1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pati merupakan polisakarida yang terdapat pada tanaman dalam bentuk granula. Granula
pati banyak tersimpan pada bagian batang, akar, umbi dan buah. Pati pada tanaman berperan
sebagai sumber energi untuk fase dorman, geminasi dan pertumbuhan.
Pati sangat banyak diperoleh di alam an mmerupakan cadangan dari karbohidrat pada
tanaman. Pati dapat diperoleh dari berbagai biji-bijian seperti padi, ketela, sagu, jagung dan
sebagainya. Pati merupakan karbohidrat polimer tinggi yang tersusun dalam satuan Gluko
pyranosa dengan rangkaian gluosida. Karbohidrat mempunyai klasifikasi secara sistematis
sebagai monosakarida, disakarida, trisakarida, tetrasakarida dengan mengandung 5 atau 6
atom karbon yang dikenal dengan pentosan dan hexosan serta merupakan bahan yang tidak
berwarna, berbentuk kristal dan tidak mudah larut.
Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula
pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang
terikat oleh ikatan -(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan -(1,4) juga
mengandung ikatan -(1,6) sebagai titik percabangannya.
Berbagai bahan yang digunakan dalam pembuatan pati antara lain ubi kayu, ubi rambat,
kentang, bengkoang dan jagung. Pengamatan dalam praktikum ini yaitu berat pati, rendemen,
warna, kadar air, gelatinisasi, sineresis dan derajat asam. Berdasarkan uraian tersebut maka
dilaksanakan praktikum Pembuatan dan Pengamatan Sifat Fisik dan Kimia Pati.
1.2.
Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan pati dari
berbagai bahan dan pengamatan sifat fisik serta sifat kimia pati.
II.
II.1.
TINJAUAN PUSTAKA
Pati
Pati merupakan campuran dari amilosa dan amilopektin yang tersusun di dalam granula
pati. Amilosa merupakan polimer linier yang mengandung 500-2000 unit glukosa yang
terikat oleh ikatan -(1,4) sedangkan amilopektin selain mengandung ikatan -(1,4) juga
mengandung ikatan -(1,6) sebagai titik percabangannya (Smith, 1982; Swinkels, 1985;
Pomeranz, 1991).
Fraksi amilosa dalam granula pati
amilopektin antara 74-78%. Kandungan amilosa pada pati ubi kayu sekitar 18%, pada pati
jagung sekitar 26%, dan pada pati ubi rambat sekitar 20% (Whistler dan Smart, 1953).
Granula pati tidak larut dalam air dingin tetapi akan mengambang dalam air panas.
Apabila suspense pati dipanaskan sampai suhu 60-70 oC granula pati yang berukuran relatif
besar akan membengkak sangan cepat. Jika suhu pemanasan terus meningkat, granula yang
lebih kecil ikut membengkak hingga seluruh granula pati membengkak secara maksimal.
Bentuk mikroskopis granula menandakan sumber patinya. Konstituen utama pati adalah
amilosa (15-20%) yang mempunyai struktu helis tak bercabang dan mmemberikan warna
biru dengan iodin serta denga jelas cenderung terjadi retrogradasi dan amilopektin (80-85%)
yng tersusun dari rantai bercabang dan hanya memberikan warna merah dengan iodin karena
tidak terbentuk heliks serta sedikit cenderung terjadi retrogradasi (Muljohardjo, 1987)
Tabel 1. Kandungan pati pada beberapa bahan pangan.
Bahan Pangan
Biji gandum
Beras
Jagung
Biji shorgum
Kentang
Ubi rambat
Ubi kayu
90
90
6. Tombol sistem L, a, b dan Lch : metode yang dipakai untuk pembacaan warna yang
diingankan (Hunter lab, 2008).
( BA )(CA )
x 100
( B A)
II.3.
II.3.1. Gelatinisasi
Jika pati dipanaskan dengan air, maka pati akan mengalami peningkatan kelarutan
yang diikuti oleh peningkatan viskositas dan pada akhirnya akan membentuk pasta.
