Anda di halaman 1dari 21

A.

TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini mahasiswa diharapkan mamp, untuk :
1. Menghitung jumlah emulgato surfaktan yang digunakan untuk membuat
emulsi
2. Membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator golongan
surfaktan
3. Mengevaluasi ketidak stabilan suatu emulsi.
B. Prinsip Percobaan
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok. Emulsifikasi memungkinkan ahli farmasi dapat membuat suatu preparat
yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur. Jika
cairan kontak dengan cairan kedua yang tidak larut dan tidak saling
bercampur,kekuatan yang menyebabkan masing-masing cairan menahan pecahnya
menjadi partikel-partikel yang lebih kecil disebut tegangan antar muka. Menurut teori
tegangan permukaan dari emulsifikasi penggunaan surfaktan sebagai pengemulsi dan
zat penstabil menghasilkan penurunan tegangan antar muka dari kedua cairan yang
tidak saling bercampur, mengurangi gaya tolak antara cairan-cairan tersebut , dan
mengurangi gaya tarik menarik antar molekul. Untuk mengetahui proses
terbentuknya emulsi dikenal 4 macam teori, yang melihat proses terjadinya emulsi
dari sudut pandang yang berbeda-beda, yaitu:
1. Teori tegangan permukaan
Suatu molekul memiliki tegangan yang berbeda. Tegangan yang terjadi pada
permukaan disebut tegangan permukaan. Dan tegangan yang terjadi antara dua zat
yang tidak bercampur disebut tegangan bidang atas. Semakin tinggi tegangan yang
dimiliki, semakin sulit untuk bercampur. Tegangan yang terjadi pada air dapat
bertambah bila diberi garam-garam an-organik dan larutan-larutan elektrolit. Namun,

tegangan ini dapat dikurangi bila ditambahkan senyawa-senyawa an-organik tertentu,


seperti sabun (sapo, prosesnya disebut saponifikasi). Penambahan emulgator, dapat
menghilangkan tegangan yang terjadi pada masing-masing molekul, sehingga dua zat
yang tidak dapat bercampur menjadi tercampur.
2. Teori Oriented Wedge
Dalam suatu sistem yang mengandung dua cairan yang tidak saling bercampur,
zat pengemulsi akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat kuat dalam fase
tersebut dibandingkan dengan fase lainnya. Karena umumnya, emulgator memiliki
suatu bagian hidrofilik (suka air) dan hidrofobik (tidak suka air, tapi biasanya lipofilik
atau suka minyak) molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masingmasing fase. Dengan demikian emulgator seolah menjadi tali pengikat antar molekul,
sehingga terjadi suatu kesetimbangan.
3. Teori Interparsial Film
Emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga terbentuk
lapisan film yang akan membungkus partikel dispersi. Dengan terbungkusnya partikel
tersebut, maka usaha antara partikel yang sejenis untuk bergabung terhalang. Dengan
kata lain fase dispers stabil. Syarat emulgator: Dapat membentuk lapisan film kuat
tapi lunak, jumlahnya cukup untuk menutup permukaan fase dispers, dapat
membentuk lapisan film dengan cepat, menutup permukaan partikel dengan segera.
4. Teori Electric double Layer (Lapisan Listrik Rangkap)
Jika minyak terdispersi dalam air, satu lapis air yang langsung berhubungan
dengan minyak akan bermuatan sejenis, sedangkan lapisan berikutnya mempunyai
muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. seolah-olah tiap partikel
minyak dilindungi oleh 2 benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng
tersebut akan menolak setiap usaha dari partikel minyak yang akan mengadakan
penggabungan menjadi satu molekul besar. Karena susunan listrik yang

menyelubungi setiap partikel minyak mempunyai susunan yang sama . Dengan


demikian antara sesama partikel akan tolak menolak.
Biasanya dalam suatu sistem emuls tertentu lebih dari satu teori emulsifiaksi
diterapkan dan berperan dalam menjelaskan pembentukan dan stabilitas emulsi
tersebut. Misalnya, tegangan antar muka berperan dalam pembentukan awal emulsi,
tetapi pembentukan suatu baji pelindung dari molekul-molekul atau film dari zat
pengemulsi penting untuk stabilitas emulsi selanjutnya.
I. Klasifikasi Tipe Emulsi
Suatu emulsi terdiri dari dua fase yang bersifat kontradiktif, tetapi dengan
adanya zat pengemulsi maka salah satu fase tersebut terdispersi dalam fase lainnya.
Pada umumnya dikenal dua tipe emulsi yaitu :
a

