik yang
menginduksi sintesisnya dan dengan molekul yang sama; digolongkan menurut cara kerja
seperti agglutinin, bakteriolisin, hemolisin, opsonin, atau presipitin. Antibodi disintesis oleh
limfosit B yang telah diaktifkan dengan pengikatan antigen pada reseptor permukaan sel.
Antibodi biasanya disingkat penulisaanya menjadi Ab. (Dorlan).
4.2. Klasifikasi
IgG (Imuno globulin G)
Merupakan antibodi yang paling umum. Dihasilkan hanya dalam waktu beberapa hari, ia
memiliki masa hidup berkisar antara beberapa minggu sampai beberapa tahun. IgG beredar
dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Mereka mengikuti
aliran darah, langsung menuju musuh dan menghambatnya begitu terdeteksi. Mereka mempunyai
efek kuat anti-bakteri dan penghancur antigen. Mereka melindungi tubuh terhadap bakteri dan
virus, serta menetralkan asam yang terkandung dalam racun. Selain itu, IgG mampu menyelip di
antara sel-sel dan menyingkirkan bakteri serta musuh mikroorganis yang masuk ke dalam sel-sel
dan kulit. Karena kemampuannya serta ukurannya yang kecil, mereka dapat masuk ke dalam
plasenta ibu hamil dan melindungi janin dari kemungkinan infeksi. Jika antibodi tidak diciptakan
dengan karakteristik yang memungkinkan mereka untuk masuk ke dalam plasenta, maka janin
dalam rahim tidak akan terlindungi melawan mikroba. Hal ini dapat menyebabkan kematian
sebelum lahir. Karena itu, antibodi sang ibu akan melindungi embrio dari musuh sampai anak itu
lahir.
IgA (Imuno globulin A)
Terdapat pada daerah peka tempat tubuh melawan antigen seperti air mata, air liur, ASI, darah,
kantong-kantong udara, lendir, getah lambung, dan sekresi usus. Kepekaan daerah tersebut
berhubungan langsung dengan kecenderungan bakteri dan virus yang lebih menyukai media
lembap seperti itu. Secara struktur, IgA mirip satu sama lain. Mereka mendiami bagian tubuh
yang paling mungkin dimasuki mikroba. Mereka menjaga daerah itu dalam pengawasannya
layaknya tentara andal yang ditempatkan untuk melindungi daerah kritis. Antibodi ini
melindungi janin dari berbagai penyakit pada saat dalam kandungan. Setelah kelahiran, mereka
tidak akan meninggalkan sang bayi, melainkan tetap melindunginya. Setiap bayi yang baru lahir
membutuhkan pertolongan ibunya, karena IgA tidak terdapat dalam organisme bayi yang baru
lahir. Selama periode ini, IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi
terhadap mikroba. Seperti IgG, jenis antibodi ini juga akan hilang setelah mereka melaksanakan
semua tugasnya, pada saat bayi telah berumur beberapa minggu.
IgM (Imuno globulin M)
Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Pada saat organisme
tubuh manusia bertemu dengan antigen, IgM merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh
untuk melawan musuh. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan
enam bulan. Jika musuh menyerang janin, jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM
janin akan meningkat. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui
dari kadar IgM dalam darah.

14

IgD (Imuno globulin D)


IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel B. Mereka tidak mampu
untuk bertindak sendiri-sendiri. Dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka
membantu sel T menangkap antigen.
IgE (Imuno globulin E)
IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini bertanggung jawab untuk
memanggil para prajurit tempur dan sel darah lainnya untuk berperang. Antibodi ini kadang juga
menimbulkan reaksi alergi pada tubuh. Karena itu, kadar IgE tinggi pada tubuh orang yang
sedang mengalami alergi. (Yahya, Harun. 2005)

