Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MAKALAH
Oleh :
Jamilatul Komari
NIM 132310101004
Moh.Fachrillah Iskandar A.
NIM 132310101015
NIM 132310101043
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT, atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul Asuhan
Keperawatan Pada Penyakit Hematoma Epidural dan Spidural. Dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Ns. Ratna Sari H. M.Kep., selaku Dosen Penanggung Jawab Mata Kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik IVB
3. Ns. Lantin Setyorini S.Kep.,M.Kes.,selaku Dosen Pengajar Mata Kuliah Ilmu
Keperawatan Klinik IVB
Jember
4. Informan yang telah sangat membantu penulis dengan memberikan informasi
yang sangat dibutuhkan
5. Teman-teman Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Jember
Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat
diharapkan. Semoga semua bermanfaat bagi kita, Amin.
Jember, 23 Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
BAB 1. PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan 2
1.3 Implikasi Keperawatan
2.2 Epidemiologi 4
2.3 Etiologi
2.5 Patofisiologi 9
2.6 Komplikasi & Prognosis
2.7 Pengobatan
13
2.8 Pencegahan
16
12
BAB 3. PATHWAYS..............................................................................................20
BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN....................................................................22
4.1 Hematoma Subdural.........................................................................................22
4.1.1Pengkajian
22
4.1.2Diagnosa
28
4.1.3Perencanaan 28
iii
4.1.4Implementasi 36
4.1.5Evaluasi
39
41
4.2.2Diagnosa
47
4.2.3Perencanaan 48
4.2.4Implementasi 53
4.2.5Evaluasi
55
BAB 5. PENUTUP................................................................................................56
5.1 Kesimpulan
56
5.2 Saran 56
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................57
iv
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Hematoma adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah
yang terjadi karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah
dirusak dan darah telah bocor kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak pada
tempatnya. Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus
genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum
yang ekimotik. Istilah hematoma menggambarkan darah yang telah menggumpal.
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak. Otak di tutupi olek tulang
tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi oleh sesuatu yang berguna
sebagai pembungkus yang di sebut dura. Fungsinya untuk melindungi otak,
menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk periosteum tabula interna. Ketika
seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan akan terbentuk
suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan menyebabkan pengikisan atau
robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak dan dura, ketika pembuluh
darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura
dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural
hematom.
Subdural hematoma merupakan perdarahan antara dura mater dan lapisan
arachnoid pada lapisan meningen yang membungkus otak. Subdural hematoma
biasanya sebagai akibat adanya injury pada otak dan pada pembuluh darah. Vena
yang mengalir pada permukaan otak masuk kedalam sinus sagital merupakan
sumber terjadinya subdural hematoma. Oleh karena subdural hematoma
berhubungan dengan kerusakan vena, sehingga hematoma terjadi secara perlahanlahan. Tetapi bila disebabkan oleh kerusakan arteri maka kejadiannya secara
cepat. Subdural hematoma dapat terjadi secara akut, subakut, atau kronik. Setelah
terjadi perdarahan vena, subdural hematoma nampak membesar. Hematoma
menunjukkan tanda-tanda dalam waktu 48 jam setelah injury. Tanda lain yaitu
bila terjadi konpressi jaringan otak maka akan terjadi peningkatan ICP
Pupil dilatasi.
Tujuan
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
Subdural;
1.2.5 Untuk mengetahui patofisiologi Hematoma Epidural dan Subdural;
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Hematoma Epidural
dan Subdural;
1.2.7 Untuk mengetahui pengobatan Hematoma Epidural dan Subdural;
1.2.8 Untuk mengetahui pencegahan Hematoma Epidural dan Subdural;
1.2.9 Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Hematoma
Epidural dan Subdural.
1.3
Implikasi Keperawatan
Secara epidemiologi dengan semakin meningkatnya usia harapan hidup
pada berbagai populasi, maka jumlah orang berusia lanjut akan semakin
meningkat. Dilain pihak akan menimbulkan masalah serius dalam bidang sosial
ekonomi dan kesehatan, sehingga akan semakin banyak yang berkonsultasi
dengan seorang neurolog karena orang tua tersebut yang tadinya sehat, akan mulai
kehilangan kemampuannya secara efektif sebagai pekerja atau sebagai anggota
keluarga. Oleh karena itu, dunia kesehatan khususnya bidang keperawatan perlu
meningkatkan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatn kepada pasien
utamanya pasien anak. Dalam hal ini para perawat haruslah bertambah cekatan
dan tanggap terhadap lingkungan mereka, dan tidak lupa untuk instansi
keperawatan juga harus melahirkan generasi penerus yang berkualitas dan
mempunyai body of knowledge yang tinggi.
Pengertian
Hematoma Subdural (SDH)
Hematoma subdural/ subdural hematoma (SDH) merupakan kelainan bedah
saraf umum yang sering memerlukan intervensi bedah. SDH adalah jenis
perdarahan intrakranial yang terjadi di bawah duramater dan mungkin terkait
dengan cedera otak lainnya. Pada dasarnya, masalah ini terjadi akibat
terbendungnya darah di atas permukaan otak. SDH biasanya disebabkan oleh
trauma tetapi dapat spontan atau disebabkan oleh suatu prosedur, seperti pungsi
lumbal. Antikoagulasi, misalnya heparin atau warfarin (Coumadin), mungkin
menjadi faktor penyebabnya.
