Sifat Fisik
Resin akrilik mempunyai warna yang harmonis, artinya warnanya sama dengan
jaringan sekitar. Warna disini berkaitan dengan estetika, dimana harus menunjukka
transulensi atau transparansi yang cukup sehingga cocok dengan penampilan jaringan mulut
yang digantikannya.Selain itu harus dapat diwarnai atau dipigmentasi, dan harus tidak
berubah warna atau penampilan setelah pembentukkan (Annusavice. 2003).
Stabilitas Dimensional
Resin Akrilik mempunyai dimensional stability yang baik, sehingga dalam kurun waktu
tertentu bentuknya tidak berubah. Stabilitas dimensional dapat dipengaruhi oleh proses,
molding, cooling, polimerisasi, absobsi air dan temperatur tinngi (Annusavice. 2003).
Kekerasan merupakan suatu sifat yang sering kali digunakan untuk memperkirakan
ketahanan aus suatu bahan dan kemampuan untuk mengikis struktur gigi lawannya. Proses
abrasi yang terjadi saat mastikasi makanan, berefek pada hilangnya sebuah substansi / zat.
Mastikasi melibatkan pemberian tekanan yang mengakibatakan kerusakan dan terbentuknya
pecahan / fraktur. Namun resin akrilik keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap
abrasi (Combe, 1992).
Crazing ( Retak )
Retakan yang terjadi pada permukaan basis resin disebabkan karena adanya tensile stress,
sehingga terjadi pemisahan berat molekul atau terpisahnya molekul molekul polimer
(Combe, 1992).
Creep ( Tekanan )
Creep didefinisikan sebagai geseran plastik yang bergantung waktu dari suatu bahan di
bawah muatan statis atau tekanan konstan. Akrilik mempunyai sifat cold flow, yaitu apabila
akrilik mendapat beban atau tekanan terus menerus dan kemudian ditiadakan, maka akan
berubah bentuk secara permanen (Combe, 1992).
Termal
Porositas
Porositas adalah gelembung udara yang terjebak dalam massa akrilik yang telah
mengalami polimerisasi. Timbulnya porositas menyebabkan efek negatif terhadap kekuatan
dari resin akrilik. Dimana resin akrilik ini mudah porus (Combe, 1992).
Sifat Mekanis
Strength ( Kekuatan)
Kekuatan resin akrilik tergantung dari komposisi resin, teknik prosesing, dan lingkungan
gigi tiruan itu sendiri. Resin akrilik mempunyai modolus elastisitas yang relatif rendah yaitu
2400 Mpa, oleh karena itu basis tidak boleh kurang dari 1 mm (Combe, 1992).
Fraktur
Gigi tiruan yang tidak sesuai karena desain yang tidak baik dapat menyebabkan daya
fleksural yang berkelanjutan sehingga terjadi fatigue dan ahkirnya memyebabkan gigi tiruan
fraktur (Combe, 1992).
Fleksibilitas.
Fleksibilitas maksimal didefinisikan sebagai regangan yang terjadi ketika bahan ditekan
sampai batas kesetimbangannya. Resin akrilik mempunyai sifat yang lunak dan fleksibel
(Annusavice. 2003 ).
Sifat Kimia
Resin akrilik merupakan turunan etilen yang mengandung gugus vinil. Dalam rumus
strukturnya ada 2 kelompok resin akrilik yaitu : asam akrilik dan asam metakrilat. Meskipun
asam poli ini keras dan transparan, polaritasnya, berkaitan dengan kelompok karboksil,
menyebabkan asam tersebut menyerap air. Air cenderung memisahkan rantai-rantai serta
menyebabkan pelunakan umum dan mengurangi kekuatan. Metil metakrilat. Poli metil
metakrilat sendiri tidak banyak digunakan dalam kedokteran gigi untuk prosedur molding.