Tipe A/M (Air/Minyak) atau W/O (Water/Oil)


Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak
merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang
kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak. Emulsi jenis ini dapat
diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur/dicuci

dengan air.
Tipe M/A (Minyak/Air) atau O/W (Oil/Water)
Merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang
terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu yang berupa air.
Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31% sehingga emulsi
M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci. Dalam
formula pembuatan pembuatan emulsi terdapat zat berkhasiat , terdapat juga dua zat
yang tidak bercampur yang mempunyai fase minyak dalam air atau air dalam minyak,
biasanya yang stabilitasnya dipertahankan dengan emulgator atau zat pengelmusi. Zat
pengemulsi (emulgator) adalah komponen yang ditambahkan untuk mereduksi
bergabungnya tetesan dispersi dalam fase kontinu sampai batas yang tidak nyata.
Bahan pengemulsi (surfaktan) menstabilkan dengan cara menempati antar permukaan

antar tetesan dalam fase eksternal, dan dengan membuat batas fisik disekeliling
partikel yang akan berkoalesensi, juga mengurangi tegangan antarmuka antar fase,
sehingga meningkatkan proses emulsifikasi selama pencampuran. Penggunaan
emulgator biasanya diperlukan 5% 20% dari berat fase minyak.
Dalam pemilihan emulgator harus memenuhi beberapa syarat yaitu :
1
2
3
4

Emulgator harus dapat campur dengan komponen-komponen lain dalan sediaan.


Emulgator tidak boleh mempengaruhi stabilitas dan efek terapeutik dari obat.
Emulgator harus stabil, tidak boleh terurai dan tidak toksik.
Mempunyai bau, warna, dan rasa yang lemah.
Emulgator dapat dibagi menjadi dua kelompok menurut asalnya, yaitu :
a

Emulgator Alam
1 Dari tumbuhan : Gom arab, Tragacant, Agar-agar, Chondrus, pektin,
metilselulose
2 Dari hewan : Kuning telur, adeps lanae.
3 Dari tanah mineral : Magnesium aluminium silikat, Bentonit.
Emulgator sintetis
1 Anionik misalnya Trietanolamin, Natrium Lauril Sulfat.
2 Kationik misalnya Benzetonium Klorida, Setil Piridivium
3 Nonionik misalnya Span, Tween, Gliseril Monostearat

II. Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)


Cara ini dilakukan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan
yang memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan
perhitungan harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator
yang memiliki nilai HLB yang sesuai dengan HLB fase internal. Setelah diperoleh
suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran untuk
memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi akan berbentuk tipe

M/A bila nilai HLB emulgator diantara 9 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB
emulgator diantara 3 6. Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi
surfaktan atau emulgator yang ditambahkan adalah metode HLB (Hydrophylic
Lypophilic Balance). HLB adalah harga yang harus dimiliki oleh emulgator (atau
campuran emulgator) sehingga pertemuan antara fase lipofil dengan air dapat
menghasilkan emulsi dengan tingkat dispersitas atau stabilitas yang optimal. Dengan
metode ini, tiap zat mempunyai harga HLB atau angka yang menunjukkan polaritas
dari zat tersebut.
Aktivitas Harga HLB, yaitu:
Nilai HLB
36
79
8 18
13 15
15 18

Tipe system
A/M emulgator
Zat pembasah (wetting agent)
M /A emulgator
Zat pembersih (detergent)
Zat penambah pelarutan (solubilizer)

