2|Page
Daftar Isi
PENDAHULUAN ......................................................................................................... 14
1.1. Latar Belakang .....................................................................................................................14
1.2. Perumusan Masalah .............................................................................................................16
1.3. Tujuan Penulisan .................................................................................................................17
1.4. Manfaat Penulisan ...............................................................................................................18
1.5. Kerangka Pemikiran ............................................................................................................18
1.6. Sistematika Penulisan ..........................................................................................................20
2.
3.
ii3 | P a g e
4.
PEMBAHASAN ............................................................................................................ 47
4.1. Pengukuran Indeks Daya Saing Daerah...............................................................................47
4.1.1. Penghitungan Bobot Pengukuran ...............................................................................47
4.1.2. Standardisasi Data dan Indeks ...................................................................................52
4.2. Analisis ................................................................................................................................52
4.2.1. Analisis Deskriptif .....................................................................................................53
4.2.2. Analisis Faktor Dominan yang Mempengaruhi Daya Saing Daerah .........................57
4.2.3. Analisis Klaster ..........................................................................................................60
4.2.4. Analisis DEA terhadap Faktor Penguat Daya Saing Daerah .....................................70
5.
iii4 | P a g e
Ringkasan Eksekutif
Daya saing merupakan kemampuan suatu daerah dibanding daerah lain dalam
menetapkan strategi yang tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan kata
lain, daya saing adalah interaksi yang kompleks antara faktor input (sebagai faktor utama
pembentuk daya saing) dan output (inti dari kinerja perekonomian, yaitu meningkatkan
kesejahteraan masyarakat) yang ada di daerah masing-masing.
Daya saing ekonomi daerah bertujuan untuk memberikan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan, yaitu mengembangkan sektor unggulan sesuai dengan potensi dan kebutuhan
daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan pelaksanaan
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, peran pemerintah daerah dalam mengupayakan daya
saing daerah menjadi sangat penting dan strategis. Peran pemerintah daerah dalam
pelaksanaan otonomi daerah meliputi (1) keselarasan, dan (2) keserasian. Selaras dalam
memberikan pelayanan dan meningkatkan peran serta, prakarsa, dan memberdayakan
masyarakat yang memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat. Serasi dalam
menyelenggarakan hubungan antartingkat pemerintahan, baik antardaerah maupun antara
pusat dan daerah. Sementara itu, instrumen utama dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal
adalah pendanaan atas penyerahan urusan kepada daerah yang proporsional, adil, demokratis,
dan transparan dengan memperhatikan potensi dan kebutuhan daerah. Pelaksanaan
desentralisasi fiskal bermakna pada mengelola keuangan secara efektif, efisien, dan akuntabel
guna mendukung pelayanan publik.
Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal sangat erat hubungannya dengan daya saing
daerah terutama dalam hal pelaksanaan pembangunan. Pembangunan yang ingin dicapai
adalah pembangunan yang bersifat dinamis untuk kemajuan daerah. Daerah harus mencari
dan mengenal potensi yang dimiliki untuk dikembangkan melalui inovasi dan produktivitas
yang tinggi. Di sinilah peran daya saing sangat dibutuhkan. Kebutuhan akan peningkatan daya
saing nasional dan daerah dilatarbelakangi oleh pengalaman perekonomian Indonesia
menghadapi tantangan yang cukup berat, yaitu periode tahun 2011-2013. Pada periode
tersebut pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan. Sehingga upaya penguatan
ekonomi domestik menjadi tema dalam RKP Tahun 2013, yang meliputi :
a. peningkatan daya saing;
b. peningkatan kesejahteraan masyarakat;
c. peningkatan daya tahan ekonomi; dan
iv5 | P a g e
Pembahasan daya saing dalam kajian ini meliputi dua tahapan yaitu tahapan
pengukuran indeks daya saing dan analisa. Pengukuran indeks daya saing terdiri dari dua
tahap, yaitu (1) penghitungan bobot yang berasal dari data persepsi dari pemerintah daerah
terhadap inisiatif strategi penguatan daya saing daerah; dan (2) standardisasi data dan indeks.
Indeks daya saing merupakan indeks komposit dari indeks faktor input (indeks input) dan
indeks faktor output (indeks output). Analisa dilakukan terhadap hasil pengukuran daya saing,
yang terdiri dari analisa deskriptif, analisa faktor dominan yang membentuk daya saing
daerah, analisa klaster profil daerah, dan yang terakhir adalah analisa terhadap faktor penguat
daya saing daerah (dalam hal ini belanja fungsi dalam APBD) menggunakan statistik non
parameter DEA (Data Envelopment Analysis).
Rekomendasi
1. Penguatan Kapasitas Fiskal Daerah dan Tatakelola Keuangan Daerah yang
Mendorong Daya Saing Daerah.
Pemerintah pusat melanjutkan kebijakan transfer ke daerah yang mendukung pelaksanaan
desentralisasi fiskal dengan alokasi Transfer ke Daerah yang terus meningkat, namun
harus dibarengi dengan penyempurnaan manajemen keuangan daerah oleh pemerintah
daerah, baik dari sisi pendapatan maupun belanja daerah. Pendapatan daerah menuju
kemandirian fiskal daerah, sedangkan belanja daerah fokus pada quality of spending.
Antardaerah.
Peraturan atau kebijakan hendaknya disinkronisasi sehingga tidak menghambat investasi
yang akan masuk ke daerah.
8. Penyediaan Lahan untuk Industri Terpadu
Penyediaan lahan bertujuan untuk memberikan insentif kemudahan bagi investor yang
akan menanamkan modal nya di suatu daerah dengan didukung oleh proses perijinan yang
mudah. Berdasarkan kuesioner yang disampaikan, diketahui bahwa Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) telah diterapkan di 13 provinsi yang menjadi sampel.
vii8 | P a g e
Kata Pengantar
daerah. Kemandirian daerah antara lain dapat dicapai melalui peningkatan daya saing, dimana
daya saing tidak hanya berorientasi pada indikator perekonomian saja, melainkan lebih luas
artinya meliputi seluruh upaya mengelola sumber daya yang dimiliki. Tantangan ke depan
yang akan dihadapi semakin berat, yaitu adanya globalisasi ekonomi yang ditandai dengan
perdagangan dan industri yang berlaku tanpa batas (borderless). Kemampuan bersaing (daya
saing) menjadi ujung tombak agar sektor-sektor ekonomi dapat tetap tumbuh dan berkembang
dan memberikan kesejahteraan masyarakat. Keunggulan, inovasi, dan antisipasi merupakan
tiga kunci pokok dalam menghadapi globalisasi. Keunggulan berhubungan dengan kualitas
yang dimiliki, inovasi merupakan perubahan strategis yang dilakukan, serta antisipasi adalah
bagaimana mengantar pelayanan sesuai timing-nya.
Dalam era otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah memiliki
diskresi yang besar dalam menentukan kebijakan pembangunan daerah. Pemerintah daerah
mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya berdasarkan prioritas yang ditentukan.
Menghadapi persaingan ke depan, pemerintah daerah dapat mengambil langkah inisiatif
dengan mengarahkan sumber daya dalam upaya untuk meningkatkan daya saing. Langkah
awal yang diperlukan adalah bagaimana melakukan pemetaan kemampuan daerah yang
dimiliki (faktor input) dan tujuan apa yang hendak dicapai (faktor output). Selanjutnya,
penentuan prioritas menjadi langkah berikutnya mengingat keterbatasan sumber daya yang
dimiliki.
Memperhatikan betapa pentingnya daya saing, maka daya saing tersebut menjadi tiga
prioritas penting dari sembilan visi, misi, dan program aksi Presiden Joko Widodo yang
dikenal dengan sebutan Nawacita. Tiga prioritas yang terkait dengan daya saing adalah
(1) meningkatkan kualitas hidup manusia; (2) meningkatkan produktivitas rakyat dan daya
saing di pasar internasional; dan (3) mewujudkan kemandirian ekonomi dengan
menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.
viii9 | P a g e
Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan kontribusi dalam kajian ini, terutama kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/
kota yang telah menyampaikan isian kuesioner sehingga kajian ini bisa terlaksana. Kami
berharap agar kajian ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak yang terkait dalam
rangka kemajuan implementasi otonomi daerah dan desentralisasi fiskal di Indonesia.
10
ix | P a g e
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 19
Gambar 2.1 Komponen Penguat Ekonomi Domestik ............................................................ 24
Gambar 3.1 Alur Proses Penghitungan Indeks Daya Saing Daerah ..................................... 35
Gambar 3.2 Hubungan Belanja Menurut Fungsi Layanan dengan Daya Saing .................... 36
Gambar 4.1 Hirarki Prioritas Input ........................................................................................ 49
Gambar 4.2 Ukuran Dispersi Indeks Input, Indeks Output, dan Indeks Daya Saing ............. 54
Gambar 4.3 Histogram Indeks ............................................................................................... 55
Gambar 4.4 Grafik Radar Indeks 13 Provinsi ........................................................................ 56
Gambar 4.5 Diagram Cartsesius Posisi Pemerintah Provinsi ditinjau dari Indeks Input dan
Indeks Output-nya ............................................................................................... 57
Gambar 4.6 Profil 13 Pemerintah Provinsi Sampel ............................................................... 61
Gambar 4.7 Diagram Pareto Kinerja Input dan Output Rendah ............................................ 70
x |Page
11
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Alokasi Dana Transfer ke Daerah (Milyar Rupiah) ............................................... 22
Tabel 2.2 Peringkat Indonesia dalam Global Competitiveness Index (GCI) ......................... 30
Tabel 2.3 Peringkat Indonesia dalam The World Competitiveness Yearbook ....................... 31
Tabel 3.1 Hirarki Faktor Input ............................................................................................... 38
Tabel 3.2 Hirarki Faktor Output............................................................................................. 38
Tabel 3.3 Faktor Input Pembentuk Daya Saing Daerah ......................................................... 39
Tabel 3.4 Faktor Output Pembentuk Daya Saing Daerah ...................................................... 43
Tabel 4.1 Prioritas Sasaran Strategis Faktor Input ................................................................. 50
Tabel 4.2 Prioritas Kinerja Faktor Input ................................................................................ 51
Tabel 4.3 Prioritas Sasaran Strategis Faktor Output .............................................................. 51
Tabel 4.4 Indeks Input, Indeks Output, dan Indeks Daya Saing ............................................ 54
Tabel 4.5 Regresi Linear Indeks Daya Saing ......................................................................... 58
Tabel 4.6 Korelasi Pearson dari Indikator/ Variabel dalam Permodelan Indeks Daya Saing
............................................................................................................................. 59
Tabel 4.7 Kontribusi Indikator/ Variabel dalam Permodelan Indeks Daya Saing ................. 60
Tabel 4.8 Indeks Daya Saing dan %Realisasi Belanja Fungsi terhadap Total Belanja ......... 72
Tabel 4.9 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sumatera Utara . 73
Tabel 4.10 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sumatera
Utara .................................................................................................................... 73
Tabel 4.11 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bangka Belitung
.............................................................................................................................. 74
Tabel 4.12 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bangka
Belitung ................................................................................................................ 75
Tabel 4.13 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bengkulu ........ 75
Tabel 4.14 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bengkulu 76
Tabel 4.15 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Timur ..... 77
Tabel 4.16 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Timur
............................................................................................................................. 77
Tabel 4.17 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jambi .............. 78
Tabel 4.18 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jambi ...... 79
Tabel 4.19 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sulawesi Selatan
.............................................................................................................................. 79
12
xi | P a g e
Tabel 4.20 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sulawesi
Selatan .................................................................................................................. 80
Tabel 4.21 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sulawesi Barat 80
Tabel 4.22 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sulawesi
Barat ..................................................................................................................... 81
Tabel 4.23 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Barat ...... 82
Tabel 4.24 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Barat
.............................................................................................................................. 82
Tabel 4.25 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Tengah ... 83
Tabel 4.26 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa
Tengah ................................................................................................................. 83
Tabel 4.27 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Banten ............ 84
Tabel 4.28 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Banten..... 85
Tabel 4.29 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bali ................. 85
Tabel 4.30 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bali ......... 86
Tabel 4.31 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Papua Barat .... 86
Tabel 4.32 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Papua Barat
............................................................................................................................. 87
13
xii | P a g e
1. PENDAHULUAN
Pembangunan Koridor Ekonomi Indonesia, RKP 2013 Memperkuat Perekonomian Domestik bagi
Peningkatan dan Perluasan Kesejahteraan Rakyat.
14 | P a g e
pelayanan,
peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi
yang tumbuh dalam masyarakat. Di samping itu penyelenggaraan otonomi daerah juga harus
menjamin keserasian hubungan antar daerah, dan keserasian hubungan antara daerah dengan
Pemerintah Pusat.
Desentralisasi fiskal dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan
urusan kepada daerah sebagai konsekuensi logis otonomi daerah. Pelaksanaan desentralisasi
fiskal secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi,
kondisi dan kebutuhan daerah mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan
tanggung jawab masing-masing tingkatan pemerintah.
Dalam prakteknya, pelaksanaan desentralisasi dimaksudkan agar daerah dapat
mengelola keuangannya sendiri secara efektif, efisien dan akuntabel guna membiayai kegiatan
tugas-tugas pemerintahan memberikan pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan
proses pengambilan keputusan publik yang lebih demokratis.
Melalui otonomi daerah dan desentralisasi fiskal diharapkan daerah akan lebih mandiri
dalam menentukan seluruh kegiatannya dan diharapkan mampu memainkan peranannya
dalam membuka peluang memajukan Daerah dengan melakukan identifikasi potensi sumbersumber pendapatannya guna pembiayaan pembangunan daerah.
Pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional dan
sejalan dengan prinsip-prinsip kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dimana kepada
daerah diberikan kewenangan yang luas dalam mengatur dan mengurus daerahnya masingmasing.
Dalam rangka pelaksanaan pembangunan daerah yang semakin dinamis maka
diperlukan upaya pembinaan, pengembangan dan inovasi secara lebih terarah dan terpadu
sehingga hasilnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kemajuan pembangunan daerah.
Proses menuju kemandirian suatu daerah dalam era globalisasi saat ini tidaklah terlepas dari
perlu adanya daya saing dalam membentuknya. Daya saing tidaklah hanya berorientasi pada
indikator ekonomi saja, tetapi lebih pada kemampuan daerah untuk menghadapi tantangan
dan persaingan global untuk peningkatan kesejahteraan hidup rakyat yang nyata dan
berkelanjutan serta secara politis, sosial dan budaya dapat diterima oleh seluruh masyarakat.
15 | P a g e
produktivitas tenaga kerja, PDRB per kapita atau tingkat kesempatan kerja.
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah untuk Mendukung Penguatan Ekonomi Domestik, RKP
2013, Buku Pegangan Perencanaan dan Pembangunan Daerah 2012-2013.
16 | P a g e
Peran daerah untuk meningkatkan daya saingnya sangat tergantung kepada kemampuan
daerah untuk melakukan identifikasi faktor pembentuk dan penentu daya saing daerah.
Dengan kemampuan daerah yang cermat dalam melakukan identifikasi faktor-faktor
pembentuk dan penentu daya saing maka daerah dapat menyusun strategi menetapkan
kebijakan-kebijakan apa yang harus ditempuh agar daya saing daerahnya dapat terus
meningkat.