Perdarahan subdural sering disebabkan oleh perdarahan vena, maka darah
yang terkumpul berjumlah hanya 100-200cc saja. Perdarahan vena biasanya
berhenti karena tamponade hematoma sendiri. Setelah 5 sampai 7 hari hematoma
mulai mengadakan reorganisasi yang akan terselesaikan dalam 10 sampai 20 hari.
Darah yang diserap meninggalkan jaringan yang kaya dengan pembuluh darah. Di
situ
bisa
timbul
lagi
perdarahan-perdarahan
kecil,
yang
menimbulkan
antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inilah yang dikenal dengan
sebutan hematoma epidural (EDH).
EDH sebagai keadaan neurologis yang bersifat emergency dan biasanya
berhubungan dengan linear fraktur yang memutuskan arteri yang lebih besar,
sehingga menimbulkan perdarahan. Venous epidural hematom berhubungan
dengan robekan pembuluh vena dan berlangsung perlahan-lahan. Arterial
hematom terjadi pada middle meningeal artery yang terletak di bawah tulang
temporal. Perdarahan masuk ke dalam ruang epidural, bila terjadi perdarahan
arteri maka hematoma akan cepat terjadi.
2.2
Epidemiologi
Kasus epidural hematoma di Amerika Serikat ditemukan 1-2% dari semua
kasus trauma kepala yang ada dan ditemukan pula sebanyak 10% pada pasien
dengan koma akibat trauma. Dilaporkan angka kematian berada pada presentasi
5% hingga 43%. Secara internasional, frekuensi kejadian hematoma epidural
hampir sama dengan angka kejadian di amerika serikat. Orang yang beresiko
terkena EDH adalah orang tua yang memiliki masalah berjalan dan sering jatuh.
Namun epidural hematoma tidak lazim pada pasien usia lanjut dikarenakan
lapisan dura telah melekat dengan kuat pada dinding bagian dalam tengkorak.
60% penderita hematoma epidural adalah berusia di bawah 20 tahun dan jarang
terjadi pada umur kurang dari 2 tahun dan diatas 60 tahun. Angka kematian
meningkat pada pasien berusia kurang dari 5 tahundan lebih dari 55 tahun. Lebih
banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
Di Indonesia belum ada catatan nasional mengenai morbiditas dan
mortalitas perdarahan subdural. Di Amerika Serikat frekwensinya berbanding
lurus terhadap kejadian cedera kepala (blunt head injuries). Perdarahanterjadi dari
lesi intracranial, kira-kira sepertiga dari kejadian cedera kepala berat. Pada suatu
penelitian mengenai perdarahan subdural kronis ditemukan 1 kasus setiap 10.000
penduduk.
Pada penderita penderita dengan perdarahan subdural akut yang sedikit
(diameter < 1 cm), prognosanya baik. Sebuah penelitian menemukan bahwa 78%
4
Etiologi
2.3.1 Hematoma Subdural (SDH)
a. Hematoma Subdural (SDH) Akut
1) Head trauma Trauma kepala
2) Koagulopati atau antikoagulasi
medis
(misalnya,
warfarin
penyakit
kardiovaskuler
(hipertensi,
arteriosklerosis),
trombositopenia,
gangguan
koagulasi,
dan
terapi
biasanya
dikeluarkan
melalui
pembedahan.
Petunjuk
Hematoma Epidural
Pasien dengan EDH seringkali tampak memar di sekitar mata dan
di belakang telinga. Sering juga tampak cairan yang keluar pada saluran
hidung atau telinga. Tanda dan gejala yang tampak pada pasien dengan
EDH antara lain:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
2.5
Patofisiologi
2.5.1
Hematoma Epidural
Hematom epidural terjadi karena cedera kepala benda tumpul dan dalam
waktu yang lambat, seperti jatuh atau tertimpa sesuatu, dan ini hampir selalu
berhubungan dengan fraktur cranial linier. Pada hematom epidural, perdarahan
terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter. Perdarahan ini lebih sering
terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea media
robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah
bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital Arteri
meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan
jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan
yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim
medis.
Tekanan dari herniasi unkus pada sirkulasi arteria yang mengurus
formation retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di
tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf
ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan
kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini, menyebabkan kelemahan
respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat cepat, dan tanda
babinski positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Hematoma Subdural
Perdarahan terjadi antara duramater dan arakhnoidea. Perdarahan dapat
10
sistem vena yang rendah, sering menyebabkan terbentuknya hematoma yang besar
sebelum gejala klinis muncul. Pada perdarahan subdural yang kecil sering terjadi
perdarahan yang spontan. Pada hematoma yang besar biasanya menyebabkan
terjadinya membran vaskular yang membungkus hematoma subdural tersebut.
Perdarahan berulang dari pembuluh darah di dalam membran ini memegang
peranan penting, karena pembuluh darah pada membran ini jauh lebih rapuh
sehingga dapat berperan dalam penambahan volume dari perdarahan subdural
kronik. Akibat dari perdarahan subdural, dapat meningkatkan tekanan intrakranial
dan perubahan dari bentuk otak. Naiknya tekanan intra kranial dikompensasi oleh
efluks dari cairan likuor ke axis spinal dan dikompresi oleh sistem vena. Pada fase
ini peningkatan tekanan intra kranial terjadi relatif perlahan karena komplains
tekanan intra kranial yang cukup tinggi.
