Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Insidensi Vitiligo rata-rata hanya 1% di seluruh dunia. Penyakit ini dapat mengenai
semua ras dan kedua jenis kelamin, Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang terjadi pada
perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap berasal dari
banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik. Penyakit juga dapat
terjadi sejak lahir sampai usia lanjut dengan frekuensi tertinggi (50% dari kasus) pada usia
1030 tahun.3
Penyebab vitiligo yang pasti sampai saat ini belum diketahui. Namun, diduga ini adalah
suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau secara autosomal dominan.
Berdasarkan laporan, didapatkan lebih dari 30% dari penderita vitiligo mempunyai penyakit
yang sama pada orangtua, saudara, atau anak mereka. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo
yang terjadi pada kembar identik. 3,4
Vitiligo biasanya bermula pada masa anak-anak atau dewasa muda, dengan jenjang usia
antara 10 dan 30 tahun. Sekitar setengah dari kasus bermula sebelum usia 20 tahun.2
Pada laporan kasus ini akan di bahas sebuah kasus wanita berusia 62 tahun dengan
kecurigaan vitiligo berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan dermatologis yang ditemukan.
Pembahasan terbatas pada keadaan klinis yang ditemukan baik melalui anamnesis maupun
pemeriksaan fisik, dan terapi yang diberikan serta prognosis pasien setelah mendapatkan
terapi.

BAB II
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
Umur
Alamat
Status
Agama
Tanggal Pemeriksaan

: Ny. A
: Perempuan
: 62 tahun
: Cempaka Putih Tengah, Jakarta Pusat
: Menikah
: Islam
: 28 April 2015

B. ANAMNESIS
Autoanamnesis dilakukan di Poliklinik kulit dan kelamin RSIJ Cempaka Putih pada
tanggal 28 April 2015 pukul 11.00 WIB.
Keluhan Utama :
Bercak putih pada wajak sejak 2 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan mengeluhkan bercak putih pada wajah sejak 2 tahun yang lalu.
Awalnya pasien mengeluhkan bercak putih ini hanya di sekitar mulut dengan ukuran
sebesar koin. Namun sejak 1 tahun yang lalu, bercak putih pada sekitar mulut semakin
melebar dan mulai timbul bercak putih baru pada pangkal hidung dengan ukuran sebesar
biji jagung. Pasien juga mengeluhkan akhir-akhir ini juga terdapat bercak putih yang
terlihat samar pada jidat. Keluhan yang diderita pasien tidak disertai dengan rasa gatal,
nyeri dan juga baal. Pasien juga menyangkal adanya luka sebelumnya di bercak kulit
yang memutih. Pasien mengatakan belum pernah berobat sebelumnya mengenai keluhan
ini.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya.
Pasien memiliki Diabetes Militus sejak 10 tahun yang lalu dan terkontrol.
Pasien memiliki penyakit jantung sejak 4 tahun yang lalu, dan dilakukan
pemasangan ring.

Pasien juga memiliki penyakit ginjal dan pasien tidak mengetahui persis nama
penyakit yang dideritanya, namun dikatakan salah satu ginjal pasien mengecil dan
tidak berfungsi, pasien memiliki riwayat penyakit batu ginjal 4 tahun yang lalu
namun sekarang batu tersebut sudah menghilang dengan sendirinya.

Riwayat Alergi
Alergi terhadap makan-makanan laut, obat, debu dan cuaca disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Pasien mengatakan bahwa dirumah tidak ada yang merasakan keluhan yang sama
dengan pasien.
Riwayat Psikososial & Kebiasaan :
Pada saat beraktivitas di luar rumah pada siang hari pasien menggunakan pakaian
tertutup dan berjilbab. Pasien berkata tidak pernah menggunakan lotion yang
mengandung perlindungan terhadap sinar matahari. Pasien sering beraktivitas di bawah
sinar matahari.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: Tampak sakit Ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Tanda-tanda vital :
o TD
: 120/90 mmHg
o Nadi
: 86x/menit
o Pernapasan : 20 x/menit
o Suhu
: 36.5oC
Status Gizi
:
o BB
: 50 kg
o TB
: 148 cm
o BB/(TB)2
: 50/(1,48)2
: 22.8 (Baik/normal)

Status Generalisata:

