KEBIJAKAN MONETER
Oleh : Arowadi Lubis
PENDAHULUAN
Sebelumnya perlu diingat bahwa kebijakan moneter adalah salah satu dari
kebijakan ekonomi makro yang diambil pemerintah (dalah hal ini bank
Indonesia). Secara umum kebijakan makro pemerintah itu ada dua.Kebijakan
yang pertama adalah kebijakan stabilisasi (kebijakan jangka pendek) dan
kebijakan petumbuhan dan pembangunan ekonomi (jangka panjang). Tujuan
kebijakannya sama, yakni menyetir perekonomian suatui Negara agar terhindar
dari empat penyakit ekonomi utama yaitu inflasi (di pasar barang),
ketidakstabilan suku bunga (di pasar uang), pengangguran (di pasar tenaga
kerja) dan ketimpangan neraca pembayaran (di pasar luar negeri). Kalau kita
peras lagi, keempat penyakit ekonomi tadi dapat diringkas hanya satu, yakni
inflasi di pasar barang. Mengapa bisa demikian? Karena tiga pasar makro yang
lain (pasar uang, pasar tenaga kerja, dan pasar luar negeri) ujung-ujungnya akan
berimbas ke pasar barang juga. Jadi, tujuan akhir dari sebuah kebijakan makro
pada akhirnya dapat diringkas hanya untuk mengendalikan tingkat inflasi saja
sebenarnya.Hanya saja, kebijakan stabilisasi betujuan untuk pengendalian
jangka pendek dan kebijakan pertumbuhan untuk pengendalian jangka panjang.
Sekarang yang perlu kita tau, dimanakah posisi kebijakan moneter dalam dua
kebijakan makro tadi?jawabannya, kebijakan moneter adalah salah satu dari
kebijakan stabilisasi (jangka pendek). Dimana yang dimaksud dengan kebijakan
jangka pendek disini adalah kebijakan yang hanya berlaku untuk jangka waktu
satu tahun ketika perekonomian nasional menampakkan gejal-gejala dari empat
penyakit ekonomi diatas. Hal ini didasarkan pada teori pasar uang dari
Keynes.Memangnya bagaimana teori pasar uang dari Keynes?
investasi (I) adalah vabiabel yang menghubungkan antara pasar uang dan pasar
barang.Nah, sekarang kita sudah tau jalurnya bagaimana pengaruh perubahan
suku bunga terhadap tingkat inflasi. Jadi sudah bisa kita menentukan
mekanismenya seperti apa.
Ketika suku bunga berubah, maka akan berbanding terbalik dengan tingkat
investasi, perubahan investasi akan berbanding lurus dengan permintaan.
Perubahan permintaan kemungkinannya hanya ada dua.Kenaikan permintaan
atau penurunan permintaan. Ketika permintaan bertambah, maka yang terjadi
adalah kelebihan permintaan sehingga harga agregat (inflasi) akan naik. Kalau
permintaan agregat (Z) turun, yang terjadi tentunya sebaliknya.Kelebihan
penawaran, sehingga yang terjadi adalah deflasi secara tiba-tiba.Dua keadaan ini
kalau terjadi secara tiba-tiba semuanya berakibat tidak baik bagi perekonomian
secara makro. Akan terjadi yang disebut dengan economic shock (perekonomian
kita kaget, atau malah bias jantungan gitu).
Untuk lebih jelasnya, kita coba permudah dengan contoh, misalkan suku bunga
naik, kenaikan suku bunga akan menyebabkan tingkat investasi menurun karena
orang akan lebih suka menabung uangnya dibank daripada mengajukan kredit
untuk investasi (kalau bingung, bank dapat penghasilan darimana? kalau yang
ada Cuma orang menabung, ga ada yang mengajukan kredit. Jawabannya
begini.Ternyata bank umum dapat menempatkan dananya di Bank Indonesia
bank sentral-.Tabungan bank umum di bank Indonesia biasanya disebut dengan
BI window. Nah, bank umum akan mendapatkan bunga dari dana yang
ditempatkan di bank Indonesia ingat dana ini diluar GWM- dalam bentuk bunga
yang disebut dengan discount rate. Kira-kira bank Indonesia dapat uang
darimana untuk membayar bunga tadi? Apakah bank Indonesia dapat mencetak
uang baru? Ternyata tidak boleh. Bank Indonesia membayar bunga dari APBN.