Meskipun demikian pembesaran hematoma sampai pada suatu titik
tertentu akan melampaui mekanisme kompensasi tersebut. Komplains intrakranial
mulai berkurang yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intra kranial
yang cukup besar. Akibatnya perfusi serebral berkurang dan terjadi iskemi
serebral. Lebih lanjut dapat terjadi herniasi transtentorial atau subfalksin. Herniasi
tonsilar melalui foramen magnum dapat terjadi jika seluruh batang otak terdorong
ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial.
Juga pada hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus
dan ganglia basaalis lebih terganggu dibandingkan dengan daerah otak yang
lainnya. Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik,
yaitu teori dari Gardner yang mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan
mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein yang terdapat di dalam
kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan
onkotik didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang
meningkat inilah yang mengakibatkan pembesaran dari perdarahan tersebut.
Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata dari
penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata
hasilnya normal yang mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua
11
2.6
Hemiparese/hemiplegia
Disfasia / afasia
Epilepsi
Hidrosepalus
Subdural empiema
Stroke
12
intervensi
dibandingkan
dengan perdarahan
subdural, dan
pasien
dengan
penilaian
sering
klinis,
ditinggalkan
publikasi
terbaru
ukuran
dengan
cepat
tercatat
dan/atau
pasien
13
itu
mengalami
perburukan
status
kesadaran
dan/atau
adanya
CT-scan,
pengeboran
14
Hematoma Subdural
Pengobatan
a. Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga
mencegah vasodilatasi pembuluh darah.
b. Cairan hiperosmoler
Umumnya digunakan cairan Manitol 10-15% per infus
untuk "menarik" air dari ruang intersel ke dalam ruang
intravaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis.
c. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid untuk menstabilkan sawar darah
otak. Berupa Dexametason, Metilprednisolon, dan Triamsinolon.
d. Barbiturat
Digunakan untuk mem"bius" pasien sehingga metabolisme
otak dapat ditekan serendah mungkin, akibatnya kebutuhan
oksigen juga akan menurun; karena kebutuhan yang rendah, otak
relatif lebih terlindung dari kemungkinan kerusakan akibat hipoksi,
walaupun suplai oksigen berkurang.
e. Pemberian obat-obat neurotropik untuk membantu mengatasi
kesulitan/gangguan metabolisme otak, termasuk pada keadaan
koma.
1) Piritinol, merupakan senyawa mirip piridoksin (vitamin
B6) yang dikatakan mengaktivasi metabolisme otak dan
memperbaiki struktur serta fungsi membran sel. Pada
fase akut diberikan dalam dosis 800-4000 mg/hari lewat
infus. Tidak dianjurkan pemberian intravena karena
sifatnya asam sehingga mengiritasi vena.
2) Piracetam, merupakan senyawa mirip GABA - suatu
neurotransmitter penting di otak. Diberikan dalam dosis
4-12 gram/ hari intravena.
15
16
aliran udara ke dalam paru. Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi
bahaya yang mengancam airway.
b. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatan adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan
kematian.
c. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat
yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut
dengan ikatan yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian
cairan infuse dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.
Syok biasanya disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.
3.
Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi
yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan
hidup. Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup
penderita, meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi
penderita.
Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan lalu lintas
perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.
a. Rehabilitasi Fisik
1) Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif
pada lengan atas dan bawah tubuh.
2) Perlengkapan splint dan caliper
3) Transplantasi tendon
b. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama
dimulai
agar
pasien
segera
menerima
17
depannya. Ancaman kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang
dari ketidakpastian financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan
semangat hidup.
c. Rehabilitasi Sosial
1) Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda,
perubahan paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur
sehingga penderita tidak ketergantungan terhadap bantuan orang
lain.
2) Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan
masyarakat).
18
19
20
3. PATHWAY
3.1
Hematoma subdural
Resiko
kekurangan
volume cairan
Resiko
tinggi
cedera
Penurunan
intake
nutrisi
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
Defisit perawatan
diri
Penurunan
kesadaran
Suplai O2 ke
otak
berkurang
Nyeri
Ketidakefekti
fan perfusi
jaringan
serebal
Tekanan intrakranial
Meningkat
Muntah
Gerak
peristaltik
usus
berputar
Pola nafas
tidak efektif
Gagal
jantung
Gagal
nafas
Tekanan
pada batang
otak
Pusat
Muntah
terangsang
Gangguan
pada
hipotalamus
Herniasi batang
otak
Tekanan pada jaringan
otak
Hematoma
Subdural
Kurangnya
pengetahuan
Kurangnya
informasi
Robekan pada
vena
arachnoide
Fraktur Tulang
tengkorak
Cedera Tertutup,
trauma deselerasi
3.2
Hematoma Epidural
Ketidakseimbangan perfusi
jaringan serebal
Hipok
sia
Defisit
Perawatan Diri
Resiko Tinggi
Perubahan Nutrisi
Resiko Tinggi
Cidera
Penurunan
kesadaran
Gangguan
autoregulasi
Ansiet
as
Kompensasi Tubuh
Vasokontriksi
Nyeri
Akut
Tekanan Intrakranial
Meningkat
Nyeri
Kepala
Dilatasi
Suplai O2 ke
Palpebra
si ptosis
otak menurun
Korteks
serebri
Okulomoto
rius
Kompre
si
Kurangnya pengetahuan
b.d kurangnya informasi
tentang penyakit yang
dialami
Menekan Lobus
Temporalis
Hematoma
Epidural
Kurangnya
Informasi
Fraktur tulang
tengkorak
Cedera
21
22
Hematoma Subdural
4.1.1 Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab. Subdural hematoma banyak terjadi pada
orang tua yang mengalami masalah imobilisasi dan sering jatuh. Namun
tidak jarang pula terjadi pada bayi dan anak-anak pada usia dibawah dua
tahun dimana ruang subdural lebih luas sehingga pendarahan subdural
sering terjadi dan banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
b. Keluhan utama
Anak dengan subdural hematoma mengalami keluhan seperti nyeri
kepala, penurunan kesadaran, komplikasi pernapasan, hingga kejang.
