Anda di halaman 1dari 10

REKSADANA

Reksadana adalah wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk
berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di Pasar dengan cara
membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh Manajer Investasi (MI)
ke dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang ataupun efek/sekuriti
lainnya. Menurut Undang-undang Pasar Modal nomor 8 Tahun 1995 pasal 1, ayat (27):
Reksadana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat
Pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.
Dari kedua definisi di atas, terdapat tiga unsur penting dalam pengertian Reksadana yaitu:
1. Reksadana merupakan kumpulan dana dan pemilik (investor).
2. Diinvestasikan pada efek yang dikenal dengan instrumen investasi.
3. Reksadana tersebut dikelola oleh manajer investasi.
4. Reksadana tersebut merupakan instrumen jangka menengah dan pajang
Pada reksadana, manajemen investasi mengelola dana-dana yang ditempatkannya pada surat
berharga dan merealisasikan keuntungan ataupun kerugian dan menerima dividen atau bunga
yang dibukukannya ke dalam "Nilai Aktiva Bersih" (NAB) reksadana tersebut. Kekayaan
reksadana yang dikelola oleh manajer investasi tersebut wajib untuk disimpan pada bank
kustodian yang tidak terafiliasi dengan manajer investasi, dimana bank kustodian inilah yang
akan bertindak sebagai tempat penitipan kolektif dan administratur.
Sejarah Reksadana
Reksadana yang pertama kali bernama Massachusetts Investors Trust yang diterbitkan
tanggal 21 Maret 1924, yang hanya dalam waktu setahun telah memiliki sebanyak 200
investor reksadana dengan total aset senilai US$ 392.000.
Pada tahun 1929 sewaktu bursa saham jatuh maka pertumbuhan industri reksadana ini
menjadi melambat. Menanggapi jatuhnya bursa maka Kongres Amerika mengeluarkan
Undang-undang Surat Berharga 1933 (Securities Act of 1933) dan Undang-undang Bursa
Saham 1934 (Securities Exchange Act of 1934).
Berdasarkan peraturan tersebut maka reksadana wajib didaftarkan pada Securities and
Exchange Commission atau biasa disebut SEC yaitu sebuah komisi di Amerika yang
menangani perdagangan surat berharga dan pasar modal. Selain itu pula, penerbit reksadana
wajib untuk menyediakan prospektus yang memuat informasi guna keterbukaan informasi

reksadana, juga termasuk surat berharga yang menjadi objek kelolaan, informasi mengenai
manajer investasi yang menerbitkan reksadana.
SEC juga terlibat dalam perancangan Undang-undang Perusahaan Investasi tahun 1940 yang
menjadi acuan bagi ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi untuk setiap pendaftaran
reksadana hingga hari ini. Dengan pulihnya kepercayaan pasar terhadap bursa saham,
reksadana mulai tumbuh dan berkembang. Hingga akhir tahun 1960 diperkirakan telah ada
sekitar 270 reksadana dengan dana kelolaan sebesar 48 triliun US Dollar.
Reksadana indeks pertama kali diperkenalkan pada tahun 1976 oleh John Bogle dengan nama
First Index Investment Trust, yang sekarang bernama Vanguard 500 Index Fund yang
merupakan reksadana dengan dana kelolaan terbesar yang mencapai 100 triliun US Dollar.
Salah satu kontributor terbesar dari pertumbuhan reksadana di Amerika yaitu dengan
adanya ketentuan mengenai rekening pensiun perorangan ( individual retirement account IRA) [1], yang menambahkan ketentuan kedalam Internal Revenue Code( peraturan
perpajakan di Amerika) yang mengizinkan perorangan (termasuk mereka yang sudah
memiliki program pensiun perusahaan) untuk menyisihkan sebesar 4.000 US $ setahun.
Bentuk Hukum Reksadana
Berdasarkan Undang-undang Pasar Modal Nomor 8 Tahun 1995 pasal 18, ayat (1), bentuk
hukum Reksadana di Indonesia ada dua, yakni Reksadana berbentuk Perseroan Terbatas
(PT. Reksa Dana) dan Reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif (KIK).
Reksa Dana berbentuk Perseroan (PT. Reksa Dana)
suatu perusahaan (perseroan terbatas), yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda
dengan perusahaan lainnya. Perbedaan terletak pada jenis usaha, yaitu jenis usaha
pengelolaan portofolio investasi.
Kontrak Investasi Kolektif
kontrak yang dibuat antara Manajer Investasi dan Bank Kustodian yang juga
mengikat pemegang Unit Penyertaan sebagai Investor. Melalui kontrak ini Manajer
Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio efek dan Bank Kustodian
diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan dan administrasi investasi.