APBN sebagian besar dari pajak, dan pajak dipungut dari seluruh
rakyat.Kesimpulannya, yang terjadi adalah orang miskin memberikan uang
kepada orang kaya.Logikanya gimana?Berfikir sedikit dari penjelasan tadi insya
Allah faham).Kita kembali ke pembahsan tadi. Ketika investasi turun, maka
permintaan agregat akan ikut turun dengan proporsi tertentu dengan proses
yang disebut dengan multiplier. Ketika permintaan turun yang terjadi apa? Kalau
permintaan turun maka yang terjadi adalah kelebihan penawaran. Kalau terjadi
kelebihan penawaran, kira-kira akibatnya apa? Maka harga akan terjun bebas
(deflasi). Akibat selanjutnya perusahaan akan rugi dan harus mengurangi
produksinya. Itu artinya dia harus mengurangi tenaga kerja dan pengangguran
akan meningkat. Inilah logika pertama dari kebijakan makro melalui pasar uang
(ingat: kebijakan moneter adalah kebijakan yang bertujuan untuk mempengaruhi
ekonomi makro melalui pasar uang. Dan pasar uang adalah temapat bertemunya
permintaan dan penawaran akan uang. Pertemuan ini menghasilkan dua
kesepakatan yakni volume uang dan harga uang.Sama persis dengan jual beli
barang).
Instrumen Moneter
Apakah pembahasan kita sudah cukup untuk menjawab tiga permasalahan di
atas?Ternyata belum, karena pembahasan kita baru sampai pada pembahasan
kebijakan moneter yang dapat diambil oleh pemerintah yang menambah atau
mengurangi jumlah uang beredar.Kita belum membahas bagaimana caranya
pemerintah menambah atau mengurangi jumlah uang beredar di masyarakat.
Ketika kita masih di SMA tentu kita masih ingat, bahwa pemerintah menjalankan
2.
Kedua, kita simpulkan bahwa besarnya uang inti dipengaruhi oleh empat faktor,
yaitu:
1.
2.
3.
4.
1.
Melalui u; tingkat bunga untuk giro dan deposito adalah adalah instrumen
moneter. Bagaimana sistem kerjanya, pemerintah mengubah tingkat suku bunga
giro dan deposito melalui bank-bank umum milik pemerintah. Sehingga u juga
akan berubah, sehingga koefisien multiplier juga berubah, kemudian Ms akan
berubah.
2.
Melalui v; pemerintah dapat menggunakan dua instrumen kebijakan
moneter, yaitu:
a.
Kita ingat bahwa v=R/D yakni proporsi cadangan bank dari keseluruhan
uang giral yang beredar. Dengan demikian cash ratio/ reserve requirment/ legal
lending limit/ giro wajib minimum (semua artinya sama, yang paling terkenal
adalah cash ratio dalam instrumen kebijakan moneter) adalah instrument
kebijakan moneter. Pemerintah akan menaikkan cash ratio apabila ingin
mengurangi Ms atau sebaliknya.
b.
Instrumen yang kedua melalui v adalah discount rate. Discount rate adalah
bunga pinjaman bank umum terhadap bank sentral. Kalau pemerintah hendak
menambah Ms, maka pemerintah tinggal menurunkan v, sehingga bank umum
tertarik untuk meminjam dana ke bank indonesia untuk memnuhi likuiditasnya.
Akibatnya Ms meningkat. Demikian sebaliknya.