Fenomena ini dikenal dengan istilah gelatinisasi pati. Jika pemanasan dilanjutkan selama
jangka waktu tertentu kemudian didinginkan, maka perubahan viskositas pati akan
membentuk profil yang berbeda-beda, tergantung pada jenis pati. Menurut Schoch dan
Maywald (1968) seperti yang dikutip oleh Purwani et al. (2006), penggolongan pasta pati
dibagi menjadi 4 yaitu tipe A, tipe B, tipe C dan tipe D.
Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar
kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis
pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89oC, kentang 57-87oC, gandum 50-86oC,
tapioka 68-92oC, Corn waxy 68-90oC (Smith, 1982 dalam Swinkels, 1985).
II.3.2. Derajat Asam
Derajat kelarutan asam (atau derajat disosiasi asam, dilambangkan dengan pKa)
dalam kimia digunakan sebagai ukuran kelarutan suatu asam (atau basa) dalam pelarut air
dengan kondisi standar (1 atm dan 25 C). Nilai pKa didefinisikan sebagai "minus logaritma
terhadap konsentrasi ion H+ dalam larutan". Definisi ini menyebabkan konsentrasi yang
lebih tinggi memberikan nilai yang lebih rendah (Suyatma, 2009).
Menurut Soekarto et al. (1991), derajat asam berhubungan dengan nilai pH.
Semakin tinggi pH, maka nilai derajat asam semakin rendah. Ukuran kelarutan diukur dari
banyaknya ion H+ (dalam mol per liter larutan atau molar) terlarut. Air murni memiliki
rumus kesetimbangan kelarutan : H2O <==> H+ + OH-. Penambahan asam akan menaikkan
konsentrasi H+ dan menurunkan OH-. Asam kuat praktis mengikat semua OH- dan dapat
dikatakan larutan sepenuhnya berisi ion H+ (pKa mendekati nol). Asam lemah tidak terlarut
sepenuhnya sehingga, meskipun konsentrasi H+ meningkat, masih terdapat OH- terlarut.
Akibatnya, nilai pKa berada di antara 0 dan 7. Dengan logika yang sama, penambahan basa
pada air akan mengakibatkan nilai pKa berada di antara 7 dan 14.
II.3.3. Sineresis
Sineresis adalah keluarnya cairan dari gel pati yang dipotong atau disimpan lama.
Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali sebagian air masih berada di bagian luar
granula yang membengkak. Air ini mengadakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul
pati pada permukaan butir-butir pati yang membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah
masak tersebut berada dalam rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan
endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air
tersebut dapat keluar dari bahan, peristiwa ini disebut sineresis. (Winarno, 1987).
Peristiwa sineresis pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali terdapat
sebagian air masih berada di bagian luar granula yang membengkak. Air ini mengadakan
ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada permukaan butir-butir pati yang
membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah masak tersebut berada dalam ronggarongga jaringan yang terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Bila gel dipotong dengan
pisau atau disimpan untuk beberapa hari, air tersebut dapat keluar dari bahan, peristiwa ini
disebut sineresis (Winarno, 1987).
Kecenderung sineresis selama penyimpanan tinggi karena proses penyimpanan
produk dapat dilakukan pada suhu ruang atau suhu dingin. Pemilihan metode penyimpanan
sangat tergantung dari jenis produknya. Contoh produk yang disimpan pada suhu dingin
adalah ice cream. Pati yang digunakan untuk produk yang disimpan pada suhu dingin harus
tahan terhadap sineresis, sehingga tidak terjadi pemisahan air dari produk. Pati alami
cenderung mengalami sineresis pada suhu rendah (Winarno, 1987).
III.