Karakteristik Reksadana
Berdasarkan karakteristiknya maka reksadana dapat digolongkan sebagai berikut:
Reksadana Terbuka
adalah reksadana yang dapat dijual kembali kepada Perusahaan Manajemen Investasi yang
menerbitkannya tanpa melalui mekanisme perdagangan di Bursa efek. Harga jualnya

biasanya sama dengan Nilai Aktiva Bersihnya. Sebagian besar reksadana yang ada saat ini
adalah merupakan reksadana terbuka.
Reksadana Tertutup
adalah reksadana yang tidak dapat dijual kembali kepada perusahaan manajemen investasi
yang menerbitkannya. Unit penyertaan reksadana tertutup hanya dapat dijual kembali
kepada investor lain melalui mekanisme perdagangan di Bursa Efek. Harga jualnya bisa
diatas atau dibawah Nilai Aktiva Bersihnya.

Jenis-jenis Reksadana
1. Reksadana Saham.
Reksadana saham adalah reksadana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80% dari
portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Efek saham umumnya
memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa capital gain melalui pertumbuhan hargaharga saham dan deviden. Reksadana saham memberikan potensi pertumbuhan nilai
investasi yang paling besar demikian juga dengan risikonnya.
2. Reksadana Campuran.
Reksadana campuran adalah reksadana yang melakukan investasi dalam efek ekuitas dan
efek hutang yang perbandingannya tidak termasuk dalam kategori reksadana pendapatan
tetap dan reksadana saham. Potensi hasil dan risiko reksadana campuran secara teoritis
dapat lebih besar dari reksadana pendapatan tetap namun lebih kecil dari reksadana saham.
3. Reksadana Pendapatan Tetap.
Reksadana pendapatan tetap adalah reksadana yang malakukan investasi sekurangkurangnya 80% dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat hutang. Risiko
investasi yang lebih tinggi dari reksadana pasar uang membuat nilai return bagi reksadana
jenis ini juga lebih tinggi tapi tetap lebih rendah daripada reksadana campuran atau saham.
4. Reksadana Pasar Uang.
Reksadana pasar uang adalah reksadana yang melakukan investasi 100% pada efek pasar
uang yaitu efek hutang yang berjangka kurang dari satu tahun. Reksadana pasar uang
merupakan reksadana yang memiliki risiko terendah namun juga memberikan return yang
terbatas.
5. Reksadana Index

Reksadana Index adalah reksadana yang isinya adalah sebagian besar dari index tertentu
(tidak semua, yang penting merefleksikan index tersebut) dan dikelola secara pasif, artinya
tidak melakukan jual beli di bursa, kecuali ada subscription baru atau redemption, oleh
karenanya reksadana index biasanya keuntungan dan kerugiannya sejalan dengan index
tersebut (jika ada selisih, biasanya selisihnya kecil). Jika reksadana tersebut
diperjualbelikan di bursa, maka disebut Exchange Traded Fund (ETF) dan harganya
berfluktuasi tiap detiknya, sehingga sebenarnya mirip saham. Keduanya, baik reksadana
index maupun ETF disebut pengelolaaan dana index dan di Amerika Serikat pada tahun
2013, mencakup 18,4% dari seluruh pengelolaan dana bersama (mutual funds). [2]