Kepala (Normocephal)
o Rambut

: Rambut bewarna hitam distribusi rata, ketombe (-) lesi kulit

(-)
o Mata

: Conjunctiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

o Hidung

: Deviasi septum nasi(-), Sekret (-)

o Telinga

: Normotia, Sekret (-/-), Serumen (-/-)

o Mulut

: Bibir kering (-), mukosa faring hiperemis (-), tonsil T1/T1

tidak hiperemis, caries dentis (-)


o Kulit Wajah

: Pada status dermatologikus

Leher
o Pembesaran KGB

: Tidak teraba membesar

o Pembesaran tiroid

: Tidak teraba membesar

Thoraks
o Paru-paru

Inspeksi
Bentuk dan pergerakan simetris, retraksi ICS dan SS (-)

Palpasi
Vokal fremitus (+/+) di kedua lapang paru, nyeri tekan (-/-)

Perkusi
Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi
Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Rhonki (-/-)

o Jantung

Inspeksi
Ictus Cordis tidak terlihat

Palpasi
Ictus Cordis tidak teraba.

Perkusi
Tidak dilakukan

Auskultasi
Bunyi jantung I / II regular, murni, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi
Datar, Scar (-)

Auskultasi
Bising usus (+) normal.

Palpasi
Supel, turgor baik, nyeri tekan epigastrium (+), hepatosplenomegali (-)

Perkusi
Timpani diseluruh kuadran abdomen

Ekstremitas
Atas

: Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.

Bawah

: Deformitas (-), udem (-/-), akral hangat (+/+), RCT < 2 detik.

Status Dermatologikus:
1. Regio orbikularis oris :
Makula depigmentasi multipel dengan ukuran lenticular dan numular, bentuk
tidak teratur diskret sirkumskrip.

Gambar 2.1 Regio orbikularis oris tampak makula depigmentasi multipel dengan
ukuran lenticular dan numular, bentuk tidak teratur, diskret dan sirkumskrip. (a) regio
fasialis, (b) regio orbikularis oris
2. Regio orbikularis okuli bagian medial:
Tampak makula depigmentasi bilateral berukuran lentikular, bentuk tidak
teratur, batas tegas

Gambar 2.2 Regio orbikularis okuli bagian medial Tampak makula


depigmentasi bilateral berukuran lentikular, bentuk tidak teratur, batas tegas
3. Regio supra orbita
Tampak makula depigmentasi bilateral berukuran miliar hingga numular,
bentuk tidak teratur, batas tegas

Gambar 2.3 Regio supra orbita tampak makula depigmentasi bilateral berukuran
miliar dan numular, bentuk tidak teratur, batas tegas
D. RESUME
Seorang wanita usia 62 tahun datang ke poliklinik RSIJ Cempaka Putih dengan
keluhan bercak putih pada wajah sejak 2 tahun yang lalu. Awalnya makula depigmentasi
hanya di sekitar mulut dengan ukuran numular. sejak 1 tahun yang lalu, semakin melebar
dan timbul makula depigmentasi baru pada regio orbikularis okuli bagian medial dan
regio supraorbita. Keluhan yang diderita pasien tidak disertai dengan rasa gatal, nyeri,
baal. Pasien juga menyangkal adanya luka sebelumnya di bercak kulit yang memutih.
Pasien mengatakan belum pernah berobat sebelumnya mengenai keluhan ini.
Pasien belum pernah merasakan keluhan yang sama sebelumnya. Pasien memiliki
Diabetes Militus sejak 10 tahun yang lalu dan terkontrol, penyakit jantung dan penyait
ginjal sejak 4 tahun yang lalu. Dikeluarga pasien tidak ada yang mengalami hal serupa.

Pada pemeriksaan fisik tanda vital dan status generalisata dalam batas normal. Pada
pemeriksaan fisik status dermatologikus pada Regio orbikularis oris tampak makula
depigmentasi multipel dengan ukuran lentikular dan numular, bentuk tidak teratur diskret
sirkumskrip. Regio orbikularis okuli bagian medial Tampak makula depigmentasi
bilateral berukuran lentikular, bentuk tidak teratur, batas tegas. Regio supra orbita tampak
makula depigmentasi bilateral berukuran miliar dan numular, bentuk tidak teratur, batas
tegas.
E. DIAGNOSIS KERJA
Vitiligo
F. DIAGNOSIS BANDING
Pitiriasis Alba
G. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan histopatologi
H. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa:
o Menerangkan kepada pasien mengenai penyakit yang diderita pasien.
o Menyarankan kepada pasien untuk menggunakan tabir surya jika pergi
keluar rumah saat siang hari
o Memberikan informasi kepada pasien untuk bersabar karena pengobatan
yang cukup lama.

