Anda di halaman 1dari 11

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini dunia kesehatan banyak membahas tentang radikal
bebas dan antioksidan. Hal ini terjadi karena sebagian penyakit berawal
oleh adanya reaksi oksidasi yang berlebihan dalam tubuh. Reaksi
oksidasi dapat terjadi setiap saat. Reaksi ini mencetukan terbentuknya
radikal bebas yang sangat aktif, yang dapat merusak struktur dan fungsi
sel.
Pada benda yang diterpa sinar ultraviolet secara terus-menerus, elektron atom benda
tersebut akan meloncat dari orbitnya, dan terciptalah radikal bebas. Radikal bebas
adalah suatu senyawa atom atau molekul yang mengandung satu atau
lebih

elektron

tidak

berpasangan.

Adanya

elektron

yang

tidak

berpasangan menyebabkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari


pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang
berada disekitarnya. Radikal bebas sangat berbahaya dikarenakan
tingginya reaktivitasnya yang mengakibatkan terbentuknya senyawa
radikal baru. Bila senyawa radikal baru tersebut bertemu dengan
molekul lain, maka akan terbentuk radikal baru lagi dan seterusnya
hingga terjadi reaksi berantai.
Efek oksidatif radikal bebas dapat menyebabkan peradangan dan penuaan dini. Lipid
yang seharusnya menjaga kulit agar tetap segar berubah menjadi lipid peroksida karena
bereaksi dengan radikal bebas sehingga mempercepat penuaan. Kanker kulit pun
disebabkan oleh oksigen reaktif yang intinya memacu zat karsinogenik, sebagai faktor
utama kanker kulit. Untuk menetralisir radikal bebas ini, tubuh kita memerlukan
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan
meredam dampak negatifnya. Antioksidan adalah molekul yang mampu
menghambat oksidasi molekul yang dapat menghasilkan radikal bebas
(Rajnarayana, Ajitha, Gopireddy, dan Giriprasad, 2011).
Kita dapat melindungi diri kita secara alami dari efek merugikan sinar matahari
dengan menghindari senyawa kimia toksik dalam tabir surya, menggunakan senyawa