c. Riwayat penyakit sekarang
Anak dengan subdural hematoma mengalami rasa mengantuk, berpikir
lambat, udem dan dilatasi pupil serta perubahan tanda-tanda vital.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai
penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari klien atau
keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa klien.
e. Pengumpulan data klien baik subyektif atau obyektif pada gangguan
sistem persarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada
bentuk, lokasi, jenis injuri dan adanya komplikasi pada organ vital
lainnya, meliputi:
1) Breathing
Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan gangguan irama
jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman,
frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia
breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing ( kemungkinana
karena aspirasi ), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada
jalan napas.
2) Blood
Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah
bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan
transmisi
rangsangan
parasimpatik
ke
jantung
yang
akan
23
Pemeriksaan fisik
Aspek neurologis yang dikaji adalah tingkat kesadaran, biasanya GCS <
15, disorientasi orang, tempat dan waktu. Adanya refleks babinski yang
positif, perubahan nilai tanda-tanda vital kaku kuduk, hemiparese.
Nervus cranialis dapat terganggu bila cedera kepala meluas sampai
batang otak karena udema otak atau perdarahan otak juga mengkaji
nervus I, II, III, V, VII, IX, XII.
g. Pemeriksaan penunjang
1) CT-Scan (dengan atau tanpa kontras): mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
2) MRI: Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras
radioaktif.
24
hematoma
harus
ditingkatkan
dalam
25
5) Pola istirahat dan tidur: pola istirahat atau tidur anak akan terganggu
karena keluhan nyeri dikepalanya. Atau mungkin pola istirahat
tidurnya akan berlebihan dikarenakan penurunan kesadaran.
6) Pola kognitif dan persepsi sensori: pola ini mengenai
pengetahuan orang tua terhadap penyakit yang diderita klien
7) Pola konsep diri: bagaimana persepsi orang tua dan/atau anak
terhadap pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan.
8) Pola hubungan-peran: biasanya peran orang tua sangat dibutuhkan
dalam merawat dan memberikan dukungan atau pendampingan anak
dengan subdural hematoma
9) Pola seksual-seksualitas: apakah selama sakit terdapat gangguan atau
tidak yang berhubungan dengan reproduksi sosial. Pada anak yang
menderita subdural hematoma biasanya tidak ada gangguan dalam
reproduksi.
10) Pola mekanisme koping: keluarga perlu memeberikan dukungan dan
semangat sembuh bagi anak.
11) Pola nilai dan kepercayaan: orang tua selalu optimis dan berdoa agar
penyakit pada anaknya dapat sembuh dengan cepat.
No.
1.
Problem
Tidak efektifnya pola
Etiology
depresi pada pusat
Symptom
DO: Pernapasan
napas
napas di otak.
cuping hidung,
pasien terlihat
kesulitan dalam
bernapas.
DS: Pasien
mengatan sesak
2.
Tidak efektifnya
napas.
DO: Penumpukan
napas di otak.
sputum di jalan
napas pasien.
DS: Pasien
mengatakan
kesulitan
26
mengeluarkan
3.
Gangguan perfusi
udem otak
jaringan otak
dahak.
DO: Pasien
mengalami
penurunan
kesadaran.
DS: Keluarga pasien
mengatakan pasien
sudah tidak sadarkan
diri sejak beberapa
4.
Keterbatasan aktifitas
penurunan kesadaran
5.
Potensial gangguan
immobilisasi, tidak
diri.
DO: Adanya luka
integritas kulit
adekuatnya sirkulasi
perifer.
mengalami tekanan.
DS: Keluarga pasien
mengatakan terdapat
luka di area yang
mendapatkan
6.
Kecemasan keluarga
tekanan.
DO: Keluarga pasien
pada pasien.
27
kesembuhan pasien.
DS: Keluarga pasien
mengatakan merasa
khawatir dan cemas
terhadap kondisi
kesehatan pasien.
b.
Tidak efektifnya
penumpukan sputum.
c.
d.
e.
f.
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Tidak
Kriteria Hasil
Tujuan:
efektifnya
Mempertahanka
pernapasan pasien
pola napas
n pola napas
dapat menimbulkan
berhubungan
yang efektif
2. Cek pemasangan
alkalosis respiratori
dengan
melalui
depresi pada
ventilator.
1. Hitung
tube.
3. Observasi ratio
1. pernapasan yang
dan pernapasan
lambat
inspirasi dan
meningkatkan
otak.
ekspirasi.