4.3. Morfologi
Porter telah menemukan struktur dasar immunoglobulin yang terdiri dari 4 rantai
polipeptida, terdiri dari 2 rantai berat (heavy chain=H) dan 2 rantai ringan(light
chain =L) yang tersusun secara simetris dan dihubungkan satu sama lain oleh ikatan
disulfide(Interchain disulfide bods). Molekul IgG dapat dipecah oleh enzim papain
menjadi 3 fragmen. Dua fragmen ternyata identik dan dapat mengikat antigen
membentuk kompleks yang larut yang menunjukkan bahwa fragmen itu univalent atau
mempunyai valensi satu. Frakmen ini disebut Fab (fragment antigen binding). Fragmen
yang ketiga tidak dapat mengikat antigen dan karenanya dapat membentuk kristal
disebut Fc(fragment crystallizable). Pepsin, suatu enzim proteolitik lain, dapat memecah
IgG pada tempat Fc sehingga tertinggal satu fragmen besar yang masih dapat
mengendapkan antigen, sehingga masih bersifat divalen (bervalensi dua), dan disebut
F(ab)2. Analisis asam amino menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa terminal-N dari
rantai L maupun rantai H selalu menjadi variabel sehingga urutan asam amino yang
ditemukan tidak konstan, disebut disebut bagian variabel. Sisa dari rantai ternyata
menuunjukkan struktur yang relatif konstan; disebut konstan. Bagian variabel dan rantaiL dan rantai-H, yang membentuk ujung dari Fab menentukan sifat khas dari antibodi itu.
Oleh karena setiap molekul immunoglobulin mempunyai 2 Fab, maka struktur dasar dari
immunoglobulin dapat mengikat 2 determinan antigen.
Rantai- L (light chain). Dari hasil pemeriksaan protein Bence-Jones dalam air
kemih penderita myeloma, ditemukan 2 macam rantai-L, yang disebut rantai-(kappa)
dan rantai- (lambda). Pada setiap orang sehat dapat ditemukan kedua macam rantai-L
itu dengan perbandingan rantai- 65% dan rantai- 35%, atau ratio : adalah 2:1.
Rantai- H. Imunoglobulin dibagi menjadi 5 kelas, dan ternyata perbedaannya
antara lain terletak pada rantai-H. Maka tiap klas immunoglobulin mempunyai rantai-H
tertentu, tetapi semua klas immunoglobulin mempunyai rantai- atau (di dalam satu
molekul selalu hanya satu macam saja).
o Rantai-H dari IgG disebut juga rantai- (gama)
o Rantai-H dari IgA disebut rantai- (alpha)
o Rantai-H dari IgM disebut rantai- (mu)
o Rantai-H dari IgD disebut rantai- (delta)
15

o Rantai-H dari IgE disebut rantai- (epsilon)


Bagian variabel dari molekul immunoglobulin menentukan sifatnya yang khas
terhadap antigen. Bagian yang konstan sama sekali tidak berpengaruh langsung terhadap
antigen, tetepi kemungkinan besar bagian Fc dari imunoglobulin menentukan aktifitas
biologis dari antibodi itu, misalnya Fc dari IgG memungkinkan molekul itu menembus
jaringan plasenta dan Fc dari IgA ikut menentukan sifat dari molekul itu dikeluarkan
pada secret. Selain fungsi biologis di atas, bagian Fc juga meningkatkan aktivitas
tertentu setelah antibody bergabung dengan antigen, misalnya kemampuan mengikat zat
yang disebut komplemen, perlekatan dengan sel macrofag atau menyababkan
degranulasi mast cell. Fungsi biologis dari bagian Fc pada berbagai jenis
immunoglobulin berbeda satu sama lain, tergantung dari struktur primer molekul itu dan
mungkin memerlukan ikatan dengan antigen sebelum fungsi itu menjadi aktif.