Perlu diingat, bahwa instrument moneter dengan cara mempengaruhi money
multiplier ini sifatnya adalah pengaruh yang dilakukan oleh bank sentral secara
tidak langsung. Karena koefisien ini tadi ditentukan oleh masyarakat.Tiga
instrumen tadi hanya sebatas mencoba mempengaruhi perilaku masyarakat.
Instrumen Moneter Dengan Mempengaruhi Uang Inti.
Pendekatan yang kedua hampir semuanya memang dapat dipengaruhi oleh
pemerintah secara langsung. Untuk lebih jelasnya mari kita rinci satu persatu:
1.
Melalui neraca pembayaran (X-M), pemerintah bisa secara langsung
mempengaruhi neraca pembayaran. Pengaruh pemerintah yaitu dengan cara
membuat neraca pembayaran surplus atau defisit. Kalau pemerintah ingin
surplus, maka pemerintah menggalakkan ekspor dengan cara memberikan
rangsangan ekspor melalui penurunan pajak ekspor dan pemberian sertifikat
ekspor, atau pemerintah mengurangi impor dengan cara menaikkan bea masuk.
Surplus neraca pembayaran akan menambah uang inti, pertambahan uang inti
kemudian akan menambah Ms hal sebaliknya dapat dilakukan oleh pemerintah
apabila pemerintah mgninginkan penurunan Ms. Jadi, dalam hal ini, Instrumen
kebijaksanaan moneter adalah pajak ekspor, sertifikat ekspor dan bea masuk.
2.
Melalui APBN, pemerintah dapat membuat APBN-nya surplus atau defisit.
Surplus atau defisit APBN akan mempengaruhi uang inti dan akan
mempengaruhi Ms. Jadi, dalam hal ini APBN adalah Instrumen moneter. (tetapi
jangan lupa, APBN juga adalah instrumen utama kebijakan fiskal).
3.
Melalui B1 dan B2, pemerintah juga dapat melakukan kebijaksanaan
moneter. Dalam hal ini, dapat menentukan batas maksimum kredit (credit
ceiling) untuk perbankan dan menaikan atau menurunkan bunga kredit bank.
dengan demikian credit ceiling dan bunga kredit bank adalah instrumen moneter.
Semua, instrumen moneter yang disebutkan disini adalah instrumen moneter
yang paling pokok. Artinya, masih ada instrumen moneter yang lain, tapi tidak
akan dibahas disini. Akhirnya, kita dapat menyimpulkan bahwa instrumen
kebijaksanaan moneter adalah:
1.
Yang mempengaruhi money multiplier terdiri dari bunga giro dan deposito,
cash ratio dan discount rate.
2.
Yang mempengaruhi uang inti terdiri dari pajak ekspor, sertifikat ekspor,
bea masuk, pajak lain, pengeluaran dan penerimaan pemerintah (APBN), bunga
kredit bank dan atap kredit (credit ceiling).
Instrumen mana yang paling efektif untuk digunakan oleh pemerintah dalam
menjalankan kebijakan moneternya?Hal ini tidak kita bahas disini, disamping
yang nulis udah ga kuat, pembahasan diatas kiranya sudah cukup untuk
menjawab tiga persoalan diatas.Walau pada hakikatnya, masalah diatas
sejatinya adalah masalah pemilihan instrumen kebijakan moneter.Tetap nanti
sudah bisa kita jawab. (tetapi, tetap disarankan kepada pembaca yang ingin
mendalami ekonomi makro kapitalisme untuk mempelajari lebih mendalam lagi
melalui berbagai literatur)
Kita sudah dapat menjawab bahwa besaran-besaran kebijakan moneter hanya
ada dua, yakni kebijaksanaan menambah atau mengurangi volume uang beredar
dengan menggunakan berbagai instrumen kebijakan moneter. Kebijakan ini
nantinya akan berimbas ke pasar barang melalui rantai yang agak panjang
seperti yang sudah dijelaskan dalam pembahasan. Nah sekarang mari kita
selesaikan dengan menyajikan kembali masalahnya terlebih dahulu, yakni:
1.
