Anda di halaman 1dari 16

UPAYA APARAT PENEGAK HUKUM DALAM

MEMINIMALISIR TINDAK KEJAHATAN PENCURIAN MOTOR


DI WILAYAH TEMBALANG KOTA SEMARANG

PROPOSAL PENELITIAN

Oleh :
HENRICO ROBERTUS
11010111130099

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2013/2014

UPAYA APARAT PENEGAK HUKUM DALAM


MEMINIMALISIR TINDAK KEJAHATAN PENCURIAN MOTOR
DI WILAYAH TEMBALANG KOTA SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN

I.

Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bahwa negara Indonesia adalah negara yang terdiri dari
berbagai macam suku, agama, dan adat istiadat yang beraneka ragam dari sabang sampe
merauke. Adat istiadat tersebut sangat berbeda satu sama lainnya. Sejak negara ini
memproklamasikan kemerdekaannya maka, Indonesia terbentuk menjadi negara kesatuan
dengan memiliki satu sistem hukum yang berlaku secara Nasional. Yang mana sistem hukum
ini merupakan salah satu alat pengintegrasi bangsa ini.
Sistem hukum Indonesia sampai saat ini masih berlaku adalah sistem hukum eropa
Continental atau sistem hukum Civil Law. Bukti adanya sistem hukum ini adalah Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
( KUHPer ) yang sampai saat ini dianggap masih berlaku. Hal ini tertuang dalam pembukaan
undang-undang dasar 1945 pasal 1 aturan peralihan yang berbunyi : segala peraturan
perundang-undangan yang masih ada dianggap tetap berlaku selama belum diadakan yang
baru menurut undang-undang dasar 1945.
Pembangunan hukum merupakan suatu kewajiban pemerintah, yang mendapat
berbagai hambatan, sehingga upaya penyadaran hukum terhadap masyarakat perlu makin
ditingkatkan. Tanpa ada upaya yang baik akan berakhir dengan sebuah kenistaan dimana
terdapat sebuah kondisi masyarakat yang amburadul.
Untuk itu hukum dijadikan sebagai Panglima dalam mengatur berbagai gerak
dinamika masyarakat. Proses penegakan hukum terasa masih jauh dari harapan masyarakat.
Hal ini dapat dilihat dari peradilan yang tidak jujur, hakim-hakim yang terkontaminasi oleh
kondisi perilaku pemerintahan, pengacara yang mengerjai rakyat. Dimana mereka dalam
menjalankan perannya sebagai pelindung, pengayom rakyat, yang berdampak pada tatanan
kehidupan masyarakat yang tidak menganggap hukum sebagai suatu jaminan keselamatan
dalam interaksi sesama warga masyarakat.
Berbagai kasus merebak sejalan dengan tuntutan akan perubahan ( reformasi ) namun
tampak berbagai penyimpangan hukum di berbagai lapisan masyarakat.
Pencurian misalnya dibentuk dari tingkat dan klasifikasi pencurian yang bermula dari
tingkat atas sampai bawah, sehingga dalam setiap peristiwa, sorotan keras terhadap pencurian
terus dilancarkan, dalam rangka mengurangi tindak kriminal. Pencurian dilakukan dengan
berbagai cara, dari cara-cara tradisional sampai dengan cara cara modern, dengan
menggunakan alat-alat modern. Hal ini dapat terlihat dimana-mana dan cenderung luput dari
jeratan hukum.

Dari beberapa pengamatan terhadap kasus-kasus tampak bahwa kejadian pencurian


yang sangat rawan terhadap perilaku pencurian adalah di waktu malam hari, sehingga hampir
setiap saat di suatu malam seluruh komponen masyarakat cenderung menyiapkan berbagai
cara untuk mengatasi atau meminimalkan peluang pencurian yaitu dengan melibatkan
masyarakat dalam ronda-ronda malam.
Pencurian merupakan tindakan kriminalitas yang sangat mengganggu kenyamanan
rakyat. Untuk itu perlu sebuah tindakan konsisten yang dapat menegakkan hukum.
Kemiskinan yang banyak mempengaruhi perilaku pencurian adalah kenyataan yang terjadi di
masyarakat, ini dapat dibuktikan dari rasio pencurian yang makin meningkat.
Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi dan sangat menggangu keamanan dan
ketertiban masyarakat di Tembalang kota Semarang adalah pencurian kendaraan bermotor.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) buku ke-2 titel XXII mulai dari Pasal
362 sampai Pasal 367 KUHP. Bentuk pokok pencurian diatur dalam pasal 362 KUHP, adalah
pencurian kendaraan bermotor khususnya kendaraan bermotor roda dua merupakan salah satu
kejahatan terhadap harta benda yang banyak menimbulkan kerugian. Dengan melihat latar
belakang tersebut penulis mengambil judul UPAYA APARAT PENEGAK HUKUM DALAM
MEMINIMALISIR TINDAK KEJAHATAN PENCURIAN MOTOR DI WILAYAH
TEMBALANG KOTA SEMARANG.
II.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang dapat