METODOLOGI
Bahan
: Sampel (ubi kayu, ubi rambat, kentang, bengkoang dan jagung) dan air
III.2.2.Warna
Alat
Bahan
III.2.3.Kadar Air
Alat
Bahan
III.2.4.Gelatinisasi
Alat
: Gelas piala, timbangan analitik, gelas piala, water bath, batang pengaduk,
III.2.5.Derajat Asam
Alat
: Gelas piala, timbangan analitik, erlenmeyer, pengaduk, pipet tetes, bireut, klep,
dan statis
Bahan
Bahan
KA ( ) =
( BA )(CA )
x 100
(B A)
III.3.4.Gelatinisasi
o Pembentukan gel
Ditimbang sampel pati 5 gr, dimasukkan kedalam gelas piala, lalu ditambahkan
air sampai 100 ml, kemudian diaduk dan dipanaskan diatas pemanas uap (water bath),
ditunggu hingga membentuk gel dan warna airnya menjadi bening. Selanjutnya diukur gel
yang terbentuk lalu disimpan pada suhu ruang, freezer dan refrigerator, kemudian dibiarkan
selama 24 jam, lalu diukur kembali gel yang terbentuk.
o Suhu gelatinisasi
Ditimbang sampel pati 5 gr, lalu dimasukkan kedalam gelas piala, kemudian
ditambahkan sampai 100 ml air, dipanaskan dan dicatat suhu gelatinisasi ketika pati tersebut
membentuk gel.
III.3.5.Derajat Asam
Ditimbang 5 gr pati, lalu dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml. Kemudian
ditambahkan 50 ml alkohol 95% diaduk rata, selanjutnya diambil 25 ml cairan pati tersebut
dan dimasukkan kedalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 3 tetes indikator PP untuk
kemudian dititrasi dengan NaOH 0,05 N. Derajat keasaman dinyatakan sebagai banyak ml
NaOH 1 N yang diperlukan untuk titrasi 100 gr sampel.
III.3.6.Sineresis
Dibuat 2 set larutan pati 5% pada gelas piala 100 ml (ditimbang 5 gr pati,
ditambahkan aquadest sampai volumenya 100 ml). Ditambahkan larutan tersebut sampai
terjadi gelatinisasi (warna bening), selanjutnya dituangkan kedalam gelas ukur. Kemudian
simpan masing-masing pada suhu ruang, dan suhu rendah. Dicatat volume gel pati dan
lapisan air sineresis yang terbentuk pada 0 jam dan setelah 24 jam penyimpanan.
IV.
IV.1.
Hasil
IV.1.1. Pati
Tabel 1. Hasil Pembuatan Pati
N
O
BAHAN
BERA
BERA
BERA
KOTO
BERSI
AMPA
(gr)
(gr)
(gr)
BERA
T
PATI
(gr)
RENDE
MEN
(%)
Kentang
2200
1610
360
27,3
1,69
Ubi
2000
1500
930
56,2
3,57
2300
1980
1300
72
3,64
2100
1990
210
11,6
0,58
3000
1000
170
30,7
3,07
Rambat
3
Ubi
Kayu
Bengkoa
ng
Jagung
Warna
Tabel 2. Hasil Pengamatan Sifat Fisik (Warna Pati) menggunakan Color Reader
N
BAHAN
a-
b+
Kentang
42,3
2,2
9,2
Ubi
55,6
1,7
1,7
76,4
1,9
13,2
56,2
2,0
9,9
30,7
0,8
11,8
Rambat
3
Ubi
Kayu
Bengkoa
ng
Jagung
IV.1.2.2.
Kadar Air
BAHAN
BERAT BASAH
BERAT KERING
(%)
(%)
Kentang
19,5016
16,3191
Ubi Rambat
9,6137
8,769
Ubi Kayu
14,0917
12,3512
Bengkoang
15,2301
13,1271
Jagung
12,6067
11,1953
Gelatinisasi
SUHU GELATINISASI
BAHAN
(oC)
Kentang
88
Ubi Rambat
84
Ubi Kayu
70
Begkoang
83
Jagung
81
IV.1.3.2.
Derajat Asam
BAHAN
ml NaOH
Kentang
5,4
Ub Rambat
2,5
Ubi Kayu
5,8
Bengkoang
3,5
Jagung
5,6
IV.1.3.3.
Sineresis
N
O
SINERESIS
BAHAN
RETROGRADASI
SUHU
SUHU
SUHU
SUHU
RUANG
DINGIN
RUANG
DINGIN
Kentag
Ubi
Ada
Ada
Ada
Ada
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Rambat
3
Ubi Kayu
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Bengkoag
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
Jagung
Tidak Ada
Ada
Ada
Ada
IV.2.
Pembahasan
Warna
Color reader adalah alat pengukur warna yang didesain dengan tiga reseptor
sehingga mampu membedakan warna akurat antara terang dan gelap. Pengukuran warna ini
menggunakan color reader dengan seri CR-10, dengan ukuran dan lebar sinar 360g/12.7oz,
gampang digunakan karena hanya menggunakan satu tangan, dan perbedaan warna dalam
bentuk delta (L,a,b).
Prinsip kerja color reader adalah sistem pemaparan warna dengan menggunakan
sistem CIE dengan tiga reseptor warna yaitu L, a, b Hunter. Lambang L menunjukkan tingkat
kecerahan berdasarkan warna putih, lambang a menunjukkan kemerahan atau kehijauan, dan
lambang b menunjukkan kekuningan atau kebiruan. Intensitas warna bubuk pewarrna
ditentukan dengan color reader yang mengukur spektrum sinar dengan cara merefleksikan
dan mengkonversinya ke koordinat (L*, a* dan b*). Nilai L* merupakan tingkat kecerahan
yang berkisar antara 0 (hitam) 100 (putih), nilai axis a* dan b* tidak ada batasan spesifik.
Nilai a* (tingkat kemerahan) nilai a+ untuk warna merah dan nilai a- untuk warna hijau, nilai
b* (tingkat kekuningan) nilai b+ untuk warna kuning dan b- untuk warna biru (Hunter lab,
2008).
Cara kerja alat ini adalah ditempelkan pada sampel, yang akan diuji intensitas
warnanya, kemudian tombol pengujian ditekan sampai berbunyi atau lampu menyala dan
akan memunculkannya dalam bentuk angka dan kemudian diukur pada grafik untuk
mengetahui spesifikasi warna.
Berdasarkan hasil praktikum pada tabel 2 menunjukkan bahwa urutan tingkat
kecerahan warna paling tinggi berdasarkan rata-rata nilai L (warna putih) adalah ubi kayu
(76,4), bengkoang (56,2), ubi rambat (55,6), ketang (42,3), dan jagung (30,7). Semua jenis
pati nilai L hampir mendekati 100 yang berarti bahwa hampir seluruh warna pati adalah
mendekati putih, yang paling mendekati warna putih adalah ubi kayu.
IV.2.1.2.
Kadar Air
Pada praktikum analisa kadar air pada pati ini, digunakan metode oven biasa.
Metode oven biasa merupakan salah satu metode pemanasan langsung dalam penetapan
kadar air suatu bahan pangan. Dalam metode ini bahan dipanaskan pada suhu tertentu
sehingga semua air menguap yang ditunjukkan oleh berat konstan bahan setelah periode
pemanasan tertentu. Kehilangan berat bahan yang terjadi menunjukkan jumlah air yang
terkandung. Metode ini terutama digunakan untuk bahan-bahan yang stabil terhadap
pemanasan yang agak tinggi, serta produk yang tidak atau rendah kandungan sukrosa dan
glukosanya seperti tepung-tepungan dan serealia (AOAC 1984).
Metode ini dilakukan dengan cara pengeringan bahan pangan dalam oven. Berat
sampel yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan, yaitu
berat bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat
sampel setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam sampel telah menguap
dan yang tersisa hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalam sampel. Setelah
itu dapat dilakukan perhitungan untuk mengetahui persen kadar air dalam bahan (Crampton
1959).
Secara teknik, metode oven langsung dibagi menjadi dua yaitu, metode oven
temperatur rendah dan metode oven temperatur tinggi. Metode oven temperatur rendah
menggunakan suhu (103 + 2)C dengan periode pengeringan selama 17 1 jam. Periode
pengeringan dimulai pada saat oven menunjukkan temperatur yang diinginkan. Setelah
pengeringan, contoh bahan beserta cawannya disimpan dalam desikator selama 30-45 menit
untuk menyesuaikan suhu media yang digunakan dengan suhu lingkungan disekitarnya.