alami. Dalam sediaan tabir surya, disamping senyawa yang bersifat fotoprotektif,
diperlukan juga senyawa antioksidan dan pelembab. Tabir surya adalah suatu sediaan yang
mengandung senyawa yang dapat menyerap, menghamburkan atau memantulkan sinar
matahari yang mengenai kulit sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan
struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya. (Depkes RI, 1979: 19).
Salah satu bentuk sediaan tabir surya yang banyak digunakan adalah lotion, yaitu
sediaan cair berupa suspensi atau emulsi minyak dalam air, digunakan sebagai obat luar.
Sediaan lotion mempunyai keuntungan antara lain kemampuan sebarnya secara cepat dan
merata pada daerah kulit yang luas, serta meninggalkan selapis tipis bahan aktif setelah
mengering.
Bayam merah merupakan salah satu bahan alami yang dapat dimanfaatkan sebagai
antioksidan. Dalam bayam merah terkandung flavonoid dan fenolik yang berfungsi sebagai
antioksidan. Untuk mengetahui aktivitas bayam merah sebagai tabir surya maka pada
penelitian ini ekstrak dari bayam merah diaplikasikan pada pembuatan lotion, yang
kemudian lotion tersebut akan diuji aktivitas antioksidannya pada spektrofotometer UV-Vis
dengan metode DPPH.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana caranya mengaplikasikan ekstrak bayam merah pada pembuatan lotion
dan bagaimana dengan aktivitas antioksidan produk lotion tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Membuat produk lotion dari ekstrak bayam merah.
2. Mengukur aktivitas antioksidan produk lotion menggunakan metode DPPH.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh yaitu dapat membuat produk lotion dari sumber antioksidan
alami dan mengetahui bagaimana aktivitas antioksidan pada produk tersebut.
1.5 Batasan Masalah
1. Bahan yang digunakan sebagai sumber antioksidan dari produk lotion adalah ekstrak
bayam merah.
2. Lotion ekstrak biji kelengkeng digunakan sebagai perbandingan aktivitas antioksidan.
3. Pengukuran aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH pada
spektrofotometer UV-Vis.
4. Dilakukan perbandingan IC50 ekstrak asli dengan ekstrak produk lotion.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghilangkan, membersihkan, dan
menahan pembentukan oksigen reaktif atau radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas
adalah atom atau molekul yang tidak stabil karena memiliki elektron yang tidak
berpasangan dalam orbital luarnya sehingga sangat reaktif untuk mendapatkan pasangan
elektron dengan mengikat sel-sel tubuh. Apabila hal tersebut terjadi secara terus-menerus
dapat menyebabkan dan kematian sel (Lautan, 1997). Antioksidan ditujukan untuk
mencegah dan mengobati penyakit seperti aterosklerosis, stroke, diabetes, Alzheimer, dan
kanker (Aqil, Ahmad dan Mehmood, 2006).
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini
memiliki berat molekul yang kecil, tetapi mampu mengaktivasi berkembangnya reaksi
oksidasi dengan cara mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan
senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas dan
molekul yang reaktif.
Berdasarkan sumbernya antioksidan dibagi dalam dua kelompok yaitu antioksidan
alami (antioksidan hasil ekstrak bahan alami) dan antioksidan sintetik (antioksidan yang
diperoleh dari hasil sintesa bahan kimia). Sedangkan berdasarkan mekanisme kerjanya,
antioksidan digolongkan menjadi tiga kelompok, yaitu antioksidan primer, sekunder, dan
tersier.
Antioksidan primer disebut juga sebagai antioksidan enzimatis. Antioksidan primer
meliputi enzim superoksida dismutase, katalase, dan glutation peroksidase. Enzim-enzim
ini menghambat pembentukan radikal bebas dengan cara memutus reaksi berantai
(polimerisasi), dan mengubahnya menjadi produk yang lebih stabil. Antioksidan kelompok
ini disebut juga chain-breaking-antioxidant (Winarsi, 2007).
Antioksidan sekunder disebut juga antioksidan eksogenus atau non-enzimatis. Cara
kerja sistem antioksidan non-enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi
berantai dari radikal bebas. Akibatnya radikal bebas tidak bereaksi dengan komponen
seluler. Contoh antioksidan seluler ialah vitamin C, vitamin E, flavonoid, asam urat,
bilirubin, dan albumin (Lampe, 1999).

Antioksidan tersier contohnya enzim contohnya enzim DNA-repair dan metionin


sulfoksida reduktase yang berperan dalam perbaikan biomolekul yang dirusak oleh radikal
bebas. Kerusakan DNA yang terinduksi senyawa radikal bebas dicirikan oleh rusaknya
single dan double stand, baik gugus basa maupun non-basa. Perbaikan kerusakan basa
dalam induksi senyawa oksigen reaktif terjadi melalui perbaikan jalur eksisi basa. Pada
umumnya, eksisi basa terjadi dengan cara memusnahkan basa yang rusak, yang dilakukan
oleh DNA glikosilase (Winarsi, 2007).
4.2 Uji Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan
untuk menilai aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi
antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH
akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH. Prinsip uji DPPH adalah penghilangan
warna untuk mengukur kapasitas antioksidan yang langsung menjangkau radikal DPPH
dengan pemantauan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm menggunakan
spektrofotometer. Radikal DPPH dengan nitrogen organic terpusat adalah radikal bebas
stabil dengan warna ungu gelap yang ketika direduksi menjadi bentuk non radikal oleh
antioksidan menjadi warna kuning (Yu, 2008).

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian


3.1.1

Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) UIN Syarif


Hidayatullah Jakarta dengan pertimbangan di laboratorium tersebut tersedia alat dan
bahan yang cukup layak untuk melakukan penelitian uji aktivitas antioksidan.
3.1.2

Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada Selasa, 16 Desember 2014 pukul 09.00 WIB sampai
pukul 13.30 WIB.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu ukur 10 mL, tabung
reaksi, rak tabung reaksi, pipet ukur, gelas kimia, vortex, aluminum foil, batang
pengaduk.

3.2.2

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah lotion ekstrak bayam,
methanol, dan larutan DPPH.