dikemukakan yaitu sebagai berikut :
1.

Bagaimana suatu tindak kejahatan pencurian motor dapat terjadi di daerah Tembalang
kota Semarang ?

2.

Faktor apa yang menyebabkan terjadinya pencurian motor di daerah Tembalang kota
Semarang ?

3. Upaya apa yang dilakukan oleh para pihak penegak hukum untuk meminimalisir
kejahatan pencurian motor di daerah Tembalang kota Semarang?

III.

Tujuan Penilitian

a. Tujuan Praktis
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini :
1. Mendiskripsikan dan menganalisis masalah apa yang mempengaruhi tindak kejahatan
pencurian motor di daerah Tembalang kota Semarang
2. Menganalisis dan mengetahui faktor apakah yang menyebabkan terjadinya suatu
tindak pencurian motor di daerah Tembalang kota Semarang
3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan oleh para pihak penegak hukum
untuk menanggulangi tindak kejahatan pencurian motor roda dua didaerah Tembalang
kota Semarang
b. Tujuan Teoritis
Adapun tujuan teoritis yang ingin dicapai adalah :
1

Untuk memberikan kontribusi pemikiran atau solusi mengenai masalah hukum


pidanaterkait dengan pencurian motor yang terjadi di kota Semarang

2.

Untuk memberikan sumbangan penelitian dalam rangka meningkatkan kualitas para


penegak hukum dalam meminimalisir tindak kejahatan pencurian di daerah
Tembalang kota Semarang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
I.

TINJAUAN PUSTAKA

Masalah penegakan hukum adalah merupakan suatu persoalan yang dihadapi oleh
setiap masyarakat. Walaupun kemudian setiap masyarakat dengan karakteristiknya masingmasing, mungkin memberikan corak permasalahannya tersendiri di dalam kerangka
penegakan hukumnya. Namun setiap masyarakat
Soerjono Soekanto berpendapat secara konsepsional, inti dan arti penegakan hukum
terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang dijabarkan dalam kaidahkaidah yanng mantap dan sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Penegakan
hukum sebagai suatu proses yang pada hakekatnya merupakan diskresi menyangkut
perbuatan keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum, akan tatapi
mempunyai unsur penilaian pribadi dan pada hakekatnya diskresi berada diantara hukum dan
moral.
Sudikno Mertokusumo berpendapat Hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan.
Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkret.
Bagaimana hukumnya itulah yang harus berlaku; pada dasarnya tidak dibolehkan
menyimpang; fiat justitia et pereat mundus (meskipun dunia ini runtuh hukum harus
ditegakkan). Itulah yang diingankan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum merupakan
perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang
akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat
mengharapkan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas
menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Sebaliknya
masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan atau penegakkan hukum. Hukum
adalah umat manusia, maka pelaksanaan hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi
masyarakat. Jangan sampai justru karena hukumnya dilaksanakan atau ditegakkan timbul
keresahan didalam masyarakat.
Satochid Kartanegara berpendapat hukuman (pidana) itu bersifat siksaan atau
penderitaan, yang oleh undang-undang hukum pidana diberikan kepada seseorang yang
melanggar sesuatu norma yang ditentukan oleh undang-undang hukum pidana, dan siksaan
atau penderitaan itu dengan keputusan hakim dijatuhkan terhadap diri orang yang
dipersalahkan itu. Sifat yang berupa siksaan atau penderitaan itu harus diberikan kepada
hukuman (pidana), karena pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang terhadap norma yang
ditentukan oleh undang-undang hukum pidana itu merupakan pelanggaran atau perkosaan
kepentingan hukum yang justru akan dilindungi oleh undang-undang hukum pidana.
Kepentingan hukum yang akan dilindungi itu adalah sebagai berikut :
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Jiwa manusia (leven);


Keutuhan tubuh manusia (lyf);
Kehormatan seseorang (eer);
Kesusilaaan (zede);
Kemerdekaan pribadi (persoonlyke vryheid);
Harta benda/ kekayaaan (vermogen).