Griffin telah mengemukakan suatu skala ukuran HLB atau surfaktan. Dari skala
daerah efisiensi HLB optimum untuk tiap golongan surfaktan, makin tinggi harga
HLB surfaktan maka zat itu akan bersifat polar dan hidrofil. Sedangkan semakin
rendah nilai HLB maka semakin lipofil. Baris nilai HLB 1,8-8,6 span dianggap
lipofil dan membentuk emulsi tipe a/m. sedangkan twee nada dalam baris nilai 9,616.7 dianggap hidrofil dan membentuk emulsi m/a.
III. Stabilitas emulsi
Stabilitas suatu emulsi adalah suatu sifat emulsi untuk mempertahankan
distribusi halus dan teratur dari fase terdispersi yang terjadi dalam jangka waktu yang
panjang. Faktor yang dapat mempengaruhi stabilitas emulsi yaitu :
1

Pengaruh viskositas

Ukuran partikel yang didistribusi partikel menunjukkan peranannya dalam


menentukan viskositas emulsi. Umumnya emulsi dengan partikel yang makin halus
menunjukkan viskositas yang makin besar dibandingkan dengan emulsi dengan
partikel yang lebih kasar. Jadi, emulsi dengan distribusi partikel yang besar
memperlihatkan viskositas yang kurang / kecil. Untuk mendapatkan suatu emulsi
yang stabil atau untuk menaikkan stabilitas suatu emulsi dapat dengan cara
menambahkan zat-zat yang dapat menaikkan viskositasnya dari fase luar. Bila
viskositas fase luar dipertinggi maka akan menghalangi pemisahan emulsi.
2 Pemakaian alat khusus dalam mencampur emulsi
Dalam pencampuran emulsi dapat dilakukan dengan mortir secara manual dan
dengan menggunakan alat pengaduk yang menggunakan tenaga listrik seperti
mikser.Untuk membuat emulsi yang lebih stabil, umumnya proses pengadukannya
dilakukan dengan menggunakan alat listrik. Disamping itu penggunaan alat dapat
mempercepat distribusi fase internal kedalam fase kontinu dan peluang terbentuknya
emulsi yang stabil lebih besar.
3 Perbandingan optimum fase internal dengan fase kontinuitas
Suatu produk emulsi mempunyai nilai perbandingan fase dalam dan fase luar
yang berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan jenis bahan yang
digunakan ataupun karena adanya perbedaan perlakuan yang diberikan pada setiap
bahan emulsi yang digunakan. Umumnya emulsi yang stabil memiliki nilai range fase
dalam antara 40% sampai 60% dari jumlah seluruh bahan emulsi yang digunakan.

IV. Ketidak Stabilan Emulsi


1. Creaming : emulsi terpisah menjadi 2 bagian, di mana salah satu
mengandung fase dispersi lebih banyak daripada lapisan lain. Sifatnya reversible,
dengan penggojokan perlahan-lahan akan terdispersi kembali karena lapisan film
masih ada. Creaming adalah terjadinya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang

berbeda-beda di dalam suatu emulsi. Lapisan dengan konsentrasi yang paling pekat
akan berada di atas atau di bawah tergantung dari bobot jenis fase yang terdispersi.
2. Cracking / Breaking : pecahnya emulsi karena film yang melapisi partikel
rusak dan butir minyak menyatu kembali. Sifatnya irreversible, hal ini terjadi karena :
a. Peristiwa kimia : penambahan alkohol, perubahan pH, penambahan
CaO/CaCl2 exicatus.
b. Peristiwa fisika : pemanasan, penyaringan, pendinginan, pengadukan.
3. Inversi : perubahan tipe emulsi A/M menjadi M/A atau sebaliknya.

V. Uraian Bahan
1

Span 80 (4:567)
Nama resmi

: Sorbitan monooleat

Nama lain

: Sorbitan atau span 80

RM

: C3O6H27Cl17

Pemerian

: Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari


asam lemak.

Kelarutan

: Praktis
dapat

tidak

larut

bercampur

tetapi

terdispersi dalam air dan

dengan alkohol sedikit larut dalam

minyak biji kapas.


Kegunaan

: Sebagai emulgator dalam fase minyak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat


HLB Butuh
2

: 4,3

Tween 80 (4: 509)


Nama resmi

: Polysorbatum 80

Nama lain

: Polisorbat 80, tween

Pemerian

: Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak


mempunyai rasa.