Manfaat Reksadana
Reksa Dana memiliki beberapa manfaat yang menjadikannya sebagai salah satu alternatif
investasi yang menarik antara lain:
1. Dikelola oleh manajemen profesional
Pengelolaan portofolio suatu Reksa Dana dilaksanakan oleh Manajer Investasi yang memang
mengkhususkan keahliannya dalam hal pengelolaan dana. Peran Manajer Investasi sangat
penting mengingat Pemodal individu pada umumnya mempunyai keterbatasan waktu,
sehingga tidak dapat melakukan riset secara langsung dalam menganalisa harga efek serta
mengakses informasi ke pasar modal.
2. Diversifikasi investasi
Diversifikasi atau penyebaran investasi yang terwujud dalam portofolio akan mengurangi
risiko (tetapi tidak dapat menghilangkan), karena dana atau kekayaan Reksa Dana
diinvestasikan pada berbagai jenis efek sehingga risikonya pun juga tersebar. Dengan kata
lain, risikonya tidak sebesar risiko bila seorang membeli satu atau dua jenis saham atau
efek secara individu.
3. Transparansi informasi
Reksa Dana wajib memberikan informasi atas perkembangan portofolionya dan biayanya
secara kontinyu sehingga pemegang Unit Penyertaan dapat memantau keuntungannya, biaya,
dan risiko setiap saat.Pengelola Reksa Dana wajib mengumumkan Nilai Aktiva Bersih (NAB)
nya setiap hari di surat kabar serta menerbitkan laporan keuangan tengah tahunan dan
tahunan serta prospektus secara teratur sehingga Investor dapat memonitor
perkembangan investasinya secara rutin.

4. Likuiditas yang tinggi


Agar investasi yang dilakukan berhasil, setiap instrumen investasi harus mempunyai tingkat
likuiditas yang cukup tinggi. Dengan demikian, Pemodal dapat mencairkan kembali Unit
Penyertaannya setiap saat sesuai ketetapan yang dibuat masing-masing Reksadana sehingga
memudahkan investor mengelola kasnya. Reksadana terbuka wajib membeli kembali Unit
Penyertaannya sehingga sifatnya sangat likuid.
5. Biaya Rendah
Karena reksadana merupakan kumpulan dana dari banyak pemodal dan kemudian dikelola
secara profesional, maka sejalan dengan besarnya kemampuan untuk melakukan investasi
tersebut akan menghasilkan pula efisiensi biaya transaksi.
Biaya transaksi akan menjadi lebih rendah dibandingkan apabila Investor individu melakukan
transaksi sendiri di bursa.
Risiko Investasi Reksa Dana
Untuk melakukan investasi Reksa Dana, Investor harus mengenal jenis risiko yang
berpotensi timbul apabila membeli Reksadana.
1. Risiko menurunnya NAB (Nilai Aktiva Bersih) Unit Penyertaan
Penurunan ini disebabkan oleh harga pasar dari instrumen investasi yang dimasukkan dalam
portofolio Reksadana tersebut mengalami penurunan dibandingkan dari harga pembelian
awal. Penyebab penurunan harga pasar portofolio investasi Reksadana bisa disebabkan oleh
banyak hal, di antaranya akibat kinerja bursa saham yang memburuk, terjadinya kinerja
emiten yang memburuk, situasi politik dan ekonomi yang tidak menentu, dan masih banyak
penyebab fundamental lainnya.
2. Risiko Likuiditas
Potensi risiko likuiditas ini bisa saja terjadi apabila pemegang Unit Penyertaan reksadana
pada salah satu Manajer Investasi tertentu ternyata melakukan penarikkan dana dalam
jumlah yang besar pada hari dan waktu yang sama. Istilahnya, Manajer Investasi tersebut
mengalami rush (penarikan dana secara besar-besaran) atas Unit Penyertaan reksadana. Hal
ini dapat terjadi apabila ada faktor negatif yang luar biasa sehingga memengaruhi investor
reksadana untuk melakukan penjualan kembali Unit Penyertaan reksadana tersebut. Faktor
luar biasa tersebut di antaranya berupa situasi politik dan ekonomi yang memburuk,
terjadinya penutupan atau kebangkrutan beberapa emiten publik yang saham atau

obligasinya menjadi portofolio Reksadana tersebut, serta dilikuidasinya perusahaan