Penggunaan otot
bantu napas
4. Perhatikan
28
menyebabkan
tidak ada,
kelembaban dan
sianosis tidak
suhu pasien.
asidosis respiratorik.
2. untuk memberikan
ventilasi yang
tanda hipoksia
ventilator setiap
adekuat dalam
pemberian tidal
tetap berada di
normal.
dekat pasien.
volume.
3. pada fase ekspirasi
biasanya 2 x lebih
panjang dari
inspirasi, tapi dapat
lebih panjang
sebagai kompensasi
terperangkapnya
udara terhadap
gangguan pertukaran
gas.
4. keadaan dehidrasi
dapat mengeringkan
sekresi / cairan paru
sehingga menjadi
kental dan
meningkatkan resiko
infeksi.
5. adanya obstruksi
dapat menimbulkan
tidak adekuatnya
pengaliran volume
dan menimbulkan
penyebaran udara
yang tidak adekuat.
6. membantu
29
membarikan
ventilasi yang
adekuat bila ada
gangguan pada
Tidak
Tujuan:
efektifnya
Mempertahank
(tiap 15 menit)
disebabkan
kebersihan
an jalan napas
kelancaran jalan
pengumpulan
jalan napas
dan mencegah
napas.
sputum, perdarahan,
berhubungan
aspirasi.
2. Evaluasi
bronchospasme atau
dengan
Kriteria Hasil:
pergerakan dada
masalah terhadap
penumpukan
Suara napas
dan auskultasi
tube.
sputum.
bersih, tidak
terdapat suara
ventilator.
1. Obstruksi dapat
3. Lakukan
sekret pada
pengisapan lendir
selang dan
dengan waktu
indikasi pemasangan
bunyi alarm
kurang dari 15
karena
tidak adanya
peninggian
banyak.
penumpukan sputum.
suara mesin,
sianosis tidak
ada.
30
Gangguan
Tujuan:
perfusi
Mempertahanka
status neurologis
mata menentukan
jaringan otak
n dan
dengan
pemulihan tingkat
berhubungan
memperbaiki
menggunakan
kesadaran.
dengan udem
tingkat
metode GCS.
Respon motorik
otak
kesadaran
2. Monitor tanda-
menentukan
fungsi motoric.
kemampuan
Kriteria Hasil:
menit.
berespon terhadap
Tanda-tanda
3. Pertahankan
stimulus eksternal
posisi kepala
ada peningkatan
intrakranial.
tidak menekan.
4. Hindari batuk
2. Untuk mengetahui
tanda-tanda keadaan
yang berlebihan,
syok akibat
muntah,
perdarahan.
mengedan,
3. Perubahan kepala
pertahankan
pengukuran urin
menimbulkan
dan hindari
penekanan pada
konstipasi yang
berkepanjangan.
menghambat aliran
5. Observasi kejang
dan lindungi
dapat meningkatkan
tekanan intrakranial.
akibat kejang.
4. Dapat mencetuskan
6. Berikan oksigen
respon otomatik
sesuai dengan
penngkatan
kondisi pasien.
intrakranial.
7. Berikan obat-
obatan yang
diindikasikan
31
meningkatkan
benar
tekanan intrakrania.
(kolaborasi).
6. Dapat menurunkan
hipoksia otak.
7. Membantu
menurunkan tekanan
intrakranial secara
biologi / kimia
seperti osmotik
diuritik untuk
menarik air dari selsel otak sehingga
dapat menurunkan
udem otak, steroid
(dexametason) untuk
menurunkan
inflamasi,
menurunkan edema
1. Berikan
jaringan.
1. Penjelasan dapat
Keterbatasan
Tujuan:
aktifitas
Kebutuhan
penjelasan tiap
mengurangi
berhubunga
dasar pasien
kali melakukan
kecemasan dan
dengan
dapat terpenuhi
tindakan pada
meningkatkan
penurunan
secara adekuat.
pasien.
kesadaran.
Kriteria Hasil:
2. Beri bantuan
dilakukan pada
Kebersihan
untuk memenuhi
pasien dengan
terjaga,
kebersihan diri.
kesadaran penuh
kebersihan
3. Berikan bantuan
lingkungan
untuk memenuhi
2. Kebersihan
terjaga, nutrisi
kebutuhan nutrisi
perorangan,
terpenuhi sesuai
dan cairan.
eliminasi,
32
atau menurun.
dengan
4. Jelaskan pada
berpakaian, mandi,
kebutuhan,
keluarga tindakan
membersihkan
oksigen
yang dapat
adekuat.
dilakukan untuk
mulut, telinga,
menjaga
merupakan
lingkungan yang
kebutuhan dasar
akan kenyamanan
5. Berikan bantuan
untuk memenuhi
kebersihan dan
meningkatkan rasa
keamanan
nyaman, mencegah
lingkungan.
infeksi dan
keindahan.
3. Makanan dan
minuman
merupakan
kebutuhan seharihari yang harus
dipenuhi untuk
menjaga
kelangsungan
perolehan energi.
Diberikan sesuai
dengan kebutuhan
pasien baik jumlah,
kalori, dan waktu.
4. Keikutsertaan
keluarga
diperlukan untuk
menjaga hubungan
klien - keluarga.
33
Penjelasan perlu
agar keluarga dapat
memahami
peraturan yang ada
di ruangan.