Kelarutan

: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil


asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin cair
P dan dalam biji kapas

Kegunaan

: Sebagai emulgator fase air

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh

: 15

Air suling (4:96)

Nama resmi

: Aqua destilata

Nama lain

: Air suling

RM/BM

: H2O / 18,02

Pemerian

: Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak


mempunyai rasa

Penyimpanan

: Dalam wadah tertutup baik

Kegunaan

: Sebagai fase air

Paraffin Cair
Warna
Rasa
Bau
Pemerian
Kelarutan

: Tidak berwarna/transparan
: Tidak mempunyai rasa
: Tidak berbau
: Cairan kental, transparan, tidak berflouresensi
: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) p, larut

Titik lebur
Bobot jenis
Stabilitas

dalam kloroform dan dalam eter


: 500 sampai 570 C
: 0,870 g 0,890 g
: Mudah terurai dengan adanya cahaya dan udara dari luar.
Disimpan pada temperature kering dan dalam suhu dingin,

kohesif.
Inkompatibilitas: Ketidakcampuran terurai dengan zat pengoksidasi kuat,
dermatological medicament. (sumber: FI III hal:475)
C. Alat dan Bahan
1. Alat
2.
3.
4.
5.
6.

Timbangan
Mortir
Lumpang
Batang pengaduk
Penangas

7. Termometer
8. Corong
9. Gelas kumia 250 ml
10. Cawan porselin

1. Bahan
a.
b.
c.
d.
1
2

Tween 80
Span 80
Parafin cair
Aquades

D. Prosedur Kerja
Buat suatu seri emulsi dengan HLB yaitu 14.
Hitung jumlah tween 80 dan span 80 yang dibutuhkan untuk masing-masing
harga HLB butuh.

Tween 80 dan Span 80 ditimbang dalam cawan porselin sesuai perhitungan


untuk membuat emulsi dengan HLB butuh.

4.

+ Parafin
cair

+ Air
+ Tween

Masukkan paraffin dan span ke dalam cawan porselin I, dan tween air dalam
cawan porselin II.
5.
Panaskan fase air dan fase minyak sampai suhu 700c

6.

Masukan
fase air
ke dalam
mortar,

10

7.

+
masukan
emulsi

8. Masukkan ke dalam tabung sedimentasi,


lalu Amati kestabilannya selama 5 hari

9. Catat pada harga HLB berapa emulsi relative paling stabil.


E. Data Hasil Pengamatan
No
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.

HLB
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

1
73,8
74,8
74,8
34
50
35
27
27
22,5
34

2
73,8
74,8
74,8
34
50
35
27
27
22,5
34

Vu Hari ke3
4
73,8
73,8
74,8
74,8
74,8
74,8
34
34
50
50
35
35
27
27
27
27
22,5
22,5
34
34