P.A.F. Lamintang berpendapat pidana itu sebenarnya hanya merupakan suatu


penderitaan atau suatu alat belaka. Ini berarti bahwa pidana itu bukan merupakan suatu tujuan
dan tidak mungkin dapat mempunyai tujuan. Menurutnya hal tersebut perlu dijelaskan, agar
kita di Indonesia jangan sampai terbawa oleh arus kacaunya cara berfikir dan para penulis di
negeri Belanda, karena mereka seringkali telah menyebut tujuan dari pemidanaan dengan
perkataan tujuan dari pidana, hingga ada beberapa penulis di tanah air yang tanpa menyadari
kacaunya cara berfikir para penulis Belanda itu, secara harfiah telah menterjemahkan
perkataan doer der straf dengan perkataan tujuan dari pidana, padahal yang dimaksud dengan
perkataan doer der straf itu sebenarnya adalah tujuan dari pemidanaan.
Seorang hakim dalam menjatuhkan pidana yang perlu diperhatikan atau
dipertimbangkan adalah sebagai berikut :
1. Kesalahan pembuat\
2. Motif dan tujuan dilakukan tindak pidana
3. Cara melakukan tindak pidana
4. Sikap batin pembuat
5. Riwayat hidup dan keadaan sosial ekonomi pembuat
6. Sikap dan tindakan pembuat pidana sesudah melakukan tindak pidana
7. Pengaruh pidana terhadap masa depan pembuat
8. Pengaruh tindak pidana terhadap korban atau keluarga korban
9. Pandangan masyarakat terhadap tindak pidana yang dilakukan
10. Tindak pidana dilakukan dengan berencana
Jenis-jenis pidana dalam ketentuan pasal 10 KUHP antara lain :
1. Pidana pokok:
a. Pidana mati
b. Pidana penjara
c. Pidana kurungan
d. Pidana denda
e. Pidana tutupan
2. Pidana tambahan:
a. Pencabutan hak-hak tertentu
b. Perampasan barang-barang tertentu
c. Pengumuman putusan hakim
I.A

PENEGAKAN HUKUM

Penegakan hukum adalah proses dilakukannnya upaya untuk tegaknya taau


berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas
atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau
dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat
pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau
sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam
setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum
yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan hukum. Dalam arti sempit, dari segi
subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan

hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan
sebagaimana seharusnya.
Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan, aparatur penegak hukum
itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa. Pengertian penegakkan hukum itu dapat
pula dilihat dari segi objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannnya juga
mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup
pula nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakkan
hukum itu hanya menyangkut penegakkan peraturan yang formal dan tertulis saja.
Karena itu penerjemahan perkataan law enforcement ke dalam Bahasa Indonesia
dalam menggunakan perkataan penegakan hukum dalam arti luas dan dapat pula
digunakan istilah penegakan p;eraturan dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas
aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan
juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istiliahthe rule of law
versus the rule of just law atau dalam isitilah the rule of law and not of man versus
istilah the rule by law yang berarti the rule of man by law.
Dalam istilah the rule of law terkandung makna pemerintahan oleh hukum, tetapi
dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung
didalamnya. Karena itu, digunakan istilah the ruie of just law. Dalam istilah the rule of
law and not of man dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintah
suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya
adalah the rule by law yang dimaksudkan sebagai pemerintah oleh orang yang
menggunakan hukumsekedar sebagai alat kekuasaaan belaka.
Dengan uraian diatas jelaslah krianya bahwa yang dimaksud dengan penegakan
hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik
dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiil yang luas, sebagai pedoman
perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan
maupun oleh aparatur penegakkan hukum rang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh
undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Dari pengertian yang luas itu, pembahasan kita tentang penegakkan hukum dapat kita
tentukan sendiri batas-batasnya. Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi
penegakan hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau kita batasi hanya
membahas hal hal tertentu saja, misalnya, hanya menelaah aspek-aspek subjektifnya saja.
Makalah ini memang sengaja dibuat untuk memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan
aspek yang terkait dengan tema penegakan hukum itu.