4.4. Fungsi
Fungsi utamanya adalah mengikat antigen dan menghantarkannya ke sistem efektor
pemusnahan.
5. Memahami dan Menjelaskan Vaksinasi
5.1. Definisi
Vaksinasi adalah penanaman bibit penyakit (misal cacar) yang sudah dilemahkan ke
dalam tubuh manusia atau binatang (dengan cara menggoreskan atau menusukkan jarum)
agar orang atau binatang itu menjadi kebal terhadap penyakit.
5.2. Klasifikasi
Vaksin dapat dibagi menjadi vaksin hidup dan vaksin mati. Vaksin hidup dibuat dalam pejamu,
dapat menimbulkan penyakit ringan, dan menimbulkan respons imun seperti yang terjadi pada
infeksi alamiah. Vaksin mati merupakan bahan (seluruh sel atau komponen spesifik) asal patogen
seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap imunogen.
Imunisasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu imunisasi pasif dan aktif.
1. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibodi atau produk sel dari orang lain
yang telah mendapat imunisasi aktif. Transfer sel yang kompeten imun kepada pejamu
yang sebelumnya imun inkompeten, disebut transfer adoptif. Imunisasi pasif dapat
diperoleh melalui antibodi dari ibu atau dari globulin gama homolog yang dikumpulkan.
a. Imunisasi pasif alamiah
1) Imunitas maternal melalui plasenta
Antibodi dalam darah ibu merupakan proteksi pasif kepada janin. IgG
dapat berfungsi sitotoksik, antivirus dan antibakterial terhadap H.
Influenza B atau S. agalacti B. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif akan
memberikan proteksi pasif kepada janin dan bayi.
16

2) Imunitas maternal melalui kolostrum


ASI mengandung berbagai komponen sistem imun. Beberapa di antaranya
berupa Echancement Growth Factor untuk bakteri yang diperlukan dalam
usus atau faktor yang justru dapat menghambat tumbuhnya kuman tertentu
(lisozim, laktoferin, interferon, makrofag, sel T, sel B, granulosit).
Antibodi ditemukan dalam ASI dan kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum
(ASI pertama segera setelah partus).
b. Imunisasi pasif buatan
1) Immune Serum Globulin nonspesifik
2) Immune Serum Globulin spesifik: Hepatitis B Immune Globulin, ISG
Hepatitis A, ISG Campak, Human Rabes Immune Globulin, Human
Varicella-Zoster Immune Globulin, Antisera terhadap virus Sitomegalo,
Antibodi Rhogam, Tetanus Immune Globulin, dan Vaccina Immune
Globulin.
3) Serum asal hewan
2. Imunisasi Aktif
Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin
hidup/dilemahkan atau yang dimatikan. Vaksin yang baik harus mudah diperoleh, murah,
stabil dalam cuaca ekstrim dan nonpatogenik. Efeknya harus tahan lama dan mudah
direaktivasi dengan suntikan booster antigen. Baik sel B maupun sel T diaktifkan oleh
imunisasi. Keuntungan dari pemberian vaksin hidup/dilemahkan ialah terjadinya
replikasi mikroba sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan respons
imun di tempat infeksi alamiah. Vaksin yang dilemahkan diproduksi dengan mengubah
kondisi biakan mikroorganisme dan dapat merupakan pembawa gen dari
mikroorganisme lain yang sulit untuk dilemahkan.
5.3. Jenis Vaksin
1) BCG
BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC).
BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak
dianjurkan karena keberhasilannya diragukan.
Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur
kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur
lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL.
Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang
dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis.
Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem
kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani
pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang
mungkin terjadi:
i. Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat
penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras.
Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi
nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini
17

2) DPT

18

akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan


meninggalkan jaringan parut.
ii. Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher,
tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang
dalam waktu 3-6 bulan.
Komplikasi yang mungkin timbul adalah
i. Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan
karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang
secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah
matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan
menggunakan jarum) dan bukan disayat.
ii. Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu
dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam
waktu 2-6 bulan.
Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri,
pertusis dan tetanus.
Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat
menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal.
Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai
dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking.
Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan
serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum.
Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia,
kejang dan kerusakan otak.
Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang
serta kejang.
Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang
berumur kurang dari 7 tahun.Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk
suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha
Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2
bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak
kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT
III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi
terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan
booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena
vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun
perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3
kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh
perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun.
DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan
atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping
tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin.
Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut:

i. demam tinggi (lebih dari 40,5 Celsius)


ii. kejang
iii. kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya
pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam
keluarganya)
iv. syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon).
Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan,
imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami
kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT
sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa
dikendalikan.
1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam
ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk
mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau
ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa
dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan
maupun tungkai yang bersangkutan