5. Lingkungan yang
bersih dapat
mencegah infeksi
Potensial
Tujuan:
gangguan
Gangguan
1. Kaji fungsi
dan kecelakaan.
1. Untuk mengetahui
motorik dan
kemungkinan
sensorik pasien
terjadinya lecet
berhubungan
tidak terjadi.
dan sirkulasi
pada kulit.
dengan
Kriteria Hasil:
perifer untuk
immobilisasi,
Tidak
menetapkan
tidak
terjadinnya
kemungkinan
yang mengalami
adekuatnya
lecet, eritema
terjadinya lecet
tekanan dengan
sirkulasi
atau kerusakan
pada kulit.
area yang
perifer.
kulit.
2. Untuk mengetahui
bersentuhan
setiap 8 jam :
dengan kulit
palpasi pada
pasien.
daerah yang
tertekan.
3. Untuk menghindari
terjadinya kelainan
3. Berikan posisi
anatomis tubuh
dalam sikap
akibat bedrest.
anatomi dan
4. Untuk menghindari
gunakan tempat
pasien akibat
yang menonjol.
terlalu lama
4. Ganti posisi
pasien setiap 2
34
mendapat tekanan.
5. Keadaan lembab
jam
5. Pertahankan
kebersihan dan
kekeringan
pasien.
akan memudahkan
terjadinya
kerusakan kulit.
6. Menghindari
adanya eritema
disebabkan kulit
adanya eritema.
terlalu lama
1. Bina hubungan
mendapat tekanan.
1. Untuk membina
Kecemasan
Tujuan:
keluarga
Kecemasan
berhubungan
keluarga dapat
dengan
berkurang.
tentang semua
Dengarkan dengan
keadaan yang
Kriteria Hasil:
prosedur dan
kritis pada
Ekspresi wajah
tindakan yang
keluarga akan
pasien.
tidak
akan dilakukan
merasa
menunjang
pada pasien.
diperhatikan.
adanya
saling percaya.
hubungan terpiutik
2. Beri penjelasan
perawat - keluarga.
3. Berikan
2. Penjelasan akan
kecemasan,
kesempatan pada
mengurangi
keluarga
keluarga untuk
kecemasan akibat
bertemu dengan
ketidak tahuan.
mengerti
cara
berhubungan
klien.
3. Mempertahankan
hubungan pasien
pengetahuan
spiritual untuk
dan keluarga.
keluarga
keluarga.
4. Semangat
mengenai
keagamaan dapat
keadaan,
mengurangi rasa
pengobatan dan
cemas dan
tindakan
meningkatkan
meningkat.
keimanan dan
ketabahan dalam
35
menghadapi krisis.
Diagnosa
efektifnya pola
Implementasi
napas 1. Telah dihitung pernapasan pasien
36
berhubungan
dengan
penumpukan sputum.
Gangguan
perfusi
jaringan
setiap 2 jam.
otak 1. Telah dimonitor dan dicatat status
benar.
Keterbatasan aktifitas berhubungan 1. Telah diberikan penjelasan tiap kali
dengan penurunan kesadaran
37
saling percaya.
2. Telah diberikan penjelasan tentang
38
Diagnosa
efektifnya pola
Evaluasi
napas S: Keluarga pasien mengatakan bahwa
bernapas.
O: Pola napas pasien sudah kembali
normal.
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
S: Pasien mengatakan jalan napasnya
penumpukan sputum.
P: Intervensi dihentikan
Gangguan perfusi jaringan otak S: Kelurga pasien mengatakan bahwa
berhubungan dengan udem otak
39
P: Intervensi dihentikan.
Potensial gangguan integritas kulit S: Keluarga mengatakan tidak terjadi
berhubungan dengan immobilisasi, luka atau lecet pada tubuh pasien.
tidak adekuatnya sirkulasi perifer.
P: Intervensi dihentikan.
Kecemasan keluarga berhubungan S: Keluarga mengatakan sudah tidak
dengan keadaan yang kritis pada merasa cemas lagi karena kondisi
pasien
4.2
Hematoma Epidural
4.2.1 Pengkajian
a. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab)
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku bangsa, status
perkawinan, alamat, golongan darah, pengahasilan, hubungan klien
dengan penanggung jawab. Epidural hematoma banyak terjadi pada
orang tua yang mengalami masalah imobilisasi dan sering jatuh. Namun
tidak jarang pula terjadi pada bayi dan anak-anak pada usia dibawah lima
tahun dan banyak terjadi pada laki-laki dibanding perempuan.
b. Keluhan utama
Anak dengan epidural hematoma mengalami nyeri kepala yang hebat dan
penurunan kesadaran hingga koma.
40
rangsangan
parasimpatik
ke
jantung
yang
akan
41
42
Pemeriksaan fisik
Hal terpenting yang pertama kali dinilai ialah status fungsi vital dan
status kesadaran pasien.
1) Status fungsi vital
Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang
dinilai ialah:
a) Airway dan breathing, usahakan agar jalan nafas selalu bebas,
bersihkan lendir dan darah yang dapat menghalangi aliran udara
pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan
pemberian oksigen.
b) Nadi dan tekanan darah (circulation), infus dipasang terutama
untuk membuka jalur intravena: gunakan cairan NaC1 0,9% atau
Dextrose in saline.
2) Status kesadaran
Status kesadaran anak dengan epidural hematoma mengalami
penurunan yang diikuti dengan masalah kesehatan lainnya.