Medikamentosa:
o Topikal

: Clobetasol propionate ointment 0.05% 2x sehari. Selama 1-2

bulan lalu tappering-off dan mengganti terapi dengan Hydrocortisone butyrate


cream, 0,1%.
I. PROGNOSIS
a. Quo Ad Vitam
b. Quo Ad Functionam
c. Quo Ad Sanationam

: Ad Bonam
: Ad Bonam
: Dubia Ad Bonam

BAB III
DISKUSI KASUS
Pada pasien ini ditegakkan diagnosis kerja yaitu Vitiligo. Hal ini diperoleh dengan
dilakukannya anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan melihat gambaran klinis.
A. Anamnesis :
Seorang wanita usia 62 tahun datang dengan keluhan bercak putih di wajah sejak 2
tahun yang lalu, lama kelamaan bercak putih semakin melebar dan meluas pada

daerah wajah.
Keluhan tersebut tidak disertai gatal maupun baal serta nyeri

Anamnesis sesuai dengan teori :

Vitiligo adalah kelainan kulit nyang ditandai dengan adanya kegagalan fokal dari
pigmentasi oleh karena adanya penghancuran melanosit yang diperantarai oleh

mekanisme imunologi5
Kelainan kulit pada vitiligo mangalami pelebaran ukuran lesi biasanya dalam
beberapa bulan bahkan beberapa tahun. Makula hipomelanosit merupakan tanda awal
pada area yang sering terpapar sinar matahari, yaitu pada wajah atau pada dorsum

manus. 4
B. Pemeriksaan fisik :
Status generalisata dalam batas normal
Status dermatologikus
o Regio orbikularis oris tampak makula depigmentasi multipel dengan ukuran
lenticular dan numular, bentuk tidak teratur diskret sirkumskrip. Regio
orbikularis okuli bagian medial Tampak makula depigmentasi bilateral
berukuran lentikular, bentuk tidak teratur, batas tegas. Regio supra orbita
tampak makula depigmentasi bilateral berukuran miliar hingga numular,
bentuk tidak teratur, batas tegas.
Pemeriksaan Fisik sesuai dengan teori :
Gejala klinis yang dapat ditemukan satu atau lebih makula berwarna putih seperti
bercak kapur atau susu

dengan diameter beberapa milimeter hingga sentimeter,

bentul bulat atau lonjong dengan batas tegas tanpa ada perubahan epidermis yang

lain.2
Lesi dapat muncul dibagian tubuh mana saja, tapi lebih sering pada tangan, lengan,
kaki dan wajah.2

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

A.

DEFINISI
Vitiligo adalah kelainan kulit yang ditandai dengan adanya kegagalan fokal dari
pigmentasi oleh karena adanya penghancuran melanosit yang diperantarai oleh
mekanisme imunologi.5
B. EPIDEMIOLOGI
Vitiligo terjadi di seluruh dunia dengan prevalensi 0,5 1 %. Penyakit ini dapat
mengenai semua ras dan kedua jenis kelamin. Pernah dilaporkan bahwa vitiligo yang
terjadi pada perempuan lebih berat daripada laki-laki, tetapi perbedaan ini dianggap
berasal dari banyaknya laporan dari pasien perempuan oleh karena masalah kosmetik.
Vitiligo biasanya mulai terlihat pada saat anak anak dan remaja dengan puncaknya pada
usia 10 30 tahun.1
Vitiligo hampir menyerang 1 dari 4% populasi dunia, termasuk 1-2 juta orang di
Amerika, dan memiliki dampak yang signifikan pada kualitas hidup oleh karena efek
psikologi yang dialami oleh penderita vitiligo.8

Vitiligo terjadi di seluruh dunia, dengan prevalensi mencapai 1%. 3 Survey


epidemiologi pada kepulauan Bornholm di Denmark menemukan prevalensi vitiligo
mencapai 0,38%. Kemungkinan bahwa angka ini juga berlaku untuk negara-negara lain di
utara-barat Eropa.4
Vitiligo pada umumnya dimulai pada masa anak-anak atau usia dewasa muda, dengan
puncak onsetnya (50% kasus) pada usia 10-30 tahun, tetapi kelainan ini dapat terjadi pada
semua usia. Tidak dipengaruhi oleh ras, dengan perbandingan laki-laki sama dengan
perempuan.3
C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Vitiligo adalah kelainan pilogenik, dengan patogenesis yang kompleks yang hingga
sekarang belum dimengeri secara pasti. Walaupun banyak teori yang mencoba
menjelaskan mengenai kehilangannya melanosit epidermal pada vitiligo namun penyebab
pastinya tidak diketahui. Teori yang paling dapat diterima adalah faktor genetik dan nongenetik yang berikatan mempengaruhi fungsi dan kehidupan melanosit, walaupun pada
akhirnya mengarah pada kerusakan autoimun dari melanosit.1 Masih belum pasti apa yang
menyebabkan kerusakan pada melanosit sehingga menghilang dan mempengaruhi kulit.6
Ada 4 mekanisme yang mungkin bisa menjelaskan mengenai terjadinya vitiligo, yaitu
autoimun, neurogenik, genetik, dan pajanan bahan kimia.
1. Hipotesis Autoimun
Terdapat perdebatan mengenai fakta yang mendukung autoimun sebagai dasar
terjadinya vitiligo generalisata. Vitiligo generalisata sering terjadi pada orang yang
memiliki riwayat penyakit autoimun sebelumnya. Imunitas humoral adalah yang
pertama terlibat dengan ditemukannya pada beberapa kasus terdapatnya autoantibodi
melanosit yang menyerang berbagai antigen melanosit, termasuk tirosinase,
tyrosinase-related protein-1, dopachrome tautomerase dan lainnya yang memiliki
kekuatan untuk membunuh melanosit secara in vitro dan in vivo. Terdapat hubungan
antara vitiligo dengan kondisi autoimun. Gangguan tiroid seperti tiroiditis hashimoto
dan Graves disease biasanya muncul dengan vitiligo.1 Autoantibodi organ spesifik
untuk tiroid, sel parietal lambung, dan jaringan adrenal lebih sering ditemukan pada
serum pasien dengan vitiligo dibandingkan dengan populasi umum. Antibodi terhadap
melanosit

orang

normal

dapat

dideteksi

dengan

menggunakan

tes

immunoprecipitation spesifik yang memiliki pengaruh sitolisis. Didapati profil sel-T


yang abnormal pada pasien vitiligo dengan penurunan sel T-helper.4
2. Hipotesis Neurogenik

Pada hipotesis ini dijelaskan bahwa adanya bahan campuran yang dilepaskan
di sekitar neuralcrest yang menghambat melanogenesis dan memberikan efek toksik
pada melanosit. Walaupun terkadang vitiligo timbul pada distribusi dermatom dan
secara mikroskopik menunjukknya adanya kelainan pada saraf sekelilingnya,
penelitian terakhir mengenai neuropeptid dan neuronal pada vitiligo menjelaskan
bahwa neuropeptide Y memiliki keterlibatan.4
3. Genetik pada vitiligo
Survey epidemiologi dalam jumlah besar menunjukkan bahwa kebanyakan kasus
vitiligo timbul secara jarang., walaupun sekitar 15%-20% dari pasien memiliki satu
bahkan lebih yang dipengaruhi oleh kerabat tingkat pertama. Pada penelitian
terbanyak mengatakan bahwa genetik pada vitiligo berfokus pada vitiligo generalisata.
Beberapa gen yang terkait dengan fungsi imun, termasuk loci dalam MHC, CTLA4,
PTPN22, IL10, MBL2, dan NALP1 diduga memiliki keterlibatan pada vitiligo
generalisata dalam hubungan genetik. Vitiligo segmental memiliki perbedaan genetik
yang berbeda dari vitiligo generalisata dilihat dari perkembangan dan ketahanan hidup
melanoblast dan melanosit, walaupun hipotesis tersebut masih harus dikonfirmasi
kembali.1
4. Hipotesis pajanan bahan kimiawi
Terdapat beberapa bukti bahwa vitiligo merupakan penyakit yang menyerang
seluruh epidermis kulit, kemungkinan memiliki keterkaitan dengan abnormalitas
biokimia dari melanosit dan keratinosit. Kelainan spesifik dari fungsi dan morfologi
dipantau pada melanosit dan keratinosit vitiligo yang memiliki dasar genetik.
Kelainan bentuk keratinosit dari lesi vitiligo memiliki hubungan pada kerusakan
aktivitas mitokondria, dan memiliki efek pada produksi dari faktor pertumbuhan
melanosit dan sitokin yang mengatur kehidupan melanosit. Pajanan bahan kimiawi
tersebut menekan kadar H2O2 yang memberikan dampak terhadap epidermis, sehingga
menyebabkan berkurangnya sebagian dari enzim antioksidan pada keratinosit dan
melanosit.1
D. DIAGNOSIS
Diagnosis vitiligo ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dari pasien dengan
adanya makula berbatas tegas, chalk-white, bilateral (biasanya simetris), progresif dan
didapat.3
a.
Gambaran klinis
Vitiligo merupakan anomali pigmentasi kulit didapat. Kulit vitiligo menunjukan
gejala depigmentasi dengan bercak putih yang dibatasi oleh warna kulit normal atau
oleh hiperpigmentasi.2 Pada vitiligo, ditemukan makula dengan gambaran seperti