3) DT

4) TT

memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman


penyebab difteri dan tetanus.
Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak
boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu
menerima imunisasi difteri dan tetanus.
Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT.
Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini
tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita
demam inggi. Efek samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan
pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung
selama 1-2 hari.
Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk
pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus.
Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat
kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot
paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah
reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan,
pembengkakan dan rasa nyeri.

5) Polio
Memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa
menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua
lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot
pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian.
Terdapat 2 macam vaksin polio :

19

i. IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio


yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikan
ii. OPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup
yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan.
Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk
monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio.
Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval
tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun
setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan
pada saat meninggalkan SD (12 tahun).
Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan
sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan
sendok yang berisi air gula.
Kontra indikasi pemberian vaksin polio:
i. Diare berat
ii. Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi,
kortikosteroid)
iii. Kehamilan
Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.
Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan
primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan
kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertinggi.
Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa
tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak
bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang
dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani
imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah
mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV,
streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV.
Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan
(misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma),
dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang
sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat
imunosupresan lainnya.
IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang
menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi
ditunda sampai mereka benar-benar pulih.
IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang
biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.
6) Campak
Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak
berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada
umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara
subkutan dalam sebanyak 0,5 mL.
20

Kontra indikasi pemberian vaksin campak :


i. infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38 Celsius
ii. gangguan sistem kekebalan
iii. pemakaian obat imunosupresan
iv. alergi terhadap protein telur
v. hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin
vi. wanita hamil
Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare,
konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang).

7) MMR
Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan
campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali.
Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata
berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak
juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan
otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala
dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang
disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput
otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga
menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan.
Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan
pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban
pembengkakan otak atau gangguan perdarahan.
Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau
kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat
dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian
membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian
vaksin MMR.
Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak,
gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen
MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu
memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan.
Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan
pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat,
karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun
(sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum
masuk SMP).
Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun
atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status
imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD.
Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah
memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita
penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang
menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup
terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan
21

8) Hib
22

untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh


suntikan pertama.
Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen
vaksin:
i. Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin
akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak
yang menerima suntikan MMR. Demam 39,50 Celsius atau lebih
tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima
suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2
minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek
samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.
ii. Komponen gondongan. Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi
dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan
terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR.
iii. Komponen campak Jerman, Pembengkakan kelenjar getah bening dan
atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam
waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi
pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau
kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam
waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya
ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi
terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR.
Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa
bulan (hilang- timbul).
iv. Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1
minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan
pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang
terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada
tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada
orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR,
anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas
kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2
minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan
demam tinggi.
Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek
samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman
merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius.
Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih. Imunisasi
MMR sebaiknya tidak diberikan kepada:
i. anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin
ii. anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin
iii. anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker,
leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid,
kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan.
iv. wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe


b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi
tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak.
Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak
berumur 2, 4 dan 6 bulan.
9) Imunisasi Varisella
Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air
ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara
perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas.
Anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air
dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang
mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya
memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau
lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah
menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu
4-8 minggu.
Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya
infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus
terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di
rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang
dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius.
Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah
kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan
varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa
lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang
terasa gatal) dan masa pemulihannya biasanya lebih cepat.
Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama
10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup.
Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa :
i. Demam
ii. nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan
iii. ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan.
Efek samping yang lebih berat adalah :
i. kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah
penyuntikan
ii. pneumonia
iii. reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan
pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan
perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit
sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang
terjadi.
iv. Ensefalitis
v. penurunan koordinasi otot.
Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada :
i. Wanita hamil atau wanita menyusui
23