2.
3.
ternyata buruk. Itu artinya instrumen kebijakan moneter yang melibatkan sektor
perbankan secara langsung tidak akan efektif. Jadi wajar kalau pemerintah
kebingungan alias puyeng... hehehe.... gampang kan.
Kita sekarang ke masalah kedua, arus modal yang sangat cepat.Arus modal
sering disebut juga dengan istilah hot money (gampang datang, gampang pergi).
Ga sopan yach... hm,,,, arus modal ini sebenarnya bukan sesuatu yang dapat
dipengaruhi oleh pemerintah (sering disebut dengan faktor eksogen). Mengapa?
Seperti disebutkan dalam pembahasan diatas. Pemerintah hanya dapat
mempengaruhi sisi penawaran akan uang (Ms) di pasar uang, pemerintah tidak
dapat mempengaruhi sisi permintaan akan uang (Md/L). Sekali lagi, mengapa?
Sekali lagi mengapa tidak dapat dipengaruhi oleh pemerintah? Karena
permintaan akan uang (liquidity preference) menurut keynes adalah sesuatu
yang ditentukan di masyarkat, dimana permintaan akan uang dipengaruhi oleh
tiga hal, yakni motif untuk transaksi, motif untuk berjaga-jaga dan motif untuk
spekulasi. Sedangkan perputaran arus modal ditentukan oleh motif spekulasi
dalam masyarakat. Motife spekulasi itu sendiri akan ditentukan oleh ekspektasi
masyarakat tehadap suku bunga di pasar uang dan pasar modal. Jadi, gimana
pemerintah ga bingung coba? Orang dia ga bisa mempengaruhi... mudah juga
kan?!
Sekarang, tinggal satu masalah yang belum kita identifikasi.Maslah pertumbuhan
sektor keuangan yang begitu cepat dan tidak dapat diikuti oleh sektor
riil.Bagaimana menjelaskan masalah yang terakhir ini?Ternyata tidak begitu sulit
juga. Kita harus ingat bahwa tujuan dari semua kebijakan makro pemrintah akan
bermuara di pasar barang. Maksudnya apa? Semua akan berujung pada
pengendalian tingkat harga (inflasi) di pasar barang.
Kita misalkan dalam kondisi terjadi kekurangan produksi. Atau penawan agregat
lebih kecil dari permintaan agregat, yang menyebabkan tingkat harga umum
akan maik. Pemerintah berinisiatif untuk menambah jumlah uang beredar
dengan cara menurunkan cash ratio dan menurunkan suku bunga. Dampaknya
apa? Tentu akan terjadi kenaikan investasi di sektor riil untuk mengejar
kekurangan sisi penawaran. Logikanya, permintaan dan penawaran di pasar
barang akan kembali pada titik equilibrium. Dan inflasi dapat dihindari. Tetapi,
pada saat yang sama, sektor keuangan tumbuh dengan sangat pesat.
Petumbuhan ini akan memberikan pendapatan yang pesat pula bagi pemilik
modal. Ketika pendapatan bertambah yang terjadi apa? Permintaan di pasar
barang akan bertamabah juga kan. Celakanya pertambahan permintaan ini
ternyata jauh melebihi pertambahan sisi penawaran yang menjadi akibat
kebijakan moneter tadi. Dampak akhirnya, bukannya menuju equilibrium tetapi
sisi permintaan agregat malah semakin menjauh dari penawaran agregat .kalau
ini terjadi secara terus menerus, maka akan terjadi yang namanya buble
economic (ekonomi balon) yang semakin membesar. Sehingga nantinya akan
pecah, itulah yang disebut dengan krisi (pecahnya balon sama dengan naiknya
harga (inflasi) yang sangat cepat). Sekali lagi mengapa?Karena jumlah
permintaan agregat sangat jomplang dengan penawaran agregat.Mengapa
permintaan agregat jauh lebih besar?Karena sumbangan pendapatan dari sektor