3) Status Neurologik Lain
Selain status kesadaran di atas pemeriksaan neurologik pada kasus
trauma kapitis terutama ditujukan untuk mendeteksi adanya tandatanda fokal yang dapat menunjukkan adanya kelainan fokal, dalam hal
ini perdarahan intrakranial. Tanda fokal tersebut ialah anisokori.
presis/parahisis, refleks patologik sesisi.
4) Hal-hal Lain
Selain cedera kepala, harus diperhatikan adanya kemungkinan cedera
di tempat lain; trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang
anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin.
g. Pemeriksaan penunjang
43
44
No.
1.
Problem
Resiko pola napas
Etiology
kerusakan neurovaskuler
Symptom
DO: Pernapasan cuping
tidak efektif
pernapasan otak).
kesulitan dalam
bernapas.
DS: Pasien mengatan
2.
Tidak efektifnya
penumpukan sputum.
sesak napas.
DO: Penumpukan
kebersihan jalan
napas
pasien.
DS: Pasien mengatakan
kesulitan mengeluarkan
3.
Perubahan perfusi
penumpukan sputum.
jaringan serebral
dahak.
DO: Pasien mengalami
penurunan kesadaran.
DS: Keluarga pasien
mengatakan pasien
sudah tidak sadarkan
diri sejak beberapa hari
Resiko infeksi
45
yang lalu.
DO: Adanya luka
respon inflamasi
tertekan.
DS: Kelurga pasien
tertekan.
mengatakan bagian
tubuh pasien yang
mendapat tekanan
mengalami kemerahan.
efektifnya
kebersihan
jalan
napas
berhubungan
dengan
penumpukan sputum.
c. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian
aliran darah (hemoragi, hematoma), edema cerebral.
d. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, biologis: trauma,
peningkatan asam laktat di otak.
e. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan TIK.
f.
46
Tujuan dan
Intervensi
Rasional
Resiko pola
Kriteria Hasil
Tujuan:
napas tidak
Mempertahankan
pernapasan pasien
efektif
dapat
berhubungan
efektif melalui
dengan
ventilator.
kerusakan
Kriteria Hasil:
neurovaskuler
Penggunaan otot
inspirasi dan
pernapasan lambat
(cedera pada
ekspirasi.
meningkatkan
pusat
pernapasan
kelembaban dan
dan menyebabkan
otak).
tanda hipoksia
suhu pasien.
asidosis
7. Hitung
8. Cek pemasangan
tube.
Perhatikan
Cek selang
ventilator setiap
batas normal.
menimbulkan
alkalosis
9. Observasi ratio
7. pernapasan yang
Siapkan
respiratori dan
tekanan Pa Co2
respiratorik.
8. untuk memberikan
ventilasi yang
adekuat dalam
pemberian tidal
berada di dekat
volume.
pasien.
47
biasanya 2 x lebih
panjang dari
inspirasi, tapi
dapat lebih
panjang sebagai
kompensasi
terperangkapnya
udara terhadap
gangguan
pertukaran gas.
10.
keadaan
dehidrasi dapat
mengeringkan
sekresi / cairan
paru sehingga
menjadi kental dan
meningkatkan
resiko infeksi.
11.
adanya
obstruksi dapat
menimbulkan
tidak adekuatnya
pengaliran volume
dan menimbulkan
penyebaran udara
yang tidak
adekuat.
12.
membantu
membarikan
ventilasi yang
adekuat bila ada
48
gangguan pada
Tidak
Tujuan:
efektifnya
Mempertahankan
(tiap 15 menit)
disebabkan
kebersihan
kelancaran jalan
pengumpulan
jalan napas
mencegah
napas.
sputum,
berhubungan
aspirasi.
dengan
Kriteria Hasil:
pergerakan dada
bronchospasme
penumpukan
Suara napas
atau masalah
sputum.
bersih, tidak
(tiap 1 jam ).
terhadap tube.
terdapat suara
ventilator.
5. Obstruksi dapat
6. Evaluasi
7. Lakukan
perdarahan,
6. Pergerakan yang
sekret pada
pengisapan lendir
dengan waktu
alarm karena
kurang dari 15
indikasi
peninggian suara
pemasangan tube
mesin, sianosis
banyak.
tidak ada.
8. Lakukan fisioterapi
tidak adanya
penumpukan
sputum.
7. Pengisapan lendir
tidak selalu rutin
dan waktu harus
dibatasi untuk
mencegah
hipoksia.
8. Meningkatkan
ventilasi untuk
semua bagian paru
dan memberikan
kelancaran aliran
serta pelepasan
49
Tujuan:
perfusi
Ketidakefektifan
kesadaran dengan
merupakan
jaringan
perfusi jaringan
GCS
indikator terbaik
serebral
serebral dapat
berhubungan
teratasi
ukuran, respon
dengan
Kriteria hasil:
terhadap cahaya,
penghentian
Tingkat
gerakan mata
aliran darah
kesadaran
(hemoragi,
kompos mentis:
motorik dan
hematoma),
orientasi orang,
sensori pasien
edema
tempat dan
cerebral
memori baik,
tekanan perfusi
1.Kaji tingkat
sputum.