3.3 Prosedur Kerja


Lotion dari ekstrak bayam dilarutkan dengan methanol dengan konsentrasi 32.000
ppm sebagai larutan induk kemudian dibuat dalam berbagai konsentrasi (2000; 4000; 8000;
16.000; 32.000 ppm). Lalu larutan tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing tabung
reaksi sebanyak 2 mL dan ditambahkan 2 mL larutan DPPH. Campuran ini kemudian
diinkubasi dalam temperatur ruang selama 30 menit pada ruang tertutup. Selanjutnya
serapan diukur pada spektrofotometer UV-Vis dan dihitung nilai IC50-nya.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengukuran

aktivitas

antioksidan

dengan

metode

DPPH

menggunakan

prinsip

spektrofotometri. DPPH adalah senyawa radikal bebas berwarna ungu. Apabila DPPH
direaksikan dengan senyawa peredam radikal bebas misalnya flavonoid, intensitas warna ungu
akan berkurang dan bila senyawa peredam radikal bebas yang bereaksi jumlahnya besar, maka
DPPH dapat berubah warna menjadi kuning. Metode DPPH memberikan informasi reaktivitas
senyawa yang diuji dengan suatu radikal stabil. DPPH memberikan serapan kuat pada panjang

gelombang 517 nm dengan warna violet gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron
menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan
jumlah elektron yang diambil (Sunarni, 2005). Dalam penelitian ini, lotion ekstrak biji
kelengkeng yang berasal dari kelompok lain dijadikan sebagai perbandingan aktivitas
antioksidan.
Tahap awal yang dilakukan adalah pengukuran panjang gelombang
maksimum (maks) larutan DPPH atau blanko. Panjang gelombang maksimum
yang digunakan adalah 516,9 nm dengan absorbansi sebesar 0,25 (Gambar
4.1). Selanjutnya lotion yang telah dibuat dari ekstrak bayam dilarutkan dengan methanol
dalam berbagai konsentrasi (2000; 4000; 8000; 16.000; 32.000 ppm). Nilai konsentrasi yang
besar disebabkan oleh kandungan ekstrak bayam merah yang terdapat dalam lotion hanya sekitar
0,002% sehingga diperlukan konsentrasi yang besar agar aktivitas antioksidan dapat terukur.
Berdasarkan hasil pengamatan visual, larutan lotion ekstrak bayam merah yang telah direaksikan
dengan DPPH setelah masa inkubasi selama 30 menit tidak mengalami perubahan berarti yaitu
tetap berwana ungu, sedangkan larutan lotion ekstrak biji kelengkeng berubah menjadi kuning
pucat. Sampel yang telah diinkubasi lalu dianalisis absorbansinya menggunakan spektrofotometri
UV-Vis.

Gambar 4.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (maks) dan Absorbansi


Blanko
Setelah penambahan senyawa uji ke dalam larutan DPPH, terjadi penurunan absorbansi
DPPH dibandingkan dengan blanko (Tabel 4.1). Turunnya absorbansi menandakan berkurangnya
konsentrasi radikal bebas dari DPPH yang dikarenakan oleh adanya reaksi dengan senyawa
antioksidan yang mengakibatkan molekul DPPH tereduksi dan diikuti dengan berkurangnya
intensitas warna ungu dari larutan DPPH. Menurut hukum Lambert-Beer, ada korelasi sebanding

antara konsentrasi dengan absorbansi, jika terjadi penurunan konsentrasi maka absorbansi
spektrum sinar dari larutan tersebut juga akan mengalami penurunan.
C
Sampel

(/ml)

Absorbansi

Absorbansi

Blanko
Sampel
(x)
0.180
2000
4000
0.179
Lotion Daun
0.25
8000
0.146
Bayam merah
16000
0.092
32000
0.063
0.210
125
250
0.188
Lotion Biji
0.25
500
0.157
Kelengkeng
1000
0.099
2000
0.019
Tabel 4.1 Data absorbansi lotion ekstrak bayam merah dan biji kelengkeng
Selanjutnya ditentukan persen inhibisi dari masing-masing absorbansi (Tabel 4.2). Persen
inhibisi adalah perbandingan antara selisih dari absorbansi blanko dan absorbansi sampel dengan
absorbansi blanko. Persen inhibisi digunakan untuk menentukan persentase hambatan dari suatu
bahan yang dilakukan terhadap senyawa radikal bebas. Persen inhibisi dihitung dengan rumus
berikut:
Pi = [(Ab-As)/Ab] x 100%
dimana
Pi : Persen inhibisi
Ab : Absorbansi blanko
As : Absorbansi sampel
Sampel
Lotion Daun
Bayam Merah
Lotion Biji
Kelengkeng