Metil metakrilat adalah suatu cairan bening transparan pada suhu ruang dengan sifat fisik :
Titik leleh
Titik didih
Kepadatan
Panas polimerisasi
- 48
g/ml pada 20
kcal/mol
Bahan tersebut menunjukan tekanan uap yang tinggi dan merupakan pelarut organik yang
baik meskipun polimerisasi metil metakrilat dapat diawali oleh sinar ultraviolet, sinar
tampak, atau panas, bahan tersebut biasanya dipolimerisasi dalam kedokteran gigi dengan
menggunakan inisiator kimia.
Seperti semua resin akrilik , polimetil metakrilat menunjukan kecenderungan menyerap air
melalui proses imbibisi. Struktur non-kristalnya mempunyai energi internal yang tinggi jadi
difusi molekuler dapat terjadi kedalam resin, karena diperlukan sedikit energi aktivasi
tambahan lagi, gugus karboksil kutub, meskipun teresterifikasi dapat membentuk jembatan
hidrogen dengan air yang terbatas.
Sifat Biologi
Secara biologi resin tidak meiliki harus tidak meiliki rasa, tidak berbau, tidak tosik
dan tidak mengiritasi jaringan mulut. Untuk memenuhi syarat inibahan tersebut sama sekali
tidak boleh larut dalam saliva atau cairan lain yang dimasukan ke dalam mulut, serta tidak
tembus cairan mulut,dalam arti tidak tidak boleh menjadi tidak sehat atau memiliki rasa dan
bau yang dapat diterima. Bila resin digunakan sebagai bahan tambal atau semen, bahan
tersebut harus dengan struktur gigi untuk mencegah pertumbuhan mikroba sepanjang
pertemuan restorasi permukaan gigi.
Teknik Molding-Tekanan
Susunan gigi tiruan disiapkan untuk proses penanaman.
Master model ditanam didalam dental stone yang dibentuk dengan tepat.
Permukaan oklusal dan insisal elemen gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka untuk
memudahkan prosedur pembukaan kuvet.
Penanaman dalam kuvet gigi tiruan penuh rahang atas. Pada tahap ini, dental stone diaduk
dan sisa kuvet diisi. Penutup kuvet perlahan-lahan diletakkan pada tempatnya dan stone
dibiarkan mengeras. Setelah proses pengerasan sempurna, malam dikeluarkan dari mould.
Untuk melakukannya, kuvet dapat direndam dalam air mendidih selama 4 menit. Kuvet
kemudian dikeluarkan atau diangkat dari air dan kedua bagian kuvet dibuka. Kemudian
malam luar dikeluarkan.Penempatan medium pemisah berbasis alginat untuk melindungi
bahan protesa (OBrien, dkk., 1985).
2. Teknik Molding-Penyuntikan
Setengah kuvet diisi dengan adukan dental stone dan model master diletakkan ke dalam
stone tersebut. Stone dibentuk dan dibiarkan mengeras.
Sprue diletakkan dalam basis malam.
Permukaan oklusal dan insisal gigi tiruan dibiarkan sedikit terbuka untuk memudahkan
pengeluaran protesa.
Pembuangan malam dengan melakukan pemisahan kedua kuvet disatukan kembali.
Resin disuntikkan ke dalam rongga mold.
Resin dibiarkan dingin dan memadat.
Kuvet dimasukkan kedalam bak air untuk polimerisasi resin. Begitu bahan terpolimerisasi,
resin bahan dimasukkan ke dalam rongga mold. Setelah selesai, gigi tiruan dikeluarkan,
disesuaikan, diprose akhir, dipoles (OBrien, dkk., 1985)
karena dapat menyebabkan terjadinya kontraksi pada adonan akrilik , maka pengerutan
selama polimerisasi akan lebih besar (dari 7% menjadi 21 % satuan volume ) dan
membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai konsistensi dough dan dapat menimbulkan
porositas pada bahan gingiva tiruan (Anusavice ,2003).
2. Pencampuran
Setelah perbandingan tepat, maka bubuk dan cairan dicampur dalam tempat yang tertutup
lalu dibiarkan beberapa menit hingga mencapai fase dough .