Perhitungan
1. Perhitungan HLB
Formula :
a HLB 5
Tween 80: 15

5 - 4,3 = 0,7

F
5
73,8
74,8
74,8
34
50
35
27
27
22,5
34

0,997
0,997
0,997
0,573
0,667
0,467
0,360
0,365
0,300
0,667

0,7
x 100=6,5
10,7

11

Span 80 : 4.3

10
x 100=93,5
+ : 10,7

15 5 = 10
10,7

Tween 80 : 6,5% x 5 = 0,325 gram


Span 80
b

: 93,5% x 5 = 4,675 gram

HLB 6

Tween 80: 15

6 - 4,3 = 1,7

1, 7
x 100=15,9
10,7

Span 80 : 4.3

15 6 = 9

9
x 100=84,1
: 10,7

10,7
Tween 80 : 15,9% x 5 = 0,8 gram
Span 80
c

: 84,1% x 5 = 4,2 gram

HLB 7

Tween 80: 15

7 - 4,3 = 2,7

2, 7
x 100=25,2
10,7

12

Span 80 : 4.3

15 7 = 8

8
x 100=74,8
: 10,7

10,7
Tween 80 : 25,2% x 5 = 1,26 gram
Span 80
d

: 74,8% x 5 = 3,74 gram

HLB 8

Tween 80: 15

3,7
x 100=34,6
10,7

8 - 4,3 = 3,7

15 8 = 7

7
x 100=65,4
: 10,7

Span 80 : 4.3

10,7
Tween 80 : 34,6% x 5 = 1,73 gram
Span 80

: 65,4% x 5 = 3,27 gram

HLB 9

13

Tween 80: 15

4,7
x 100=43,9
10,7

9 - 4,3 = 4,7

15 9 = 6

6
x 100=56,1
: 10,7

Span 80 : 4.3

10,7
Tween 80 : 43,9% x 5 = 2,2 gram
Span 80
f

: 56,1% x 5 = 2,8 gram

HLB 10

Tween 80: 15

10 - 4,3 = 5,7

5 ,7
x 100=53,3
10,7

10

Span 80 : 4.3

15 10 = 5

5
x 100=46,7
+ : 10,7

10,7
Tween 80 : 53,3% x 5 = 2,7 gram
Span 80

: 46,7% x 5 = 2,3 gram

14

HLB 11

Tween 80: 15

11 - 4,3 = 6,7

6 ,7
x 100=62,6
10,7

11

Span 80 : 4.3

15 11 = 4

4
x 100=37,4
+ : 10,7

10,7
Tween 80 : 62,6% x 5 = 3,13 gram
Span 80
h

: 37,4% x 5 = 1,87 gram

HLB 12

Tween 80: 15

12 - 4,3 = 7,7

7 ,7
x 100=72
10,7

12

Span 80 : 4.3

15 12 = 3

3
x 100=28
+ : 10,7

10,7
Tween 80 : 72% x 5 = 3,6 gram

15

Span 80

: 28% x 5 = 1,4 gram

HLB 13

Tween 80: 15

13 - 4,3 = 8,7

8 ,7
x 100=81,3
10,7

13

Span 80 : 4.3

15 13 = 2

2
x 100=18,7
+ : 10,7

10,7
Tween 80 : 81,3% x 5 = 4,1 gram
Span 80
j

: 18,7% x 5 = 0,9 gram

HLB 14

Tween 80: 15

14 - 4,3 = 9,7

9 ,7
x 100=90,7
10,7

14

Span 80 : 4.3

15 14 = 1

1
x 100=9,3
+ : 10,7

10,7

16

Tween 80 : 90,7% x 5 = 4,5 gram


Span 80

: 9,3% x 5 = 0,5 gram

2. Perhitungan Sedimentasi
V
F= u
Vo

1. Kelompok I HLB 5
74,8
=
3.
F : 75
0,997

6. Kelompok VI HLB 10
35
=
8.
F : 75
0,467

2. Kelompok II HLB 6
73,8
=
4.
F : 74
0,997

7. Kelompok VII HLB 11


27
=
9.
F : 75
0,360

3. Kelompok III HLB 7


74,8
=
5.
F : 75
0,997

8. Kelompok VIII HLB 12


27
=
10.
F : 74
0,365

4. Kelompok IV HLB 8
43
=
6.
F : 75
0,573

9. Kelompok IX HLB 13
22,5
=
11.
F : 75
0,300

5. Kelompok V HLB 9
50
=
7.
F : 75
0,667

10. Kelompok X HLB 14


50
=0,667
12.
F : 75

17

F. Pembahasan
13.

Praktikum kali ini membuat suatu sistem emulsi, tujuan dari praktikum

ini adalah untuk menghitung jumlah emulgator surfaktan yang digunakan untuk
membuat emulsi, membuat emulsi yang stabil dengan menggunakan emulgator
golongan surfaktan serta dapat mengevaluasi ketidak stabilan suatu emulsi. Pada
pembuatan emulsi tentulah dibutuhkan suatu surfaktan agar emulsi bersifat stabil,
Dalam hal ini, surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak sehingga
membentuk emulsi yang stabil adalah span 80 dan tween 80. Kombinasi penggunaan
tween 80 dan span 80 akan menstabilkan emulsi dan menghasilkan HLB yang
dibutuhkan.
14.

Adapun prosedur yang dilakukan adalah, pertama seluruh bahan yang

digunakan ditimbang terlebih dahulu. Selanjutnya paraffin dan span 80 (fase minyak)
di campurkan dipanaskan dipenangas air, air dan tween 80 (fase air) juga di
campurkan dan di lakukan pemanasan dipenangas air sampai mencapai suhu 70oC.
Campuran fase minyak dan air dipanaskan, dengan maksud untuk menurunkan
viskositas dari partakel-partikel minyak dan menurunkan tegangan permukaan emulsi
sehingga dapat membentuk corpus dengan fase air.
15.