I.B

APARAT PENEGAK HUKUM

Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum


dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang
terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa,
hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula

pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjtuhan
vonis, dan pemberian sanksi, serta upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum itu, terdapat tiga elemen penting
yang mempengaruhi, yaitu :
1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung
dan mekanisme kerja kelembagaannya
2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan
aparatnya
3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang
mengatur materi hukum yang dijadikan standart kerja, baik hukum materielnya
maupun hukum acaranya.
Penegak hukum yang dapat ditemui dalam peraturan yang terpisah antara lain :
1. Pasal 101 ayat (6) UU no.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan Penjelasannya :
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), Bapepam (Badan Pengawas Pasar Modal) dapat meminta bantuan aparat penegak
hukum lain.
Dalam penjelasannya disebutkan : Yang dimaksud dengan aparat penegak hukum dalama
ayat ini antara lain aparat penegak hukum dari Kepolisian Republik Indonesia, Direktorat
Jenderal Imigrasi, Departemen Kehakiman, dan Kejaksaan Agung.
1. Pasal 49 Ayat (2) huruf i UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan
penjelasannya :
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Otoritas Jasa Keuangan berwenang
meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
Dalam penjelasannya : Yang dimaksud dengan penegak hukum lain antara lain kejaksaan,
kepolisian, dan pengadilan.
1. Pasal 2 UU No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah
diubah dengan UU No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No.24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi :
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan.
1. Pasal 1 angka 8 PP No.6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja:
Satuan Polisi Pamong Praja, yang selanjutnya disingkat Satpol PP, adalah bagian
perangkat daerah dalam penegakkan Perda dan penyelenggaraan ketertiban umum dan
ketentraman masyarakat.
I.C

PENCEGAHAN KEJAHATAN

Untuk memahami konsep dari pencegahan kejahatan, kita tidak boleh terjebak pada
makna kejahatannya, melainkan pada kata pencegahan. Freeman mencoba membongkar
konsep dari pencegahan (prevention) itu dengan memecah katanya menjadi dua bagian unsur,
yaitu prediksi (prediction) dan intervensi (intervention). Hal ini dapat dikatakan bahwa untuk

mencegah terjadinya suatu hal (kejahatan), yang pertama kali harus dilakukan adalah
memprediksi kemungkinan dari tempat dan waktu terjadinya, dan kemudian menerapkan
intervensi yang tepat pada titik perkiraannya.
Pada dasarnya pencegahan kejahatan tidak memiliki definisi baku antara pakar satu
dengan yang lainnya. Namun, inti dari pencegahan kejahatan adalah untuk menghilangkan
atau mengurangi kesempatan terajdinya kejahatan. Seperti Ekblom, menyatakan bahwa
pencegahan kejahatan sebagai suatu intervensi dalam penyebab peristiwa pidana dan secara
teratur untuk mengurangi risiko terjadinya dan/atau keseriusan potensi dari konsekuensi
kejahatan itu. Definisi ini di alamatkan pada kejahatan dan dampaknya terhadap baik
individu maupun masyarakat.
Sedangkan Steven P. Lab memiliki definisi yang sedikit berbeda, yaitu pencegahan
kejahatan sebagai suatu upaya yang memerlukan tindakan apapun yang dirancang untuk
mengurangi tingkat sebenarnya dari kejahatan dan/atau hal-hal yang dianggap sebagai
kejahatan.
Menurut National Crime Prevention Institue (NCPI), pencegahan kejahatan melalui
pengurangan kesempatan kejahatan dapat didefinisikan sebagai suatu antisipasi, pengakuan,
dan penilaian terhadap resiko kejahatan, dan penginisiasian beberapa tindakan untuk
menghilangkan atau mengurangi kejahatan itu, yang dilakukan dengan pendekatan praktis
dan biaya efektif untuk pengurangan dan penahanan kegiatan kriminal.
Pencegahan kejahatan merupakan sebuah metode kontrol yang langsung, berbeda dari
metode-metode pengurangan kejahatan yang lainnya, seperti pelatihan kerja, pendidikan
remedial, pengawasan polisi, penangkapan polisi, proses pengadilan, penjara, masa
percobaan dan pembebasan bersyarat yang masuk ke dalam metode kontrol kejahatan secara
tidak langsung (indirect control). Pencegahan kejahatan, secara operasional, juga dapat
dijelaskan sebagai sebuah praktek manajemen resiko kejahatan. Manajemen resiko kejahatan
melibatkan pengembangan pendekatan sistematis untuk pengurangan risiko kejahatan yang
hemat biaya dan yang mempromosikan baik keamanan dan kesejahteraan sosial dan ekonomi
bagi korban potensial.
Pengelolaan dari resiko kejahatan tersebut dapat dilakukan dengan berbagai langkah,
diantara meliputi :
1. Menghapus beberapa risiko kejahatan dengan sepenuhnya ;
1. Mengurangi beberapa risiko dengan menurunkan sejauh mana cedera atau
ekrugian dapat terjadi;
2. Penyebaran (pemecahbelahan) beberapa risiko kejahatan melalui langkah-langkah
keamanan fisik, elektronik, dan prosedural yang menolak, mencegah, menunda,
atau mendeteksi serangan pidana;