Adonan atau campuran akrilik ini akan mengalami empat fase, yaitu :
a. Sandy stage
Mula mula terbentuk campuran yang menyerupai pasir basah.
b. Sticky stage
Bahan menjadi merekat ketika bubuk mulai larut dalam cairan.
c. Dough stage
Terbentuknya adonan yang halus, homogen dan konsistensinya tidak melekat lagi dan
mudah diangkat, dimana tahap ini merupakan saat yang tepat untuk memasukkan adonan ke
dalam mold dalam waktu 10 menit.
d. Rubbery stage
Bila adonan dibiarkan terlalu lama , maka akan terbentuk adonan menyerupai karet dan
menjadi kaku (rubbery hard ) sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam mould (Anusavice
,2003).
3. Pengisian
Sebelum pengisian dinding mould diberi bahan separator untuk mencegah merembesnya
cairan ke bahan mould dan berpolimerisasi sehingga menghasilkan permukaan yang kasar,
merekatnya dengan bahan tanam gips dan mencegah air dari gips masuk ke dalam resin
akrilik.
Pengisian adonan ke dalam mould harus diperhatikan agar terisi penuh dan saat dipress
terdapat tekanan yang cukup pada mould. Setelah pengisian adonan ke dalam mould penuh
kemudian dilakukan press pertama sebesar 1000 psi ditunggu selama 5 menit agar mould
terisi padat dan kelebihan resin dibuang kemudian dilakukan press terakhir dengan tekanan
2200 psi ditunggu selama 5 menit . Selanjutnya kuvet dipasang mur dan dilakukan proses
kuring
4. Kuring
Salah satu tehnik kuring mencakup proses pembuatan bahan tiruan dalam water bath
bertemperatur konstan yaitu 70 C selama 8 jam atau dengan cara dipanaskan pada suhu 70 C
selama 1 jam 30 menit kemudian meningkatkan temperatur smapai 100 C dipertahankan
selama 1 jam (Anusavice, 2003).
Pemanasan pada suhu 100 C penting dilakukan untuk mendapatkan kekuatan dan
derajat polimerisasi resin akrilik yang tinggi dan juga akan mengurangi sisa monomeryang
tertinggal
Kuvet yang didalamnya terdapat mold yang telah diisi resin akrilik kemudian
dipanaskan di dalam water bath . Suhu dan lamanya pemanasan harus dikontrol .
Beberapa hal yang perlu diperhatikan selama proses kuring , yaitu :
a. Bila bahan mengalami kuring yang tidak sempurna , memungkinkan mengandung
monomer sisa tinggi.
b. Kecepatan peningkatan suhu tidak boleh terlalu besar. Monomer mendidih pada suhu
100,3 C . Resin hendaknya tidak mencapai suhu ini sewaktu masih terdapat sejumlah
bagian monomer yang belum bereaksi . Reaksi polimerisasi adalah bersifat eksotermis.
Maka apabila sejumlah besar massa akrilik yang belum dikuring tiba tiba dimasukkan ke
dalam air mendidih , suhu resin bisa naik di atas 100,3 C sehingga menyebabkan monomer
menguap . Hal ini menyebabkan gaseous porosity.
Setelah proses kuring, kuvet dibiarkan dingin secara perlahan . Pendinginan dilakukan hingga
suhu mencapai suhu kamar . Selama proses ini, harus dihindari pendinginan secara tiba-tiba
karena semalaman pendinginan terdapat perbedaan kontrasksi antara gips dan akrilik yang
menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Bila pendinginan dilakukan secara perlahan,
maka stress diberi kesempatan keluar akrilik oleh karena plastic deformation. Selanjutnya
resin dikeluarkan dari cetakan dengan hati hati untuk mencegah patahnya gingiva tiruan,
kemudian dilakukan pemolesan resin akrilik.
Ada Dua Jenis Polimerisasi Resin Akrilik
1. Reaksi Kondensasi
Reaksi yang menghasilkan polimerisasi pertumbuhan bertahap atau kondensasi
berlangsung dalam mekanisme yang sama seperti reaksi kimia antara 2 atau lebih molekulmolekul sederhana. Senyawa untama bereaksi, seringkali dengan pembentukan produk
sampingan seperti air, asam halogen, dan ammonia. Pembentukan produk sampingan ini
adalah alasan mengapa polimerisasi pertumbuhan bertahap, seringkali disebut polimerisasi
kondensasi.