Setelah itu bahan ditimbang beserta wadahnya. Selama penimbangan, kelembaban dalam
ruang laboratorium harus kurang dari 70% (AOAC 1970). Selanjutnya metode oven
temperatur tinggi. Cara kerja metode ini sama dengan metode temperatur rendah, hanya saja
temperatur yang digunakan pada suhu 130-133C dan waktu yang digunakan relatif lebih
rendah (Crampton 1959).
Pada praktikum analisa kadar air pati ini, bahan yang digunakan adalah pati
kentang, ubi rambat, ibu kayu, bengkoag dan jagung. Bahan-bahan tersebut memiliki kadar
air yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena bahan pati tersebut berbeda-beda. Dari
tabel diatas kadar air dari berat kering yang paling tinggi adalah kentang dan yang paling
rendah adalah ubi rambat.
Kadar air pada pati yang di dapat pada praktikum yang dihasilkan berada di atas
kadar pati secara umum kisaran 8-20% disebabkan karna kadar air pati akan meningkat jika
suhu dan kelembaban ruang simpan cukup tinggi. Jadi pada saat penyimpanan pati,
kelembapan pada lingkungan penyimpanan pati sangat tinggi, jadi hal ini mempengaruhi
kadar air pada pati. Dan juga kemungkinan kadar air pada pati sangat tinggi disebabkan pada
saat penggeringan pati tersebut kering nya belum optimal. Hal itu menunjukkan
kemungkinan
pati
tersebut
ketahanannya
terhadap
pertumbuhan
mikroba
selama
penyimpanan tidak cukup baik, karna kadar air yang tinggi memungkinkan untuk
pertumbuhan mikroba sangat tinggi.
IV.2.2. Sifat Kimia
IV.2.2.1.
Gelatinisasi
Salah satu karakteristik fisik pati yang penting untuk dievaluasi dalam kaitannya
terhadap sifat fungsional pati ketika diaplikasikan pada produk pangan adalah karakteristik
gelatinisasi. Jika pati dipanaskan dengan air, maka pati akan mengalami peningkatan
kelarutan yang diikuti oleh peningkatan viskositas dan pada akhirnya akan membentuk pasta.
Fenomena ini dikenal dengan istilah gelatinisasi pati. Jika pemanasan dilanjutkan selama
jangka waktu tertentu kemudian didinginkan, maka perubahan viskositas pati akan
membentuk profil yang berbeda-beda, tergantung pada jenis pati.
Suhu gelatinisasi untuk pati asli merupakan kisaran temperatur, semakin besar
kisaran suhunya sangat dipengaruhi oleh ikatan granula yang bervariasi sesuai dengan jenis
pati. Kisaran suhu gelatinisasi pati jagung 70-89 oC, kentang 57-87oC, gandum 50-86oC,
tapioka 68-92oC, Corn waxy 68-90oC (Smith, 1982 dalam Swinkels, 1985).
Menurut Swinkels (1985) jika granula pati dipanaskan dan akan tercapai pada
suhu dimana pada saat itu akan terjadi hilangnya sifat polarisasi cahaya pada hilum,
mengembangnya granula pati yang bersifat tidak dapat kembali disebut dengan gelatinisasi.
Menurut Olku and Rha (1978) di dalam Pomeranz (1991) gelatinisasi granula pati mencakup
hal-hal sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
pecah.
IV.2.2.2.
Derajat Asam
Derajat asam merupakan banyaknya asam organik yang ada dalam produk.
Metode yang digunakan dalam penetapan derajat asam adalah miligrek basa dengan proses
titrasi secara asidimetri. Sehingga titik akhir titrasi berwarna merah jambu.
R-COOH + NaOH R-COONa + H2O
Derajat keasaman pati dapat ditentukan melalui proses titrasi, yaitu dengan
mereaksikan cairan pati yang ditambahkan alkohol 95% dan ditambahkan 3 tetes indikator pp
(fenolftalein) dengan NaOH (titran). Titrasi dengan NaOH harus dihentikan bila larutan pati
dan alkohol 95% yang dicampurkan dengan 3 tetes indikator berubah warna dari bening
hingga menjadi merah jambu. Volume NaOH yang digunakan akan mempengaruhi hasil
konsentrasi dari larutan pati tersebut, sehingga harus sangat berhati-hati melakukan
praktikum ini.
Nilai derajat asam diukur berdasarkan prinsip penetralan asam dengan basa.
Derajat asam menyatakan mol asam yang dapat dititrasi oleh NaOH 1 N dalam 100 gram
bahan. Nilai ini perlu diketahui sebagai parameter mutu produk untuk aplikasi pangan.
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan, pati ubi kayu memiliki ml NaOH
tertinggi sebanyak 5,8 ml NaOH. Pati jagung memiliki ml NaOH sebanyak 5,6 ml NaOH.
Pati kentang memiliki ml NaOH sebanyak 5,4 ml NaOH. Pati begkoang memiliki ml NaOH
sebanyak 3,5 ml NaOH. Pati ubi rambat memiliki ml NaOH terendah sebanyak 2,5 ml
NaOH. Salah satu syarat mutu pati adalah memilki maksimal 3 ml NaOH/100 g.
IV.2.2.3.
Sineresis
Telah diketahui di atas bahwasannya, sineresis terjadi dengan ditandai
terbentuknya eksudat (cairan) pada permukaan gel. Sineresis dalam sistem hidrogel
umumnya dikaitkan dengan pembentukan rantai baru setelah reaksi kondensasi, seperti
persamaan berikut :
Ca-OH + HO-Ca Ca-O-Ca + H2O
Bagaimana pembentukan rantai
dengan terjadinya reaksi kondensasi antara dua kelompok Ca-OH (reaksi kondensasi adalah
reaksi penggabungan antara dua senyawa yang memiliki gugus fungsi dengan menghasilkan
molekul yang lebih besar, dalam hal ini biasanya dibebaskan air). Molekul lebih besar yang
terbentuk dari hasil reaksi kondensasi adalah Ca-O-Ca. Selain itu hasil reaksi kondensasi
tersebut menyebabkan dibebaskannya H2O (air). Proses dikeluarkannya air tersebut disebut
sebagai sineresis, dan akibatnya gel yang telah terbentuk setelah proses pemanasan
mengkerut.
Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh kentang mengalami sineresis pada
suhu ruang sedangkan sampel yang lain tidak mengalami sineresis, dan pada suhu dingin
(refrigerator) semua sampel mengalami sineresis.
V.
V.1.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yag telah dilaksanakan maka dapat disimpulkan yaitu pati
memiliki karekteristik warna pati putih, bertekstur halus dan licin dan berwujud bubuk putih.
Sifat fisik pati dan sifat kimia pati bervariasi sesuai dengan jenis bahan, perlakuan,
pendahuluan, lama pengeringan, jenis pengeringan dan lain-lain
DAFTAR PUSTAKA
AOAC. 1984. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry.
14th Ed. Virginia : AOC, Inc.
Crampton, EW. 1959. Fundamental of Nutrition. USA: Freeman and Company.
De Man. J.M. 1999. Principles of Food Chemistry Third edition, An Aspen Publication.
Gaithersburg.
Hunter lab. 2008. Color Reader. Freeman and Company. USA
Muljohardjo. 1987. Industrial Strach Technology. USA
Smith. 1982. Ilmu Gizi Jilid I. Bharata Karya Aksara. Jakarta
Soekarto, S.T, Lily, P dan Maya A. 1991. Peningkatan Nilai Tambah Tepung Sagu dengan Proses
Modifikasi Pati untuk Bahan Dasar Industri Pangan dan Non Pangan. Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Suyatma, Nugraha. 2009. Analisis Warna. Bogor: Fakultas Teknologi Pangan IPB.
Winarno, F.G. 1980. Ilmu Gizi dan Pangan. PT. Gramedia, Jakarta.
Whistler. 1953. Structure of The Strach Granules Cereal Chem