%inhibisi (y)
28
28,4
41,6
63,2
74,8
16
24,8
37,2
60,4

IC50

14520,62

869,9

92,4
(b)
100
f(x) = 0.04x + 15.12
R = 0.99

80
60

%Inhibisi

40
20
0
0

500 1000 1500 2000 2500

Konsentrasi

(a)
80

f(x) = 0x + 26.77
R = 0.91

60

%Inhibisi

40
20
0
0

10000 20000 30000 40000


Konsentrasi

Tabel 4.2 Persen inhibisi lotion ekstrak


bayam merah dan biji kelengkeng
Gambar 4.1 Kurva hubungan persen inhibisi dan absorbansi lotion ekstrak bayam merah (a) dan biji kelengkeng (b)

Dari persamaan regresi yang didapatkan pada kurva diatas, dapat


ditentukan nilai IC50 pada lotion. IC50 atau inhibitor Concentration 50% adalah
nilai konsentrasi suatu bahan untuk menghambat aktivitas DPPH sebesar
50%. Nilai konsentrasi dari larutan yang telah diencerkan dari ekstrak dan

persen inhibisi diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Berdasarkan


perhitungan didapatkan IC50 lotion ekstrak bayam merah dan biji kelengkeng
berturut-turut sebesar 14520,62 ppm dan 869,9 ppm. Nilai IC50 lotion ini berbeda
jauh dengan IC50 masing-masing ekstrak. Nilai IC50 untuk ekstrak bayam
merah dan biji kelengkeng masing-masing sebesar 146,65 ppm dan 11,01
ppm. Perbedaan yang jauh ini disebabkan karena banyaknya bahan yang
terkandung dalam lotion, sedangkan ekstrak yang terkandung dalam lotion
hanya sekitar 0,002% atau hanya ada 0,1 mg dalam 50 mL lotion. Hal inilah
yang menyebabkan aktivitas antioksidan pada lotion ini sangat kurang jika
dibandingkan ekstrak aslinya.

BAB 5
PENUTUP
5.1 Simpulan
Aktivitas

antioksidan

pada

lotion

ekstrak

bayam

merah

dan

pembandingnya yaitu lotion ekstrak biji kelengkeng berturut-turut sebesar


14520,62 ppm dan 869,9 ppm.
5.2 Saran
Uji lain selain aktivitas antioksidan perlu dilakukan agar lotion menjadi
lebih aman jika ingin digunakan.

LAMPIRAN
Perhitungan

%inhibisi =

Absorbansi DPPH Absorbansisampel


100
Absorbansi DPPH

A. Lotion Ekstrak Biji Kelengkeng


1. 125 ppm
%inhibisi =

0.250.210
100 %
0.25

= 16%
2. 250 ppm
%inhibisi

0.250.188
100 %
0.25

= 24.8%
3. 500 ppm
%inhibisi =

0.250.157
100 %
0.25

= 37.2%
4. 1000 ppm
%inhibisi =

0.250.099
100 %
0.25

= 60.4%
5. 2000 ppm
%inhibisi =

0.250.019
100 %
0.25

= 92.4%
r2 = 0.985

r = 0.99

= 0.0401 x + 15.117

50

= 0.0401x + 15.117

x= 869.9 ppm

B.

Lotion Ekstrak Daun Bayam Merah


1.

2000 ppm

%inhibisi =

0.250.180
100 %
0.25

= 28%
2.

4000 ppm
%inhibisi =

0.250.179
100 %
0.25

= 28.4%
3.

8000 ppm
%inhibisi =

0.250.146
100 %
0.25

= 41.6%
4.

16000 ppm
%inhibisi =

0.250.092
100 %
0.25

= 63.2%
5. 36000 ppm
%inhibisi =

0.250.063
100 %
0.25

= 74.8%
r2 = 0.9125

r = 0.95

= 0.0016x + 26.767

50

= 0.0016x + 26.767

= 14520.62 ppm

Anda mungkin juga menyukai