ii. Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang
lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan
imunosupresif bawaan
iii. Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik
neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil
kedua bahan tersebut
iv. Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker
atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS)
v. Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi
kortikosteroid
vi. Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen
darah lainnya
vii. Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima
suntikan immunoglobulin.
10) HBV
Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B
adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki
HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi
dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan
HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II
dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV
III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa
kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha.
Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin
HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada
lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada
saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6
bulan.
Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui,
diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan,
contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif,
maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu).
Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai
anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil.
Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan)
dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran
pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari.
11) Pneumokokus Konjugata
Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri
yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat
menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia
(infeksi darah).
Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat
digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap
terjadinya infeksi pneumokokus.
24

6. Pandangan Islam Terhadap Pemberian Vaksin


Masalah ini diperselisihkan ulama menjadi dua pendapat :
1. Boleh dalam kondisi darurat. Ini pendapat Hanafiyyah, Syafiiyyah, dan Ibnu Hazm.
Di antara dalil mereka adalah keumuman firman Allah: Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa
kamu memakannya.... (QS. Al- Anam [6]:119)
Demikian juga Nabi membolehkan sutera bagi orang yang terkena penyakit kulit, Nabi
membolehkan emas bagi sahabat arfajah untuk menutupi aibnya, dan bolehnya orang
yang sedang ihrom untuk mencukur rambutnya apabila ada penyakit di rambutnya.
Imunisasi hukumnya boleh dan tidak terlarang, karena termasuk penjagaan diri dari
penyakit sebelum terjadi. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa yang memakan tujuh butir kurma ajwah, maka dia akan terhindar sehari
itu dari racun dan sihir(HR. Bukhari : 5768, Muslim : 4702).
Hadits ini menunjukkan secara jelas tentang disyariatkannya mengambil sebab untuk
membentengi diri dari penyakit sebelum terjadi. Demikian juga kalau dikhawatirkan
terjadi wabah yang menimpa maka hukumnya boleh sebagaimana halnya boleh berobat
tatkala terkena penyakit.
2. Tidak boleh secara mutlak. Ini adalah madzab Malikiyyah dan Hanabillah.
Di antara dalil mereka adalah sabda Nabi: Sesungguhnya allah menciptakan penyakit
dan obatnya, maka berobatlah dan jangan berobat dengan benda haram (ashShohihah:4/174). Alasan lainnya karena berobat hukumnya tidak wajib menurut jumhur
ulama, dan karena sembuh dengan berobat bukanlah perkara yang yakin.

25

DAFTAR PUSTAKA
Anderson, Paul D. 1996. Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia: Latihan dan Panduan Belajar.
Jakarta: EGC.
Baratawidjaja, Karnen Garna. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Ereschenko, Victor P. 2012. Atlas Histologi diFiore.Jakarta : EGC
Kamus Dorland edisi 31
Kresno, Siti Boedina. 2010. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta : FKUI
Raden, Inmar. 2011. Anatomi Sistem Limfatikus. Jakarta : Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
Zulhamidah, Yeni. 2014. Sistema Lymphaticus. Jakarta : Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran
Universitas Yarsi
Sherwood, Lauralee. 2007. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:EGC.
Zuhroni. 2010. Profesionalisme Dokter dalam, Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran
dan Kesehatan. Jakarta : Bagian Agama Universitas Yarsi
Eroschenko, Victor P. 2010. Atlas Histologi diFiore. Edisi 11. Jakarta : EGC

26

Garna Baratawidjaja, Karnen dan Iris Rengganis. 2014. Imunologi Dasar. Jakarta: Badan
Penerbit FKUI
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia: dari sel ke sistem. Jakarta: EGC
http://medicastore.com/penyakit/81/Imunisasi.html
James, Joyce, et al. 2002. Prinsip-2 Sains untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga

27

Anda mungkin juga menyukai