Manajer Investasi sebagai pengelola Reksadana tersebut.
3. Risiko Pasar
Risiko Pasar adalah situasi ketika harga instrumen investasi mengalami penurunan yang
disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara drastis. Istilah
lainnya adalah pasar sedang mengalami kondisi bearish, yaitu harga-harga saham atau
instrumen investasi lainnya mengalami penurunan harga yang sangat drastis. Risiko pasar
yang terjadi secara tidak langsung akan mengakibatkan NAB (Nilai Aktiva Bersih) yang ada
pada Unit Penyertaan Reksadana akan mengalami penurunan juga. Oleh karena itu, apabila
ingin membeli jenis Reksadana tertentu, Investor harus bisa memperhatikan tren pasar
dari instrumen portofolio Reksadana itu sendiri.
4. Risiko Default
Risiko Default terjadi jika pihak Manajer Investasi tersebut membeli obligasi milik emiten
yang mengalami kesulitan keuangan padahal sebelumnya kinerja keuangan perusahaan
tersebut masih baik-baik saja sehingga pihak emiten tersebut terpaksa tidak membayar
kewajibannya. Risiko ini hendaknya dihindari dengan cara memilih Manajer Investasi yang
menerapkan strategi pembelian portofolio investasi secara ketat.

Reksa dana merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya
pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan keahlian untuk menghitung
risiko atas investasi mereka. Reksa Dana dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari
masyarakat yang memiliki modal, mempunyai keinginan untuk melakukan investasi, namun
hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas. Selain itu Reksa Dana juga diharapkan
dapat meningkatkan peran pemodal lokal untuk berinvestasi di pasar modal Indonesia.
Umumnya, Reksa Dana diartikan sebagai Wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana
dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya di investasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer
Investasi. Mengacu kepada Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pasal 1 ayat (27)
didefinisikan bahwa Reksa Dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari
masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer
investasi.
Ada tiga hal yang terkait dari definisi tersebut yaitu, Pertama, adanya dana dari masyarakat
pemodal. Kedua, dana tersebut diinvestasikan dalam portofolio efek, dan Ketiga, dana tersebut
dikelola oleh manajer investasi. Dengan demikian, dana yang ada dalam Reksa Dana merupakan
dana bersama para pemodal, sedangkan manajer investasi adalah pihak yang dipercaya untuk
mengelola dana tersebut.
KEUNTUNGAN DAN RISIKO
Manfaat yang diperoleh pemodal jika melakukan investasi dalam Reksa Dana, antara lain:

Pertama, pemodal walaupun tidak memiliki dana yang cukup besar dapat melakukan
diversifikasi investasi dalam Efek, sehingga dapat memperkecil risiko. Sebagai contoh,
seorang pemodal dengan dana terbatas dapat memiliki portfolio obligasi, yang tidak
mungkin dilakukan jika tidak tidak memiliki dana besar. Dengan Reksa Dana, maka akan
terkumpul dana dalam jumlah yang besar sehingga akan memudahkan diversifikasi baik
untuk instrumen di pasar modal maupun pasar uang, artinya investasi dilakukan pada
berbagai jenis instrumen seperti deposito, saham, obligasi.

Kedua, Reksa Dana mempermudah pemodal untuk melakukan investasi di pasar modal.
Menentukan saham-saham yang baik untuk dibeli bukanlah pekerjaan yang mudah,
namun memerlukan pengetahuan dan keahlian tersendiri, dimana tidak semua pemodal
memiliki pengetahuan tersebut.