Fase minyak dan fase air keduanya dicampurkan sedikit demi sedikit

dengan mortir dan stempler digerus dengan cepat dan merata untuk membentuk
emulsi, menurunkan atau mereduksi kekentalan pada emulsi, menambah kelarutan
tween 80 dan air pada fase minyak, dan menambah kecepatan difusi tween 80 pada

fase minyak. Hal tersebut membuat surfaktan akan selalu berada pada antarmuka
suatu cairan bila gugus hidrofil dan lipofilnya seimbang. Setelah emulsi terbentuk
homogeny emulsi dimasukan kedalam tabung sedimentasi untuk diketahui
ketidakstabilanya melalui pembentukan creaming. Pengamatan dilakukan selama 5
hari dalam suhu ruangan.
16.

Dari hasil pengamatan terlihat emulsi pada masing-masing HLB

memperlihatkan kestabilan yang berbeda. Pada hari pertama masing-masing emulsi


langsung menunjukan perubahan dengan terpisahnya kedua fase atau creaming. Pada
HLB 5, 6 dan 7 emulsi bersifat sangat stabil karena nilai F-nya mendekati angka 1
yakni 0,997. Sedangkan pada HLB 8 14 kestabilan berangsur menurun, dengan nilai
F yang semakin menjauhi angka satu. Jika dibandingkan dengan sediaan emulsi HLB
5,6 dan 7 nilai F untuk HLB 8,9,10,11,12,13 dan 14 sangat berberda jauh, hal ini
disebabkan prosedur yang berbeda pada pembuaan emulsinya. Pada HLB 5,6 dan 7
pencampuran fase air dan minyaknya menggunakan homogeneizer berkecepaan
tinggi hingga kedua fase terdispersi secara sempurna dalam bentuk droplet yang
sangat kecil sedangkan HLB selebihnya hanya menggunakan alat manual yakni
mortir dan stempler sehingga fase minyak dan air tidak terdispersi sempurna dengan
ukuran droplet yang lebih besar.
17.

Peristiwa sedimentasi terjadi jika densitas fase terdispersi lebih kecil

dari fase kontinu, yang umumnya terjadi pada emulsi O/W. Kecepatan
sedimentasinya negative sehingga terjadi pengkriman ke atas. Pemecahan terjadi

mungkin karena faktor lumpang dan alu yang kurang panas saat penggerusan atau
juga karena proses penggerusan yang kurang kuat dan penambahan fase minyak yang
terlalu lama. Pengkriman berbeda dengan pemecahan karena pengkriman merupakan
proses reversible (apabila dikocok akan membentuk emulsi kembali ) .
18.

Pembentukan creaming ini dapat disebabkan oleh terjadinya tarik

menarik antara molekul polar dan polar dan molekul non polar dengan molekul non
polar lebih kuat dan salah satu molekul mengandung fase disperse lebih banyak
daripada lapisan lain. Akan tetapi craming ini mudah terbentuk emulsi kembali
dengan penggojokan karena lapisan film pada setiap molekul.
G. Simpulan
19. Berdasarkan hasil praktikum emulsifikasi yang telah dilakukan, diperoleh
kesimpulan sebagai berikut
1

Pada praktikum digunakan surfaktan kombinasi yaitu tween 80 dan span 80

sebagai emulgator.
Evaluasi dilakukan dengan mengamati sifat ketidak stabilan emulsi yakni

flokulasi, creaming, koalesen dan demulsifikasi.


Semua seri emulsi dengan nilai HLB butuh 11, 12 dan 13 menghasilkan

creaming di bagian atas yang tertinggi dari semua HLB butuh.


Dari data pengamatan praktikum, HLB yang cukup stabil adalah pada HLB

5,6 dam 7 karena harga F-nya mendekati angka 1.


20.
H. Daftar Pustaka
21.

Ditjen POM., (1979), Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan


RI, Jakarta.

22.

Ansel, H.C., (1989), Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi IV, Terjemahan
Farida Ibrahim, UI Press, Jakarta.

23.

Martin, Alfred, dkk. 2008. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika, edisi kelima.
Jakarta: EGC
24.

Anda mungkin juga menyukai