Dengan demikian, menurut kami perlu dilakukan kajian untuk menentukan faktorfaktor yang merepresentasikan pembentuk daya saing daerah berdasarkan kemampuan
ekonomi dan keuangan daerah serta persepsi daerah dalam menetapkan prioritas kebijakan
penguatan daya saing daerahnya dengan sasaran akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Dengan ditetapkannya faktor pembentuk daya saing daerah selanjutnya dapat
disusun suatu indeks yang dapat dijadikan sebagai tolok ukur daya saing daerah. Di samping
itu, perlu untuk menentukan faktor-faktor penentu yang menguatkan daya saing daerah
sehingga daerah dapat menetapkan kebijakan-kebijakan penting yang dapat menguatkan daya
saingnya.
Oleh karena itu dalam kajian ini dapat dirumuskan beberapa pertanyaan antara lain:
a.
Faktor-Faktor apa saja yang menjadi pembentuk daya saing daerah (input dan output) dan
persepsi pemerintah daerah terhadap prioritas strategi penguatan daya saing?
b.
c.
d.
Bagaimana peran belanja fungsi APBD sebagai faktor penguat daya saing?
Pertanyaan kajian ini sangat penting dalam kaitannya untuk memudahkan menjawab
dan menganalisis permasalahan sehingga apa yang menjadi tujuan kajian akan tercapai secara
tepat.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang membentuk daya saing daerah dan persepsi
pemerintah daerah terhadap strategi penguatan daya saing.
b.
Untuk mengetahui indeks daya saing daerah yang diukur dari faktor-faktor terpilih
pembentuk daya saing daerah.
c.
d.
Untuk mengetahui peran belanja fungsi APBD sebagai faktor penguat daya saing.
2.
3.
18 | P a g e
Literatur Review:
- Penelitian terdahulu
- Buku dan jurnal
Analisa AHP
Penyusunan
Angka Indeks
Data Envelopment
Analysis atas Faktor
Penguat Daya
19 | P a g e
Pendahuluan
Pendahuluan meliputi tentang latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran dan sistematika penulisan.
2.
Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka merupakan landasan teoritis mengenai kebijakan desentralisasi fiskal,
penguatan ekonomi domestik, konsep dan pembentuk daya saing daerah serta faktorfaktor dominan yang menguatkan daya saing daerah.
3.
Metodologi Penelitian
Metode Penelitian secara garis besar berisi tentang identifikasi, klasifikasi dan definisi
operasional variabel serta sumber dan metode pengumpulan data.
4.
Pembahasan
Pada bab ini akan dijelaskan tentang bagaimana mengukur indeks daya saing daerah
berdasarkan faktor-faktor pembentuk daya saing daerah dan menganalisa faktor dominan
yang menguatkan daya saing daerah.
5.
20 | P a g e
2.
TINJAUAN PUSTAKA
dari
lahirnya
kedua
Undang-Undang
tersebut
adalah
daerah
diberikan
kewenangan/urusan yang luas untuk mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah di luar
yang menjadi urusan Pemerintah Pusat. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan
daerah dalam rangka memberi
Perubahan kebijakan desentraliasi fiskal itu sendiri merupakan cerminan dari kebutuhan fiskal
yang terus membesar di tingkat daerah, praktek soft budget constraint dari sisi pemerintah
pusat yang juga disebabkan oleh lambatnya reformasi pajak daerah.
Desentralisasi fiskal adalah salah satu instrumen yang digunakan oleh pemerintah
dalam mengelola pembangunan guna mendorong perekonomian daerah maupun nasional.
Melalui mekanisme hubungan keuangan yang lebih baik diharapkan akan tercipta
kemudahan-kemudahan dalam pelaksanaan pembangunan di daerah, sehingga akan berimbas
kepada kondisi perekonomian yang lebih baik. Sebagai tujuan akhir adalah kesejahteraan
masyarakat. Desentralisasi fiskal di Indonesia adalah desentralisasi fiskal di sisi pengeluaran
yang didanai terutama melalui transfer ke daerah. Dengan desain desentralisasi fiskal ini maka
esensi otonomi pengelolaan fiskal daerah dititikberatkan pada diskresi (kebebasan) untuk
membelanjakan dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah. Penerimaan
negara tetap sebagian besar dikuasai oleh pemerintah Pusat, dengan tujuan untuk menjaga
keutuhan berbangsa dan bernegara dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Seiring dengan berjalannya waktu, dukungan pendanaan pemerintah pusat berupa
dana transfer ke daerah dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal
semakin meningkat sebagaimana digambarkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.1 Alokasi Dana Transfer ke Daerah (Milyar Rupiah)
No
Jenis Transfer
2008
2009
2010
2011
2012
2013
TRANSFER KE DAERAH
310.553,6
292.460,0
345.728,2
412.142,0
481.904,4
529.393,4
289.213,0
278.473,4
317.103,1
347.676,4
411.480,5
445.330,5
77.979,3
77.764,1
92.358,2
96.909,9
111.550,1
102.494,1
186.414,1
179.507,1
203.606,5
225.533,7
273.814,4
311.139,3
24.819,6
21.202,1
21.138,4
25.232,8
26.115,9
31.697,1
21.340,6
13.986,7
28.625,1
64.465,6
70.423,9
83.831,5
9.526,6
7.510,3
9.099,6
10.421,3
11.952,6
13.445,6
11.814,0
6.476,4
19.525,5
54.044,3
58.471,3
70.385,9
,0
,0
,0
,0
,0
231,4
22 | P a g e
23 | P a g e
Peningka
tan Daya
Saing
Peningkatan
dan
Perluasan
Kesejahtera
an
Masyarakat
Penguatan
Ekonomi
Domestik
Peningkat
an Daya
Tahan
Ekonomi
Pemantapan
Stabilitas
Politik
24 | P a g e
daerah.
Ketahanan
Pangan
memegang
peranan
penting
dalam
perekonomian nasional karena dapat menjaga stabilitas ekonomi nasional dan juga
mempengaruhi pembangunan sektor lain. Pada dasarnya ketahanan pangan mencakup 4
aspek utama yang terdiri atas: (1) aspek ketersediaan pangan; (2) aspek aksesibilitas
pangan, distribusi dan stabilisasi harga pangan yang terjangkau; (3) aspek konsumsi
pangan yang memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan dan
kehalalan; serta (4) aspek penanggulangan masalah pangan.
Aspek ketersediaan pangan berfungsi untuk menjamin ketersediaan pangan guna
memenuhi kebutuhan seluruh penduduk dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan
keamanannya. Ketersediaan pangan tersebut terdiri atas produksi dalam negeri, cadangan
dan impor. Untuk menjaga dan meningkatkan ketahanan pangan, maka produksi dalam
negeri harus menjadi sumber utama untuk ketersediaan pangan tersebut.
Aspek aksesibilitas pangan berfungsi untuk menjamin seluruh level masyarakat dapat
menjangkau sumber pangan yang mencukupi baik kuantitas maupun kualitasnya.
Distribusi, stabilitas harga dan pasokan merupakan indikator penting untuk menunjukkan
kinerja aspek akesibilitas pangan. Distribusi pangan dilakukan untuk memenuhi
pemerataan ketersediaan pangan keseluruh wilayah secara berkelanjutan. Stabilisasi harga
pangan diselenggarakan dengan tujuan untuk menyejahterakan petani dan nelayan,
menghindari terjadinya gejolak harga pangan, menghadapi keadaan darurat karena bencana
atau paceklik, mencapai swasembada pangan, memperhatikan daya beli masyarakat. Harga
yang terlalu berfluktuasi dapat merugikan petani, produsen, pengolah, pedagang hingga
konsumen sehingga berpotensi menimbulkan ketidakstabilan ekonomi.
Aspek konsumsi pangan dan gizi berfungsi untuk mengarahkan agar pola pemanfaatan
pangan secara nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kandungan gizi, keamanan
dan kehalalan. Indikator aspek konsumsi, dapat tercermin dalam pola konsumsi masyarakat
di tingkat rumah tangga.
25 | P a g e
26 | P a g e
dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan internasional. Konsep dan definisi daya
saing daerah yang dikembangkan dalam penelitian tersebut didasarkan pada dua
pertimbangan, yaitu: perkembangan perekonomian daerah ditinjau dari aspek ekonomi
regional dan perkembangan konsep dan definisi daya saing daerah dari penelitian-penelitian
terdahulu.
World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai
kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkelanjutan.
Institute for Management Development (IMD) mendefinisikan daya saing nasional
sebagai kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah
kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses, daya tarik dan agresivitas,
globality dan proximity, serta model ekonomi dan sosial.
European Commission mendefinisikan daya saing sebagai kemampuan untuk
memproduksi barang dan jasa sesuai dengan kebutuhan pasar internasional, diiringi dengan
kemampuan mempertahankan pendapatan yang tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya
adalah kemampuan (regions) untuk menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang
relatif tinggi sementara terekspos pada daya saing eksternal.
Konsep daya saing umumnya dikaitkan dengan konsep comparative advantage, yakni
dimilikinya unsur-unsur penunjang proses produksi yang memungkinkan satu negara menarik
investor untuk melakukan investasi ke negaranya, tidak ke negara yang lain. Konotasi
advantage di sini adalah situasi yang memungkinkan pemodal menuai keuntungan
semaksimal mungkin. Misalnya dengan menyediakan lahan murah, upah buruh murah, dan
suplai bahan mentah produksi yang terjamin kontinyuitasnya dengan harga yang lebih murah
daripada harga yang ditawarkan oleh negara lain. Artinya, kekuatan modal dan keunggulan
teknologi menjadi kunci penentu peningkatan daya saing (penjualan produk) satu negara.
Martin dan Tyler (2003) menyebutkan argumen mengapa daerah maupun negara
saling berkompetisi:
- untuk investasi, melalui kemampuan daerah untuk menarik masuknya modal asing, swasta
dan modal publik;
- untuk tenaga kerja, dengan kemampuan untuk menarik masuknya tenaga kerja yang
terampil, enterpreneur dan tenaga kerja yang kreatif, dengan cara menyediakan lingkungan
yang kondusif dan pasar tenaga kerja domestik;
- untuk teknologi, melalui kemampuan daerah untuk menarik aktivitas inovasi dan transfer
ilmu pengetahuan dan teknologi.
28 | P a g e
Dari konsep dan definisi mengenai daya saing di atas, dapat dimaknai bahwa daya
saing daerah dihasilkan oleh interaksi yang kompleks antara faktor input, output dan outcome
yang ada di daerah masing-masing, dengan faktor input sebagai faktor utama pembentuk daya
saing daerah yaitu kemampuan daerah, yang selanjutnya akan menentukan kinerja output yang
merupakan inti dari kinerja perekonomian. Inti dari kinerja perekonomian adalah upaya
meningkatkan daya saing dari suatu perekonomian yaitu meningkatkan kesejahteraan dari
masyarakat yang berada di dalam perekonomian tersebut. Ukuran kesejahteraan memiliki
makna yang sangat luas, indikatornya dapat berupa produktivitas tenaga kerja, PDRB per
kapita atau tingkat kesempatan kerja.
Perekonomian daerah
2.
Keterbukaan
3.
Sistem Keuangan
4.
5.
6.
7.
8.
saing nasional antara lain: (1) institusi; (2) Infrastruktur; (3) Kondisi Makroekonomi; (4)
Pendidikan dasar dan kesehatan; (5) Pendidikan tinggi dan pelatihan; (6) Efisiensi pasar
barang; (7) Efisiensi pasar tenaga kerja; (8) Pembangunan pasar keuangan; (9) Ketersediaan
teknologi; (10) Luas pasar; (11) Kemudahan berusaha; (12) Inovasi.
Sementara itu, Institute for Management Development menilai kemampuan daya saing
negara didasarkan pada 4 faktor utama, yaitu: (1) Kinerja perekonomian, terdiri dari 83 kriteria
yang mencakup ekonomi domestik, perdagangan internasional, investasi internasional, tenaga
kerja dan harga.; (2) Efisiensi pemerintah, terdiri dari 70 kriteria yang mencakup keuangan
publik, kebijakan fiskal, kerangka kerja institusional, peraturan perundangan dunia usaha dan
kerangka kerja masyarakat. ; (3) Efisiensi dunia usaha, terdiri dari 71 kriteria yang mencakup
produktivitas dan efisiensi, pasar tenaga kerja, keuangan, praktek manajemen, perilaku dan
29 | P a g e
nilai-nilai. ; dan (4) Infrastruktur, terdiri dari 114 kriteria yang mencakup infrastruktur dasar,
infrastruktur teknologi, infrastruktur ilmu pengetahuan, kesehatan, lingkungan dan
pendidikan.
Dan European Commission memberikan penilaian daya saing daerah yang dirangkum
dalam Regional Competitiveness Index (RCI) didasarkan pada 11 pilar, yaitu: (1) Institusi; (2)
Stabilitas makroekonomi; (3) Infrastruktur; (4) Kesehatan; (5) Pendidikan dasar; (6)
Pendidikan tinggi dan pendidikan seumur hidup; (7) Efisiensi pasar tenaga kerja; (8) Luas
pasar; (9) Ketersediaan teknologi; (10) Kemudahan usaha; dan (11) Inovasi.
No
Negara
1
2
3
Singapura
Malaysia
Brunei Darussalam
4
5
6
Thailand
Indonesia
Vietnam
Peringkat Dunia
2012
2013
2014
(144 negara) (148 negara)
(144 negara)
2
2
2
25
24
20
28
26
Tidak
dilakukan
peniliaian
38
37
31
50
38
34
75
70
68
Menurut World Economic Index, terpuruknya daya saing disebabkan oleh beberapa
faktor penting yang menonjol di antaranya:
a.
b.
30 | P a g e
c.
d.
e.
Indonesia jauh di bawah Singapura dan Malaysia dalam The World Competitiveness Yearbook
yang diterbitkannya, sebagaimana terlihat pada tabel berikut ini:
Negara
Singapura
Malaysia
Indonesia
2012
(59 negara)
4
14
42
2013
(60 negara)
5
15
39
2014
(60 negara)
3
12
37
b.
c.
Lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara
bertanggungjawab yang tercermin dari tingkat produktivitas yang rendah, pasar tenaga
kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah serta
praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional.
d.
merupakan salah satu komponen penting di dalam penguatan ekonomi domestik. Peningkatan
perekonomian domestik, baik oleh daerah dan nasional akan menjadi modal utama untuk
31 | P a g e
Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) Bank Indonesia bekerja sama
dengan Laboratorium Penelitian, Pengabdian pada Masyarakat dan Pengkajian Ekonomi
(LP3E) Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran (2007).
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran profil dan pemetaan daya saing
ekonomi daerah kabupaten/kota di Indonesia pada tahun 2005. Potret profil daya saing
daerah
2.
World
Economic
Forum
(WEF)
setiap
tahunnya
mempublikasikan
Global
faktor-faktor yang dianggap penting dalam mendorong produktivitas dan daya saing
negara.
Faktor-faktor tersebut tidak dapat berdiri sendiri membentuk daya saing negara tetapi
memiliki keterkaitan dan memperkuat satu dengan yang lainnya. Kelemahan satu faktor
akan berdampak negatif terhadap faktor lainnya. Misalnya kekuatan kemampuan
berinovasi akan sulit dicapai tanpa adanya faktor kesehatan dan pendidikan dan pelatihan
tenaga kerja yang baik akan menyerap teknologi yang mutakhir. Meskipun faktor-faktor
tersebut merupakan satu kesatuan yang membentuk indeks daya saing negara, namun GCI
tetap memberikan penilaian secara detail masing-masing faktor tersebut agar negara dapat
mengetahui faktor mana yang masih perlu dikembangkan.