2. Reaksi Adisi
Tidak seperti polimerisasi kondensasi, tidak ada perubahan komposisi selama polimerisasi
tambahan/adisi. Makromolekul dibentuk dari unit-unit yang kecil, atau monomer, tanpa
perubahan dalam komposisi, karena monomer dan polimer memiliki rumus empiris yang
sama. Dengan kata lain struktur monomer diulangi berkali-kali dalam polimer (Anusavice,
2004)
Pada proses polimerisasi polimetil metakrilat terjadi reaksi kimia berupa reaksi adisi.
Reaksi yang terjadi sewaktu polimerisasi polimetil metakrilat berlangsung dengan tahap
sebagai berikut (Umriati, 2000):
a) Aktivasi dan Initiasi
Untuk berlangsungnya polimerisasi dibutuhkan radikal bebas, yaitu senyawa kimia
yang sangat mudah bereaksi karena memiliki electron ganjil (tidak mempunyai pasangan).
Radikal bebas tersebut dibentuk misalnya, dalam penguraian peroksida, dimana satu molekul
benzoil peroksida dapat membentuk dua radikal bebas. Radikal bebas inilah yang
menggerakkan terjadinya polimerisasi dan disebut inisiator. Sebelum terjadi inisiasi,
inisiatornya perlu diaktifkan dengan penguraian peroksida baik dengan sinar, ultraviolet,
panas atau dengan bahan kimia lain seperti tertian amina.
Proses yang terjadi pada tahap inisiasi adalah:
- Benzoil peroksida menghasilkan dua radikal bebas
- Radikal bebas dapat terurai dan menghasilkan radikal bebas lain.
b) Propagasi
Stadium terjadinya reaksi antara radikal bebas dengan monomer dan mendorong
terbentuknaya rantai polimer. Proses yang terjadi pada tahap ini adalah:
- Radikal bebas bereaksi dengan monomer menjadi radikal bebas sehingga monomer
teraktifkan.
- Monomer teraktifkan dapat bereaksi dengan molekul monomer lain dan seterusnya
menjadi pertumbuhan rantai.
c) Terminasi
Tahap ini terjadi apabila dua radikal bebas bereaksi membentuk suatu molekul yang
stabil.Pertumbuhan rantai polimer merupakan suatu proses random yaitu sebagian rantai
tumbuh lebih cepat dan sebagian terminasi sebelum yang lainnya sehingga tidak semua rantai
mempunyai panjang yang sama. Terjadi pergerakan rantai polimer dari rantai yang satu ke
rantai lainnya sewaktu menerima beban stress, sehingga semakin panjang rantai polimer
semakin sedikit monomer sisa pada basis gigi tiruan dan proses polimerisadi lebih sempurna
(Umriati, 2000).
Flasking adalah menanam model dengan malam dan gigi tiruan / mahkota gigi ke dalam
suatu tempat yang disebut flask atau kuvet untuk mendapatkan alat bantu perawatan di
kedokteran gigi, antara lain gigi tiruan cekat maupun gigi tiruan lepas, baik sebagian maupun
seluruhnya.
Ciri-ciri flasking dengan metode pulling the casting diantaranya seluruh permukaan model
kerja yang tidak tertutup wax tertutup gips. Semua gigi pengganti terbuka, begitu juga semua
wax (base plate dan flange) terbuka.