white-milk macules dengan depigmentasi homogen dan batas yang tegas. Memiliki
dasar dari distribusi polimorfik, melebar dan banyak bercak putih.1

Gambar 4.1 Bercak depigmentasi pada bagian atas bibir12


Klasifikasi :
1. Generalisata, terdiri dari :
a. Akrofasial : depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ektremitas dan wajah
dalam bentuk lingkaran.
b. Vulgaris: multipel lesi dengan distribusi diskret dengan bentuk yang simetris.
c. Mixed vitiligo: campuran dari acrofasial dan vulgaris atau segmental dan tioe
akrofasial.
2. Universalis
3.
Lokalisata, terdiri dari :
a.
Fokal : satu atau lebih makula pada satu area tapi tidak segmental.
b.
Segmental: makula unilateral dengan distribusi menurut dermatom yang tidak
melewati garis tengah tubuh.
c. Mukosal: hanya terdapat depigmentasi pada membran mukosa.

Gambar 4.2 Vitiligo vulgaris pada dewasa1

Gambar 4.3 Vitiligo Acrofasial1

Gambar 4.4 Vitiligo Universal1

Gambar 4.5 Vitiligo segmental dari wajah dan leher1

Gambar 4.6 Vitiligo fokal-makula unik dari vitiligo fokal1

Gambar 4.7 Gambaran lokasi predileksi vitiligo.3

Fenotip klinis langka tertentu1

Vitiligo Thrichrome dikarakteristikan dengan adanya bercak yang


berukuran sedang hipopigmentasi diantara kulit normal dan depigmentasi

kulit keseluruhan
Vitiligo Quadrichrome dikarakteristikkan dengan adanya empat warna
(coklat gelap) pada repigmentasi folikuler. Sering pada pasien dengan

fototerapi kulit gelap


Vitiligo Pentachrome merupakan vitiligo dengan lima bayangan warna :

putih, gelap, coklat sedang, coklat gelap dan hitam


Vitiligo Conferri atau Vitiligo Ponture seperti makula depigmentasi dalam

makula hiperpigmentasi pada kulit normal


Vitiligo Red , lesi depigmentasi yang memiliki batas eritematous
Vitiligo Blue, muncul warna kulit biru keabu-abuan oleh karena hilangnya
melanosit epidermal

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes laboratorium
Tes laboraturium dapat membantu untuk melihat level TSH, anti-nuclear antibodi
dan jumlah darah. Tes ini juga dapat menentukan serum antitiroglobulin dan antibodi
tyroid peroxidase. Antibodi tyroid peroxidase petanda yang spesifik dan sensitif untuk
gangguan tyroid autoimun.1
2. Pemeriksaan histopatologi.
Biopsi kulit sangat jarang diperlukan untuk menegakkan diagnosis vitiligo.
Biasanya pada pemeriksaan histologi didapati pada area lesi tidak adanya melanosit
pada epidermis dan dermal yang tipis, perivaskular, dan infiltrat limfosit perifolikular
pada batas lesi baru dan lesi aktif, dengan adanya proses cell-mediated immune
menghancurkan melanosit insitu.1

Gambar 4.8 (A) makula depigmentasi dengan distribusi simetris pada batang tubuh dan
ekstremitas. (B) infiltrat yang sangat halus dari limfosit pada epidermis. (C) melanosit
mengalami kerusakan pada epidermis10
3. Pemeriksaan Lampu Wood

Pada pemeriksaan dibutuhkan untuk mengevaluasi makula, biasanya dilakukan


pada penderita yang memiliki tipe kulit cerah, dan untuk mengidentifikasi makula
pada bagian yang dilindungi matahari.3
F.

DIAGNOSIS BANDING
Pada vitiligo diagnosis banding dapat berupa Pitiriasis Versikolor, Pitiriasis Alba,
Lepra, Piebaldism, skleroderma, Nevus Pigmentous oleh karena memiliki lesi berupa
makula soliter hipopigmentasi, batas tegas, dengan tepi ireguler, ukuran yang sama,
sering timbul pada bayi baru lahir lalu dapat juga dengan Nevus Anemicus karena
memliki lesi pucat hipokromik dengan batas tegas dan tepi ireguler, biasanya soliter
berlokasi di batang tubuh.1

G. PENATALAKSANAAN
Kunci dari terapi vitiligo adalah memfasilitasi populasi ulang dari bercak
depigmentasi pada epidermis dengan mengaktivasi melanosit agar dapat bermigrasi,
bertahan hidup untuk berpopulasi pada kulit yang mengalami depigmentasi, dan
membawa keluar biosintesi dari melanin. 1

Lini

TOPIKAL
Kortikosteroid

FISIKAL
Ultraviolet B

pertam

Kalsinieurin

(gelombang pendek)

inhibitor

Psoralen sistemik dan

Lini

Calcipotriol

kedua

SISTEMIK

BEDAH

sinar Ultraviolet A
Psoralen topikal dan

Kortikosteroid

Cangkok

sinar ultraviolet A

(pulse

Melanosit

Excimer laser

therapy)

Tabel 4.1 Strategi terapi untuk Vitiligo

transplantasi
1

Terapi Topikal
Terapi dengan steroid topikal memberikan 50-75% repigmentasi dan tidak praktis
dikarenakan membutuhkan untuk mengaplikasikan pada kulit dengan frekuensi yang
sering dan juga membutuhkan waktu setahun atau lebih untuk hasil yang signifikan.
Terapi topikal seperti takrolimus dan calcipotrien juga memberikan hasil yang sama
dengan kortikostertoid topikal.9
1. Kortikosteroid Topikal
Indikasi pada lesi vitiligo yang terbatas dan merupakan terapi lini pertama
pada anak-anak. Respon terbaik didapatkan pada lesi daerah wajah, dan juga baik

untuk lesi pada leher dan ekstrimitas kecuali jari tangan dan kaki. Respon yang
baik terjadi karena pada daerah tersebut permeabilitas kulitnya tinggi, banyak
tersedia melanosit residual, follicular reservoir yang banyak atau melanosit mudah
diperbaiki. Lesi local diterapi dengan fluorinated corticosteroid potensi tinggi
(clobetasol propionate ointment, 0.05%) selama 1-2 bulan kemudian perlahanlahan diturunkan bertahap menjadi kortikosteroid potensi rendah (hydrocortisone
butyrate cream, 0.1%). Lesi yang lebih besar diterapi dengan non-fluorinated
corticosteroid potensi menengah. Waspadai pemakaian steroid topical di sekitar
kelopak mata karena dapat meningkatkan tekanan intraocular yang dapat
menyebabkan glaukoma.1
Monitor respon pengobatan dengan pemeriksaan Woods lamp. Jika tidak ada
respon dalam 3 bulan, terapi dihentikan. Repigmentasi maksimum terjadi 4 bulan
atau lebih (30-40% dalam 6 bulan). Pasien dengan pigmen gelap memiliki respon
yang lebih bagus daripada yang berpigmen terang. Keuntungan terapi ini adalah
kepatuhan yang tinggi dan harga terjangkau. Kekurangannya adalah terjadi
kekambuhan setelah penghentian obat dan efek samping steroid (atrofi kulit,
telangiectasis, striae, dermatitis kontak). Semua pasien terutama anak-anak harus
dimonitor secara ketat terhadap efek samping obat.1
2. Kalsineurin Inhibitor
Salep tacrolimus topical 0,03-0,1% (pimecrolimus ointment 1%) dua kali
sehari efektif menghasilkan repigmentasi vitiligo lesi local terutama pada wajah
dan leher. Lebih efektif jika dikombinasi dengan ultraviolet B (UVB) atau terapi
laser excimer (308 nm). Lebih aman daripada steroid topical pada anak-anak.1
3. Calcipotriol Topikal
Vitamin D analog-Calcipotriol topical 0,005% efektif secara kosmetik pada
beberapa pasien. Dapat dikombinasi dengan kortikosteroid topical pada anak dan
dewasa untuk mempercepat dan stabilitas repigmentasi.1
4. Pseudocatalase
Katalase adalah enzim normal yang ditemukan pada kulit berfungsi untuk
mengurangi kerusakan oleh radikal bebas. Kadarnya rendah pada pasien vitiligo.