3.
Institute for Management Development (IMD) setiap tahunnya juga menerbitkan The
World Competitiveness Yearbook yang menyajikan hasil pemeringkatan dan analisa atas
kemampuan negara dalam menciptakan dan menjaga kemampuan daya saingnya.
Penyusunan ranking dimulai dengan penghitungan standar nilai untuk setiap masingmasing kriteria seluruh negara. dengan menggunakan data-data yang tersedia baik data
kuantitatif maupun data kualitatif. Kemudian dibuat ranking negara berdasarkan agregasi
kriteria yang terpilih. Kriteria yang tidak digunakan sebagai dasar penyusunan ranking,
dijadikan sebagai informasi yang dapat menguatkan penilaian ranking. Pemeringkatan
tidak hanya dibuat untuk peringkat negara, tetapi juga peringkat masing-masing kriteria.
Misalnya, kriteria Produk Domestik Bruto, negara yang memiliki standar nilai tertinggi
akan berada pada ranking pertama, sedangkan yang memiliki standar rendah berada pada
ranking terbawah.
4.
34 | P a g e
3. METODE PENELITIAN
Data
Persepsi
Data Primer
Skala Likert
Konversi
dgn MSI
PengIndeks an
Kuesioner
Data Primer
Dummy
variable
PengIndeks an
Data
sekunder
dr BPS
PengIndeks an
Pembobot
an
Indeks
Komposit
Daya Saing
Lingkup kajian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan yang menguatkan daya
saing daerah. Hubungan antara faktor dominan dengan indeks daya saing daerah akan
menunjukkan seberapa besar pengaruh dari masing-masing faktor dominan terhadap besarnya
35 | P a g e
daya saing daerah. Faktor dominan yang dipilih sebagai fokus analisa adalah faktor-faktor
pembentuk input dan output yang terpilih secara statistika dalam suatu model indeks daya
saing yang dapat menjelaskan hubungan faktor pembentuk input dan output dengan indeks
daya saing yang memberikan kontribusi yang paling besar.
Disamping itu dilakukan analisa terhadap faktor penguat daya saing, dalam hal ini
dipilih sembilan belanja APBD menurut fungsi. Faktor tersebut dipilih dengan pertimbangan
bahwa APBD atau Budget memiliki salah satu fungsi yaitu fungsi alokasi. Keselarasan antara
perencanaan, dideskripsikan dengan bobot prioritas sasaran strategis dalam menghitung
indeks daya saing daerah, dengan diskresi pemerintah daerah dalam mengarahkan sumber
daya yang ada akan terlihat jelas.
Gambar 3.2 Hubungan Belanja Menurut Fungsi Layanan dengan Daya Saing
Belanja
Fungsi A
Belanja
Fungsi A
Belanja
Fungsi B
Belanja
Fungsi B
Belanja
Fungsi C
Target
Input
Belanja
Fungsi D
Output
Indeks
Daya Saing
Belanja
Fungsi C
Belanja
Fungsi D
Target
Output
Indeks
Daya Saing
36 | P a g e
37 | P a g e
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
INPUT
Level I
Level II
Sasaran Strategis
Indikator Kinerja
b.
c.
perolehan lahan.
d.
INPUT
Level I
Sasaran Strategis
Level II
Indikator Kinerja
Tabel 3.1 menunjukan hirarki faktor input yaitu lima sasaran strategis berserta indikator
kinerja yang mendukungnya. Sedangkan pada Tabel 3.2 berikut ini menunjukan output yang
ingin dicapai beserta indikator capaiannya. Prioritas dari suatu daerah akan berbeda dengan
daerah lain tergantung pada kemampuan yang dimilikinya. Pilihan sasaran strategis mana
yang lebih prioritas dibanding yang lain didasarkan atas persepsi dari responden dari
pemerintah daerah.
: Capaian
a. Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
b. Meningkatkan PDRB perkapita
c. Menurunkan angka kemiskinan
d. Memperluas kesempatan kerja
38 | P a g e
Faktor input pembentuk daya saing daerah dalam kajian ini merupakan variabel yang
merefleksikan kinerja input sesuai dengan sasaran strategisnya. Dalam pengukuran dan
penghitungan indeks daya saing, terlebih dahulu ditentukan sifat (polarisasi) nya, apakah itu
searah/positif atau berlawanan/ negatif. Variabel-variabel dimaksud meliputi :
Tabel 3.3 Faktor Input Pembentuk Daya Saing Daerah
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
1
Mendorong aktivitas
perekonomian daerah
Meningkatkan
kualitas sumber daya
manusia dan
ketenagakerjaan
a. Mengoptimalkan PAD/PDRB
PAD
Searah
b. Meningkatkan
kapasitas fiskal
daerah
(PAD+DBH+DAU)/
PDRB
Searah
c. Meningkatkan
Investasi daerah
Investasi/PDRB
Searah
a. Meningkatkan
pendidikan dan
keterampilan
penduduk dan
tenaga kerja
Angka Partisipasi
Sekolah (APS),
Angka Partisipasi
Kasar (APK)
Searah
b. Meningkatkan
derajat
kesehatan
penduduk dan
tenaga kerja
Angka Harapan
Hidup,
Angka Kematian
Bayi (balita),
persentase
penggunaan air
bersih, persentase
penggunaan jamban
AHH =
searah;
Angka
Kematian
= Inverse
c. Meningkatkan
kualitas
pendidikan serta
kompetensi
Kualifikasi Guru
(Jumlah Guru S1) ,
Rasio Guru thd
Murid
Searah
39 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
teknologi dan
keterampilan
Menciptakan
lingkungan usaha
produktif yang dapat
menarik minat dunia
usaha untuk
melakukan kegiatan
usaha (termasuk
investasi)
a. Penyederhanaan
dan harmonisasi
berbagai
peraturan
Dummy Variable :
apakah ada
kelembagaan yang
melakukan
harmonisasi?
Searah
b. Penyelenggaraan
pelayanan
terpadu satu
pintu untuk
mempercepat
dan
mempermudah
proses perijinan
dan non
perijinan
Dummy Variable :
apakah ada
Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP)?
Searah
c. Kemudahan
dalam proses
pembebasan dan
perolehan lahan
Dummy Variable :
(1) apakah sudah
disiapkan peraturan
yang mendorong
kemudahan dalam
proses pembebasan
lahan dan perolehan
lahan?; atau (2)
apakah sudah
disiapkan lahan
untuk kawasan
industri terpadu?
Searah
40 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
Membangun
konektivitas yang
terintegrasi antara
sistem transportasi,
logistik serta
komunikasi dan
informasi dalam
rangka membuka
akses daerah seluasluasnya
d. Menciptakan
keamanan yang
terkendali
Jumlah Kejahatan
yang Dilaporkan
(Crime Total)
berdasarkan Statistik
Kriminal oleh BPS
dan Kepolisian
Inverse
a. Ketersediaan
infrastruktur
transportasi
untuk
memperlancar
arus barang,
jasa, manusia
dan menjadi
penghubung
yang efisien
antara sumber
bahan baku,
pusat produksi
dan pasar
Searah
b. Ketersediaan
listrik yang
memadai dan
menjadi insentif
untuk
membangun
industri serta
memperluas
jangkauan
pemasaran dan
distribusi.
Searah
c. Ketersediaan
sarana
telekomunikasi
untuk
memudahkan
arus informasi
Searah
41 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
dengan lebih
luas dan cepat
5
Meningkatkan
aktivitas Perbankan
dan Lembaga
Keuangan
a. Meningkatkan
jumlah kantor
bank (Apakah
Jumlah kantor
Bank sudah
cukup tersedia
untuk
melancarkan
fungsi
intermediaries?)
Searah
b. Meningkatkan
jumlah kantor
non bank
(perusahaan
asuransi,
perusahaan dana
pensiun,
koperasi,
pegadaian dll) :
(Apakah Jumlah
lembaga
keuangan non
Bank sudah
cukup tersedia
untuk
melancarkan
fungsi
intermediaries?)
Searah
c. Menambah
jenis-jenis
layanan
perbankan dan
lembaga
keuangan.
(Apakah jenis
layanan
Searah
42 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
perbankan dan
lembaga
keuangan di
daerah perlu
ditambah?)
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
OUTPUT
1
Meningkatkan produktivitas
tenaga kerja
Nilai tambah
perekonomian
dibanding
jumlah angkatan
kerja
PDRB
Searah
konstan/
jumlah
angkatan kerja
Meningkatkan PDRB
perkapita
PDRB Atas
Dasar Harga
Berlaku
dibanding
PDRB
ADHB/
Searah
43 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
jumlah
penduduk
Indikator
Sifat
jumlah
penduduk
Menurunkan angka
kemiskinan
Persentase
Jumlah
jumlah
penduduk
penduduk miskin miskin/
jumlah
penduduk
Memperluas kesempatan
kerja
Tingkat
Kesempatan
Kerja (TKK)
Jumlah
Searah
penduduk
umur 15 tahun
ke atas yang
bekerja/
jumlah
angkatan kerja
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (TPT)
Jumlah
Inverse
pengangguran/
Jumlah
angkatan kerja
Inverse
44 | P a g e
3.2.4. Peran Belanja Fungsi APBD sebagai Faktor Penguat Daya Saing Daerah
Pemilihan belanja fungsi APBD sebagai faktor penguat daya saing daerah didasarkan
atas beberapa catatan yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, yaitu catatan Institute
for Management Development (IMD) bahwa rendahnya kondisi daya saing Indonesia,
disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam hal antara lain : buruknya
efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan
keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan
untuk iklim usaha kondusif, lemahnya kordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih
banyak tumpang tindih dan kompleksitas struktur sosialnya. Demikian pula World Economic
Index memberikan catatan bahwa terpuruknya daya saing perekonomian antara lain
disebabkan oleh buruknya kualitas kelembagaan publik dalam menjalankan fungsinya
sebagai fasilitator dan pusat pelayanan.
Analisa yang dilakukan untuk mengetahui peran belanja fungsi APBD menggunakan
statistik non parameter, yaitu analisa DEA. Analisa ini menilai efisiensi belanja aktual (input)
suatu daerah berdasarkan benchmarking unit atau peers sebagai acuan dalam penetapan target
capaian.
(Papua Barat), Kab. Blitar (Jawa Timur), Kab. Gowa (Sulsel), Kab. Tegal (Jateng), dan
Cirebon (Jabar). Kuesioner disampaikan kepada lima pemerintah kab/kota melalui ruang
layanan DJPK lantai 3 Gedung Radius Prawiro.
Sedangkan data sekunder dikumpulkan dari
dan Badan
46 | P a g e
4. PEMBAHASAN
en.wikipedia.org/wiki/Analytic_hierarchy_process
Brodjonegoro, Bambang Permadi S dan Bey Sapta Utama, 1992. "AHP : Analytic Hierarchy Process", Pusat
Antar Universitas-Studi Ekonomi, Universitas Indonesia
4
47 | P a g e
Hasil penghitungan berdasarkan data persepsi dari kuesioner yang telah disampaikan oleh
pemerintah provinsi tersusun dalam tingkatan atau hirarkis berikut ini :
48 | P a g e
Menguatkan dan
meningkatkan daya
saing daerah
GOAL
Sasaran Strategis
(Level Pertama)
Optimal PAD
42,9%
Meningkatkan
KpF
35,43%
Meningkatkan
investasi daerah
21,67%
Meningkatkan
derajat
kesehatan
38,3%
Meningkatkan
Pendidikan dan
keterampilan
Penduduk dan
Naker
39,4%
Meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dan
ketenagakerjaan
13,29%
Mendorong aktivitas
perekonomian daerah
30,29%
Meningkatkan
kualitas
pendidikan
Ketersediaan
Infra Transportasi
24,00%
22,31%
Ketersediaan
sarana
telekomunikasi
39,66%
Ketersediaan
listrik yg memadai
36,34%
Meningkatkan
aktivitas Perbankan
dan Lembaga
Keuangan
32,24%
Meningkatkan
jumlah Bank
41,39%
Meningkatkan
jumlah LK non
Bank
39,02%
Meningkatkan
jenis usaha bank
19,59%
Kinerja
(Level Kedua)
Penyederhanaan
dan harmonisasi
berbagai
peraturan
Penyelenggaraan
pelayanan
terpadu satu
pintu
29,46%
19,39%
Kemudahan
dalam proses
pembebasan
dan perolehan
lahan
Menciptakan
keamanan yang
terkendali
17,24%
33,91%
49 | P a g e
Prioritas sasaran strategis dari faktor input pada tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel 4.1 Prioritas Sasaran Strategis Faktor Input
Prioritas
Sasaran Strategis
1
Meningkatkan aktivitas Perbankan dan Lembaga Keuangan
2
Mendorong aktivitas perekonomian daerah
3
4
5
Bobot
32,24%
30,29%
13,36%
13,29%
10,82%
50 | P a g e
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
13,35%
12,99%
Optimal PAD
Meningkatkan jumlah kantor non bank (perusahaan asuransi,
perusahaan dana pensiun, koperasi, bursa efek/pasar modal,
pegadaian dll).
12,58%
10,73%
6,56%
Meningkatkan KpF
Meningkatkan investasi daerah
Mendekatkan jenis-jenis usaha perbankan dan lembaga keuangan
dengan kebutuhan masyarakat.
Meningkatkan derajat kesehatan
6,32%
5,24%
5,09%
4,53%
4,29%
3,94%
3,93%
2,96%
15
16
14
Bobot
Kinerja
Prioritas
2,60%
2,59%
2,30%
Sasaran strategis faktor output tidak di-breakdown lebih lanjut, dengan demikian AHP
yang dilakukan hanyalah satu tingkat saja. Prioritas sasaran strategis faktor output disajikan
pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3 Prioritas Sasaran Strategis Faktor Output
Prioritas
1
2
3
4
Sasaran Strategis
Menurunkan angka kemiskinan
Meningkatkan PDRB perkapita
Memperluas kesempatan kerja
Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
Bobot
29,82%
26,08%
22,89%
21,22%
Menurunkan angka kemiskinan merupakan prioritas utama yang disusul kemudian dengan
meningkatkan PDRB perkapita. Prioritas sasaran strategis tidak terlalu bervariasi, dengan kata
lain responden tidak terlalu berbeda pendapat terhadap penting-nya sasaran strategis tersebut.
51 | P a g e
Keterangan :
Ids
Iin
Iout
Iin1 dan Iint
Iout1 dan Ioutt
, , ,
4.2. Analisis
Setelah memperoleh indeks input, indeks output, dan indeks daya saing maka perlu
dilakukan analisa untuk menginterpretasikan hasil. Analisa yang dilakukan pertama kali
adalah analisa deskriptif terhadap indeks input dan indeks output. Analisa deskriptif bertujuan
memberikan gambaran dispersi atau sebaran indeks yang menggunakan ukuran rata-rata
(mean), standar deviasi, koefisien variasi, dan indeks yang terkecil maupun yang tebesar.
Indeks input dan output berjumlah 30 (tiga puluh), namun terdapat satu indeks yang tidak
diikutkan dalam analisa ini meskipun tetap diperhitungkan dalam perhitungan indeks daya
saing. Indeks tersebut adalah indeks ketersediaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
52 | P a g e
Indeks ketersediaan PTSP tidak valid karena 13 pemerintah provinsi yang menjadi sample
menjawab yang sama (homogen) yaitu semuanya telah menyediakan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (PTSP).
Setelah melakukan analisa deskriptif, dilanjutkan dengan analisa klaster dari indeks
input dan indeks output. Analisa ini bertujuan :
1. Mengetahui keunggulan kompetitif dari masing-masing pemerintah provinsi sehingga
dapat memberikan profiling faktor mana yang memberikan kontribusi dominan atau
signifikan dalam membentuk daya saing daerah bersangkutan.
2. Melakukan penggalian mendalam terhadap kelemahan keseluruhan daya saing pemerintah
daerah yang tergambar dari indeks input dan output yang rendah.
Bagian terakhir dari bab pembahasan ini memasukkan realisasi belanja APBD tahun
2012 menurut fungsi dari tiga belas pemerintah provinsi dalam analisa. Analisa yang
dilakukan adalah DEA (Data Envelopment Analysis) yang bertujuan melakukan minimisasi
input (realisasi belanja) dikaitkan dengan output (indeks daya saing). Hal demikian bertujuan
untuk memberikan rekomendasi dan saran yang nyata bahwa APBD sebagai instrumen fiskal
daerah memiliki fungsi alokasi yang menjadi penentu untuk mencapai dan menguatkan daya
saing daerah.
4.2.1. Analisis Deskriptif
Setelah memperoleh indeks input, Indeks output, dan Indeks Daya Saing maka perlu
dilakukan analisa deskriptif untuk mengetahui karakteristik dari masing-masing indeks
tersebut, terutama sebarannya (dispersi). Indeks input, Indeks output, dan Indeks Daya Saing
dari 13 pemerintah provinsi disajikan pada Tabel 4.4 pada halaman berikut. Indeks input yang
paling tinggi adalah Provinsi Riau sebesar 1,855 dan paling rendah adalah Provinsi Sulawesi
Barat sebesar 1,142. Sedangkan Indeks Output tertinggi dimiliki Provinsi Bali dengan 1,744
dan terendah adalah Provinsi Jawa Tengah dengan 0,904. Indeks Daya Saing yang merupakan
indeks komposit Indeks Input dan Indeks Output, yang tertinggi adalah Provinsi Riau dengan
1,708 dan terendah adalah Provinsi Sulawesi Barat dengan 1,154. Sekilas menunjukkan
bahwa indeks daya saing dipengaruhi dominan terutama oleh Indeks Input. Meskipun Indeks
Input dibangun berdasarkan 25 variabel dan Indeks Output dibangun dengan 5 variabel,
namun range (rentang) antara tertinggi dengan terendah lebih jauh dimiliki Indeks Output.
Dengan kata lain Indeks Output lebih bervariasi dibanding Indeks Input. Gambar 4.2
menunjukkan ukuran sebaran dari masing-masing indeks.
53 | P a g e
Tabel 4.4 Indeks Input, Indeks Output, dan Indeks Daya Saing
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Provinsi
Provinsi Sumatera Utara
Provinsi Riau
Provinsi Jambi
Provinsi Bangka Belitung
Provinsi Bengkulu
Provinsi Jawa Barat
Provinsi Banten
Provinsi Jawa Tengah
Provinsi Jawa Timur
Provinsi Bali
Provinsi Sulawesi Selatan
Provinsi Sulawesi Barat
Provinsi Papua Barat
Maksimum
Minimum
Indeks Input
Indeks Output
Indeks DayaSaing
1,171
1,287
1,561
1,708
1,166
1,299
1,612
1,392
1,129
1,226
1,014
1,336
1,193
1,246
0,904
1,229
1,214
1,343
1,744
1,634
1,024
1,265
1,167
1,154
0,929
1,210
1,744
1,708
Provinsi Riau
Provinsi Bali
Provinsi Riau
1,142
0,904
1,154
Provinsi Sulawesi Barat Provinsi Jawa Tengah Provinsi Sulawesi Barat
1,403
1,855
1,433
1,172
1,323
1,658
1,299
1,553
1,473
1,524
1,506
1,142
1,492
1,855
Gambar 4.2 Ukuran Dispersi Indeks Input, Indeks Output, dan Indeks Daya Saing
Dispersi Indeks Input, Indeks Output, dan
Indeks Daya Saing
Rata-Rata
Standar Deviasi
Koefisien Variasi
1,500
0,300
1,450
Rata-Rata
0,200
1,350
1,300
0,150
1,250
Standar Deviasi
dan Koef Variasi
0,250
1,400
0,100
1,200
0,050
1,150
1,100
Indeks Input
Ukuran Dispersi
Rata-Rata
Standar Deviasi
Koefisien Variasi
Indeks Output
Indeks Input
1,449
0,192
0,133
Indeks DayaSaing
Indeks Output
1,217
0,263
0,216
Indeks DayaSaing
1,333
0,163
0,122
Meskipun Rata-Rata Indeks Input lebih besar namun standar deviasi nya lebih rendah
bila dibanding indeks output yang memiliki standar deviasi terbesar sehingga Indeks output
memiliki koefisien variasi tertinggi diantara ketiga indeks tersebut. Konsentrasi jumlah daerah
54 | P a g e
yang memiliki indeks tertentu juga dapat dilihat dengan grafik histogram yang membagi
empat bin range (nilai tertinggi pada kelas masing-masing) pada gambar 4.3.
Gambar 4.3 Histogram Indeks
4
3
Frequency
4
2
0
1,5
1,75
Bin Range
1,25
Frequency
Bin Range
Frequency
6
Frequency
Frequency
4
Frequency
2
0
1,25 1,5 1,75 2
Bin Range
Jumlah daerah yang memiliki Indeks Input terbanyak yaitu pada bin range 1,5 sebesar
5 daerah, sedangkan jumlah daerah yang memiliki Indeks Output terbanyak pada bin range
1,25 yaitu 9 daerah. Pada Indeks Daya Saing, jumlah daerah yang terbanyak adalah pada bin
range 1,25 sebanyak 7 daerah. Namun terlihat ketimpangan terjadi pada Indeks Output yaitu
hampir 70% pemerintah provinsi yang menjadi sampel memiliki Indeks Output pada bin
range 1,25, sedangkan sisanya (30%) ada pada bin range 1,75. Upaya peningkatan kinerja
Faktor Output pembentuk daya saing harus lebih dipacu.
Sejalan dengan analisa tersbut, ternyata hanya dua provinsi yang memiliki Indeks
Output yang lebih besar dibanding Indeks Input-nya, sedangkan sebelas provinsi lainnya
memiliki Indeks Input lebih besar terhadap Indeks Output-nya. Dua provinsi tersebut adalah
Provinsi Bali dan Provinsi Bangka Belitung. Indeks Daya saing pada Provinsi Bali dan
Provinsi Bangka Belitung lebih besar dibanding Indeks Input-nya sebagaimana terlihat pada
Gambar 4.4 Grafik Radar.
55 | P a g e
Provinsi
Sumatera Utara
Indeks Input
Indeks Output
Indeks DayaSaing
2,000
1,500
Provinsi Jambi
Provinsi Riau
Provinsi
Sulawesi Barat
Provinsi Papua
Barat
Provinsi Bangka
Belitung
1,000
Provinsi
Sulawesi
Selatan
0,500
Provinsi Jawa
Barat
Provinsi Banten
Provinsi Jawa
Tengah
Provinsi Jawa
Timur
Provinsi
Bengkulu
Provinsi Bali
Untuk melihat posisi masing-masing pemerintah provinsi bila dilihat secara dua
dimensi yaitu Indeks Input dan Indeks Output, digunakan diagram Cartesius. Pada dasarnya
membagi daerah ke dalam kuadran berdasarkan angka rata-rata dari sumbu x dan sumbu y,
dalam hal ini Indeks Input dan Indeks Output.
Analisa ini meninjau Indeks Input dan Indeks Output yang dimiliki, apakah indeks
tersebut berada di atas atau di bawah rata-rata nya. Terlihat bahwa daerah paling banyak
berada pada kuadran 2 (searah jarum jam). Kuadran 2 adalah daerah yang memiliki Indeks
Input di atas rata-rata namun Indeks Outputnya berada di bawah rata-rata. Sedangkan daerah
yang memiliki kinerja yang paling bagus berdasarkan analisa ini adalah Provinsi Bali dan
Provinsi Bangka Belitung yaitu memiliki Indeks Input dan Indeks Output di atas rata-rata dan
berada pada kuadran 1.
56 | P a g e
Gambar 4.5 Diagram Cartesius Posisi Pemerintah Provinsi ditinjau dari Indeks Input
dan Indeks Output-nya
Sekali lagi analisa deskriptif menemukan bahwa banyak daerah yang masih memiliki
kinerja relatif rendah pada faktor output pembentuk daya saing, dengan demikian perlu fokus
perbaikan pada sisi ini. Disamping itu perlu pula perhatian pada daerah yang berada di kuadran
3, yaitu daerah yang memiliki Indeks Input dan Indeks Output di bawah rata-rata. Daerah yang
masuk kuadran 3 ini, meliputi : Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jambi,
Provinsi Sumatera Utara, dan Provinsi Bengkulu.
puluh
faktor
pembentuk
indeks
daya
saing
ditentukan
dengan
indikator tersebut dimasukkan dalam permodelan indeks daya saing secara bertahap. Tahapan
tersebut dilakukan hingga mencapai model fit yang terbaik, hasilnya sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5 Regresi Linear Indeks Daya Saing
58 | P a g e
Terlihat bahwa dari 30 indikator tersebut hanya terpilih empat indikator sebagai
variabel independen membangun indeks daya saing sebagai variabel dependen. Untuk
mengetahui variabel apa yang dominan mempengaruhi indeks daya saing dalam permodelan
tersebut maka langkah selanjutnya adalah menghitung besaran korelasi dari keempat variabel
tersebut terhadap indeks daya saing (ids), hasilnya pada Tabel 4.6 berikut ini :
Tabel 4.6 Korelasi Pearson dari Indikator/ Variabel dalam Permodelan Indeks Daya
Saing
Model yang memberikan model fit yang paling besar adalah model ke-empat ditandai
dengan R Square sebesar 0.975. Angka tersebut merupakan kontribusi bersama dari empat
variabel atau indikator dalam menjelaskan variasi y. Untuk mengetahui variabel yang
59 | P a g e
dominan, maka perlu mengetahui kontribusi dari masing-masing variabel/ indikator tersebut
masing-masing, sebagai berikut :
Tabel 4.7 Kontribusi Indikator/ Variabel dalam Permodelan Indeks Daya Saing
No
Variabel
Korelasi
Koefisien
Korelasi*Koefisien
PDRBperkap
0.757
0.579
0.4383
PADPDRB
0.375
0.798
0.2993
KPFDRB
0.638
0.455
0.2903
SMP
0.253
-0.211
R Square
-0.0534
0.9745
Variabel/ indikator kinerja yang dominan adalah variabel PDRB per kapita. Variabel
tersebut menyumbang angka 0.4383 dari angka R Square sebesar 0.9745 pada pembentukan
permodelan daya saing. Angka tersebut merupakan angka terbesar. Dengan demikian
indikator/ variabel/ faktor pembentuk daya saing yang dominan adalah PDRB per kapita.
60 | P a g e
0
0
10
15
20
25
30
35
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd
2
1
Harmoni
2
Lahan
APS07
APS13
2
InvKrim
3
APS16
2
Trans
1
APS19
2
Listrik
3
SD
1
Telkom
1
SMP
2
Bank
2
AHH
2
LK
3
AKB
2
Air
1
Jamban
2
GuruS1
2
1
U15kerja
InvTPT
2
Tingkat kinerja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara didominasi pada tahap sedang
dan hanya lima kinerja saja yang telah mencapai tingkat yang tinggi. Kinerja PAD/PDRB
rendah dan kapasitas fikal yang dimiliki belum dapat digunakan secara optimal dalam
membentuk PDRB dan meningkatkan investasi.
Provinsi Riau
3
0
0
10
15
20
25
30
35
Provinsi Riau
61 | P a g e
Provinsi Riau
PAD/PDRB
KPF/PDRB
1
InvestPDRB
3
RasGuruMrd
Harmoni
APS07
1
Lahan
APS13
2
InvKrim
3
APS16
1
Trans
1
APS19
2
Listrik
3
SD
1
Telkom
1
SMP
2
Bank
2
AHH
1
LK
3
AKB
2
Air
1
Jamban
1
GuruS1
2
2
U15kerja
InvTPT
1
Provinsi Jambi
3
0
0
10
15
20
25
30
35
Provinsi Jambi
Provinsi Jambi
PAD/PDRB
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd Harmoni
1
1
Lahan
APS07
APS13
2
InvKrim
3
APS16
2
Trans
2
APS19
1
Listrik
3
SD
1
Telkom
3
SMP
2
Bank
2
AHH
2
LK
3
AKB
1
Air
1
Jamban
2
GuruS1
2
2
U15kerja
InvTPT
1
Pemerintah Provinsi Jambi memiliki kinerja rendah dan sedang yang hampir
berimbang. Tingkat kinerja tinggi pada upaya harmonisasi peraturan, penyediaan lahan
industri terpadu, penyediaan sarana transportasi, listrik, dan layanan bank. Sedangkan seluruh
kinerja output tingkat rendah-sedang.
62 | P a g e
0
0
10
15
20
25
30
35
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd
1
APS07
Harmoni
Lahan
3
APS13
2
InvKrim
3
APS16
1
Trans
2
APS19
1
Listrik
1
SD
1
Telkom
1
SMP
2
Bank
1
AHH
1
LK
1
AKB
1
Air
3
Jamban
3
GuruS1
1
2
U15kerja
InvTPT
2
Provinsi Bengkulu
3
0
0
10
15
20
25
30
35
Provinsi Bengkulu
63 | P a g e
Provinsi Bengkulu
PAD/PDRB
KPF/PDRB InvestPDRB
2
RasGuruMrd Harmoni
1
APS07
Lahan
1
APS13
APS16
2
InvKrim
2
Trans
APS19
2
Listrik
SD
SMP
2
Telkom
Bank
2
AHH
2
LK
3
AKB
Air
1
Jamban
2
GuruS1
3
U15kerja
1
InvTPT
2
0
0
10
15
20
25
30
35
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd Harmoni
1
2
Lahan
APS07
APS13
2
InvKrim
3
APS16
1
Trans
1
APS19
1
Listrik
1
SD
1
Telkom
3
SMP
2
Bank
2
AHH
1
LK
3
AKB
1
Air
2
Jamban
1
GuruS1
1
2
U15kerja
InvTPT
1
Tingkat kinerja input dan output pada Pemerintah Provinsi Jawa Barat didominasi oleh
tingkat kinerja rendah dan sedang. Kinerja mendorong aktiitas perekonomian daerah berada
pada tingkat sedang dan kinerja penciptaan lingkungan produktif sudah relatif tinggi, namun
kinerja output masih berada pada tingkatan rendah. Perlu upaya untuk meningkatkan kinerja
tersebut agar perkembangan ekonomi dapat mendorong kesejahteraan masyarakat.
64 | P a g e
Provinsi Banten
3
0
0
10
15
20
25
30
35
Provinsi Banten
Provinsi Banten
PAD/PDRB
KPF/PDRB
2
RasGuruMrd
1
InvestPDRB
1
APS07
Harmoni
Lahan
3
APS13
2
InvKrim
3
APS16
2
Trans
1
APS19
1
Listrik
3
SD
1
Telkom
3
SMP
2
Bank
2
AHH
2
LK
1
AKB
1
Air
2
Jamban
1
GuruS1
1
2
U15kerja
InvTPT
1
Tingkat capaian kinerja Provinsi Banten didominasi pada tingkat rendah. Pemerintah
Provinsi Banten sebaiknya dapat memberikan penekanan pada kinerja input mendorong
aktivitas perekonomian daerah dan meningkatkan kualitas SDM agar dapat meningkatkan
kinerja output yang masih rendah. Upaya penciptaan lingkungan produktif dan konektivitas
telah menunjukkan arah yang menggembirakan.
0
0
10
15
20
25
30
35
65 | P a g e
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd
Harmoni
APS07
Lahan
1
APS13
2
InvKrim
1
APS16
2
Trans
APS19
1
Listrik
SD
1
Telkom
1
SMP
2
Bank
2
AHH
2
LK
3
AKB
1
Air
2
Jamban
1
GuruS1
2
3
U15kerja
InvTPT
2
Provinsi Jawa Tengah memiliki kinerja mendorong perekonomian daerah yang rendah
meskipun investasi-nya sudah mencapai tingkat sedang, hal ini juga ditemukan pada kinerja
meningkatkan kualitas SDM yang juga rendah. Untuk lebih mendorong investasi agar
berpengaruh pada perekonomian maka perlu upaya menciptakan lingkungan yang produktif,
melalui harmonisasi peraturan dan penyediaan lahan untuk industri terpadu.
0
0
10
15
20
25
30
35
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd
1
2
Harmoni
3
Lahan
APS07
APS13
2
InvKrim
1
APS16
2
Trans
1
APS19
1
Listrik
1
SD
1
Telkom
3
SMP
2
Bank
2
AHH
2
LK
1
AKB
1
Air
2
Jamban
1
GuruS1
2
2
U15kerja
InvTPT
2
Pemerintah Provinsi Jawa Timur memiliki kinerja yang rendah-sedang. Kinerja yang
perlu ditingkatkan adalah kinerja output-nya yaitu : kinerja PDRB perkapita, dan invMiskin.
Perlu ada upaya peningkatan keberpihakan pada kaum miskin. PDRB hendaknya meningkat
terutama pada sektor yang dapat menyerap lapangan kerja besar, perlu memanfaatkan
momentum kinerja Investasi yang tinggi.
66 | P a g e
Provinsi Bali
3
0
0
10
15
20
25
30
35
Provinsi Bali
Provinsi Bali
PAD/PDRB
KPF/PDRB InvestPDRB
2
RasGuruMrd
1
APS07
Harmoni
Lahan
1
APS13
3
InvKrim
1
APS16
3
Trans
1
APS19
3
Listrik
3
SD
SMP
2
Telkom
2
Bank
AHH
3
LK
AKB
3
Air
2
Jamban
1
GuruS1
2
2
U15kerja
InvTPT
3
Kinerja Pemerintah Provinsi Bali, lebih didominasi oleh tingkatan kinerja rendah dan
tinggi. Kinerja meningkatkan kualitas SDM-nya didominasi kinerja sedang-tinggi dan hal
yang sama juga telah dicapai kinerja membangun konektivitas. Kinerja mendorong aktivitas
perekonomian daerah menjadi perhatian utama agar sejalan dengan kinerja output yang tinggi,
yaitu melalui upaya menciptakan lingkungan produktif.
0
0
10
15
20
25
30
35
67 | P a g e
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd
Harmoni
APS07
Lahan
3
APS13
2
InvKrim
3
APS16
1
Trans
1
APS19
SMP
Listrik
3
SD
2
Telkom
3
AHH
1
Bank
LK
AKB
Air
1
Jamban
1
GuruS1
2
2
U15kerja
InvTPT
1
Kinerja Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan masih dominan berada pada tingkat
yang rendah, terutama pada kinerja mendorong aktivitas perekonomian daerah. Hal ini
berbanding terbalik dengan kinerja menciptakan lingkungan produktif dan membangun
konektivitas yang didominasi indeks yang tinggi. Apabila upaya mendorong aktivitas
perekonomian daerah dapat ditingkatkan maka dua kinerja yang tinggi tersebut dapat memacu
kinerja pencapaian PDRB perkapita yang tinggi serta menyerap lapangan kerja yang besar
pula, dengan demikian tingkat pengangguran dapat turun.
0
0
10
15
20
25
30
35
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd Harmoni
2
1
Lahan
APS07
APS13
1
InvKrim
3
APS16
1
Trans
3
APS19
1
Listrik
1
SD
1
Telkom
1
SMP
1
Bank
1
AHH
1
LK
1
AKB
1
Air
2
Jamban
1
GuruS1
1
1
U15kerja
InvTPT
1
Provinsi Sulawesi Barat sebagian besar kinerja-nya berada pada tingkat rendah.
Terdapat beberapa kinerja rendah yang perlu ditingkatkan terutama pada upaya mendorong
aktivitas perekonomian daerah dan meningkatkan kualitas SDM. Penyediaan lahan terpadu
untuk industri dan pengurangan pengangguran yang sudah baik menjadi langkah awal untuk
memperbaiki kinerja yang lain.
68 | P a g e
0
0
10
15
20
25
30
35
KPF/PDRB InvestPDRB
1
RasGuruMrd Harmoni
3
1
Lahan
APS07
APS13
1
InvKrim
3
APS16
2
Trans
2
APS19
2
Listrik
1
SD
2
Telkom
3
SMP
1
Bank
2
AHH
2
LK
3
AKB
2
Air
1
Jamban
2
GuruS1
2
InvTPT
1
Sebagian besar kinerja Provinsi Papua dalam rangka meningkatkan daya saing masih
berada pada tingkat yang rendah yaitu upaya mendorong aktivitas perekonomian daerah dan
Output. Beberapa kinerja input lainnya memiliki indeks tinggi antara lain harmonisasi
peraturan dan penyediaan lahan untuk industri terpadu. Perlu upaya mengarahkan APBD
sebagai instrumen fiskal yang mendorong perekonomian daerah, meningkatkan kualitas, serta
mendorong kinerja output.
Pada akhir analisa klaster ini akan disampaikan kinerja/ faktor pembentuk input dan
output yang masih rendah secara keseluruhan. Kinerja input dan output yang rendah menjadi
permasalahan yang perlu kiranya untuk diperbaiki guna meningkatkan daya saing pemerintah
daerah. Gambar 4.6 kinerja input dan output disajikan berdasarkan 13 pemerintah provinsi
sampel masing-masing, sedangkan pada gambar 4.7 di bawah ini berupa histogram yang
menunjukkan keterjadian kinerja rendah pada kinerja input dan output yang diurut dari besar
ke kecil (pareto analysis)5.
dikembangkan pertama kali oleh Ekonom Italia, Vilfredo Pareto (1848-1923) yang mengamati bahwa
kekayaan di Milan dimiliki oleh hanya 15persen dari penduduknya
69 | P a g e
100.00
10
90.00
80.00
70.00
60.00
6
50.00
5
40.00
Count
30.00
Cumulative %
20.00
Indeks LK Rendah
10.00
Indeks PAD terhadap PDRB, Indeks Kapasitas Fiskal terhadap PDRB, dan Indeks
Rasio Guru terhadap Murid rendah merupakan permasalahan yang banyak terjadi pada tiga
belas pemerintah provinsi yang menjadi sampel. Kemudian diikuti oleh APS 19-24 tahun,
ketersediaan Lembaga Keuangan non Bank, produktivitas, dan PDRB perkapita. Prinsip 80/20
yaitu 80% dari permasalahan disumbang dari 20% dari kinerja yang ada tidak dipenuhi.
Delapan puluh persen permasalahan berasal dari 18 kinerja input dan output (lebih dari 60%nya). Identifikasi permasalahan ini menjadi fokus perhatian daerah dan pemerintah pusat agar
bersama-sama mengatasinya sesuai kewenangan yang dimiliki.
4.2.4. Analisis DEA terhadap Faktor Penguat Daya Saing Daerah
Sebelum melangkah pada tahapan analisa lebih lanjut, maka perlu disampaikan secara
ringkas mengenai apa yang disebut dengan Data Envelopment Analysis (DEA)? Data
Envelopment Analysis (DEA) merupakan metode statistik non parameter yang didesain untuk
mengukur efisiensi relatif suatu Decision Making Unit (DMU) yang menggunakan banyak
input (multi input) dan banyak output (multi output) dimana penggabungan antara input dan
70 | P a g e
output tersebut tidak mungkin dilakukan (L.D Pertiwi, 2007). Yang dimaksud dengan efisiensi
adalah perbandingan antara output dan input. DEA mengukur efisiensi relatif diantara DMU
dhi. 13 sampel pemerintah daerah. Diantara DMU tersebut akan ditentukan yang mana sebagai
benchmark (acuan) efisiensi, dan dinyatakan besarannya sebesar 100%. DMU lainnya akan
dilakukan peer berdasarkan data atau kondisi yang dimiliki terhadap data/ kondisi yang
dimiliki benchmark. Pengukuran efisiensi berdasarkan DEA terdiri dari dua macam (Charnes,
Cooper, dan Rhodes, 1978), yaitu :
1. berorientasi input : dimana melakukan minimize dari penggunaan input, sementara output
dikonstan-kan menghasilkan efisiensi teknis biaya;
2. berorientasi output : dimana melakukan maximize pada output, sementara input dikonstankan menghasilkan efisiensi teknis sistem.
DEA dalam kajian ini menentukan benchmark, peer suatu daerah terhadap daerah lain
melalui proses iterasi. Pengukuran efisiensi yang digunakan dalam analisa ini adalah
minimisasi input dengan variabel returns to scale. Data realisasi belanja APBD menurut
fungsi adalah data persentase belanja suatu fungsi terhadap total belanja. Ids merupakan
Indeks Daya Saing, dan kolom setelahnya merupakan proporsi sembilan belanja fungsi
terhadap total belanja APBD masing-masing daerah. Fungsi layanan dimaksud meliputi
fungsi-fungsi sebagai berikut :
1. Pelayanan Umum.
2. Ketertiban dan Ketentraman.
3. Ekonomi.
4. Lingkungan Hidup.
5. Perumahan dan Fasilitas Umum.
6. Kesehatan.
7. Pariwisata dan Budaya.
8. Pendidikan.
9. Perlindungan Sosial.
Belanja fungsi tersebut merupakan penguat daya saing. Semakin besar dimanfaatkan
maka akan makin meningkat pula kemampuan daya saing suatu daerah. Basis data yang
digunakan adalah tahun 2012, dengan rincian tertera pada Tabel 4.8 pada halaman berikut.
Dari proporsi sembilan belanja fungsi yang akan dianalisa, yang memiliki dispersi dan
rentang (range) terbesar adalah belanja fungsi kesehatan, yang kemudian diikuti belanja
fungsi layanan umum, dan belanja fungsi perumahan fasilitas umum.
71 | P a g e
Tabel 4.8 Indeks Daya Saing dan %Realisasi Belanja Fungsi terhadap Total Belanja
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Provinsi
Layum/
Belanja
Ids
1.29
1.71
1.30
1.39
1.23
1.34
1.25
1.23
1.34
1.63
1.26
1.15
1.21
1.15
1.71
0.16
(%)
31.30
33.98
26.87
34.24
33.09
21.13
39.43
30.85
31.86
22.59
24.04
31.38
48.18
21.13
48.18
7.20
Tramtib/
Belanja
(%)
1.03
1.00
1.03
1.19
1.00
0.75
0.79
0.62
0.80
1.35
0.98
1.27
1.33
0.62
1.35
0.23
Ekon/
Rmhfasum Kshatan/ Parbud/ Pdidik/
LH/Belanja
Belanja
/ Belanja Belanja Belanja Belanja
(%)
7.42
9.02
9.91
10.30
9.78
6.21
4.43
6.81
7.54
8.31
8.81
11.44
11.81
4.43
11.81
2.11
(%)
3.10
2.45
1.62
3.34
1.24
2.03
3.15
1.36
1.93
1.63
2.02
2.03
1.13
1.13
3.34
0.73
(%)
13.93
19.43
21.14
17.09
12.12
13.18
14.42
9.10
10.19
9.90
8.72
9.01
17.07
8.72
21.14
4.17
(%)
9.92
6.99
8.64
9.63
10.44
12.13
9.77
11.12
12.28
12.57
11.34
8.69
6.37
6.37
12.57
1.95
(%)
1.15
0.71
0.58
1.06
0.50
0.41
0.29
0.48
0.48
1.02
0.44
0.66
0.69
0.29
1.15
0.27
(%)
30.86
24.90
28.40
21.39
29.86
42.98
26.48
38.44
33.67
40.85
42.18
33.66
11.17
11.17
42.98
9.07
Linsos/
Belanja
(%)
1.30
1.50
1.81
1.76
1.97
1.17
1.24
1.21
1.24
1.76
1.46
1.86
2.26
1.17
2.26
0.35
Tujuan analisa ini adalah bagaimana suatu daerah mengarahkan belanja daerah-nya
dalam bentuk persentase terhadap total belanja dengan mengacu pada daerah lain yang
ditentukan sebagai acuan dengan memperhatikan indeks daya saing output. Angka yang
berasal dari daerah acuan menjadi target bagi daerah tersebut. Analisa DEA yang digunakan
adalah orientasi input yang bertujuan untuk minimisasi, sehingga untuk variabel yang
memiliki nilai minus (-) di depan label variabel maka ACHIEVED berarti capaian yang
merupakan persentase target terhadap aktual, sedangkan untuk variabel yang memiliki nilai
plus (+) di depan label variabel-nya maka ACHIEVED berarti capaian yang merupakan
persentase aktual terhadap target. TO GAIN merupakan 100-ACHIEVED. Analisa efisiensi
terhadap pemerintah provinsi sampel akan menghasilkan angka efisiensi melebihi 100%,
maksudnya terdapat belanja fungsi sebagai input yang harus ditambah dan bukan
diminimisasi, selain itu pula karena tingkat efisiensi movement yang digunakan adalah radial,
maksudnya adalah mengupayakan input konstan namun output meningkat. Karena total
persentase belanja fungsi terhadap belanja adalah 100%, dengan demikian kenaikan
persentase terhadap suatu belanja fungsi akan menyebabkan penurunan persentase belanja
fungsi lain, begitupun sebaliknya. Perubahan komponen input (mengikuti target)
mengakibatkan beberapa daerah diarahkan untuk menaikkan Indeks Daya Saing-nya sebagai
output. Berikut ini disajikan hasil DEA dari tiga belas provinsi sampel.
72 | P a g e
Tabel 4.9 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sumatera
Utara
Table of peer units
Peers for Unit Sumut efficiency 101.74% radial
Peers
1 to
4 out of
6 for target Sumut
Sumut
Riau
Jabar
ACTUAL
LAMBDA
0.350
0.130
31.3 -LAYUM
11.9
2.7
1.0 -TRAMTIB
0.3
0.1
7.4 -EKON
3.2
0.8
3.1 -LH
0.9
0.3
13.9 -RMHFASUM
6.8
1.7
9.9 -KESEHATAN
2.4
1.6
1.1 -PARBUD
0.2
0.1
30.9 -PENDIDIKAN
8.7
5.6
1.3 -LINSOS
0.5
0.2
1.3 +IDS
0.6
0.2
Peers
5 to
6 out of
6 for target Sumut
Sumut
Jatim
Sulsel
ACTUAL
LAMBDA
0.362
0.010
31.3 -LAYUM
11.5
0.2
1.0 -TRAMTIB
0.3
0.0
7.4 -EKON
2.7
0.1
3.1 -LH
0.7
0.0
13.9 -RMHFASUM
3.7
0.1
9.9 -KESEHATAN
4.4
0.1
1.1 -PARBUD
0.2
0.0
30.9 -PENDIDIKAN
12.2
0.4
1.3 -LINSOS
0.4
0.0
1.3 +IDS
0.5
0.0
Banten
0.101
4.0
0.1
0.4
0.3
1.5
1.0
0.0
2.7
0.1
0.1
Jateng
0.047
1.5
0.0
0.3
0.1
0.4
0.5
0.0
1.8
0.1
0.1
Pada tabel 4.9 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi
Sumatera Utara, 6 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Riau, Provinsi Jawa Barat,
Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi
Jawa Timur dan Provinsi Riau.
Tabel 4.10 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi
Sumatera Utara
Table of target values
Targets for Unit Sumut efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
31.3
31.8
-TRAMTIB
1.0
0.9
-EKON
7.4
7.5
-LH
3.1
2.2
-RMHFASUM
13.9
14.2
-KESEHATAN
9.9
10.1
101.74% radial
TO GAIN
ACHIEVED
-1.7%
101.7%
16.9%
83.1%
-1.7%
101.7%
28.3%
71.7%
-1.7%
101.7%
-1.7%
101.7%
73 | P a g e
-PARBUD
-PENDIDIKAN
-LINSOS
+IDS
1.1
30.9
1.3
1.3
0.5
31.4
1.3
1.5
53.8%
-1.7%
-1.7%
13.0%
46.2%
101.7%
101.7%
88.5%
Target efisiensi pada tabel 4.10 yaitu Provinsi Sumatera Utara sebesar 101,7% atau
terdapat kenaikan persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja
fungsi layanan umum dari 31,3% menjadi 31,8%; (2) pengurangan % belanja fungsi
Ketentraman dan Ketertiban dari 1,0% menjadi 0,9%; (3) peningkatan % belanja fungsi
ekonomi dari 7,4% menjadi 7,5%; (4) pengurangan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari
3,1% menjadi 2,2%; (5) peningkatan % belanja fungsi perumahan dan fasum dari 13,9%
menjadi 14,2%; (6) peningkatan % belanja fungsi kesehatan dari 9,9% menjadi 10,1%;
(7) penurunan % belanja fungsi pariwisata dan budaya dari 1,1% menjadi 0,5%;
(8) peningkatan % belanja fungsi pendidikan dari 30,9% menjadi 31,4%; (9) peningkatan %
belanja fungsi perlindungan sosial ; dan (10) mengupayakan agar indeks daya saing meningkat
dari 1,3 menjadi 1,5.
Tabel 4.11 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bangka
Belitung
Peers for Unit Babel efficiency 105.39% radial
Peers
1 to
4 out of
5 for target Babel
Babel
Sumut
Riau
ACTUAL
LAMBDA
0.065
0.247
34.2 -LAYUM
2.0
8.4
1.2 -TRAMTIB
0.1
0.2
10.3 -EKON
0.5
2.2
3.3 -LH
0.2
0.6
17.1 -RMHFASUM
0.9
4.8
9.6 -KESEHATAN
0.6
1.7
1.1 -PARBUD
0.1
0.2
21.4 -PENDIDIKAN
2.0
6.1
1.8 -LINSOS
0.1
0.4
1.4 +IDS
0.1
0.4
Peer
5 out of
5 for target Babel
Babel
Pabar
ACTUAL
LAMBDA
0.351
34.2 -LAYUM
16.9
1.2 -TRAMTIB
0.5
10.3 -EKON
4.1
3.3 -LH
0.4
17.1 -RMHFASUM
6.0
9.6 -KESEHATAN
2.2
1.1 -PARBUD
0.2
21.4 -PENDIDIKAN
3.9
1.8 -LINSOS
0.8
1.4 +IDS
0.4
Jambi
0.265
7.1
0.3
2.6
0.4
5.6
2.3
0.2
7.5
0.5
0.3
Bali
0.072
1.6
0.1
0.6
0.1
0.7
0.9
0.1
2.9
0.1
0.1
74 | P a g e
Tabel 4.11 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Bangka
Belitung, 5 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Sumatera Utara, Provinsi Riau,
Provinsi Jambi, Provinsi Bali, dan Provinsi Papua Barat. Dua provinsi yang menjadi acuan
utama (ditunjukkan dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi Papua Barat dan Provinsi
Jambi.
Tabel 4.12 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi
Bangka Belitung
Targets for Unit Babel efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
34.2
36.1
-TRAMTIB
1.2
1.2
-EKON
10.3
10.1
-LH
3.3
1.7
-RMHFASUM
17.1
18.0
-KESEHATAN
9.6
7.8
-PARBUD
1.1
0.7
-PENDIDIKAN
21.4
22.5
-LINSOS
1.8
1.9
+IDS
1.4
1.4
105.39% radial
TO GAIN
ACHIEVED
-5.4%
105.4%
3.3%
96.7%
2.1%
97.9%
47.6%
52.4%
-5.4%
105.4%
19.0%
81.0%
32.1%
67.9%
-5.4%
105.4%
-5.4%
105.4%
0.0%
100.0%
Target efisiensi Provinsi Bangka Belitung sebesar 105,39% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi layanan
umum dari 34,2% menjadi 36,1%; (2) pengurangan % belanja fungsi Ketentraman dan
Ketertiban; (3) pengurangan % belanja fungsi ekonomi dari 10,3% menjadi 10,1%;
(4) pengurangan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 3,3% menjadi 1,7%;
(5) peningkatan % belanja fungsi perumahan dan fasum dari 17,1% menjadi 18%;
(6) penurunan % belanja fungsi kesehatan dari 9,6% menjadi 7,8%; (7) penurunan % belanja
fungsi pariwisata dan budaya dari 1,1% menjadi 0,7%; (8) peningkatan % belanja fungsi
pendidikan dari 21,4% menjadi 22,5%; dan (9) peningkatan % belanja fungsi perlindungan
sosial dari 1,8% menjadi 1,9%.
Tabel 4.13 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bengkulu
Peers for Unit Bengkulu efficiency
Bengkulu
Banten
ACTUAL
LAMBDA
0.002
33.1 -LAYUM
0.1
1.0 -TRAMTIB
0.0
9.8 -EKON
0.0
1.2 -LH
0.0
12.1 -RMHFASUM
0.0
10.4 -KESEHATAN
0.0
0.5 -PARBUD
0.0
29.9 -PENDIDIKAN
0.1
106.15% radial
Jateng
Jatim
0.740
0.014
22.8
0.4
0.5
0.0
5.0
0.1
1.0
0.0
6.7
0.1
8.2
0.2
0.4
0.0
28.4
0.5
Pabar
0.244
11.7
0.3
2.9
0.3
4.2
1.6
0.2
2.7
75 | P a g e
2.0 -LINSOS
1.2 +IDS
0.0
0.0
0.9
0.9
0.0
0.0
0.6
0.3
Tabel 4.13 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi
Bengkulu, 4 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah,
Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Papua Barat. Provinsi yang menjadi acuan utama
(ditunjukkan dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi Jawa Tengah.
Tabel 4.14 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi
Bengkulu
Targets for Unit Bengkulu efficiency 106.15% radial
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
TO GAIN
ACHIEVED
-LAYUM
33.1
35.1
-6.1%
106.1%
-TRAMTIB
1.0
0.8
20.4%
79.6%
-EKON
9.8
8.0
17.9%
82.1%
-LH
1.2
1.3
-6.1%
106.1%
-RMHFASUM
12.1
11.1
8.7%
91.3%
-KESEHATAN
10.4
10.0
4.5%
95.5%
-PARBUD
0.5
0.5
-6.1%
106.1%
-PENDIDIKAN
29.9
31.7
-6.1%
106.1%
-LINSOS
2.0
1.5
25.6%
74.4%
+IDS
1.2
1.2
0.0%
100.0%
Target efisiensi Provinsi Bengkulu sebesar 106,15% atau terdapat kenaikan persentase
belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi layanan umum dari
33,1% menjadi 35,1%; (2) pengurangan % belanja fungsi Ketentraman dan Ketertiban dari
1% menjadi 0,8%; (3) pengurangan % belanja fungsi ekonomi dari 9,8% menjadi 8,0%;
(4) peningkatan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 1,2% menjadi 1,3%; (5) penurunan
% belanja fungsi perumahan dan fasum dari 12,1% menjadi 11,1%; (6) penurunan % belanja
fungsi kesehatan dari 10,4% menjadi 10,0%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan
budaya; (8) peningkatan % belanja fungsi pendidikan dari 29,9% menjadi 31,7%; dan
(9) penurunan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 2,0% menjadi 1,5%.
76 | P a g e
Tabel 4.15 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Timur
Peers for Unit Jatim efficiency 109.07% radial
Peers
1 to
4 out of
5 for target Jatim
Jatim
Riau
Banten
ACTUAL
LAMBDA
0.194
0.018
31.9 -LAYUM
6.6
0.7
0.8 -TRAMTIB
0.2
0.0
7.5 -EKON
1.8
0.1
1.9 -LH
0.5
0.1
10.2 -RMHFASUM
3.8
0.3
12.3 -KESEHATAN
1.4
0.2
0.5 -PARBUD
0.1
0.0
33.7 -PENDIDIKAN
4.8
0.5
1.2 -LINSOS
0.3
0.0
1.3 +IDS
0.3
0.0
Peer
5 out of
5 for target Jatim
Jatim
Sulsel
ACTUAL
LAMBDA
0.286
31.9 -LAYUM
6.9
0.8 -TRAMTIB
0.3
7.5 -EKON
2.5
1.9 -LH
0.6
10.2 -RMHFASUM
2.5
12.3 -KESEHATAN
3.2
0.5 -PARBUD
0.1
33.7 -PENDIDIKAN
12.1
1.2 -LINSOS
0.4
1.3 +IDS
0.4
Jateng
0.476
14.7
0.3
3.2
0.6
4.3
5.3
0.2
18.3
0.6
0.6
Bali
0.026
0.6
0.0
0.2
0.0
0.3
0.3
0.0
1.0
0.0
0.0
Tabel 4.15 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Jawa
Timur, 5 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Banten, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi
Bali, dan Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan
lambda yang besar) yaitu Provinsi Jateng dan Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 4.16 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa
Timur
Targets for Unit Jatim efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
31.9
29.5
-TRAMTIB
0.8
0.8
-EKON
7.5
7.8
-LH
1.9
1.8
-RMHFASUM
10.2
11.1
-KESEHATAN
12.3
10.4
-PARBUD
0.5
0.5
-PENDIDIKAN
33.7
36.7
-LINSOS
1.2
1.4
+IDS
1.3
1.3
109.07% radial
TO GAIN
ACHIEVED
7.6%
92.4%
-2.3%
102.3%
-3.5%
103.5%
6.7%
93.3%
-9.1%
109.1%
15.4%
84.6%
-9.1%
109.1%
-9.1%
109.1%
-9.1%
109.1%
0.0%
100.0%
77 | P a g e
Target efisiensi Provinsi Jawa Timur sebesar 109,07% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu penurunan% belanja fungsi layanan
umum dari 31,9% menjadi 29,5%; (2) peningkatan % belanja fungsi Ketentraman dan
Ketertiban; (3) peningkatan % belanja fungsi ekonomi dari 7,5% menjadi 7,8%; (4) penurunan
% belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 1,9% menjadi 1,8%; (5) peningkatan % belanja
fungsi perumahan dan fasum dari 10,2% menjadi 11,1%; (6) penurunan % belanja fungsi
kesehatan dari 12,3% menjadi 10,4%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan
budaya; (8) peningkatan % belanja fungsi pendidikan dari 33,7% menjadi 36,7%;
(9) peningkatan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 1,2% menjadi 1,4%.
Tabel 4.17 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jambi
Peers for Unit Jambi efficiency 112.69% radial
Peers
1 to
4 out of
5 for target Jambi
Jambi
Riau
Bengkulu
ACTUAL
LAMBDA
0.280
0.328
26.9 -LAYUM
9.5
10.9
1.0 -TRAMTIB
0.3
0.3
9.9 -EKON
2.5
3.2
1.6 -LH
0.7
0.4
21.1 -RMHFASUM
5.4
4.0
8.6 -KESEHATAN
2.0
3.4
0.6 -PARBUD
0.2
0.2
28.4 -PENDIDIKAN
7.0
9.8
1.8 -LINSOS
0.4
0.6
1.3 +IDS
0.5
0.4
Peer
5 out of
5 for target Jambi
Jambi
Sulbar
ACTUAL
LAMBDA
0.136
26.9 -LAYUM
4.3
1.0 -TRAMTIB
0.2
9.9 -EKON
1.6
1.6 -LH
0.3
21.1 -RMHFASUM
1.2
8.6 -KESEHATAN
1.2
0.6 -PARBUD
0.1
28.4 -PENDIDIKAN
4.6
1.8 -LINSOS
0.3
1.3 +IDS
0.2
Jabar
0.098
2.1
0.1
0.6
0.2
1.3
1.2
0.0
4.2
0.1
0.1
Bali
0.157
3.6
0.2
1.3
0.3
1.6
2.0
0.2
6.4
0.3
0.3
Tabel 4.17 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Jambi,
5 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Riau, Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Barat,
Provinsi Bali, dan Provinsi Sulawesi Barat. Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan
dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi Bengkulu dan Provinsi Riau.
78 | P a g e
Tabel 4.18 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jambi
Targets for Unit Jambi efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
26.9
30.3
-TRAMTIB
1.0
1.1
-EKON
9.9
9.2
-LH
1.6
1.8
-RMHFASUM
21.1
13.5
-KESEHATAN
8.6
9.7
-PARBUD
0.6
0.7
-PENDIDIKAN
28.4
32.0
-LINSOS
1.8
1.7
+IDS
1.3
1.4
112.69% radial
TO GAIN
ACHIEVED
-12.7%
112.7%
-3.6%
103.6%
7.1%
92.9%
-12.7%
112.7%
36.1%
63.9%
-12.7%
112.7%
-12.7%
112.7%
-12.7%
112.7%
5.4%
94.6%
9.8%
91.1%
Target efisiensi Provinsi Jambi sebesar 112,69% atau terdapat kenaikan persentase
belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi layanan umum dari
26,9% menjadi 30,3%; (2) peningkatan % belanja fungsi Ketentraman dan Ketertiban dari 1%
menjadi 1,1%; (3) penurunan % belanja fungsi ekonomi dari 9,9% menjadi 9,2%;
(4) peningkatan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 1,6% menjadi 1,8%; (5) penurunan
% belanja fungsi perumahan dan fasum dari 21,1% menjadi 13,5%; (6) peningkatan % belanja
fungsi kesehatan dari 8,6% menjadi 9,7%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan
budaya dari 0,6% menjadi 0,7%; (8) peningkatan % belanja fungsi pendidikan dari 28,4%
menjadi 32%; (9) penurunan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 1,8% menjadi 1,7%;
dan (10) mengupayakan peningkatan indeks daya saing dari 1,3 menjadi 1,4.
Tabel 4.19 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sulawesi
Selatan
Peers for Unit Sulsel efficiency 115.99% radial
Sulsel
Jabar
Jateng
ACTUAL
LAMBDA
0.232
0.682
24.0 -LAYUM
4.9
21.0
1.0 -TRAMTIB
0.2
0.4
8.8 -EKON
1.4
4.6
2.0 -LH
0.5
0.9
8.7 -RMHFASUM
3.1
6.2
11.3 -KESEHATAN
2.8
7.6
0.4 -PARBUD
0.1
0.3
42.2 -PENDIDIKAN
10.0
26.2
1.5 -LINSOS
0.3
0.8
1.3 +IDS
0.3
0.8
Bali
0.086
1.9
0.1
0.7
0.1
0.9
1.1
0.1
3.5
0.2
0.1
Tabel 4.19 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi
Sulawesi Selatan, 3 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa
79 | P a g e
Tengah, dan Provinsi Bali. Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda
yang besar) yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Jawa Barat.
Tabel 4.20 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi
Sulawesi Selatan
Targets for Unit Sulsel efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
24.0
27.9
-TRAMTIB
1.0
0.7
-EKON
8.8
6.8
-LH
2.0
1.5
-RMHFASUM
8.7
10.1
-KESEHATAN
11.3
11.5
-PARBUD
0.4
0.5
-PENDIDIKAN
42.2
39.7
-LINSOS
1.5
1.2
+IDS
1.3
1.3
115.99% radial
TO GAIN
ACHIEVED
-16.0%
116.0%
27.2%
72.8%
22.8%
77.2%
23.8%
76.2%
-16.0%
116.0%
-1.2%
101.2%
-16.0%
116.0%
5.9%
94.1%
14.5%
85.5%
1.9%
98.2%
Target efisiensi Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 115,99% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi layanan
umum dari 24% menjadi 27,9%; (2) penurunan % belanja fungsi Ketentraman dan Ketertiban
dari 1% menjadi 0,7%; (3) penurunan % belanja fungsi ekonomi dari 8,8% menjadi 6,8%;
(4) penurunan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 2% menjadi 1,5%; (5) peningkatan %
belanja fungsi perumahan dan fasum dari 8,7% menjadi 10,1%; (6) peningkatan % belanja
fungsi kesehatan dari 11,3% menjadi 11,5%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan
budaya dari 0,4% menjadi 0,5%; (8) penurunan % belanja fungsi pendidikan dari 42,2%
menjadi 39,7%; (9) penurunan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 1,5% menjadi 1,2%;
dan (10) mengupayakan peningkatan indeks daya saing sehingga terjadi peningkatan efisiensi
output sebesar 1,9%.
Tabel 4.21 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Sulawesi
Barat
Peers for Unit Sulbar efficiency 117.63% radial
Sulbar
Sulsel
Pabar
ACTUAL
LAMBDA
0.775
0.225
31.4 -LAYUM
18.6
10.8
1.3 -TRAMTIB
0.8
0.3
11.4 -EKON
6.8
2.7
2.0 -LH
1.6
0.3
9.0 -RMHFASUM
6.8
3.8
8.7 -KESEHATAN
8.8
1.4
0.7 -PARBUD
0.3
0.2
33.7 -PENDIDIKAN
32.7
2.5
1.9 -LINSOS
1.1
0.5
80 | P a g e
1.2 +IDS
1.0
0.3
Tabel 4.21 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi
Sulawesi Barat, 2 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Sulawesi Selatan dan Provinsi
Papua Barat. Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda yang besar)
yaitu Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 4.22 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi
Sulawesi Barat
Targets for Unit Sulbar efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
31.4
29.5
-TRAMTIB
1.3
1.1
-EKON
11.4
9.5
-LH
2.0
1.8
-RMHFASUM
9.0
10.6
-KESEHATAN
8.7
10.2
-PARBUD
0.7
0.5
-PENDIDIKAN
33.7
35.2
-LINSOS
1.9
1.6
+IDS
1.2
1.3
117.63% radial
TO GAIN
ACHIEVED
6.1%
93.9%
16.6%
83.4%
17.1%
82.9%
10.4%
89.6%
-17.6%
117.6%
-17.6%
117.6%
24.8%
75.2%
-4.6%
104.6%
11.8%
88.2%
8.5%
92.1%
Target efisiensi Provinsi Sulawesi Barat sebesar 117,63% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu penurunan % belanja fungsi layanan
umum dari 31,4% menjadi 29,5%; (2) penurunan % belanja fungsi Ketentraman dan
Ketertiban dari 1,3% menjadi 1,1%; (3) penurunan % belanja fungsi ekonomi dari 11,4%
menjadi 9,5%; (4) penurunan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 2% menjadi 1,8%;
(5) peningkatan % belanja fungsi perumahan dan fasum dari 9% menjadi 10,6%;
(6) peningkatan % belanja fungsi kesehatan dari 8,7% menjadi 10,2%; (7) penurunan %
belanja fungsi pariwisata dan budaya dari 0,7% menjadi 0,5%; (8) peningkatan % belanja
fungsi pendidikan dari 33,7% menjadi 35,2%; (9) penurunan % belanja fungsi perlindungan
sosial dari 1,9% menjadi 1,6%; dan (10) mengupayakan peningkatan indeks daya saing dari
1,2 menjadi 1,3.
81 | P a g e
Tabel 4.23 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa Barat
Peers for Unit Jabar efficiency 128.35% radial
Peers
1 to
4 out of
5 for target Jabar
Jabar
Riau
Banten
ACTUAL
LAMBDA
0.058
0.116
21.1 -LAYUM
2.0
4.6
0.8 -TRAMTIB
0.1
0.1
6.2 -EKON
0.5
0.5
2.0 -LH
0.1
0.4
13.2 -RMHFASUM
1.1
1.7
12.1 -KESEHATAN
0.4
1.1
0.4 -PARBUD
0.0
0.0
43.0 -PENDIDIKAN
1.4
3.1
1.2 -LINSOS
0.1
0.1
1.3 +IDS
0.1
0.1
Peer
5 out of
5 for target Jabar
Jabar
Sulsel
ACTUAL
LAMBDA
0.547
21.1 -LAYUM
13.2
0.8 -TRAMTIB
0.5
6.2 -EKON
4.8
2.0 -LH
1.1
13.2 -RMHFASUM
4.8
12.1 -KESEHATAN
6.2
0.4 -PARBUD
0.2
43.0 -PENDIDIKAN
23.1
1.2 -LINSOS
0.8
1.3 +IDS
0.7
Jateng
0.137
4.2
0.1
0.9
0.2
1.2
1.5
0.1
5.3
0.2
0.2
Bali
0.142
3.2
0.2
1.2
0.2
1.4
1.8
0.1
5.8
0.3
0.2
Tabel 4.23 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Jawa
Barat, 5 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Riau, Provinsi Banten, Provinsi Jawa
Tengah, Provinsi Bali dan Provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi yang menjadi acuan utama
(ditunjukkan dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi Sulawesi Selatan.
Tabel 4.24 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa
Barat
Targets for Unit Jabar efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
21.1
27.1
-TRAMTIB
0.8
1.0
-EKON
6.2
8.0
-LH
2.0
2.0
-RMHFASUM
13.2
10.2
-KESEHATAN
12.1
11.1
-PARBUD
0.4
0.5
-PENDIDIKAN
43.0
38.7
-LINSOS
1.2
1.4
+IDS
1.3
1.3
128.35% radial
TO GAIN
ACHIEVED
-28.4%
128.4%
-28.4%
128.4%
-28.4%
128.4%
0.0%
100.0%
22.5%
77.5%
8.9%
91.1%
-28.4%
128.4%
10.0%
90.0%
-23.5%
123.5%
0.0%
100.0%
82 | P a g e
Target efisiensi Provinsi Sulawesi Barat sebesar 128,35% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi layanan
umum dari 21,1% menjadi 27,1%; (2) peningkatan % belanja fungsi Ketentraman dan
Ketertiban dari 0,8% menjadi 1%; (3) peningkatan % belanja fungsi ekonomi dari 6,2%
menjadi 8%; (4) penurunan % belanja fungsi Lingkungan Hidup; (5) penurunan % belanja
fungsi perumahan dan fasum dari 13,2% menjadi 10,2%; (6) penurunan % belanja fungsi
kesehatan dari 12,1% menjadi 11,1%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan budaya
dari 0,4% menjadi 0,5%; (8) penurunan % belanja fungsi pendidikan dari 43% menjadi 38,7%;
dan (9) peningkatan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 1,2% menjadi 1,4%.
Tabel 4.25 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa
Tengah
Peers for Unit Jateng efficiency 133.04% radial
Jateng
Bengkulu
Jabar
ACTUAL
LAMBDA
0.245
0.483
30.8 -LAYUM
8.1
10.2
0.6 -TRAMTIB
0.2
0.4
6.8 -EKON
2.4
3.0
1.4 -LH
0.3
1.0
9.1 -RMHFASUM
3.0
6.4
11.1 -KESEHATAN
2.6
5.9
0.5 -PARBUD
0.1
0.2
38.4 -PENDIDIKAN
7.3
20.8
1.2 -LINSOS
0.5
0.6
1.2 +IDS
0.3
0.6
Jatim
0.272
8.7
0.2
2.1
0.5
2.8
3.3
0.1
9.2
0.3
0.4
Tabel 4.25 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Jawa
Tengah, 3 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Barat, dan
Provinsi Jawa Timur. Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda yang
besar) yaitu Provinsi Jawa Barat.
Tabel 4.26 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Jawa
Tengah
Targets for Unit Jateng efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
30.8
27.0
-TRAMTIB
0.6
0.8
-EKON
6.8
7.4
-LH
1.4
1.8
-RMHFASUM
9.1
12.1
-KESEHATAN
11.1
11.8
-PARBUD
0.5
0.5
-PENDIDIKAN
38.4
37.2
-LINSOS
1.2
1.4
+IDS
1.2
1.3
133.04% radial
TO GAIN
ACHIEVED
12.5%
87.5%
-33.0%
133.0%
-9.3%
109.3%
-33.0%
133.0%
-33.0%
133.0%
-5.7%
105.7%
6.0%
94.0%
3.1%
96.9%
-14.5%
114.5%
6.7%
93.7%
83 | P a g e
Target efisiensi Provinsi Jawa Tengah sebesar 133,04% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu penurunan % belanja fungsi layanan
umum dari 30,8% menjadi 27,0%; (2) peningkatan % belanja fungsi Ketentraman dan
Ketertiban dari 0,6% menjadi 0,8%; (3) peningkatan % belanja fungsi ekonomi dari 6,8%
menjadi 7,4%; (4) peningkatan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 1,4% menjadi 1,8%;
(5) peningkatan % belanja fungsi perumahan dan fasum dari 9,1% menjadi 12,1%;
(6) penurunan % belanja fungsi kesehatan dari 11,1% menjadi 11,8%; (7) penurunan %
belanja fungsi pariwisata dan budaya; (8) penurunan % belanja fungsi pendidikan dari 38,4%
menjadi 37,2%; (9) peningkatan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 1,2% menjadi
1,4%; dan (10) mengupayakan peningkatan indeks daya saing dari 1,2 menjadi 1,3.
Tabel 4.27 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Banten
Peers for Unit Banten efficiency 150.34% radial
Banten
Jabar
Jateng
ACTUAL
LAMBDA
0.629
0.060
39.4 -LAYUM
13.3
1.8
0.8 -TRAMTIB
0.5
0.0
4.4 -EKON
3.9
0.4
3.2 -LH
1.3
0.1
14.4 -RMHFASUM
8.3
0.5
9.8 -KESEHATAN
7.6
0.7
0.3 -PARBUD
0.3
0.0
26.5 -PENDIDIKAN
27.0
2.3
1.2 -LINSOS
0.7
0.1
1.2 +IDS
0.8
0.1
Jatim
0.311
9.9
0.2
2.3
0.6
3.2
3.8
0.1
10.5
0.4
0.4
Tabel 4.27 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Banten,
3 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi
Jawa Timur. Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda yang besar)
yaitu Provinsi Jawa Barat.
84 | P a g e
Tabel 4.28 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Banten
Targets for Unit Banten efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
39.4
25.1
-TRAMTIB
0.8
0.8
-EKON
4.4
6.7
-LH
3.2
2.0
-RMHFASUM
14.4
12.0
-KESEHATAN
9.8
12.1
-PARBUD
0.3
0.4
-PENDIDIKAN
26.5
39.8
-LINSOS
1.2
1.2
+IDS
1.2
1.3
150.34% radial
TO GAIN
ACHIEVED
36.5%
63.5%
4.1%
95.9%
-50.3%
150.3%
37.8%
62.2%
16.7%
83.3%
-24.0%
124.0%
-50.3%
150.3%
-50.3%
150.3%
3.7%
96.3%
6.9%
93.6%
Target efisiensi Provinsi Banten sebesar 150,34% atau terdapat kenaikan persentase
belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu penurunan % belanja fungsi layanan umum dari
39,4% menjadi 25,1%; (2) penurunan % belanja fungsi Ketentraman dan Ketertiban;
(3) peningkatan % belanja fungsi ekonomi dari 4,4% menjadi 6,7%; (4) penurunan % belanja
fungsi Lingkungan Hidup dari 3,2% menjadi 2%; (5) penurunan % belanja fungsi perumahan
dan fasum dari 14,4% menjadi 12%; (6) peningkatan % belanja fungsi kesehatan dari 9,8%
menjadi 12,1%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan budaya dari 0,3% menjadi
0,4%; (8) peningkatan % belanja fungsi pendidikan dari 26,5% menjadi 39,8%; (9) penurunan
% belanja fungsi perlindungan sosial; dan (10) mengupayakan peningkatan indeks daya saing
dari 1,2 menjadi 1,3.
Tabel 4.29 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bali
Peers for Unit Bali efficiency 177.34% radial
Bali
Riau
Jatim
ACTUAL
LAMBDA
0.797
0.203
22.6 -LAYUM
27.1
6.5
1.4 -TRAMTIB
0.8
0.2
8.3 -EKON
7.2
1.5
1.6 -LH
2.0
0.4
9.9 -RMHFASUM
15.5
2.1
12.6 -KESEHATAN
5.6
2.5
1.0 -PARBUD
0.6
0.1
40.8 -PENDIDIKAN
19.9
6.8
1.8 -LINSOS
1.2
0.3
1.6 +IDS
1.4
0.3
Tabel 4.29 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Bali, 2
daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Riau dan Provinsi Jawa Timur. Provinsi yang
menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi Riau.
85 | P a g e
Tabel 4.30 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Bali
Targets for Unit Bali efficiency 177.34% radial
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
TO GAIN
ACHIEVED
-LAYUM
22.6
33.6
-48.5%
148.5%
-TRAMTIB
1.4
1.0
28.9%
71.1%
-EKON
8.3
8.7
-4.9%
104.9%
-LH
1.6
2.3
-43.8%
143.8%
-RMHFASUM
9.9
17.6
-77.3%
177.3%
-KESEHATAN
12.6
8.1
35.9%
64.1%
-PARBUD
1.0
0.7
35.0%
65.0%
-PENDIDIKAN
40.8
26.7
34.7%
65.3%
-LINSOS
1.8
1.4
17.8%
82.2%
+IDS
1.6
1.6
0.0%
100.0%
Target efisiensi Provinsi Bali sebesar 177,34% atau terdapat kenaikan persentase
belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi layanan umum dari
22,6% menjadi 33,6%; (2) penurunan % belanja fungsi Ketentraman dan Ketertiban dari 1,4%
menjadi 1%; (3) peningkatan % belanja fungsi ekonomi dari 8,3% menjadi 8,7%;
(4) peningkatan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 1,6% menjadi 2,3%; (5) peningkatan
% belanja fungsi perumahan dan fasum dari 9,9% menjadi 17,6%; (6) penurunan % belanja
fungsi kesehatan dari 12,6% menjadi 8,1%; (7) penurunan % belanja fungsi pariwisata dan
budaya dari 1% menjadi 0,7%; (8) penurunan % belanja fungsi pendidikan dari 40,8% menjadi
26,7%; dan (9) penurunan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 1,8% menjadi 1,4%.
Tabel 4.31 Peering Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Papua
Barat
Peers for Unit Pabar efficiency 221.18% radial
Pabar
Riau
Babel
ACTUAL
LAMBDA
0.945
0.055
48.2 -LAYUM
32.1
1.9
1.3 -TRAMTIB
0.9
0.1
11.8 -EKON
8.5
0.6
1.1 -LH
2.3
0.2
17.1 -RMHFASUM
18.4
0.9
6.4 -KESEHATAN
6.6
0.5
0.7 -PARBUD
0.7
0.1
11.2 -PENDIDIKAN
23.5
1.2
2.3 -LINSOS
1.4
0.1
1.2 +IDS
1.6
0.1
Tabel 4.31 peer indeks daya saing dan % realisasi belanja fungsi dari Provinsi Papua
Barat, 2 daerah yang menjadi acuan, yaitu : Provinsi Riau dan Provinsi Bangka Belitung.
Provinsi yang menjadi acuan utama (ditunjukkan dengan lambda yang besar) yaitu Provinsi
Riau.
86 | P a g e
Tabel 4.32 Pengukuran Efisiensi Belanja Fungsi terhadap Daya Saing Provinsi Papua
Barat
Targets for Unit Pabar efficiency
VARIABLE
ACTUAL
TARGET
-LAYUM
48.2
34.0
-TRAMTIB
1.3
1.0
-EKON
11.8
9.1
-LH
1.1
2.5
-RMHFASUM
17.1
19.3
-KESEHATAN
6.4
7.1
-PARBUD
0.7
0.7
-PENDIDIKAN
11.2
24.7
-LINSOS
2.3
1.5
+IDS
1.2
1.7
221.18% radial
TO GAIN
ACHIEVED
29.4%
70.6%
24.0%
76.0%
23.0%
77.0%
-121.2%
221.2%
-13.1%
113.1%
-12.0%
112.0%
-5.7%
105.7%
-121.2%
221.2%
33.0%
67.0%
39.7%
71.6%
Target efisiensi Provinsi Papua Barat sebesar 221,18% atau terdapat kenaikan
persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu penurunan % belanja fungsi layanan
umum dari 48,2% menjadi 34%; (2) penurunan % belanja fungsi Ketentraman dan Ketertiban
dari 1,3% menjadi 1%; (3) penurunan % belanja fungsi ekonomi dari 11,8% menjadi 9,1%;
(4) peningkatan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 1,1% menjadi 2,5%; (5) peningkatan
% belanja fungsi perumahan dan fasum dari 17,1% menjadi 19,3%; (6) peningkatan % belanja
fungsi kesehatan dari 6,4% menjadi 7,1%; (7) peningkatan % belanja fungsi pariwisata dan
budaya; (8) peningkatan % belanja fungsi pendidikan dari 11,2%menjadi 24,7%;
(9) penurunan % belanja fungsi perlindungan sosial dari 2,3% menjadi 1,5%; dan
(10) mengupayakan peningkatan indeks daya saing dari 1,2 menjadi 1,7.
Dengan demikian, pemerintah daerah dapat mendayagunakan sumber pendanaan
yang dimiliki, dalam hal ini APBD sebagai instrumen fiskal untuk mendorong peningkatan
daya saing daerahnya. Bauran komposisi belanja APBD ditentukan berdasarkan referensi
daerah lain (peers) yang memiliki output yang lebih baik.
87 | P a g e
5.1. Kesimpulan
Pengukuran Indeks Daya Saing
Tahapan pengukuran indeks daya saing terdiri dari, yaitu (1) tahap penghitungan bobot
yang berasal dari data persepsi dari pemerintah daerah terhadap inisiatif strategi penguatan
daya saing daerah; dan (2) tahap standardisasi data dan indeks. Indeks daya saing merupakan
indeks komposit dari indeks faktor input dan indeks faktor output, untuk selanjutnya disebut
indeks input dan indeks output. Indeks input dan indeks output ditentukan ekual (50:50)
terhadap indeks daya saing.
Prioritas
Sasaran Strategis
1
Meningkatkan aktivitas Perbankan dan Lembaga Keuangan
2
Mendorong aktivitas perekonomian daerah
3
4
5
Bobot
32,24%
30,29%
13,36%
13,29%
10,82%
88 | P a g e
Prioritas kinerja (level kedua) disajikan secara konsisten dengan sasaran strategis-nya
yang memiliki prioritas pertama yaitu upaya prioritas yang harus dilakukan adalah
meningkatkan jumlah kantor bank. Prioritas kedua adalah mengoptimalkan PAD. Prioritas
kinerja dari 1 s.d. 5 didominasi oleh prioritas sasaran strategis meningkatkan aktivitas
perbankan dan lembaga keuangan serta mendorong aktivitas perekonomian daerah. Prioritas
tersebut menunjukkan bahwa yang terkait dengan akses dan sumber daya pendukung seperti
sumber daya manusia menjadi terlihat relatif kurang penting.
Prioritas
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kinerja
13,35%
12,99%
Optimal PAD
Meningkatkan jumlah kantor non bank (perusahaan asuransi,
perusahaan dana pensiun, koperasi, bursa efek/pasar modal,
pegadaian dll).
12,58%
10,73%
6,56%
Meningkatkan KpF
Meningkatkan investasi daerah
Mendekatkan jenis-jenis usaha perbankan dan lembaga keuangan
dengan kebutuhan masyarakat.
Meningkatkan derajat kesehatan
6,32%
5,24%
5,09%
4,53%
4,29%
3,94%
3,93%
2,96%
15
16
14
Bobot
2,60%
2,59%
2,30%
Sasaran strategis faktor output tidak di-breakdown lebih lanjut, dengan demikian AHP yang
dilakukan hanyalah satu tingkat saja.
Prioritas
1
2
3
4
Sasaran Strategis
Menurunkan angka kemiskinan
Meningkatkan PDRB perkapita
Memperluas kesempatan kerja
Meningkatkan produktivitas tenaga kerja
Bobot
29,82%
26,08%
22,89%
21,22%
89 | P a g e
Menurunkan angka kemiskinan merupakan prioritas utama yang disusul kemudian dengan
meningkatkan PDRB perkapita. Prioritas sasaran strategis tidak terlalu bervariasi, dengan kata
lain responden tidak terlalu berbeda pendapat terhadap penting-nya sasaran strategis
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
1
Mendorong aktivitas
perekonomian daerah
Meningkatkan
kualitas sumber daya
manusia dan
ketenagakerjaan
a. Mengoptimalkan PAD/PDRB
PAD
Searah
b. Meningkatkan
kapasitas fiskal
daerah
(PAD+DBH+DAU)/
PDRB
Searah
c. Meningkatkan
Investasi daerah
Investasi/PDRB
Searah
a. Meningkatkan
pendidikan dan
keterampilan
penduduk dan
tenaga kerja
Angka Partisipasi
Sekolah (APS),
Angka Partisipasi
Kasar (APK)
Searah
b. Meningkatkan
derajat
kesehatan
penduduk dan
tenaga kerja
Angka Harapan
Hidup,
Angka Kematian
Bayi (balita),
persentase
penggunaan air
bersih, persentase
penggunaan jamban
AHH =
searah;
Angka
Kematian
= Inverse
90 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
Menciptakan
lingkungan usaha
produktif yang dapat
menarik minat dunia
usaha untuk
melakukan kegiatan
usaha (termasuk
investasi)
Membangun
konektivitas yang
terintegrasi antara
sistem transportasi,
logistik serta
komunikasi dan
informasi dalam
c. Meningkatkan
kualitas
pendidikan serta
kompetensi
teknologi dan
keterampilan
Kualifikasi Guru
(Jumlah Guru S1) ,
Rasio Guru thd
Murid
Searah
a. Penyederhanaan
dan harmonisasi
berbagai
peraturan
Dummy Variable :
apakah ada
kelembagaan yang
melakukan
harmonisasi?
Searah
b. Penyelenggaraan
pelayanan
terpadu satu
pintu untuk
mempercepat
dan
mempermudah
proses perijinan
dan non
perijinan.
Dummy Variable :
apakah ada
Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP)?
Searah
d. Menciptakan
keamanan yang
terkendali
Jumlah Kejahatan
yang Dilaporkan
(Crime Total)
berdasarkan Statistik
Kriminal oleh BPS
dan Kepolisian
Inverse
a. Ketersediaan
infrastruktur
transportasi
untuk
memperlancar
arus barang,
jasa, manusia
Searah
91 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
rangka membuka
akses daerah seluasluasnya
Meningkatkan
aktivitas Perbankan
dan Lembaga
Keuangan
dan menjadi
penghubung
yang efisien
antara sumber
bahan baku,
pusat produksi
dan pasar
b. Ketersediaan
listrik yang
memadai dan
menjadi insentif
untuk
membangun
industri serta
memperluas
jangkauan
pemasaran dan
distribusi.
Searah
c. Ketersediaan
sarana
telekomunikasi
untuk
memudahkan
arus informasi
dengan lebih
luas dan cepat
Searah
a. Meningkatkan
jumlah kantor
bank (Apakah
Jumlah kantor
Bank sudah
cukup tersedia
untuk
melancarkan
fungsi
intermediaries?)
Searah
92 | P a g e
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
INPUT
b. Meningkatkan
jumlah kantor
non bank
(perusahaan
asuransi,
perusahaan dana
pensiun,
koperasi,
pegadaian dll) :
(Apakah Jumlah
lembaga
keuangan non
Bank sudah
cukup tersedia
untuk
melancarkan
fungsi
intermediaries?)
Searah
c. Menambah
jenis-jenis
layanan
perbankan dan
lembaga
keuangan.
(Apakah jenis
layanan
perbankan dan
lembaga
keuangan di
daerah perlu
ditambah?)
Searah
No
Sasaran Strategis
Kinerja
Indikator
Sifat
OUTPUT
1
Meningkatkan produktivitas
tenaga kerja
Nilai tambah
perekonomian
dibanding
jumlah angkatan
kerja
PDRB
Searah
konstan/
jumlah
angkatan kerja
Meningkatkan PDRB
perkapita
PDRB Atas
Dasar Harga
Berlaku
dibanding
jumlah
penduduk
PDRB
ADHB/
jumlah
penduduk
Menurunkan angka
kemiskinan
Persentase
Jumlah
jumlah
penduduk
penduduk miskin miskin/
jumlah
penduduk
Memperluas kesempatan
kerja
Tingkat
Kesempatan
Kerja (TKK)
Jumlah
Searah
penduduk
umur 15 tahun
ke atas yang
bekerja/
jumlah
angkatan kerja
Tingkat
Pengangguran
Terbuka (TPT)
Jumlah
Inverse
pengangguran/
Jumlah
angkatan kerja
Searah
Inverse
94 | P a g e
kontribusi yang paling besar. Variabel /faktor dominan dari 30 variabel yang ada dalam
membangun model indeks daya saing adalah PDRB perkapita.
No
Variabel
Korelasi
Koefisien
Korelasi*Koefisien
PDRBperkap
0.757
0.579
0.4383
PADPDRB
0.375
0.798
0.2993
KPFDRB
0.638
0.455
0.2903
SMP
0.253
-0.211
R Square
-0.0534
0.9745
Peran Belanja Fungsi APBD sebagai Faktor Penguat Daya Saing Daerah
Pemilihan belanja fungsi APBD sebagai faktor penguat daya saing daerah didasarkan
atas beberapa catatan antara lain Institute for Management Development (IMD) bahwa
rendahnya kondisi daya saing Indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian
nasional dalam hal antara lain : buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam
mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal,
pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya
kordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih dan
kompleksitas struktur sosialnya.
Belanja fungsi APBD dibandingkan antara aktual dengan target-nya. Target
merupakan kombinasi input-output yang digunakan oleh benchmark unit dan peers, dan akan
dibandingkan terhadap provinsi tertentu yang dianalisa. Analisa DEA yang digunakan adalah
orientasi input yang bertujuan untuk minimisasi, sehingga untuk variabel yang memiliki nilai
minus (-) di depan label variabel maka ACHIEVED berarti capaian yang merupakan
persentase target terhadap aktual, sedangkan untuk variabel yang memiliki nilai plus (+) di
depan label variabel-nya maka ACHIEVED berarti capaian yang merupakan persentase aktual
terhadap target. TO GAIN merupakan 100-ACHIEVED. Dalam hal ini karena total belanja
fungsi APBD berjumlah 100%, maka terdapat belanja fungsi yang harus dikurangi dan
terdapat belanja yang harus ditingkatkan. Capaian dibawah 100% dinyatakan tidak efisien.
Contoh hasil analisa Provinsi Sumatera Utara di bawah ini :
95 | P a g e
101.74% radial
TO GAIN
ACHIEVED
-1.7%
101.7%
16.9%
83.1%
-1.7%
101.7%
28.3%
71.7%
-1.7%
101.7%
-1.7%
101.7%
53.8%
46.2%
-1.7%
101.7%
-1.7%
101.7%
13.0%
88.5%
Target efisiensi Provinsi Sumatera Utara sebesar 101,7% secara radial atau terdapat
kenaikan persentase belanja fungsi dengan rincian : (1) perlu peningkatan % belanja fungsi
layanan umum dari 31,3% menjadi 31,8%; (2) pengurangan % belanja fungsi Ketentraman
dan Ketertiban dari 1,0% menjadi 0,9%; (3) peningkatan % belanja fungsi ekonomi dari 7,4%
menjadi 7,5%; (4) pengurangan % belanja fungsi Lingkungan Hidup dari 3,1% menjadi 2,2%;
(5) peningkatan % belanja fungsi perumahan dan fasum dari 13,9% menjadi 14,2%; (6)
peningkatan % belanja fungsi kesehatan dari 9,9% menjadi 10,1%; (7) penurunan % belanja
fungsi pariwisata dan budaya dari 1,1% menjadi 0,5%; (8) peningkatan % belanja fungsi
pendidikan dari 30,9% menjadi 31,4%; (9) peningkatan % belanja fungsi perlindungan sosial
; (10) mengupayakan indeks daya saing meningkat dari 1,3 menjadi 1,5.
5.2. Rekomendasi
96 | P a g e
Antardaerah.
Peraturan atau kebijakan hendaknya disinkronisasi sehingga tidak menghambat investasi
yang akan masuk ke daerah.
8. Penyediaan Lahan untuk Industri Terpadu
Penyediaan lahan bertujuan untuk memberikan insentif kemudahan bagi investor yang
akan menanamkan modal nya di suatu daerah dengan didukung oleh proses perijinan yang
mudah. Berdasarkan kuesioner yang disampaikan, diketahui bahwa Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) telah diterapkan di 13 provinsi yang menjadi sampel.
97 | P a g e
Daftar Pustaka
99 | P a g e