1. Tingkat kesadaran
Perubahan
2.Kaji pupil,
3.Evaluasi keadaan
4.Monitor tanda
vital setiap 1 jam
5.Observasi adanya
adanya perubahan
neurologi
2. Mengetahui
fungsi N I,II dan
III
3. Gangguan
motorik dan
sensori dapat
terjadi akibat
edema otak.
serebral >60
edema periorbita
mmHg, tekanan
ekimosis diatas
perubahan tanda
intrakranial < 15
osmatoid,rhinorrh
vital seperi
mmHg., fungsi
ea, otorrhea.
respirasi
senssori utuh /
6.Monitor kejang
normal.
4. Adanya
menunjukkan
kerusakan pada
antikejang
batang otak
7.Pertahankan
5. Indikasi adanya
kepatenan jalan
fraktur basilar
terjadi akibat
oksigen 100 %
iritasi serebral
sebelum suction
dan keadaan
kejang
lebih dari 15
memerlukan
detik.
banyak oksigen
7. Mempertahankan
50
adekuatnya
oksigen, suction
dapat
meningkatkan
1. Berikan
TIK
1. Cara pertama
Resiko infeksi
Tujuan:
berhubungan
mempertahankan
perawatan aseptik
untuk
dengan
normotermia,
dan antiseptik,
menghindari
jaringan
bebas tanda-tanda
pertahankan
terjadinya infeksi
trauma, kulit
infeksi.
nosokomial.
rusak,
Kriteria
prosedur
mencapai
invasif,
penyembuhan
infeksi
penurunan
mengalami
memungkinkan
kerja silia,
kerusakan, daerah
untuk melakukan
stasis cairan
yang terpasang
tindakan dengan
tubuh, respon
segera dan
inflamasi
karakteristik dari
pencegahan
tertekan.
drainase dan
terhadap
adanya inflamasi.
komplikasi
hasil:
yang baik.
2. Observasi
3. Pantau suhu
tubuh secara
2. Deteksi dini
perkembangan
selanjutnya.
3. Dapat
teratur, catat
mengindikasikan
adanya demam,
perkembangan
menggigil,
sepsis yang
diaforesis dan
selanjutnya
perubahan fungsi
memerlukan
mental
evaluasi atau
(penurunan
tindakan dengan
kesadaran).
segera.
4. Anjurkan untuk
51
4. Peningkatan
melakukan napas
mobilisasi dan
dalam, latihan
pembersihan
pengeluaran
menurunkan
terus menerus.
resiko terjadinya
5. Observasi
pneumonia,
karakteristik
atelektasis.
sputum. Berikan
5. Terapi profilatik
antibiotik sesuai
dapat digunakan
indikasi
Implementasi
1. Telah dihitung pernapasan pasien
pernapasan otak).
52
ekspirasi.
4. Telah diperhatikan kelembaban dan
suhu pasien.
5. Telah dicek selang ventilator setiap
waktu (15 menit ).
6. Telah disiapkan ambu bag tetap
1.
setiap 2 jam.
Telah dikaji tingkat kesadaran
dengan GCS
2.
edema cerebral
3.
4.
5.
6.
7.
53
15 detik.
1. Telah diberikan perawatan aseptik
tertekan.
Evaluasi
S: Keluarga pasien mengatakan bahwa
bernapas.
54
pernapasan otak).
P: Intervensi dihentikan.
Tidak efektifnya kebersihan jalan napas S: Pasien mengatakan jalan napasnya
berhubungan dengan penumpukan
sputum.
P: Intervensi dihentikan
S: Keluarga mengatakan bahwa kini
edema cerebral
metis
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
S: Keluarga mengatakan bahwa luka di
telah membaik
tertekan.
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
55
56
56
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Hematoma subdural/ subdural hematoma (SDH) merupakan kelainan
bedah saraf umum yang sering memerlukan intervensi bedah. SDH adalah jenis
perdarahan intrakranial yang terjadi di bawah duramater dan mungkin terkait
dengan cedera otak lainnya. Hematoma epidural adalah salah satu jenis
perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi karena fraktur tulang tengkorak.
Otak di tutupi oleh tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di kelilingi
oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang disebut duramater.
Hematoma Subdural diklasifikasikan menjadi hematoma subdural akut
(hiperdens) bila kurang dari beberapa hari atau dalam 24 sampai 48 jam setelah
trauma. Hematoma subdural subakut (isodens) antara 2 -3 minggu, dan hematoma
subdural kronik bila lebih dari 3 minggu setelah trauma.Gejala yang sangat
menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan kondisi seperti
ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga
tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini
harus diobservasi dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang
bermacam-macam akibat dari cedera kepala.
5.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan perawat dapat menangani dan dapat
mengatasi
apabila
pasien
kita
mendapat
cidera
kepala
terutama
56
a.
57
DAFTAR PUSTAKA
Asikin
(1991)
Simposium
Keperawatan
Penderita
Cedera
Kepala.
de
Jong.
2010.
Trauma
dan
Bencana Dalam:
Internet
http://www.emedicine-epidural hematoma: articly by Daniel D Price, MD.
(diakses pada tanggal 21 Maret 2015)
http://www.enotes.com/neurological-disorder-encyclopedia:epidural-hematom
MD. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015)
http://www.medicastore.com. MD. (diakses pada tanggal 21 Maret 2015)
http://www.emedicine-case-based-pediatrics.htm. MD. (diakses pada tanggal 21
Maret 2015)
30
58