Terapi dengan pseudocatalase dapat diberikan pada pasien dikombinasi dengan


narrowband UVB (NBUVB) fototerapi.1
Terapi Fisik
1.

Sunscreens
Membantu mencegah terbakarnya kulit karena sinar matahari, mengurangi
photodamage sehingga mencegah fenomena Koebner, dan mengurangi perbedaan
warna kulit normal dengan lesi vitiligo.3

2.

Kosmetik
Penggunaan kosmetik berguna bagi pasien dengan vitiligo focal. Kosmetik
dapat menutupi dan menyamarkan lesi pada wajah, leher, dan tangan.
Keuntungannya harga murah, efek samping sedikit, dan mudah digunakan.3

3. Radiasi Narrowband Ultraviolet B


NB (311nm)-UVB radiasi dipertimbangkan sebagai terapi pilihan pertama
untuk sebagian besar pasien. Pada vitiligo generalisata terapi ini lebih efektif
daripada PUVA topical. Jika tidak ada perbaikan dalam waktu 6 bulan, terapi
dihentikan. Pigmentasi terbaik terjadi di wajah, badan, dan ekstrimitas proksimal.1
4. Psoralen dan Terapi Ultravioleta
8-methoxypsoralen oral atau topical dikombinasi dengan UVA (320-400nm)
iradiasi (PUVA) efektif untuk penanganan vitiligo.1 fototerapi PUVA bekerja
dengan cara membuat melanosit menjadi hipertropi dan melanosom menjadi
hiperaktif.

Juga meningkatkan produksi melanosit dalam folikel rambut dan

melepaskan keratinosit dari faktor yang merangsang prtumbuhan melanosit dan


mengurangi terbentuknya antigen melanosit dalam membran melanosit. 6 Terapi
pilihan Psolaren, yaitu Methoxsalen

diberikan secara oral engan dosis

0,4mg/KgBB, 1 hingga 2 jam sebelum terapi UVA. Untuk PUVA topical,


Methoxsalen 0,1% diaplikasikan pada lesi 30-60 menit sebelum terapi UV. Topikal
PUVA biasa digunakan pada pasien dengan vitiligo <20% area tubuh. Efek
samping adalah hiperpigmentasi pada area yang mengelilingi vitiligo, reaksi
fototoksik yang berat, dan pruritus. Oral psoralen diberikan pada pasien dengan lesi
yang luas dan tidak berespon terhadap PUVA topical.1 Proses pengobatan ini

memakan waktu yang sangat lama. Terapi ini dilakukan kurang lebih 6 bulan
hingga beberapa tahun .4
5. Excimer Laser
Hingga saat ini terapi ini merupakan terapi yang digunakan untuk vitiligo
lokalisata. Terapi ini mirip dengan terapi NB-UVB dengan sedikit efek samping
karena hanya satu lesi yang dilakukan terapi pada satu waktu. Paling efektif jika
diberikan 3 kali seminggu dengan durasi >12 minggu. Dosis awal 50-100 mJ/cm 2.
Hasil paling baik pada daerah wajah.1
Terapi Sistemik
Kortikosteroid sistemik tidak terlalu berguna sebagai terapi untuk mendapatkan
pigmentasi ulang pada Vitiligo. Akan tetapi Kortikosteroid sistemik dapat menekan
aktivitas dari Vitiligo. Dengan dosis 2,5mg/hari dari dexamethason untuk Vitiligo yang
cepat menyebar. Terapi optimal untuk dapat memberhentikan progresi dari Vitiligo
sekitar 3 dan 6 bulan.6
Pembedahan
1. Autologous skin Grafts
Terapi ini merupakan opsi pada Vitiligo yang stabil. Epidermis yang
mengalami depigmentasi termasuk papillary dermis disingkirkan dengan
dermabrasi superficial. Kemudian lapisan dermoepidermal yang sangat tipis yang
Keterlibatan
luas ditanamkan.
lesi VitiligoDapat
pada menangani
kulit
dibiakkan menurut
dermatom
area 6-100cm.1

2. Melanocyte culture Transplantation


Bilaini
<20%
kulit
Bila 20%
darikulit
kulitdiambil dari wilayah
Terapi
sama dari
dengan
cangkok kulit dimana,
cangkok
donor dan diinkubasi dalam media kultur agar melanosit dapat tumbuh atau
kombinasi dari melanosit dan keratinosit dapat tumbuh secara in vitro. Hasil dari
terapi ini sangat bagus dan pada area luas kulit dapat diterima dari satu cangkok

steroid topikal, imunomodulator,


Fototerapi:
atau calcipotriol
NB-UVB atau
atauPUVA
kombinasi
atau PUVASOL
keduanya(psoralen, UV A, dan solar light)

donor. 11

Bila tidak merespon

Terapi PUVA topical atau fototerapi


Bila
pada
tidak
lesi
merespon
target dan luas vitiligo > 50% luas kulit

Bila tidak merespon

Cangkok kulit atau transplantasi melanosit

Terapi Depigmentasi

Grafik 4.1 Algoritma Terapi untuk Vitiligo1


F. Prognosis
Vitiligo merupakan penyakit kronik dengan perjalanan penyakit yang beragam., tetapi
memiliki onset cepat yang diikuti dengan periode stabil atau progresifitas lambat adalah
karakteristik dari Vitiligo. Hingga 30% dari penderita vitiligo dilaporkan bahwa terjadi
pigmentasi ulang yang spontan pada beberapa wilayah (biasanya area yang terpapar
matahari). 3
DAFTAR PUSTAKA
1. Birlea SA, Spritz RA, Norris DA. Vitiligo. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller
AS, Leffel DJ, Wolff K editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 8 th ed. New
York. McGrawHill;2012.p.792-803.
2. James WD, Berger TG, Elston DM. Disturbances of Pigmentation. In: Andrews Disease of
The Skin. 11th ed. Philadelpia. Saunders Elsevier;2011. p. 854-70.
3. Wolff K and Johnson RA. Vitiligo. In: Fitzpatrick's Color Atlas and Synopsis of Clinical
Dermatology.6th ed. New York. McGrawHill: 2009. p. 335-41.
4. Burns T, Breathnach S, Cox N. Disorders of Skin Colour. In: Rooks Textbook of
Dermatology. 7th ed. Malden. Blackwell Science;2004. p.39.53-7.
5. Marks R. Vitiligo. In : ROXBURGS Common Skin Disease. 17 thed. Miami USA. Arnold :
2003. p.297-299.

6. Author : Bilal A, Irfan A : Guidlines for the Management of Vitiligo. In : Journal of Pakistan
Association of Dermatologist : 2014.
7. Anbar T, A Rehab et al : Beyond Vitiligo Guidlines Combined Stratified/Personalized
Approaches for the Vitiligo Patient. In : Wiley Online Library Journal: 2014.
8. Bowcock A, Fernandez M, et al : Targeting Skin Vitiligo and Autoimmunity. In : Journal in
Investigative Dermatology: 2012.
9. Mouzakis A MD, Lie S, et al : Rapid Response of Facial Vitiligo to 308nm Excimer Laser and
Topical Calcipotriene. In : The Journal of Clinical an Aesthetic Dermatology: 2011
10. M.Grant, Jane. Kels. Color Atlas of Dermatopathology. NewYork. Vanderbilt Avenue;2007.
p.16.
11. Majid I : Vitiligo Management an Update. In : BJMP : 2010

12. Shaffrali F, Gawkrodger D (2000) Management of Vitiligo. Clinical and Experimental


Dermatology 25(8): 575-579.

Anda mungkin juga menyukai