Deflasking
Merupakan proses pengambilan hasil pekerjaan, baik berupa protesa (gigi tiruan) atau
retainer. Deflasking merupakan tahap yang cukup penting, maka kita harus berhati-hati
dalam melakukannya karena akan berakibat fatal jika gagal dan dapat mengakibatkan
kerusakan pekerjaan yang telah kita lakukan. Jadi, harus benar-benar diperhatikan
langkah-langkahnya, yaitu:
a. Setelah kuvet sudah direndam sampai dingin, kita mencoba membuka kuvet atas dan kuvet
bawah. Jika susah dibuka, kita bisa membukanya dengan bantuan lee-crownmess atau wax
mess pada ketiga ujung kuvet.
b. Melepas hasil pekerjaan bisa dilakukan dengan menggergaji, tetapi akan dikhawatirkan
merusak hasil pekerjaan itu sendiri jika tidak berhati-hati. Namun, ada cara yang lebih
aman, yaitu dengan merendamnya hingga semalaman (over night), maka gips akan
menjadi jenih sehingga menjadi melunak. Kita dapat membukanya dengan bantuan wax
mess atau lee-crown mess.
9. Finishing dan Polishing
Menghilangkan sisa-sisa material dari permukaan dan kontur resin akrilik merupakan tahap
kelanjutan dari deflasking. Semua kecuali daerah basal (yang menempel dengan palatum
untuk maxilla) harusnya halus yang mana tidak ada daerah kasaran ataupun tonjolan.
Untuk daerah basal tidak di-polishing untuk daerah basal dengan tujuan agar bisa
menempel erat dengan palatum. Daerah basal dilingkupi resin akrilik sehingga regangan
pada permukaan tidak seimbang. Penghilangan beberapa daerah yang masih kasar pada
daerah resin akrilik yang menghadap ke lingual akan menyebabkan regangan yang semula
tidak seimbang menjadi seimbang dan akan membuat daerah basal lebih menyatu. Semua
permukaan selain permukaan basal harus dibuat semengkilat mungkin.
Pengerjaan finishing dan polishing menggunakan bur yang dipasang pada mini drill yang
juga tersambung dengan adaptor.
a. Finishing :
1. Pasang bur Arkansas di mini drill.
2. Kerjakan finishing pada resin akrilik, mata bur akan menggerus tonjolan atau permukaan
kasar pada resin akrilik.
3. Lakukan finishing dengan bur Arkansas hingga tidak ada lagi permukaan kasar.
4. Setelah tidak ada permukaan kasar ataupun tonjolan, basahi ampelas halus dengan air lalu
perhalus lagi permukaan resin akrilik dengan ampelas halus tersebut.
b. Polishing :
1. Setelah proses finishing, lakukan polishing untuk membuat resin akrilik semakin halus dan
mengkilat.
2. Tahap awal polishing adalah dengan menggunakan pumice (yang dicampur dengan air).
Pumice perbandingannya lebih banyak dari air. Poleskan pumice pada permukaan mata
bur.
3. Lakukan polishing secara perlahan, yaitu memoles area permukaan resin akrilik hingga
terlihat halus dan terasa halus ketika diraba.
4. Untuk membuat resin akrilik menjadi mengkilat, gunakan kain wol atau kain flannel yang
sudah dibasahi air. Gosok permukaan resin akrilik dengan kain tersebut.
3. POROSITAS SEBAGAI KEGAGALAN POLIMERISASI
Porositas merupakan salah satu kegagalan yang paling sering terjadi
pada hasil polimerisasi.
Ada yang membedakan porositas menjadi porositas internal dan
eksternal. Ada yang membedakan menjadi:
a. Shrinkage porosity: gelembung udara yang tidak beraturan ukurannya dan
tersebar di seluruh polimer dan pada permukaannya
b. Gaseous porosity: gelembung udara yang kecil-kecil cenderung sama
ukurannya dari terlihat terutama pada bagian atau sisi yang tebal. Hal mi
terjadi karena pemanasan dan luar yang tidak merata
FAKTOR YANG BERPENGARUH PADA POROSITAS
a. Pemanasan yang terlalu cepat.
Keadaan ini terjadi karena adanya kontraksi suhu, misal adanya perubahan
suhu yang mendadak, dan suhu ruang ke suhu pemanasan. Pada kondisi
ini akan terlihat pada polimer athnya gelembung udara yang tidak
beraturan (contraction porosity).
b. Pemanasan yang terlalu singkat
Memungkinkan terdapatnya konsentrasi monomer sisa yang cukup tingi.