3. Memindahkan beberapa risiko melalui pembelian asuransi atau ekterlibatan


korban potensial lainnya; dan
4. Menerima beberapa risiko
Sesuai dengan perkembangannya, terdapat tiga pendekatan yang dikenal dalam
strategi pencegahan kejahatan. Tiga pendekatan itu adalah pendekatan secara sosial (social

crime prevention), pendekatan situasional (situasional crime prevention), dan pencegahan


kejahatan berdasarkan komunitas/ masyarakat (community based crime prevention).
Social crime prevention merupakan pendekatan yang berusaha mencegah kejahatan
dengan jalan mengubah pola kehidupan sosial daripada bentuk fisik dari lingkungan.
Pencegahan kejahatan dengan pendekatan ini menuntut intervensi dari pemerintah yang
menyusun kebijakan dan penyedia fasilitas (alat-alat) bagi masyarakat dalam upaya
mengurangi perilaku kriminal, dengan mengubah kondisi sosial masyarakat, pola perilaku,
serta nilai-nilai atau dispilin-disiplin yang ada di masyarakat. Pendekatan ini lebih
menekankan bagaimana agar akar dari penyebab kejahatan dapat ditumpas. Sasaran
penyuluhan yang dilakukan oleh pembuat kebijakan adalah masyarakat umum dan pelakupelaku yang berpotensi melakukan kejahatan. Pendekatan ini memiliki hasil jangka panjang,
tetapi sulit untuk mendapatkan hasil secara instan karena dibutuhkan pengubahan pola sosial
masyarakat yang menyeluruh.
Pendekatan yang kedua adalah situasional crime prevention. Pencegahan secara
situasional berusaha mengurangi kesempatan untuk kategori kejahatan tertentu dengan
meningkatkan resiko (bagi pelaku) yang terkait, meningkatkan kesulitan dan mengurangi
penghargaan. Pendekatan ini memiliki tiga indikasi untuk menentukan definisinya, yaitu :
1. Diarahkan pada bentuk-bentuk kejahatan yang spesifik:
1. Melibatkan manajemen, desain, atau manipulasi keadaan lingkungan sekitar
dengan cara yang sistematis.
2. Menjadikan kejahatan sebagai suatu hal yang sulit untuk terjadi, mengkondisikan
bahwa kejahatan yang dilakukan akan kurang menguntungkan bagi pelaku.
Situasional crime prevention pada dasarnya lebih menekankan bagaimana caranya
mengurangi kesempatan bagi pelaku untuk melakukan kejahatan, terutama pada situasi,
tempat, dan waktu tertentu. Dengan demikian, seseorang pencegah kejahatan harus
memahami pikiran rasional dari para pelaku. Hasil dari pendekatan ini adalah untuk jangka
pendek.
Pendekatan yang ketiga, community-based crime revention, adalah pencegahan
berupa operasi dalam masyarakat dengan melibatkan masyarakat secara aktif bekerja sama
dengan lembaga lokal pemerintah untuk menangani masalah-masalah yang berkontribusi
untuk terjadinya kejahatan, kenakalan, dan gangguan kepada masyarakat. Anggota
masyarakat didorong untuk memainkan peran kunci dalam mencari solusi kejahatan. Hal ini
dapat dicapai dengan memperbaiki kapasitas dari anggota masyarakat, melakukan
pencegahan secara kolektif, dan memberlakukan kontrol sosial informal.