Ketiga, Efisiensi waktu. Dengan melakukan investasi pada Reksa Dana dimana dana
tersebut dikelola oleh manajer investasi profesional, maka pemodal tidak perlu repotrepot untuk memantau kinerja investasinya karena hal tersebut telah dialihkan kepada
manajer investasi tersebut.

Seperti halnya wahana investasi lainnya, disamping mendatangkan berbagai peluang


keuntungan, Reksa Dana pun mengandung berbagai peluang risiko, antara lain:

Risko Berkurangnya Nilai Unit Penyertaan.


Risiko ini dipengaruhi oleh turunnya harga dari Efek (saham, obligasi, dan surat berharga
lainnya) yang masuk dalam portfolio Reksa Dana tersebut.

Risiko Likuiditas
Risiko ini menyangkut kesulitan yang dihadapi oleh Manajer Investasi jika sebagian
besar pemegang unit melakukan penjualan kembali (redemption) atas unit-unit yang
dipegangnya. Manajer Investasi kesulitan dalam menyediakan uang tunai atas redemption
tersebut.

Risiko Wanprestasi
Risiko ini merupakan risiko terburuk, dimana risiko ini dapat timbul ketika perusahaan
asuransi yang mengasuransikan kekayaan Reksa Dana tidak segera membayar ganti rugi
atau membayar lebih rendah dari nilai pertanggungan saat terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan, seperti wanprestasi dari pihak-pihak yang terkait dengan Reksa Dana,
pialang, bank kustodian, agen pembayaran, atau bencana alam, yang dapat menyebabkan
penurunan NAB (Nilai Aktiva Bersih) Reksa Dana.

Dilihat dari portfolio investasinya, Reksa Dana dapat dibedakan menjadi:


1. Reksa Dana Pasar Uang (Money Market Funds). Reksa Dana jenis ini hanya melakukan
investasi pada Efek bersifat Utang dengan jatuh tempo kurang dari 1 (satu) tahun.
Tujuannya adalah untuk menjaga likuiditas dan pemeliharaan modal.
2. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan
investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Utang.
Reksa Dana ini memiliki risiko yang relatif lebih besar dari Reksa Dana Pasar Uang.
Tujuannya adalah untuk menghasilkan tingkat pengembalian yang stabil.
3. Reksa Dana Saham (Equity Funds). Reksa dana yang melakukan investasi sekurangkurangnya 80% dari aktivanya dalam bentuk Efek bersifat Ekuitas. Karena investasinya
dilakukan pada saham, maka risikonya lebih tinggi dari dua jenis Reksa Dana
sebelumnya namun menghasilkan tingkat pengembalian yang tinggi.
4. Reksa Dana Campuran (Discretionary Funds). Reksa Dana jenis ini melakukan investasi
dalam Efek bersifat Ekuitas dan Efek bersifat Utang.

Sukuk Ritel adalah Surat berharga Syariah yang diterbitkan dan penjualannya diatur oleh
Negara, yaitu Departemen Keuangan (depkeu). Dimana pemerintah akan memilih agen penjual
dan konsultasi hukum sukuk ritel. Agen penjual haruslah wajib memiliki komitmen terhadap
pemerintah dalam pengembangan pasar sukuk dan berpengalaman dalam menjual produk
keuangan syariah.
Sementara calon konsultan hukum terbuka untuk Konsultan Hukum, dengan syarat memiliki
partner yang telah terdaftar sebagai Profesi Penunjang Pasar Modal di Bapepam-LK dan
berpengalaman dalam penerbitan sukuk atau obligasi syariah.
Di Indonesia sendiri, pemerintah melakukan seleksi terhadap agen penjual sukuk ritel yang
terbuka untuk bank umum syariah dan konvensional, serta perusahaan efek dengan empat
kriteria, yaitu memiliki anggota tim yang berpengalaman dalam penjualan produk keuangan
syariah, memiliki komitmen dalam mengembangkan pasar SBSN, memiliki rencana kerja,
strategi dan metodologi penjualan, dan memiliki dukungan sistem teknologi informasi yang
memadai dalam penjualan sukuk ritel. Sebab sukuk ritel merupakan instrumen yang menyasar
investor-investor masyarakat individual karena di tengah situasi krisis keuangan global yang
masih gonjang-ganjing investor individual menjadi alternatif ketika banyak perusahaan yang
terkena imbas krisis ekonomi.
Alasan lain mengapa sukuk ritel menjadi solusi bagi investor adalah selama ini loyalis syariah
memang belum terlayani dengan kehadirannya obligasi ritel Indonesia (ORI).
Pasalnya, investor itu tetap menanti ORI yang berbasis syariah. Jadi fenomena ini sangat terkait
dengan resi yang ditawarkan. Sebab ada kategori investor yang memang hanya menginginkan
produk syariah.
Biasanya yang berburu sukuk ritel adalah segmen pasar di industri perbankan syariah yaitu pada
syariah loyalis. Akibatnya, sukuk ritel habis terjual bahkan kehabisan jatah di agen penjualan
seperti bank dan sekuritas. Para loyalis ini, adalah investor yang memang hanya menginginkan

instrumen investasi berbasis produk syariah. Sebab Kalau tidak berbasis syariah dia tidak mau
menggunakan instrumen keuangan itu.
Selain loyalis, floating market pun berburu sukuk. Floating market adalah investor yang fleksibel
baik di syariah maupun di konvensional. Sepanjang investasi bisa memberikan benefit
sebagaimana produk konvensional, investor semacam ini akan lebih senang dengan produk
syariah. Benefitnya dapat dan syariahnya juga dapat.
Investor jenis terakhir ini lebih bersikap rasional. Ketika ternyata instrumen sukuk ritel bisa
menawarkan return yang kompetitif dibandingkan menabung di deposito maka ia beralih dari
ORI atau instrumen lainnya ke sukuk. Sebab kalau deposito paling tinggi menawarkan 10%
return, sukuk bisa menawarkan 12%. Fenomena membanjirnya peminat sukuk ini juga sebagai
salah satu dampak positif dari krisis global. Pasalnya dalam pengertian yang lain krisis saat ini
menjadi berkah tersendiri bagi instrumen syariah.
Instrumen konvensional saat ini terjebak masalah transaksi derivatif sehingga membuat investor
tersadar bahwa ternyata ada instrumen lain yang bisa dimanfaatkan dengan basis syariah. Namun
apakah sukuk nantinya akan menimbulkan masalah di pasar sekunder ?. Dalam hal ini investor
tidak perlu khawatir. Pasalnya, agen penjual baik bank maupun sekuritas akan kembali membeli
produk ini. Jadi ini dijamin oleh pemerintah.
Sukuk Ritel di Indonesia (RS001) menggunakan akad perjanjian ijaroh (sale and lease back),
dengan imbal hasil 12%, dan bertenor tiga tahun. SR-001 tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sampai tahun 2009, perusahaan asuransi paling besar membeli sukuk mencapai 50,7% senilai Rp
2,3 triliun dari total Rp 4,6 triliun. Kedua terbesar adalah perbankan syariah senilai Rp 780 miliar
atau 16,6%. Kemudian disusul lembaga keuangan senilai Rp 724 miliar atau 15,4%. Dana
pensiun senilai Rp 346 miliar atau 7,3%, reksadana Rp 198 miliar atau 4,2%.
Dari kategori yayasan mencapai Rp 158 miliar atau 3,3%. Perbankan konvensional senilai Rp
105 miliar atau 2,2% dan individu senilai Rp 3 miliar atau 0,06%.

Anda mungkin juga menyukai