Terjadinya penguapan monomer terdapat menimbulkan terdapatnya
gelembung udara di seluruh polimer
c. Pencampuran bubuk dan cairan yang tidak merata
Terlihat porositas yang besar dan tidak merata atau terlokalisir. Keadaan mi
terjadi karena partikel bubuk belum sempurna larut dalam cairan, sehingga
partikel bubuk masih terlihat dengan jelas.
d. Tekanan yang kurang
Pemberian tekanan yang kurang pada saat proses polimerisasi
ada yang dan logam, ada pula yang dan poliester. Jems kuvet mi tergantung
dari cara aktivasinya resin akrilik.
Di dalam kuvet terdapat cetakan rahang dan gip yang disebut mould.
Sebelum campuran bahan dimasukkan dalam mould, permukaan mould (gip)
diolesi dengan bahan separasi (mould lining / separating medium). Jems yang
biasa digunakan adalah Cold Mould Seal.
Fungsi mould lining, yaitu agar:
a. Monomer dan resin akrilik tidak masuk ke dalam gip
b. Air dan gip tidak masuk ke dalam resin akrilik
Pengisian mould hams dilakukan dengan benar, untuk itu beberapa ha!
yang perlu diperhatikan adalah sebagai benkut:
a. Jumlah adonan hams lebih dan cukup untuk bisa mengisi seluruh cetakan
rahang
b. Sebelum kuvet ditutup, d.iatas adonan diletakkan selembar plastik
cellophan (bahan polietilen) yang fungsinya untuk mencegah terjadinya
perlekatan antara model dan kontra-model
c. Setelah kuvet ditutup, pada kuvet harus diben cukup tekanan. Pemberian
tekanan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada adonan untuk
dapat bergerak atau mengalir untuk mengisi rahang
d. Tekanan dihentikan sampai tidak ada lagi sisa adonan resin akrilik yang
mengalir ke luar melalui tepi kuvet. Selain itu perlu diperhatikan bahwa
kuvet bagian atas dan bagian bawah sudah menutup dengan sempurna.
Ada beberapa macam teori tentang suhu dan lama pemanasan resin
akrilik. Persamaannya adalah bahwa semua menggunakan waterbath untuk
pemanasannya.
a. 740 C selama 16 jam
b. 72 C selama 2 jam untuk kemudian dilanjutikan dengan menaikkan suhu
menjadi 100 C, juga selama 2 jam
c. 740 C selama 9 jam, tanpa suhu mendidih
d. untuk praktikum digunakan cara modifikasi
Setelah pemanasan, kuvet tidak boleh langsung dibuka, tetapi supaya
didiamkan sampai mendingin dengan sendirinya. Mendinginkan kuvet dengan
cara mengaliri kuvet dengan air dingin, dapat menyebabkan terjadinya
pengkerutan pada gigitiruan. Hal mi disebabkan karena ada perubahan suhu
yang mendadak.
5. RESIN AKRILIK KURING DINGIN
Disebut juga : Autopolymerising Acrylic Resin atau Chemically Activated
Acrylic Resin. Resin akrilik mi menggunakan aktivasi bahan kimia dan
polimerisasi terjadi pada suhu ruang.
KOMPOSISI
a. Bubuk : Polimetil metakrilat
Bensoil peroksida (inisiator)
Pigmen
b. Cairan : Metil metakrilat
Hidrokinon
N-N-p-Toluidin (activator)
Etilen glikol dimetakrilat (cross-link)
SIFAT (dibandingkan dengan resin akrilik kuring panas)
a. Waktu polimerisasi sangat smgkat dan caranya sangat mudah, karena
Sebuah bahan dikatakan biokompatible ketika bahan tersebut tidak merusak lingkungan
biologis di sekitarnya. Syarat biokompatibilitas bahan kedokteran gigi adalah:
1. Tidak membahayakan pulpa dan jaringan lunak.
2. Tidak mengandung bahan toksik yang dapat berdifusi, terlepas dan diabsorbsi dalam sistem
sirkulasi.
3. Bebas dari agent yang dapat menyebabkan reaksi alergi.
4. Tidak berpotensi sebagai bahan karsinogenik.