Pencegahan kejahatan berbasis masyarakat dapat meliputi Community policing, yaitu


pendekatan kebijakan yang mempromosikan dan mendukung strategi untuk mengatasi
masalah kejahatan melalui kemitraan polisi dengan masyarakat; dan Neighborhood Watch,
yaitu suatu strategi pengrehan masyarakat, dimana kelompok-kelompok dalam masyarakat
mengatur, emcegah dan melaporkan kejahatan yang terjadi di lingkungan mereka. Selain itu

dapat juga dilakukan dengan pemberlakuan program-program seperti Comperhensive


Communities, yang menggabungkan beberapa pendekatan untuk menanggapi masalah dalam
masyarakat dan dengan aktivitas penegakan hukum khusus yang berhubungan dengan
kejahatan.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN
I.

DASAR PENILITIAN

Penggunaan metode yuridias normatif dalam penuilisan proposal ini dimaksudkan


untuk dapat mengetahui apakah ilmu hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada
sesuai norma hukum tertulis yang dibuat oleh negara sudah diterapkan sesuai dengan undang
undang yang mengaturnya atau tidak sesuai dengan undang-undang yang mengaturnya .
Lalu dapat juga dikaitkan dengan menggunakan Metode pendekatan yuridis sosiologis
yaitu cara atau prosedur yang dipergunakan untuk memecahkan masalah penelitian dengan
meneliti data primer terlebih dahulu untuk kemudian dilanjutkan dengan meneliti terhadap
data sekunder . bertujuan untuk memperoleh pengetahuan sosiologis tentang hubungan dan
pengaruh hukum dalam masyarakat, dengan jalan melalui penelitian atau terjun langsung ke
dalam masyarakat unruk mengumpulkan data yang objektif . data ini merupakan data primer .

II.

TEKNIK PENGUMPULAN DATA


II.A DATA KEPUSTAKAAN
1. DATA PRIMER
Data primer, yaitu bahan-bahan ilmu hukum yang berkaitan erat dengan
permasalahan yang akan diteliti. Data primer diperoleh secara langsung dengan
melakukan penelitian langsung kepada objeknya meskipun data primer bukanlah
data utama. Dalam penelitian ini data primer menggunakan :
1. KUHP
2. UU no.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
3. UU No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan
4. UU No.8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU No.24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi
5. PP No.6 Tahun 2010 tentang Satuan Polisi Pamong Praja
2. DATA SEKUNDER
Data sekunder merupakan bahan bahan hukum yang memberi penjelasan lebih
lanjut mengenai hal hal yang telah dikaji. Yang dimaksud dengan data sekunder
adalah data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu dengan cara kepustakaan
dan studi dokumentasi.
Studi kepustakaan merupakan teknik data pengumpulan data yg berupa teori teori
dengan jalan mempelajari buku buku serta artikel artikel atau tulisan dari para
sarjana dan lain lain yg berhubungan dengan permasalahan yg akan dibahas.
Data hukum sekunder :
1. Buku-buku tentang hukum pidana
2. Buku-buku yang berkaitan dengan aparatur penegak hukum
3. Buku-buku penulisan hukum dan skripsi yang berkaitan dengan judul
4. Majalah hukum dan surat kabar
5. Website yg berkaitan dengan rumusan permasalahan
II.B STUDI LAPANGAN

Metode penelitian yang dilakukan di Tembalang, dimana peneliti secara langsung


akan mendapatkan bahan atau informasi mengenai permasalahan, yang dilakukann dengan
cara:
1. Observasi,

Peneliti mengadakan penyelidikan secara langsung kepada objek yg diteliti yaitu di


Tembalang kota Semarang.
2. Wawancara
Peneliti memperoleh informasi secara langsung dengan menggunakan metode tanya
jawab yang dilakukan kepada :
a. Warga tembalang
b. Pihak kepolisian daerah Tembalang

III.

TEKNIK ANALISIS DATA

Metode analisis data yang digunakan adalah metode yang bersifat kualitatif, yaitu
dilakukan dengan cara mereduksi data, yaitu pemiihan pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, dan dilaporkan dalam bentuk penulisan hukum, dan diinterprestasikan
melalui studi kepustakaan dari penulisan ini. Lalu dianalisis dan dideskrisikan secara
kualitatif. Dalam penulisan ini setiap data terkumpul baik berupa data primer maupun data
sekunder langsung dianalisa sebelum data tersebut ditulis dalam bentuk uraian atau laporan
secaraz terperinci. Setelah laproan dianalisa, dirangkum serta dipilih hal-hal pokok dan
kemudia disusun agar lebih sistematis.

SISTEMATIKA PENULISAN

BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan berisi tentang dasar atau latar belakang diadakan penelitian ini, yaitu
tentang upaya aparat penegak hukum dalam meminimalisir tindak kejahatan pencurian

bermotor di wilayah Tembalang kota Semarang. Bab ini juga memuat tentang perumusan
masalah, serta tujuan penelitian ini yang terdiri dari tujuan praktis maupun tujuan teoritis.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka memuat tentang uraian-uraian teori-teori yang mendasari
penganalisaan masalah yang berkaitan dengan pidana dalam KUHP, pemidanaan, dan tindak
pideana pencurian yang lebih banyak diambil dari literature yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan menjadi landasan dalam analisis data.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini menyajikan secara sederhana langkah-langkah penelitian yang dilakukan.
Dalam hal penelitian normatif yang disajikan bahan-bahan hukum yang berkaitan dengan
analisis data, dan juga dalam hal sosiologis yang menyakian fakta-fakta yang ditemukan di
masyarakat. Dalam bab ini diketengahkan antara lain : spesifik penelitian, metode
pengumpulan data, metode analisis data.

DAFTAR PUSTAKA

http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/HUKUM/article/view/1309
http://carapedia.com/pengertian_tindak_pidana_pencurian_info2078.html
http://google.com

http://wikipedia.com/faktor_yang_mempengaruhi_pencurian
http://yahoo.com//tindak_pidana_pencurian
Kartanegara, Satochid, 1955, kumpulan catatan kuliah hukum pidana II, disusun oleh
mahasiswa PTIK Angkatan V,www.google.com
Steven P. Lab, 2010: 193-194
KUHP, buku ke-2 title XXII mulai dari Pasal 362 sampai Pasal 367
Pasak 2 UU No.2 tahun 2002
Huda, Chairul. 2008. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan`Menuju Kepada`Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Soekanto, Soerjono. 2008. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Jakarta: Rajawali Pers.
Kansil, CST, 1993, Pengantar ilmu hukum dan Tata Hukum Indonesia, ctk.9, Balai
Pustaka, Jakarta.
Sunggono, Bambang, 1996, Metodologi Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Soekanto,Soerjono, 1983, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta.
Salman, Otje, 1989, Sosiolois Hukum, Suatu Pengantar, Armico, Bandung
Mertokusumo, Sudikno, 2010, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Universitas Atma Jaya,
Yogyakarta.

Dari kasus yang ada pada proposal saya bahwasanya aparat penegak hukuim yang ada di
daerah temblang kota semarang dapat lebih meningkatkan kualitas pelayanannya terhadap
masyarakat agar tindak kejahatan pencurian kendaraan yg akhir2 ini sering terjadi di tmblg
semakin berkurang
Cara yg dapat dilakukan oleh para aparat penegak hukum tersebut salah satunya adalah
dengan sosialisasi dan kerjasama dengan masyrkt sekitar untuk menanggulangi masalah yg
meresahkan dan mengganggu keamanandan ketertiban sosial tersebut .

Hipotesis
1. Diduga terjadinya suatu tindak kejahatan pencurian di daerah temblang ktoa semarang
adalah karena sistem keamanannya yang kurang baik
2. Diduga faktor penyebab dari terjadinya tindak kejahatan pencurian tersebut adalah
karena adanya kelalaian dari masyarakat nya sendiri dimana mereka kurang berhati
hati dalam menjaga kendaraan mereka
3. Diduga upaya hukum ynag dilakukan oleh aparat penegak hukum tersebut kurang
maksimal karena mereka jarang melakukan operasi atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai